Rabu, 08 Agustus 2007
Jam 17.30an lewat dikit…
Tati telpon Papi David yang masih di Medan…
Tati : “Gimana Papa, dek?”
Papi David : “Udah baikan kak. Obat buat penyembuhan saluran darah tinggal 3 kali lagi. Hasil scan juga menunjukkan tidak ada masalah. Papa cuma harus istirahat, minimal 3 bulan. Papa juga gak boleh nyetir lagi.”
Tati : “Iya tuh, terlalu resiko lah Papa nyetir ke sana sini umur segini. Gimana caranya ya? Papa kan gak bisa diam…”
Papi David : “Iya sementara Ivo dulu lah kak. Mungkin udah waktunya Papa pake supir aja ya… Kakak kalo libur, pulang dulu lah biar Papa ada supirnya.. Gimana ?”
Tati : “Ya udah, nanti libur 17an aku pulang aja dulu.. Tadinya aku mau reunian ama teman2 kost ku waktu di Cirahayu 5. Tapi Papa lebih penting lah.. More than anything…!!!”
Papa tuh orangnya gak bisa diam…, so restless…!!! Setelah pensiun tahun 1995, Papa aktif di beberapa organisasi masyarakat. Papa juga ditunjuk menjadi bendaharawan suatu yayasan yang mengelola suatu perguruan tinggi swasta di Medan. Untuk urusan keluarga, Papa juga melakoni tanggung jawabnya dalam soal adat. Secara Papa adalah poparan (keturunan) Sutan Barumun Muda yang paling senior saat ini. Belum lagi tanggung jawabnya sebagai anak boru (menantu) keluarga Harahap dari Hanopan. Papa juga harus bulak-balik ke Sipirok untuk memantau peninggalan keluarga yang ada di kampung… Gimana Papa gak lelah…
Ada satu minat Papa yang sangat besar…, yaitu pada bidang kebudayaan.. (Tati dulu sempat terkagum2, karena Papa hapal nama2 dewa/dewi Yunani dan Mesir…!!! Jadi kalau ngisi teka teki silang ada pertanyaan soal dewa/dewi, tanya aja sama Papa..)
Pada pertengahan tahun 2004, Papa dan beberapa temannya telah menyelesaikan penyusunan “KAMUS ANGKOLA INDONESIA”. Kamus ini adalah bahasa Angkola – bahasa Indonesia.
Bahasa Angkola? Iya, Angkola merupakan salah satu bahagian dari etnis Batak, selain Batak Toba, Mandailing, Batak Karo dll. Secara geografis, orang Angkola menetap di daerah Sipirok, diantara wilayah Batak Toba dan wilayah Mandailing. Orang Batak Toba bermukim di sekitar Danau Toba, sedangkan orang Batak Mandailing berada di perbatasan Sumatera dengan Sumatera Barat. Pada saat ini, daerah sebaran orang Batak Angkola, telah menjadi Kabupaten tersendiri, yaitu Kabupaten Sipirok Angkola dengan ibu kota Kabupaten (Pasar) Sipirok.
