Imperfect

Di hari-hari ini, saat Ramadhan akan berakhir, ketika orang-orang sibuk mudik, ketika panci-panci berbunyi, aroma rendang, opor dan ketupat mulai menyeruak di udara, ketika rumah-rumah sudah ditata dengan cantik, maka ada sebahagian makhluk di muka bumi ini yang juga sibuk menata hatinya.  Menata hati untuk bersiap menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang kerap diterima dari kerabat, teman yang akan bertemu saat lebaran, saat bersilaturahmi.
Pertanyaan apa?

PERTANYAAN-PERTANYAAN SEMPURNA.  PERFECT QUESTIONS yang kerap diterima dari orang-orang terkasih, para sahabat di saat bertemu.

Pertanyaan-pertanyaan yang memgingatkan orang yang ditanya kapan dia akan mencapai tahapan yang membuat hidupnya sempurna sebagai seorang anak manusia, A PERFECT LIFE.  Pertanyaan-pertanyaan yang mengingatkan anak manusia yang mendapat pertanyaan itu bahwa hidupnya belum sempurna, IMPERFECT.  Padahal kita semua tahu HIDUP YANG SEMPURNA sudah menjadi keinginan anak manusia sejak tarikan nafas pertamanya.  Tak satu pun anak manusia tak menginginkannya.

  1. Kapan wisuda?

  2.  Kapan nikah?  Udah punya pacar ?  Jangan banyak pilih lah.

  3. Kok belum punya anak sih?  Jangan  ditunda-tunda? Udah periksa ke dokter?  Udah coba ikut program ?

  4. Kenapa bercerai ? Apa masalahnya ?

  5.  Gak pengen nikah lagi? Lebih enak sendiri ya?

Itu antara lain pertanyaan-pertanyaan yang kerap disampaikan kepada para Imperfect.  Pertanyaan-pertanyaan yang bisa bikin hati tertoreh, mood jadi berantakan.

Dulu, sebagai perempuan yang tergolong telat menikah (telat banget 😀 ),   pertanyaan yang nomor 2 selama bertahun-tahun selalu aku terima (baca : Menikah ?).  Kalau sekarang, meski tak terlalu sering, pertanyaan nomor 4 dan nomor 5 yang aku terima.

Diriku, dan mungkin juga orang-orang yang kerap menerima pertanyaan-pertanyaan itu mengerti bahwa menanyakan itu adalah bentuk perhatian, bentuk kepedulian, bentuk rasa sayang.  Tapi, untuk bisa segera wisuda, menikah, punya anak, tidak bercerai, menikah lagi, itu bukan urusan yang sederhana yang bisa dilakukan dengan daya upaya seorang anak manusia semata.  Banyak pihak lain yang berperan kuat dalam menentukan.  Peran yang untuk menggerakkannya kerap di luar jangkauan anak manusia tersebut.  Si anak manusia hanya bisa berusaha dan memohon pada Sang Pemilik Hati seluruh umat  manusia di muka bumi.

Orang-orang sering tak paham bahwa menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tersebut, bisa seakan mempertanyakan ketentuan Sang Penggengam Hati atas diri yang ditanya.  Bagi jiwa-jiwa yang sabar, pertanyaan itu akan bisa dibalas dengan senyuman, dan tak memikirkannya lebih jauh.  Kalau pun ada rasa pedih, mereka akan menumpahkannya pada Sang Pemilik Kehidupan.

Bagi jiwa-jiwa yang masih rapuh, pertanyaan-pertanyaan itu akan melukai.  Bahkan bisa sangat dalam.  Bisa sampai membuat jiwa mempertanyakan keadilan Sang Maha Adil atas dirinya.   Bisa membuat mereka menghindar dari pihak-pihak yang menyampaikan Pertanyaan Sempurna tersebut.  Bisa juga membuat seseorang menghindar dari pergaulan.  Naudzubillah bin zalik.  

Pahamilah, untuk menerima ketidak sempurnaan kondisi hidupnya, para imperfect butuh kekuatan hati.   Butuh iman yang kuat di dada untuk menghadirkan  keyakinan bahwa kondisi hidupnya saat ini adalah yang terbaik.  Bahwa apa yang sedang dia alami bukan hukuman dari Allah.  Bahwa ini bukan bentuk ketidakadilan Sang Maha Adil.  Bahwa ini adalah rencana terbaik dari Sang Maha Sutradara.

Lalu apa sebaiknya yang harus dilakukan oleh orang-orang yang menyayangi para hamba Allah yang imperfect ini?

Coba diingat-ingat apa yang sudah dicapai para imperfect dalam hidupnya. Apa yang sudah mereka lakukan untuk keluarga, teman-teman dan mungkin juga masyarakat di sekitar dirinya?  Hargai itu.  Semoga dengan mengingat, memandang capaian-capaian mereka, keluarga, teman, dan orang-orang yang menyayangi si imperfect bisa menemukan keindahan si imperfect yang mungkin justru tak dimiliki orang-orang yang perfect tahapan hidupnya.

Dari pada bertanya.  Apa lagi bertanya di depan anggora keluarga atau teman-teman yang lain, di saat-saat kita harusnya bahagia bersilaturahmi, sebaiknya bertemulah secara personal, bicara dari ke hati, untuk memahami situasi yang sebenarnya, kendala-kemdala yang ada. Dan, BERjUANGLAH BERSAMA si imperfect untuk mendekati perfection.  Bukan hanya sekedar bertanya tapi tidak ada tindak lanjut.  Justru tindak lanjut itu lah yang sesungguhnya wujud sayang, dukungan,  yang sebenarnya dibutuhkan para imperfect.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438 H, selamat bersilaturahmi bersama keluarga, kerabat dan sahabat.  Semoga pertemuan, percakapan, ekspresi perhatian dan rasa sayang pada keluarga dan sahabat yang kita sampaikan bisa memberi kebahagian, bukan justru melukai.

Tabaqallah minna wa minkum.  Mohon maaf lahir dan bathin.***

Arti Sebuah Nama..

Nama menurutku adalah pemberian orang tua yang tak hanya melekat pada jazad seorang anak manusia sejak dilahirkan ke muka bumi, tapi nama melekat juga di ruh, bahkan mungkin sampai di hari akhir nanti.

Nama adalah identitas, doa dan harapan orang tua pada anaknya.

Sebagai identitas, untuk mengetahui asal usul keturunan, beberapa suku atau etnis menggunakan family name atau nama keluarga alias marga.  Suku Batak, misalnya.

Sebagai keluarga  yang berdarah Batak, kami menggunakan family name, Siregar.  Family name itu tetap kami pakai,  meski terkadang membuat kami diberi cap sebagai pendatang di kota tempat kami menetap lebih dari 45 tahun.  Mengapa tetap dipakai, kan akan lebih mudah diterima di semua kalangan kalau gak pakai marga?  Ya, karena nama adalah identitas. Tetap memakai marga adalah cara kami menghargai leluhur yang telah membawa kami sampai pada tahap kehidupan yang sekarang ini.

Di dalam keluarga kami juga ada kebiasaan untuk memberikan nama leluhur kepada generasi yang lebih muda.  Abang sepupuku, cucu laki-laki paling tua dari Opung kami, diberi nama Pieter.  Itu adalah nama Opung Godang kami, alias ayah dari Papaku.  Adik perempuanku bernama Uli, mengambil nama dari ibunya Mamaku, Mastora Ulina boru Siregar.

Putra pertama kakakku diberi nama Parlindungan, yang merupakan gelar adat alm ibu. Putra kedua kakakku diberi nama Barumun, itu gelar adat opung kami.  Putra ketiganya diberi nama Sornong, itu nama buyut Papaku. Sedangkan putri kakakku diberi nama Ira Menmenita. Menmen itu adalah nama kecil ibunya Papaku.

Kebiasaan itu dilanjutkan adik-adik dan ponakanku.  Putra pertama adik laki-lakiku, David, diberi nama Arden Thomann Denaldy Siregar.  Arden Toman adalah nama Papa kami.  Putra ketiganya diberi nama Abner Harryndra.  Harry adalah nama abang Papa kami. Nama Harry juga diberikan ponakanku, Parlindungan, pada putra pertamanya, Harry Muhammad Kartawidjaja.. Sedangkan puteri satu-satunya David, diberi nama Ajere, diambil dari nama saudara perempuan buyut kami, Anjere.  Adik perempuanku Uli, memberikan nama buyut kami, Samuel, pada anak lelakinya. Uli juga memberikan nama mama kami pada putrinya.

Nama-nama yang sama berulang-ulang digunakan dalam keluargaku.  Untuk mengenang kehadiran orang-orang yang disayangi.

Bagaimana dengan nama diriku?  Sondha Monalisa Siregar.

Sondha bukan nama yang umum dipakai dalam keluarga Batak.  Yang biasa itu, Sondang.  Menurut alm Mama, Sondha itu adalah nama teman sekolahnya, sosok yang cantik, lembut dan baik hati dalam kenangan alm Mama.

Monalisa ? Ya, nama itu diambil alm Mama dari masterpiece karya Leonardo Da Vinci yang saat ini dipamerkan di   Denon Wing, di Musèe du Louvre.  Sepertinya saat Mama memberikan nama itu padaku beliau belum tahu ada begitu banyak dugaan-dugaan tentang sosok yang menjadi inspirasi sang maestro.  Bahkan ada dugaan bahwa Monalisa adalah versi perempuan dari sang maestro.