Tati gak tau persis berapa lama Papa menyusun kamus ini. Tapi seingat Tati, Papa telah menyerahkan pembuatan database-nya pada Papi David sejak tahun 1999, sedangkan Tati kebagian membuat layout covernya… Papa menyerahkan kepada Tati sepenuhnya mau seperti apa design cover tersebut, cuma harus ada gambar rumah adat sipirok dan gambar gajah. Gambar gajah ? Ya, karena hikayatnya, Mangaraja Parjanjian, leluhur Tati yang membuka kampong Sibadoar datang ke daerah tersebut dengan naik gajah putih. Dan untuk memperingatinya, di kampong Sibadoar pada tahun 1985 dibangun tugu keluarga Siregar dalam bentuk gajah putih. Tati lalu memutuskan untuk menggunakan hasil scan ulos Batak Angkola sebagai background. Kenapa Ulos Angkola? Karena ulos Batak Angkola juga berbeda dengan ulos Batak yang lain. Ulos Batak Angkola lebih berwarna.., lebih cerah…
Kamus ini diberi Kata Sambutan oleh Dr. SUSAN RODGERS, Professor Anthropology, Director Asian Studies, College of the Holly Cross, Worcester, Massachusetts, USA. Menurut Professor ini, “Kamus Batak Angkola sebelumnya adalah Kamus Batak Angkola dan Mandailing/Belanda karangan H.J. Eggink’s tahun 1936 Angkola en Mandailing-Bataksch/Nederlandsch Woordenboek. Jadi terjemahan ke Bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia. Namun kamus yang baru ini menurut Susan, juga lebih mempunyai kedalaman budaya dan leksikal, dengan pandangan khusus mengarah pada warisan oratoris Batak Angkola.“
Satu hal lagi, menurut Professor Rodgers, “Kamus ini memberikan generasi Batak Angkola yang tersebar di seluruh Indonesia dan dunia, gudang pengetahuan yang berharga mengenai bahasa mereka yang luar biasa. Mengingat lebih dari 300 Bahasa Daerah yang ada di Indomesia, yang tadinya punya kompetensi penuh sebagai bahasa sehari-hari, perlahan-lahan digantikan oleh Bahasa Indonesia bahkan Bahasa Inggris.” Dengan kata lain, Bahasa Angkola, sebagaimana Bahasa Daerah lainnya di Indonesia perlahan-lahan akan ditinggalkan oleh generasi muda Batak Angkola. Kamus ini merupakan salah satu dokumentasi Bahasa Angkola, dengan harapan bahasa ini kelak tidak akan musnah ditelan zaman..
Bagi teman2 yang ingin memiliki kamus ini (waduh…, promosi nih…!! tapi gak apa2 deh, demi mempublikasikan karya Papa plus dalam rangka melestarikan Bahasa Batak Angkola), bisa menghubungi…
Ivo Siregar
Medan City Galerry
Jl. Sei Bingei No. 41 Medan
Telepon : 061-4521589
Email: redsagacraft@yahoo.com***
K Tati.. Maaf ini bukan merupakan komentar dari saya melainkan saya ingin bertanya yang mana mungkin KK mempunyai informasi lebih tentang kawin lari adat Angkola yg disebut MARLOJONG. Saya sedang mengerjakan tugas Kewarganegaraan dan tertarik dgn tema ini. Namun saya tidak menemukan keterangan bagaimana tindakan pihak orang tua wanita jika anaknya melakukan kawin lari? dan bgmana jika yg melakukan kawin lari tersebut adalah pihak pria? Jika ada info yang lebih jelas ttg Marlojong ini.. mohon kirim email ke saya ya… terima kasih banyak.Victoria Junus / vickygobber@yahoo.com
Saya tidak punya informasi tentang MARLOJONG. Tapi coba kamu hubungi Papa saya(Arden Siregar) di nomor telepon Galerry Medan City, yang tercantum di posting ini.. Mudah2an Papa bisa membantu.. Sukses ya..
Tolong diinformasikan berapa harga kamusnya dan ongkos kirim via titipan kilat ke jakarta..
Mauliate..
angkang..au pe adong mambaen kamus.goarna kamus angkola-mandailing.
tp diperuntukkan tu handphon.haran nadong bahanna jadina asal2an dope.
muda bisa mangido tolong kirimkon hamu jolo tu au catatan2 nai tu emailku na diginjang i.tarimokasih parjolo
Maaf kami tidak bisa mengirim lewat email. karena kami tidak mengadarkannya dalam bentuk digital. Kalau berminta dgn kamus tersebut, silahkan hubungi alamat dan nomor telepon yg ada di postingan ini. Tks.
Pingback: Happy 73rd Birthday, Papa… « Sondha's Notes…
Pingback: Kamus Angkola – Indonesia | Sondha's Notes