Sepertinya Mama berharap anak perempuannya yang paling besar ini menjadi perempuan yang cantik, lembut dan baik hati.  Semoga diriku bisa.   I miss you, Mom.  Rest in peace
Sebenarnya, diriku punya nama yang lain.  Nama yang diberikan oleh seorang pemilik pesantren di pinggiran Kota Bogor sekitar 30 tahun yang lalu.  Tapi nama yang indah itu, Sofia, tak pernah diriku pakai, karena aku menghormati orang tuaku dan tetap memakai nama pemberian orang tuaku.  Nama yang digunakan dalam semua dokumen yang ada di sepanjang hidupku.  Nama Sofia itu tetap ku simpan di dalam hati.

Lalu, apa sih arti sebuah nama?

Shakespeare bilang, “Apalah arti sebuah nama. Bila setangkai mawar diberi nama yang lain, dia akan tetap mawar  karena baunya tetap wangi.”

Jadi menurut Shakespeare, yang penting itu sikap, perilaku manusia, bukan namanya.

Bagiku, nama yang indah, berisi identitas, harapan dan doa itu juga penting.  Sama penting dengan sikap dan perilaku.   Dan buat ku yang juga penting adalah nama itu sesuatu yang harus dijaga.   Perjalanan hidup acap kali tak memungkinkan kita untuk benar-benar bersih, tanpa noda.   Semoga Allah memberi kita hidayah dan kekuatan iman di sepanjang perjalanan hidup, sehingga kita mampu memegang nilai-nilai dan mengambil pilihan-pilihan yang bisa membawa kita mendekati keadaan saat kita dilahirkan.  Kalau pun ada khilaf, semoga bisa segera kembali dan husnul khotimah. Aamiin ya Rabbalalaamiin ***

screenshot_2017-03-10-18-40-34-1.png

Bagaimana Rasanya ?

Temans, postingan kali ini adalah sebuah tulisan tentang perasaan. Tapi sungguh bukan sebuah tulisan yang baper, bawa perasaan.  Alhamdulillah setelah perjalanan yang cukup panjang, nyaris setengah abad, insya Allah, diriku sudah mulai bisa menerima dan mensyukuri apa yang ada di diriku, yang ada di hidupku saat ini.  Tulisan kali ini adalah jawabanku atas sebuah pertanyaan yang disampaikan seorang teman tadi malam, saat diriku dan beberapa teman kumpul-kumpul di Wang Bistro, sebuah resto di kawasan lama Kota Pekanbaru.

bagaimana-rasanyaDi sela-sela percakapan ramai-ramai, temanku bertanya, “Ndha, apa rasanya gak punya anak?”  gubbbbrrrrraaaaaakkkksssss 😀

Hmmmm….  Petanyaan yang bagi kebanyakan orang bisa berkesan tak berperasaan.  Tapi  aku yakin pertanyaan temanku itu pertanyaan yang tulus.  Pertanyaan yang hadir karena rasa ingin tahu.  Diriku bisa melihat ketulusan itu dari sorot matanya saat bertanya.   Dan diriku juga mengerti kalau temanku yang usianya 2 tahun lebih tua dari diriku itu adalah sosok yang secara duniawi memang bisa dibilang tak pernah tak punya. Lahir, besar dalam keluarga berada, menikah dengan laki-laki yang juga berada, punya anak.  Dia mungkin tak pernah merasakan tak punya, sehingga ingin tahu bagamana rasanya tak punya. 😀

Apa rasanya gak punya anak ?  Apa yaaa….?

Dulu saat belum menikah dan melihat teman-teman punya anak,  aku sempat terpikir, “Mereka punya anak.  Ada yang mendoakan kalau nanti mereka sudah meninggal.  Lalu, siapa yang akan mendoakan diriku, kalau aku tak punya anak ?”

Tapi punya anak kan gak segampang beli boneka.  Datang ke toko, pilah pilih, bayar, lalu bawa pulang.  😀  Anak harus dirawat, diisi jiwa dan pikirannya, agar dia bisa menjadi manusia yang utuh pada waktunya.  Dengan kehidupanku yang saat itu melajang, dan selalu mengisi waktu dengan bekerja dan bepergian, aku gak berani untuk mengadopsi anak.    Gak usahkan anak, kucing dan ikan aja aku gak berani pelihara di rumah.  Takut mati kalau ditinggal-tinggal.

So saat itu  aku berpikir kalau mau punya anak, ya menikah.  Tapi  menikah kan bukan cuma urusan bertemu seseorang, lalu bareng-bareng pergi ke KUA.  Menikah butuh 2 manusia, 2 hati, 2 pikiran yang mau berkomitmen untuk berjuang bersama membangun sebuah kehidupan bersama, sampai maut memisahkan.   Butuh orang yang frekuensi berpikirnya sama dengan diri kita, agar bisa conneted meski sebagai dua individu punya banyak perbedaan.

So, jadilah aku menunggu untuk punya anak dari pernikahan.  tapi penikahan datang padaku di usia yang sudah tidak muda.  Masa dimana jam biologis tak lagi seproduktif di usia muda.  Saat menikah, sebenarnya aku dikarunia seorang anak dari pernikahan terdahulu lelaki yang menjadi jodohku.   Sungguh mendapatkan bonus berupa anak adalah salah satu hal yang aku syukuri saat itu.   Tapi dengan berakhirnya pernikahan,  membuat diriku tak sempat mengurus dan merawatnya.

Setelah perjalanan yang panjang,  berkutat dengan berbagai pikiran selama bertahun-tahun, aku akhirnya sampai pada pemikiran bahwa bagaimana  pun perjalanan di masa lalu, keadaanku saat ini tak lepas dari ketentuan Allah SWT, izin Allah.  Ini lah keadaan yang terbaik bagiku saat ini.  Pasti ada hikmahnya.  Harus disyukuri, tak perlu bersedih, tak perlu berduka.    Lagi pula saat ini aku punya 13 keponakan dan 4 cucu dari kakak, abang dan adik-adikku.  Mereka mewarnai hidupku, membuat hidupku meriah.  Semoga rasa cinta dan kasih sayang antara diriku dengan mereka cukup kuat, sehingga tetap ada, meski diriku kelak sudah tak lagi bersama mereka.

Jadi apa rasanya tak punya anak bagiku?  Gak ada rasa apa-apa juga.  Yang ada rasa baik-baik saja.  Alhamdulillah.  ***

Undangan di Doi Suthep

Sekitar 2 minggu yang lalu, seorang teman seangkatan di SMA Negeri 1 Pekanbaru menghubungi diriku, ngajak untuk ikut arisan, yang uangnya untuk biaya umrah bareng teman-teman. Ajakan untuk pergi umrah, mengingatkan diriku pada sebuah PERJALANAN yang menjadi penyebab diriku pergi umrah pada tahun 2014 yang lalu. Perjalanan yang mengantarkan aku untuk menerima undangan Allah untuk mengunjungi Baitullah. Perjalanan ke Doi Suthep.

Ceritanya di bulan Juni 2013, diriku pergi ke Bangkok untuk menghadiri sebuah event. Daku pergi bersama sahabatku, yang kukenal saat bertugas di Pemerintah Kota Pekanbaru, kak Viviyanti. Saat kami merencanakan perjalanan, kak Vivi mengajakku untuk meneruskan perjalanan ke Chiang Mai, Thailand Utara, karena di sana ada Worulak, sahabat kak Vivi saat kuliah di New Zealand.

So, setelah travelling beberapa hari di Bangkok, tanggal 18 Juni 2013 kami menempuh 685 km dengan terbang selama 2 jam dari Bandara Don Muang untuk sampai di Bandara Internasional Chiang Mai. Worulak dan suaminya menjemput kami di bandara.

Worulak meski bekerja di Chiang Mai, tapi tinggal dan menetap di Kota Lamphun, sebuah kota kecil 12 km di selatan Chiang Mai. Waktu tempuh Chiang Mai – Lamphun lebih kurang 35 menit dengan mobil pribadi. Jadi selama perjalanan di Chiang Mai, kami menginap di rumah Worulak di Lamphun.

Kami pergi ke Doi Suthep tanggal 20 Juni 2013.  Setelah dua hari sebelumnya kami isi dengan jalan-jalan ke Moslem District dan Night Safari serta keliling kota tua Lamphun.

Doi Suthep adalah daerah pegunungan, dengan jarak sekitar 37 km atau waktu tempuh sekitar 45 menit ke arah tenggara kota Chiang Mai.  Sama seperti kawasan puncak di Bogor, Doi Suthep berudara sejuk, dan didominasi alam hijau.  Di sana juga banyak yang jual buah dan sayur hasil budidaya masyarakat lokal, banyak juga yang jual jagung bakar, jagung rebus dan asinan.

ceritasondha-doi-suthep-1

Doi Suthep, Cable Car dan Tangga

Apa istimewanya Doi Suthep? Di Doi Suthep terdapat salah satu kuil yang diagungkan umat Budha di Thailand Utara, namanya Watt Phra Thatt Doi Suthep Ratcha Warawihan.  Kuil tersebut berada di bukit tertinggi di pengunungan Doi Suthep.  Untuk mencapai kuil tersebut dari jalan raya, ada dua akses, yaitu dengan cable car dan melalui ratusan anak tangga.  Untuk menghemat tenaga dan waktu, untuk naik kami memilih naik cable car.  Harga tiketnya sekitar TB 50 atau sekitar Rp.19.000,-.  Pulangnya menyusuri tangga.

ceritasondha-doi-suthep-2

Pagaoda Emas di What Phra That Doi Suthep

Apa yang bisa kita lihat di Watt Phra Thatt Doi Suthep Ratcha Warawihan? Di sana ada pagoda berlapis emas, yang di sisi depannya dipasang sebuah payung,  berwarna emas juga.  Dalam ritualnya para umat Budha yang berkunjung di Watt Phra Thatt Doi Suthep Ratcha Warawihan mengelilingi pagoda sambil membawa bunga lotus.  Dan setelah selesai berkeliling, mawar merahnya diletakkan di lantai di tepi pagar pagoda.

ceritasondha-doi-suthep-3

What Phra That Doi Suthep

Di kompleks kuil ini ada bangunan sarana prasarana kuil berarsitektur khas Thailand dengar ornamen-ornamen keemasan yang luar biasa cantik.  Di sana juga ada sebuah bangunan kecil berbentuk dome, tapi bersegi-segi.  Ada patung replika binatang di atasnya, dan di semua sisinya ada semacam laci-laci..  Setelah mengamati beberapa tulisan-tulisan dan foto-foto  yang ada di sisi -sisi luar “laci”, aku mengerti kalau laci-laci itu adalah tempat menyimpan abu jenazah.

Aku lalu berkeliling mengamati benda-benda, bangunan dan taman yang ada di kuil tersebut.  Puas berkeliling, sebelum pulang aku berdiri di pintu kawasan sembahyang di kuil, sekali lago mengamati gerak gerik umat Budha yang melakukan ibadah di sana.  Tiba-tiba aku menyadari bahwa mereka juga sedang melakukan “tawaf”.  Hanya saja lokasinya berbeda, benda yang dikelilingi berbeda, arahnya berbeda, caranya berbeda.

Umat Muslim bertawaf di Masjidil Haram di Mekah Al Mukaromah, umat Budha di Kuil.  Umat Muslim mengelilingi Ka’bah, umat Budha mengelilingi pagoda.   Umat Muslim bergerak melawan arah jarum jam, umat Budha bergerak serah jarum jam.   Umat Muslim mengelilingi Ka’bah 7 kali tanpa membawa apapun, umat Budha mengelilingi pagoda sambil membawa bunga lotus.

Kesadaran yang datang membuat diriku berpikir, Aku ini ngapain yaa? Aku pergi ke tempat umat Budha beribadah, melihat mereka melakukan “tawaf”, sementara diriku belum pergi ke Tanah Suci dan bertawaf di tempat seharusnya aku melakukan tawaf.”  Saat itu aku bertekad tak akan melakukan perjalanan lagi sebelum aku pergi Tanah Suci dan bertawaf mengelilingi Baitullah, kecuali perjalanan yang terkait dengan tugas dan urusan keluarga.

Kesadaran agar bersegera pergi ke Tanah Suci adalah undangan Allah SWT padaku untuk datang ke rumah-Nya.  Dan undangan itu sungguh disampaikan dengan cara yang luar biasa.  Alhamdulillah.  Dan Alhamdulillah juga Allah memberi diri ini rezeki untuk bertamu ke rumah-Nya 11 bulan kemudian.***

satu-minggu-satu-cerita

Ada Apa Dengan Kita?

Ada apa dengan kita?  Bukannya Ada apa dengan Cinta ??? 😀 Ahhh itu mah cerita lama.   Line sudah mempertemukan mereka kembali, jadi udah gak seru buat dibahas.  😀  Terus kita mau bahas apa donk ?   Membahas sesuatu yang penting.  Lebih penting dari urusan Cinta dan Rangga. Uppppssss.  Jadi deg-degan. Hahahaha.  LebayAbis.com.

Beberapa bulan ini aku sering berdiskusi dengan seorang teman. Seorang teman yang luar biasa.  Masih muda, cerdas, penuh semangat.  Bekerja sebagai jurnalis di sebuah media, bagian dari  jaringan media nasional.

students1Kami berbagi cerita tentang pikiran, mimpi-mimpi dan keinginan… Daku si PNS tak jelas ini semakin sering merasa, I’m not really belong to the system.  Aku gak bilang pekerjaannya, aku menyukai pekerjaanku, but not  the system. Itu menimbulkan kegelisahan diri yang terus menerus. Aku merasa aku belum bermanfaat secara maksimal bagi sekitar.  Aku merasa ada banyak hal yang seharusnya aku perbuat bagi orang banyak. Bukan menghabiskan banyak waktu, pikiran dan tenaga untuk melayani sistem yang lebih perduli dengan berbagai kepentingan pribadi atau sekelompok orang.  I don’t want to be useless.  Lahir, tumbuh besar, menikmati kehidupan, lalu pergi tanpa meninggalkan kebaikan.   Ohh semoga tidak, ya Allah..  Ada banyak hal yang ingin aku lakukan, dan aku tahu bahwa aku tak mampu melakukannya sendiri. Aku butuh teman yang sama frekuensi pikirannya dengan diriku.

Temanku ini lalu mengusulkan agar kami perlahan-lahan membangun komunitas untuk berdiskusi. Dari diskusi itu nanti kita bisa lihat apa yang harus menjadi prioritas utama untuk dikerjakan.  Tapi karena masing-masing punya kesibukan, tak mudah bagi kami untuk ketemu, duduk bersama dan diskusi.   Apa lagi dengan mengajak teman-teman lain.

Lalu, 2 hari sebelum akhir pekan yang lalu, temanku itu menghubungi aku via handphone.

“Akhirnya saya memulai satu langkah kecil.  Karna dunia tulis menulis adalah jalan hidup  yang saya pilih, maka saya berkewajiban menjaganya.  karena itu saya pun membuka @Kerani House.  Kerani itu istilah Bahas Melayu untuk juru tulis.  jadi singkatnya rumah bagi para juru tulis.  Bisa siapa saja.  Penulis lepas, penulis cerpen, artikel, dan tentu saja para jurnalis.  Rencana besok mulai perdana, kat rumah saye.  Jike ada waktu, jom join lah.”

Di hari yang telah temanku itu tetapkan,aku datang ke rumahnya.  Telat.  Karena salah ingat jam yang dikatakan. 😀  Saat aku sampai di sana di teras rumah temanku itu ada sekitar 10 orang gadis-gadis belia. Cantik-cantik.

Setelah memperkenalkan diriku pada gadis-gadis belia itu, temanku lalu bercerita, bahwa gadis-gadis itu adalah mahasiswi dari salah satu perguruan tinggi di kota kami.. Para mahasiswi jurusan jurnalistik.  Dikirim untuk magang di media yang dipimpin temanku itu, tapi mereka semua mengaku belum pernah menulis. Bahkan merasa tak mampu menulis. gubbrrraaakkkksssss

Temanku itu bilang, “Macam mana saya nak turunkan mereka ke lapangan, kalau begini modelnya, Mak Cik?  Bagus lah saya dorong mereka untuk mau, bisa menulis dulu.”

Aku dan temanku itu berusaha membuka mata, telinga dan hati terhadap ucapan para gadis tersebut.  Hampir semua bilang, mereka tidak tahu mau menulis apa.

Temanku itu lalu, minta aku bercerita tentang aku dan blogku kepada para gadis belia…

Aku lalu bercerita,  ceritasondha.com ini aku awali lebih dari 7 tahun yang lalu.  Ketika pikiranku, hatiku terlalu sesak dengan tekanan pekerjaan..  Lalu seorang junior di kantor, Veny Citra, bercerita tentang berpulangnya seorang blogger, Inong, Bunda Zidan dan Syifa.  Aku saat itu tidak tahu apa itu blog.. Bagaimana membuatnya.. Sama sekali tidak tahu…  Tapi dari postingan-postingan yang ditulis alm Inong, aku melihat bahwa yang dia ceritakan adalah her daily life..  Aku pikir, aku pun bisa membuat seperti itu..  Maka aku belajar membuat blog, menuangkan pikiran demi pikiran, perasaan demi perasaan, pengalaman demi pengalaman…  Dengan bahasaku sendiri… My personal language…  Tak ada yang mengharuskan ku menggunakan EYD 1972… 😀

Lalu para gadis bilang, “Kami tak tahu nak menulis tentang apa, bu”

Aku lalu bilang, “Mari kita cari bersama, apa yang bisa kalian tulis.. Satu hal, untuk di awal, tulislah sesuatu yang sangat kamu ketahui, sesuatu yang menjadi atau pernah menjadi bahagian hidupmu.. Sesuatu yang pernah kamu rasakan.. Tuangkan semuanya.. maka dia akan jadi tulisan yang, insya Allah hidup…”  Dan aku melihat kerlip semangat di mata mereka.. 😀

Lalu aku menanyakan satu persatu tentang diri mereka…

Saat kutanya dari mana asalnya, gadis cantik pertama mengatakan kalau dia berasal dari Air Tiris.. Sebuah kota kecil di Kabupaten Kampar, sekitar 40 km dari Pekanbaru..  Aku lalu bilang, “Kamu tahu masjid Jami’?”  Dia bilang, “Tahu, bu”.  Aku lalu melanjutkan, “Kamu tahu kalau Masjid itu tidak punya paku? Kamu tahu ada benda apa di dalam bak di bagian belakang masjid? Kamu tahu sejarah Masjid itu? Apa kamu pernah ke sana? Pernah beraktivitas di sana ?  Tuliskan lah tentang semua itu menurut apa yang kamu tahu, kamu pikirkan, kamu rasakan.”

Gadis kesekian, saat diberi pertanyaan yang sama, yaitu daerah asalnya, menjawab, “Saya dari Bagan Siapi-api, bu.  Rokan Hilir.”.  Aku lalu bilang,  “Berapa persen penduduk Tionghoa di Bagan? Kamu berinteraksi dengan mereka?  Kamu melihat bagaimana kerukunan antar etnis di sana?  Tuliskan lah itu semua.. Apa yang kamu tahu, kamu pikirkan, kamu rasakan.”

Ada suatu tanya di diriku… Apa yang diajarkan di kampus mereka ya…?  Bagaimana bisa anak-anak yang mengambil jurusan jurnalistik, tapi belum bisa menulis.  Jangankan menuangkan pikirannya, apa yang mau ditulis pun mereka belum familiar.  Aku bukan penulis professional.. Aku  hanya seorang blogger.. Itu pun terkadang termegap-megap oleh gelombang kehidupan…Tapi menjadi seorang blogger membuat aku lebih bisa mengekspresikan apa yang ada di pikiranku, perasaanku dalam bentuk tulisan..  kalau dalam bentuk ucapan dan ekpresi wajah, aku sering tak bisa…Aku bisanya berwajah juteg…  hahahaha

Apa yang terjadi dengan para gadis cantik ini juga mengingatkanku terhadap beberapa kasus yang aku temukan selama bekerja di lingkungan Pemerintah di daerahku ini….

Kasus pertama, dulu saat aku masih kerja di kantor lama, pernah ada dua anak magang dari SMK, jurusan komputer.  tapi enggak bisa menggunakan komputer…  Saat aku tanya, emang kamu belajar apa soal komputer, anak-anak itu menjawab, “Kami diajarkan teorinya apa saja isi komputer bu.  tapi enggak pernah praktek.  Karena saat kami kotak katik komputer di lab, jadi ada komputer yang terbakar.  Setelah kejadian itu kami enggak dikasi lagi megang komputer… Uppppppsssss….

Kasus kedua, ketiga dan entah yang keberapa, ada pegawai baru yang sarjana.  Tapi enggak bisa menggunakan wordprocessor… Yang lulusan akuntansi, enggak bisa menggunakan worksheet… Aku saat itu nanya, siapa yang mengerjakan skripsinya? Karena kalau dia kerjakan sendiri, pasti dia jadi bisa menggunakan wordprocessor…  Apa skiripsnya dia tulis tangan terus dia ngupahin orang buat ngetik…? Hari gini….?   Tapi orang-orang yang ku tanya itu biasanya diam….

studentsAku kali ini, seperti yang sudah-sudah, kembali bertanya, apa ya yang diajarkan di tempat mereka belajar?  Apakah tidak ada prosses mendorong siswa atau mahasiswa untuk punya kemampuan  paling dasar untuk memenuhi kualifikasinya untuk berhak menggenggam selembar ijazah?  Atau jangan-jangan kualifikasi itu hanya ada di atas kertas…?

Aku dulu juga bukan mahasiswa yang sempurna.. Aku sering bermain dengan teman-teman..  Menjadi sarjana pertanian tidak membuat ku ahli memegang cangkul..  😀   Tapi dari membuat laporan-laporan praktikum, tugas-tugas, Studi Pustaka dan Skripsi, membuat aku bisa menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan.. Untuk laporan-laporan tahun-tahun pertama sampai ketiga masa kuliah, mengetik 11 jari  minimal harus bisa… 11 jari…, artinya jari telunjuk kiri dan jari telunjuk kanan.. hehehe.  Dan pada tahun ketiga masa perkuliahan, ketika komputer mulai mudah diakses, aku dan teman-teman pun belajar menggunakannya..

Tapi kalau sarjana di tahun gini, saat komputer berserak dimana-mana, masih gak bisa menggunakan word processor… Lulusan akuntasi gak bisa menggunakan worksheet… Calon jurnalis belum  bisa nulis…? Ada apa dengan kita…?  Bagaimana sistem pendidikan kita…?  Atau benar, apa yang dibilang orang-orang  kalau orang kita sekolah itu bukan mencari ilmu, tapi hanya mengejar selembar ijazah?  Yang setelah di tangan juga belum tentu laku buat digunakan mencari kerja..  **sad*

Tulisan kecil ini hanya sebuah masukan bagi kita agar kita berhenti mengejar hanya sekedar simbol-simbol…, yang sesungguhnya tak membawa kita kemana-mana..  Kecuali melayang pingsan  di langit, tanpa kekuatan…  tanpa tujuan…   Lalu terkaget-kaget saat sekitar sudah tak ada lagi, karena mereka telah melesat menuju dunia yang lebih baik…  Semoga juga bisa menjadi masukan bagi  teman-teman yang berkecimpung di dunia pendidikan di daerah ini.. ***

Berhati-hati…

dandelionsJangan biarkan diri kita menerima pemberian dari orang-orang yang kita tahu tidak menjalankan kewajiban untuk menafkahi keluarganya…  Karena itu berarti kita mengambil apa yang seharusnya menjadi hak orang lain…

Jangan kita berbangga hati dicintai oleh seseorang, yang kita tahu seharusnya bertanggung jawab atas kesejahteraan, kebahagiaan hidup orang lain..  Karena sesungguhnya kita mengambil apa yang seharusnya menjadi hak orang lain…

Mari berhati-hati… Agar kita tidak menjadi orang yang ikut serta menyakiti hati orang lain..  Mari berhati-hati agar kita tak menari di atas derita orang lain…***

Rama dan Shinta

Ini tulisan dari postingan ku di FB tgl 23 Juni 2013 yang lalu.   Sebuah postingan yang menurutku (menurut aku, lho ya) perlu untuk jadi masukan bagi kita, untuk memahami makna cinta. pletaaaaakkkkkkk !!!  😀 Semoga bermanfaat.

Aku tahu kisah Rama dan Shinta dari komik yg dibuat RA Kosasih, di usiaku sekitar 10 tahun.
Entah mengapa di pikiranku, mereka hidup bahagia setelah uji kesucian dengan api dijalani oleh Shinta.  Ternyata, hidup Shinta berakhir dengan tragedi, karena Rama yang gagah ternyata berhati rapuh. Rama tak mampu mempercayai istrinya yang berpuluh tahun mengabdi dan menunjukkan kesetiaan sebagai istri.

Padahal Cinta dan kepercayaan bagai sekeping mata uang.  Punya 2 sisi.
Terikat tak terpisahkan, satu kesatuan.

Cinta memang bisa datang tanpa preambul, tanpa kata-kata pembuka, tanpa basa basi. Cinta bisa datang tanpa bisa dijelaskan mengapa dia hadir pada orang-orang yang secara logika tak mungkin saling jatuh cinta.  Cinta bisa membuat orang-orang kehilangan rasionalitas, menempuh hujan, badai, gunung, lautan, melakukan segalanya demi yang katanya bernama cinta.

Tetapi,  cinta yg sesungguhnya adalah cinta yang rasional, yang diikat dengan rasa percaya.
Percaya bahwa orang yg dicintai akan memberikan yg terbaik bagi cinta.
Rasa percaya yang terbentuk sebagai hasil proses yang terjadi di setiap detik perjalanan cinta.  Rasa yang tidak bisa hadir secara instant.

Bagaimana bisa kita katakan kita mencinta bila kita tak menjadikan diri sebagai orang yang bisa dipercaya oleh orang yang kita cintai?

Sesungguhnya bila tiada upaya menjadikan diri sebagai orang yang bisa dipercaya, tempat jiwa kekasih hati bisa berlabuh, itu bukan lah cinta yang sebenar-benar cinta. Tiada kan abadi.

pikiran di pagi hari setelah sehari sebelumya membaca “Percayakah Kau Padaku?”  karangan Tere Liye dalam novel  beliau “Sepotong Hati Yang Baru”

Let’s Strengthen Our Daughters’ Wings…

Akhir-akhir ini banyak sekali saya dan juga mungkin teman-teman mendengar tentang nikah siri.., dan perempuan-perempuan yang menjadi korban dari pernikahan siri…

Apa sihhh yang dimaksud dengan nikah siri…?

wedding ringMenurut Wikipedia, nikah siri adalah sebuah pernikahan yang tidak dicatat di Kantor Urusan Agama Artinya meski syarat-syarat nikah secara agama terpenuhi, pernikahan itu syah secara agama, namun tidak punya kekuatan secara hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Artinya anak hasil nikah siri  akan mengalami kesulitan dalam pengurusan hak hukum seperti nafkah, warisan, mau pun akta kelahiran.  Demikian juga perempuan yang dinikahi secara siri, akan mengalami kesulitan mendapatkan haknya sebagai istri..

MENGAPA PEREMPUAN MAU MENIKAH SIRI…?

Biasanya nikah siri dipilih sebagai JALAN PINTAS, alias short-cut, bagi pihak-pihak yang ingin menikah namun gak mau menjalankan prosedur yang semestinya, sesuai peraturan..

Sampai saat ini  peraturan yang berlaku di Indonesia untuk perkawinan adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974…  Teman-teman bisa lihat soft-copy file undang-undang tersebut di sini… UU No. 1 Th 1974 tentang Perkawinan.

Di Undang-undang tersebut pada Pasal 3 dinyatakan hal-hal berikut :

(1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri.  Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami.
(2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Lalu di Pasal 4 dinyatakan :

(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a. istri tidak dapat memnjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Kemudian di Pasal 5 dinyatakan :

(1) Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. adanya persetujuan dari  isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.

(2) Persetujuan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian;atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

Banyak perempuan yang menikah secara siri karena mereka tidak punya pengetahuan dan kesadaran hukum…  Mereka tidak mengerti bahwa melakukan pernikahan siri, mereka memasuki dunia dimana hak-hak merekasebagai istri  tidak diakui oleh hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia…

girl with wingsAda juga yang sebenarnya agak-agak mengerti, dan sangat mengerti, tapi tetap mau melakukan nikah siri… Kenapa? Karena mereka MERASA MEMBUTUHKAN PERLINDUNGAN SECARA PSIKOLOGIS, MATERI dan SOSIAL dari seorang lak-laki melalui institusi pernikahan.  Mereka bisa jadi berpikir sangat singkat karena keterbatasan pilihan hidup…  Apa lagi kalau dalam angan-angan mereka ada pikiran bahwa sebagai istri muda, mereka akan mendapat tempat yang lebih besar di hati dan pikiran suami, sehingga mereka bisa memperjuangkan kepentingan-kepentingan mereka..  Sungguh mereka lupa, bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang menzalimi perempuan lain, yang mungkin mereka tidak tahu situasi yang sebenarnya….

Jadi, apa yang harus kita lakukan agar anak-anak perempuan kita tidak melakukan kesalahan seperti ini…? BERI MEREKA PENDIDIKAN yang bukan hanya berarti  pendidikan formal, tapi pendidikan agama dan juga keterampilan.., sehingga mereka punya tata nilai yang benar tentang hidup dan bisa MANDIRI secara psikologis dan materi, sehingga BISA MELIHAT PILIHAN-PILIHAN HIDUP YANG LEBIH BAIK…  Sehingga ketika pernikahan akan mereka lakukan, mereka akan melangkah ke instusi yang melindungi hak-haknya secara baik…, tanpa menzalimi perempuan lain..

Bagaikan burung, dengan sayap yang lebih kokoh, mereka akan bisa terbang tinggi di langit kehidupan… Bukan burung yang sayapnya lemah, sehingga terpaksa mencari perlindungan di bawah sayap elang pemangsa…, bahkan ikut memakan cabikan-cabikan tubuh burung lain yang dimangsa sang elang pemangsa…

Mari sama-sama berjuang mendidik anak-anak perempuan kita agar mereka punya  PILIHAN-PILIHAN HIDUP YANG LEBIH BAIK ***

Man Jadda Wajada….

Hidup ku begitu bergolak akhir-akhir ini….  Dari kehidupan yang beberapa tahun terakhir berada dalam satu jalur yang tidak banyak tikungan…  Jalur yang terkadang terasa monoton…  Jalur yang tak lagi diisi impian-impian indah yang memanggil-manggil jiwa untuk menari di antara bintang-bintang…

Lalu, seseorang memaksa masuk dalam hidupku…., membawa sekeranjang impian…  Aku terpesona akan impian yang ditawarkan…  Aku memutuskan untuk bersamanya melangkah…

Tapi impian yang ditawarkan  ternyata hanya impian…  Impian yang tak pernah diupayakan untuk diraih..  Meraih impian sepenuhnya diserahkan menjadi urusanku…

Namun, Allah punya rencana-Nya sendiri…

Sebuah kesempatan yang semula ku bentangkan agar si pembawa impian bisa mewujudkan impiannya, yang kemudian menjadi impian kami, ternyata menjadi kesempatan bagiku.. Karena si pembawa impian hanya bermimpi…., tak sungguh-sungguh berusaha meraih impiannya…  Bahkan kembali menyerahkan upaya meraih impian menjadi urusanku…

Kemaren sore, 01 April 2012… Menunggu saatnya untuk pergi ke bandara Soetta, mengikuti jadwal penerbangan untuk pulang…, adik iparku Nana menyarankan aku untuk pergi ke Gramedia Grand Indonesia.., toko buku favorite ku..  Ya, toko buku bagi ku sebuah surga di dunia…

Di sana, aku menyusuri  tumpukan buku-buku New Release…  Membaca ringkasan-ringkasan isi buku yang terdapat di sampul belakang buku-buku tersebut…

Tiba-tiba…, subhanallah… di pikiran ku hadir sosok diriku….  Ya, kemaren aku pergi ke Gramedia dengan memakai celana 7/8, dengan blouse cassual  L-size, sandal crocs dan tas rajut Dowa..  Pakaian yang “aku” banget..   Blouse cassual L-size adalah hal yang impossible bagi ku beberapa bulan yang lalu… Karena  ukuran bajuku beberapa tahun terakhir XXL…  Yaaaaa…., aku bisa merubah keadaan.. Aku bisa meraih mimpiku…, asal aku fokus, kerja keras, disiplin dan tak ragu untuk berkorban untuk pencapaian yang aku inginkan…

Pikiran ini diikuti oleh pikiran bahwa aku adalah Perempuan Istimewa Makhluk Allah yang istimewa…  Aku mempunyai keluarga yang begitu mencintaiku, keluarga yang bersedia dengan penuh kegembiraan melakukan apa pun untuk kemajuan ku, kebahagiaanku…  Aku di sepanjang usia mendapat kesempatan edukasi yang menjadi bekal bagi hidupku saat ini…  Aku punya pekerjaan yang baik, prospek karir yang cemerlang…, dan sekarang aku bahkan punya peluang bisnis yang sangat prospektif yang ingin ku manfaatkan untuk membangun passive income yang bisa menjadi bekal saat aku pensiun nanti….

Lalu…., bagaimana aku bisa mencapai impian-impianku dengan semua yang ada pada ku saat ini bila aku tidak fokus…?  Kapan bisa menari di antara bintang-bintang bila waktu dan tenaga ku habis untuk mengurusi si pembawa mimpi yang hanya bermimpi…

Hanya ada satu jalan meraih mimpi…, fokus… Fokus mengerahkan pikiran, tenaga untuk meraih impian… Melepaskan si pembawa mimpi yang tak pernah berupaya mewujudkan mimpi-mimpinya…

MAN JADDA WAJADA…  SIAPA YANG BERSUNGGUH-SUNGGUH, AKAN BERHASIL…

 Malam ini aku mulai membaca buku  Merry Riana “Mimpi Sejuta Dolar”, salah satu buku yang aku bawa pulang dari Gramedia Grand Indonesia kemaren sore…  Di dalamnya ada larik-larik pusi yang begitu indah dan penuh makna…  Puisi yang menurut Merry  terdapat di dalam buku kecil, bekal dari ibunya saat dia akan berangkat sekolah ke Singapore…

 HIDUP adalah suatu…
Tantangan yang harus dihadapi,
Perjuangan yang harus dimenangkan,
Kesusahan yang harus diatasi,
Rahasia yang harus digali,
Tragedi yang harus dialami,
Kegembiraan yang harus disebarkan,
Cinta yang harus dinikmati,
Tugas yang harus dilaksanakan,
Romantika yang harus dirangkul,
Risiko yang harus diambil,
Lagu yang harus dinyanyikan,
Anugrah yang harus dipergunakan,
Impian yang harus diwujudkan,
Perjalanan yang harus diselesaikan,
Janji yang harus dipenuhi,
Keindahan yang harus dikagumi,
Pertanyaan yang harus dijawab,
Kesempatan yang harus dipakai,
Persoalan yang harus dipecahkan,
Kesulitan yang harus dikalahkan,
RAHMAT YANG HARUS DIPELIHARA DAN DICINTAI…

Be grateful, please…

Beberapa waktu yang lalu, aku melihat di sebuah status seorang teman di FB tertulis “Janganlah kau bersedih, cause everything’s gonna be ok”.  Aku tahu itu adalah kutipan lirik dari lagu Bondan featuring Fade 2 Blade…

Status itu membawa pikiranku melayang… Melayang ke suatu waktu di rumah ku yang mungil…

Ketika itu di suatu pagi di akhir pekan  aku sedang duduk termangu-mangu di kamar tidur ku..  Aku sedang merasa betapa kehidupan ku jauh dari sempurna… : di usia ku yang lebih dari 4 dasa warsa, aku belum menikah, apalagi punya anak.., aku hidup sendirian, jauh dari keluarga yang menyayangi aku, aku bekerja di lingkungan yang relatif tidak bersahabat… Rasanya hidup begitu menyedihkan, begitu sepi, begitu hopeless…  Terlintas dalam pikiran ku siapa yang akan menemani aku saat tua nanti, siapa yang akan mengurus aku…  Terlintas lagi dalam pikiran ku sampai kapan aku harus menghadapi lingkungan yang tak cukup ramah…

Tiba-tiba terdengar sapaan Mak Uo (seorang ibu yang berusia 50 tahunan yang datang 3 kali seminggu untuk menyetrika di rumahku) yang sedang menyetrika di ruang di depan kamar ku… “Bu…, ibu mengapa…? Apa yang ibu pikirkan? Apa yang ibu sedihkan, sampai ibu termangu-mangu begitu…?”

Lalu Mak Uo melanjutkan, “Coba ibu lihat saya ini…  Saya seumur hidup kerja banting tulang…, mencuci, menyetrika dari rumah ke rumah untuk menyekolahkan anak, dengan harapan akan membuat keadaan keluarga akan lebih baik..  Tapi setelah anak lulus sekolah, dapat pekerjaan yang baik, tak lama dia sakit, lalu meninggal.  Mau bagaimana saya lagi.. Sudah saya usahakan semampu saya, tapi Allah berkehendak lain.  Apa lalu saya harus bersedih, apa saya lalu haris menjadi tidak taqwa…?  Coba ibu lihat diri ibu…  Ibu masih punya keluarga, ada orang tua yang sayang sama ibu, ada kakak dan adik yang peduli sama ibu, ibu punya rumah, ibu ada kendaraan yang memudahkan langkah ibu, ada pekerjaan yang baik, ada penghasilan yang membuat ibu masih bisa memilih mau makan apa hari ini.. Mengapa juga ibu harus bersedih? Soal jodoh, anak semua sudah ada garisnya.. Serahkan saja kepada Allah, bu..

Ucapan Mak Uo menarik ku dari pikiran yang nelongso… Astagfirullah…  Betapa pikiran negatif membawa aku menjauh dari kenyataan bahwa aku punya begitu banyak…, bahwa aku seharusnya bersyukur… bahwa apa yang belum ada tidak seharusnya membuat aku lupa akan apa yang telah ada, serta mensyukurinya…  I was forget to be grateful  …

Status seorang kenalan itu juga mengingatkan ku akan video clip ini.. Video yang dikirimkan Nana, adik ipar ku melalui bbm beberapa waktu yang lalu.. Clip yang akan menggugah kesadaran bagi orang-orang yang mau mendengarkan kata hatinya sehingga menimbulkan rasa syukur di dada….

Silahkan ditonton teman2… Semoga membawa kebaikan, terutama rasa syukur d hati kita, ya..***

It’s 4 Years Already….

11 Juni 2007 – 11 Juni 2011

Empat tahun…. Apa yang sudah empat tahun…???? Aku nge’blog… Iya, empat tahun sudah aku membuat tulisan-tulisan dan merilisnya di blogku….   Tulisan atau postingan yang berjudul Tati yang aku rilis pada tanggal 11 Juni 2007 merupakan langkah pertamaku menulis untuk dikonsumsi publik…

Sampai hari ini, termasuk tulisan ini, total ada 581 tulisan yang sudah aku buat..  Gak terasa, sungguh…  Semuanya mengalir begitu saja..  Memang ada kalanya ide mengucur dengan deras, sehingga tiada hari tanpa melahirkan tulisan.., bahkan bisa dua sampai tiga tulisan lahir dalam sehari..  Tapi ada kalanya energi dan jiwa tersita dengan persoalan-persoalan hidup, sehingga tak ada lagi yang tersisa untuk menjadi tulisan meski itu sekedar curahan hati….

Blog pertamaku yang beralamat http://tatinya-anak-anak.blogspot.com, ku beri judul “Tatinya Anak-anak” dengan deskripsi “Tati, Bou dan Wowo dari 13 kurcaci dengan usia 2 sampai dengan 26 tahun”, dimana aku mengunakan kata Tati sebagai sebutan bagi diriku..  Tapi seiring dengan perjalanan hidup aku merasa I’m not just a TATI dalam kehidupanku, aku punya banyak sisi dalam kehidupan..  Aku memposisikan diri sepenuhnya menjadi Sondha… Sebagai konsekuensinya blog ku pun bertransformasi, menjadi Catatan Perjalanan Hidupku alias My Notes dengan  tagline “Life is journey and this is a place to note mine..”

Selanjutnya nge’blog menjadi aktivitas yang membahagiakan…, karena menjadi cara penyeimbangan  jiwa.., cara mengeluarkan magma yang acap kali bergejolak dalam kepundan jiwa.  .Melalui blog aku bisa mengekpresikan diri,mengekspresikan rasa yang dalam kegiatan sehari-hari, dalam berinteraksi dengan berbagai pihak sering kali tak dapat dikeluarkan..  Namun teteupppp, ada koridor yang mmberikan rambu2 agar ekspresi itu tetap santun, tidak menohok orang (bila ada) secara frontal…  Justru melalui menulis aku belajar untuk lebih taktis dalam mengungkapkan gejolak-gejolak di hatiku…

Ngeblog selanjutnya mendorong aku untuk memotret obyek-obyek yang akan aku jadikan tulisan.   Mulai dari foto  bersama  keluarga atau teman, saat jalan-jalan, foto tempat-tempat yang dikunjungi, foto-foto kuliner yang dinikmati, dan lain  sebagainya..  Akibatnya aku juga jadi senang memotret…  Kamera menjadi salah satu penghuni tetap tas ku.  Lalu untuk  bahan tulisan, setiap berkunjung kemana2, aku selalu berusaha menangkap semua detil dengan hati…, merasakannya, dan mencatatnya juga dalam hati… hehehehe…

Lalu setelah 4 tahun berjalan beberapa  anggota keluarga dan juga sahabat mendorong aku untuk menekuni fotografi, juga kegiatan tulis menulis…  Hmmmmm…., nge’blog membuat aku menemukan sisi diri yang lain… Sisi Sondha yang sesungguhnya berjiwa merdeka, bukan seorang staf birokrasi yang terikat aturan2 yang terkadang menyesakkan dada…

Hari2 ini ada seseorang yang berjanji akan menemaniku di masa yang akan datang, dan akan memberi dukungan bagi ku untuk mengembangkan diri ku yang sesungguhnya.. Orang, yang menurut pengakuannya, mengenal aku yang sesungguhnya dari tulisan-tulisanku di blog..

Semoga akan ada kesempatan bagi ku untuk lebih berkembang di masa yang akan datang… Berkembang sesuai dengan bakat dan potensi diri yang aku temukan melalui blog…

Let’s blogging my dear friends…..!!! ***

White Lie..

White Lie alias Kebohongan Putih…Kata ini mungkin tidak asing buat kita… Ya, kebohongan putih dimaknai sebagai kebohongan yang dilakukan untuk tujuan yang baik…

Apakah ini bisa dibenarkan menurut teman-teman…?  Bukan kah kebohongan adalah kebohongan, sesuatu yang tidak baik.., sesuatu yang tak dapat dibenarkan… Tidak ada yang bisa menyatakan bahwa berbohong itu benar… Bagaimana bila berbohong itu harus dilakukan untuk tujuan yang baik…? Hhhmmmm…. It’s grey zone, my dear friends…

Topik mengenai ini bahkan sudah dibahas sejak zaman Rasulullah SAW…  Dan ternyata Rasullah tidak menutup habis pintu untuk hal-hal yang seperti ini… Tapi dari yang aku dengar dan baca, Beliau tidak “langsung” melakukan kebohongan, melainkan membiarkan pihak lawan “terjebak” dengan pikiran-pikiran, asumsi-asumsinya sendiri…  Jadi lidah tetap tidak berdusta….

Beberapa hari yang lalu aku melakukan white lie… Tapi white lie ku benar2 ku lakukan.. Bukan seperti Rasulah.. Astagfirullah al adzim..

Ceritanya, seseorang yang pernah mengisi hari2 ku di masa lalu berhari jadi… Namun pertimbangan diri yang semakin tinggi usia, memutuskan untuk tidak meninggalkan ucapan apa pun di dinding-nya di jejaring sosial…, karena tidak mau siapa pun merasa terganggu…  Tapi ternyata oh ternyata, sebuah fasilitas di jejaring sosial bekerja dengan sangat baik, sehingga tanpa diperintahkan pun, secara otomatis menggalkan birthday wish di dinding si teman…

Aku tidak menyadari adanya kerja tersebut, sampai sebuah notification mengatakan bahwa si teman menigacungkan jempol atas ucapan tersebut…Aku yg baru nyadar akan kehadiran posting otomatis itu, berusaha menetralisir dgn mengatakan klo itu kerja mesin, lalu mengucapkan a simple birthday wish…  Tapi teman ku itu menganggap my belated wish itu gak apa-apa yang penting aku sudah berniat mengatakan birthday wish. 

Waaaahhhh ……,  aku justru gak mau ada yang merasa sebel karena menganggap aku berniat…  Dari pada nanti ada yg sebel.. Terpaksa kutuliskan di dindingnya, permohonan maaf, karena aku “sebenarnya” gak ingat dia berhari jadi… , padahal aku ingat, masih ingat.. Apakah ini tergolong sebagai white lie…? Entah lah… Yang jelas, rasanya tak ada yang dirugikan atas kebohongan ku ini.. Justru mungkin ada yang merasa lega…  Aku secara pribadi justru merasa sangat lega.. Padahal biasanya klo aku berbohong, jantung ku akan berdetak lebih kencang, jiwaku akan gelisah, meski sekecil apa pun kebohongan itu…  Mudah2an ini bisa tergolong white lie yaaa…**

Rupat Island…, The Virgin Destination

Me @ d Rupat Bay…

Tanggal 6 January 2011 yang lalu aku dan rombongan kantor pergi ke Pulau Rupat… Mungkin sebagian besar teman-teman gak pernah dengar nama pulau ini, apalagi tahu lokasinya…

Pulau Rupat adalah salat satu pulau terluar dari pulau-pulau yang terdapat di perairan Selat Malaka, yang berbatasan langsung dengan Negeri Jiran Malaysia…  Klo aku lihat di Google-earth, jarak dari Pulau Rupat ke Port Dickson sekitar 50 km-an… Bahkan menurut info yang aku dengar ada acara tahunan, yaitu mandi syafar di Pulau Rupat yang banyak dihadiri oleh warga Malaysia…

Aku ngapain ke sana…? Ngeliat kawasan yang menurut rencana akan dijadikan salah satu destinasi wisata Riau…

Tapi ternyata untuk ke sana butuh upaya extra…, butuh ketabahan.., butuh mengkonsumsi extra Joss 1 karduss… Hahahahaha… Kenapa…? Karena dari Pekanbaru harus pergi ke Dumai dulu.. Waktu tempuh sekitar 3 jam.. *Jauh yaa…? * Itu belum seberapa dengan rasa mabok yang melanda ketika melintasi jalan Pekanbaru – Duri yang seperti grafik sinus.. Aku hanya mampu terdiam dan memejamkan mata.. Menahan sedemikian rupa agar tidak muntah…!!!!

Sampai di Dumai, gak bisa langsung nyeberang… Mesti nginap dulu, karena di Rupat belum ada tempat buat nginap.  Jadi harus kembali di hari yang sama dengan saat kedatangan..  Karena perjalan Dumai – Rupat dengan ferry (dan ini satu-satu transportasi yang tersedia!!!!) membutuhkan waktu tempuh 3 jam, jadi harus berangkat ke Rupat dari Dumai pagi hari.., yaitu jam 09.00 WIB, lalu naik ferry untuk kembali ke Dumai jam 14.00 WIB…

Perjalanan dari Dumai ke Rupat dimulai dengan menyusuri sungai yang di kiri kanannya dipenuhi pohon bakau.., dan berlanjut dengan menyusuri selat selama 3 jam…

Pelabuhan Rupat…

Begitu ferry merapat, yang aku temukan hanyalah pelabuhan rakyat dengan beberapa rumah penduduk berbahan kayu…

Ternyata ini adalah sisi selatan Tanjung Medang.., pantainya di bagian Utara.. Jadi harus nyambung lagi… Naik apa…? Naik ojeg kena beceg, sodara-sodara… Hahahahaha…  Yesssssssss, ojeg is d only one public transport in this island.. Jangan harap akan ada angkot apalagi taxi…  Masih jauhhhhhh….

Menyusuri Rupat naik ojeg kena beceg…

Lalu kami pun melanjutkan perjalan by ojeg kena beceg, menyusuri jalan2 tanah yang diperkeras…, yang di kiri kanannya berupa kebun karet, kebun sawit, ladang, semak dan pemukiman yang jarak rumahnya jarang2…  Tapi most of rumah2 yang kami temui merupakan rumah penduduk beretnis China.. Ini terlihat dari kehadiran tempat2 sembayang dan arsitektur rumah yang khas..

Menurut cerita yang aku dengar, etnis China yang ada di Pulau Rupat ini adalah Suku Akit, yang datang langsung dari dataran China ratusan tahun yang lalu.. Mereka punya budaya dan dialek yang khas…

Pantai Rupat Utara…

Setelah naik ojeg sekitar 20 menitan, kami akhirnya sampai juga di pantai Rupat Utara.. Pasirnya putih…, pantainya panjang banget.. Katanya siyy sekitar 17 km… Tapi sarana untuk menikmati pantainya jauh dari memadai…  Butuh perencanaan, investasi dan strategi pemasaran yang terpadu buat membangun daerah ini menjadi destinasi wisata yang bisa diandalkan… Mungkin skema Kerjasama dengan Pihak Ketiga (dimana Pihak Ketiga membangun dan diberi keleluasaan mengelola daerah tujuan wisata selama sekian tahun, dan pemerintah mendapat bagian keuntungan, lalu diserahkan kembali kepada Pemerintah setelah berakhir masa kontrak) akan lebih efektif untuk membangun daerah ini..

Menyusuri pantai dengan motor…

Selesai memandang-mandang, kami kembali ke pelabuhan dengan naik motor melalui jalan berbeda, kali ini menyusuri pantai…  Hmmmm…. bay safari, ceritanya.. Hehehehe…***

I’m tryin’…..

I’m tryin’…

 

Hakekat Kerja….

Aku adalah penggemar KLa Project…  Itu wajar, selain karena memang mereka adalah pemusik yang jaya di era kemudaanku,  lagu2 mereka indah, penuh kejutan, tidak monoton dan liriknya sangat puitis dan penuh makna.

Satu lagu KLa Project  yang mengingatkan aku akan hakikat kerja, hakekat yang sering kali terlupakan di saat kata “kerja” mendangkal pemaknaannya hanya sekedar sebagai upaya mencari rezeki semata…  Hakekat kerja yang dinyanyikan Kla Project ini adalah mutiara hidup ditebarkan Kahlil Gibran dalam Sang Nabi.

Let’s sing my dear friends… Sambil menikmati dan menghayati maknanya.. Semoga membuat kita lebih bersemangat untuk bekerja…

HEY

Kerja adalah cinta, yang ngejawantah
Dan jika kau tiada sanggup bekerja dengan cinta
Hanya dengan enggan
Maka lebih baik jika kau meninggalkannya
Lalu mengambil tempat di depan gapura candi
Meminta sedekah dari mereka
Yang bekerja dengan suka cita
(Dari “sang Nabi”, Kahlil Gibran)

Hey! Angkat wajahmu
Bermuram durja tak guna
Susunlah lagi rencana yang harus engkau benahi
Bangun jiwa, bangun raga bijana

Hey! Bertahanlah
Kegagalan adalah satu sukses tertunda
Jangan ragu, tetap pada arahmu sejak dulu
Keyakinan, pengharapan, teguh dalam tujuan

Bekerja dengan cinta
Bagai Sang Pencipta
Membentuk citra insaninya
Satukan dirimu seutuhnya…

Hey! Siagalah
Raih kesempatan begitu kau jumpa
Atur nadimu seiring irama bumi mengalun
Bangun jiwa, bangun raga bijana

Bekerja dengan cinta
Bagai Sang Pencipta
Membentuk citra insaninya
Satukan dirimu seutuhnya…

Sebar benih penuh kemesraan
Hingga panen tiba
Kita tuai kegirangan…
Satukan dirimu seutuhnya… ***

Ramadhan Berlalu…

Ramadhan berlalu…. Idul Fitri pun datang….

Allohu akbar… Allohu akbar… Allohu akbar…

La illa ha illah hullohu akbar..

Allohu akbar wa lillah ilham……

Gema takbir selalu membuat air mata menitik tanpa bisa ditahan….

Satu Ramadhan lagi telah berlalu…

Dulu saat masih belia… Yang heboh itu, yang penting itu Lebaran… Ramadhan rasanya hanya suatu jalan panjang dan berat sebelum lebaran.., sebelum bersenang-senang..

Bersenang-senang…?  Ya iya laaahhhh….. Gimana enggak…? Coba liat memories ku ini…

Beberapa hari sebelum lebaran “Sondha kecil” akan dengan senang hati duduk di teras rumah atau di bangku dari semen di bawah pohon jambu bol di samping rumah…  Ngapain…? Nunggu parcell2 berdatangan… Saat itu setiap lebaran rumah kebanjiran parcell yang isinya berbagai makanan kaleng yang mengundang air liur untuk menitik (zaman itu belum musim tuhhh parcell berisi barang) … : coklat dan permen dari berbagai merk dengan kemasan yang luar biasa, biscuit dan minuman… Bahkan ada pula yang melengkapinya dengan minuman keras yang berkemasan cantik, seperti cinzano,johny walker,  brendy dan sebagainya… (Klo sekarang aku mikirnya “heran kok bisa2nya tuuhh orang ngasi minuman keras untuk merayakan hari yang fitri…? Apa yang nagsi dan nyusun parcell2 itu gak tau kalo minuman2 itu hhaaarrrrrraaaaammmmm…..!!!!”)..  Bahkan aku dan bang Aris, tetangga yang udah kayak keluarga sendiri dan selalu di rumah, balapan siapa di antara kami yang menerima parcell kiriman lebih banyak…

Hari-hari menjelang lebaran adalah hari2 yang meriah karena semua orang di rumah sibuk berberes, merapikan rumah… Hari-hari bulak balik ke paar bersama almarhum ibu, belanja buat lebaran.. Dari belanja kue2an minuman kaleng, sampai belanja baju dan kelengkapannya, bahan terkadang sampai belanja beberapa perabot rumah tangga…

Beranjak besar… teteuuuuppp fokusnya masih ke hari raya…  Sehari sebelum Hari Raya adalahhari yang melelahkan…, karena sudah terlibat dengan urusan dapur… Membantu memotong2 bahan masakan, sampai ikut mengaduk masakan yang gak bisa berhenti diaduk karena umumnya pakai santan, yang kalau ditinggal dan tidak diaduk akan pecah santan alias keluar minyaknya, sehingga gak enak lagi…  Belum lagi kakak ku yang pintar masak acap kali menerima pesanan pudding yang bisa sampai 40 loyang buat hari pertama lebaran… Kebayang gak siyy menjelang tengah malam bikin pudding sekitar 4 atau 5 macam lengkap dengan vla nya dengan total 40-an loyang…  Akibatnya…? Bangun pagi menjelang di hari raya selalu telat… Lalu setelah sholat Ied, setelah menikmati hidangan lebaran, langsung nyari posisi ueeennaaakkk buat tidur…. Paling baru bangun bila dikasi tau ada kerabat atau kenalan yang datang berkunjung…  Setelah menyalam dan menghidangkan minuman dan makanan, lanjuuuuttttttttttttttttttttt tidur lagi…  Begitu lah lebaran bertahun2…

Tapi sekarang, ketika usia sudah jauh dari remaja, bulan Ramadhan jauh lebih berharga dan bermakna dari hari raya…  Yang akbar itu justru hari2 berpuasanya…Yang penting itu hatinya… Subhanallah….  Hari raya tidak lagi memerlukan persiapan yang heboh… Asal ada baju yang rapi buat sholat, ada mukena dan sajadah yang bersih dan rapi untuk sholat itu sudah cukup..    Rasanya senang sekali tidak ikut berdesak2an  di pasar dan mall2 menjelang lebaran.. , karena salah seorang temanku sempat “semput” saat belanja bareng2 menjelang Lebaran dengan teman2 yang lain di sebuah mall…  Jangan sampai lah yaaa….

Semoga kita masih diperkenankan bertemu dengan Ramadhan di tahun depan…

Taqaballah minal wa minkum.. Minal wa minkum taqabal ya kariim..

Mohon maaf lahir dan bathin ya teman2…

Bogor in My Mind….

Bogor…. ? Iya Bogor…  Bogor selalu ada dalam hatiku, dalam kenanganku….  Episode hidup di kota yang punya Tugu Kujang (sejenis keris khas Sunda), bemo dan tales dimana2 sungguh tidak bisa terlupakan…  Kenapa…? Karena di masa muda hidup begitu meriah.. Penuh canda tawa dari kehidupan berteman…  CATET… DARI KEHIDUPAN BERTEMAN, BUKAN DARI BERSEKOLAH… PADAHAL AKU DIKIRIM KE BOGOR KAN BUAT SEKOLAH…  Hehehehe…

Bogor Permai

@ Bogor Permai

Ada banyak hal yang muncul dari kotak kenangan di otak dan hatiku saat mengingat Bogor… : teman2 yang menyenangkan, tempat2 yang penuh kenangan, jalan2 yang rindang,  makanan dan jajanan yang luar biasa, bemo & supirnya yang ramah, bioskop Sukasari & Galaxy Group dan banyak lagi… Gimana enggak.. Aku tinggal di kota itu lebih dari 5 tahun dan aku menikmatinya… Menikmati banyak sisi kehidupan di kota itu…

Aku mencintai suasana kota Bogor yang hijau dan teduh di masa itu (sekarang enggak seteduh dulu), sehingga aktivitas jalan kaki menyusuri lingkar luar Kebun Raya, mulai dari Jl. Raya Pajajaran terus ke Jl. Jalak Harupat terus ke Jl. Ir. H. Juanda lalu ke Jl. Otista dan berakhir di sekitar Tugu Kujang selalu menjadi kegiatan yang menyenangkan.. Aku bisa melakukannya di pagi hari buat nyari keringat (kenapa juga keringat dicari2…?), di siang hari untuk mengurangi rasa stress saat skripsi, atau di malam hari di saat bemo dan angkot mulai pulang untuk beristirahat… Berjalan kaki menyusuri lingkar luar Kebun Raya di malam hari sambil ngobrol dengan sahabat benar2 aktivitas yang sangat menyenangkan..

Belum lagi kulinernya… Makanan Sunda dan pengaruh Chinesse mewarnai kuliner di kota ini… Di masa kuliah dulu aku dan teman2 seneng banget berburu makana, such as :

  1. martabak telor atau pun terang bulan di pojokan di seberang Pasar Bogor atau di Pasar Gembrong,;
  2. Asinan Gedung Dalam yang mula2 berlokasi di seberang Toko ABC di Surya Kencana, tapi belakangan pindah ke pertokoan di daerah Sukasari;
  3. rujak di samping gang di Jl. Medeka;
  4. nasi goreng di Restoran Bogor Permai di Jl. Jend. Sudirman;
  5. Es Dotok di pinggir Jl. Sukasari;
  6. Gado-gado di kaki lima di depan Supermarket Ngesti di Jl. Surya Kencana;
  7. Roti dan Bakso tahu di Restoran Jumbo di seberang Kampus Baranangsiang;
  8. Sate di Taman kencana;
  9. Mie Ayam di tepi pagar Kamus FKH juga di sekitar Taman Kencana;

dan banyak lagi yang gak bisa disebutkan satu persatu..  Banyak banget kenangan tentang Bogor di pikiranku…

Setelah bertahun-tahun enggak ke Bogor, sejak reunian Sosek bulan April 2009 aku sudah ke Bogor dua kali.. Ya menyusuri kenangan, kumpul2,  mengunjungi sahabat dan keluarga mantan ibu kost di Pangrango 16.

Naaahhhh, kali ini aku kembali ke Bogor…  Againnnn….? Yuuuupppppp…. Biasa memanfaatkan hari di sela2 perjalanan dalam rangka tugas…  Ceritanya aku harus menghadiri rapat di tingkat pusat pada hari Senin – Jum’at 12 – 16 Juli 2010.  Karena acara dimulai hari Senin jam 09 pagi, jadi aku berangkat sehari sebelumnya…  Naahhh menurut Ati sohibku, sebaiknya aku berangkat ke Jakarta nya hari Minggu, 11 Juli pagi aja, supaya bisa main dulu… Hmmmmmm, mau bangetsss…  Tapi karena anggota gank yang lain gak bisa ikut, Veny lagi liburan keluarga dan Linda juga ada acara keluarga, jadi ke Bogornya bertiga aja : Aku Ati & Mas-nya Ati..

Begitu keluar dari  Tol Jagorawi, kita belok ke arah kiri yaitu ke arah Sukasari..  Ceritanya pengen nyari roti Unyil Venus.. Sebelum sampai di pertigaan Sukasari ternyata ada Toko Roti Unyil di kompleks  pertokoan di situ.. Kita langsung masuk deehh ke kompleks itu.. Nyari parkir.. , lalu langsung ke Roti Unyil..

Begitu masuk…, masya Alloh… rame bangetss pembelinya…  Bussseeettt daahhhh… Mo beli roti aja ngantri ampe keringatan… Pas ngantri, aku liat di etalase kue basah ada ba’cang… Huhuhuhuhuhu…., ba’cang…  Udah berapa belas tahun ya gak makan ba’cang..  Dan ba’cang yg dijual isinya daging sapi, jadi bisa deehhh dimakan..

Ba’cang sapi..

Apa itu ba’cang…  Ba’cang itu sejenis makanan dari ketan yang dibungkus pake daun dan dibentuk seperti prisma, lalu dikukus.. isinya bisa tumisan ayam, daging sapi, atau kacang..  Buat teman2 yang Chinesse isinya terkadang daging bak.  Aku ingat dulu kala, temanku di kost2an di Petojo Jakarta yang berdarah Chinesse cerita kalo mereka ada hari yang namanya hari sembahyang ba’cang..  Nah pada hari itu mereka bisa bikin ba’cang dengan berbagai macam isi…

Keluar dari Roti Unyil Venus, kita ngeliat sebuah gerobak kecil di pelataran toko.. Di bagian kacanya tertulis “Combro Setan”.  Combro….? Huhuhuhuhu mauuuuu…. Aku doyan banget sama makanan yang satu ini…, bahkan  aku pernah bikin postingan tentang ini…

combro setan..

Tapi kenapa namanya Combro Setan ya?  Hmmmmm.. apa klo setelah makan combronya orang jadi kesetanan yaaa…, pikirku bertanya2..  Aku dan Ati langsung menghampiri gerobak tersebut.. Ternyata oh ternyata, didalamnya oncom dicampur dengan cabe rawit bulat yg udah ditumis.. Jadi klo gak ati2, dan itu cengek kegigit bulat2…, kita bisa kesetanan sampai rambut berdiri karena kepedesan… hihihi…  Secara ini masih awal perjalanan, jadi beli combronya gak berani banyak2, cukup 5 buah ajaaaahhhh… Yang penting bisa merasakan…, dan rasanya emang enak.. Singkongnya gurih dan garing, bumbu oncomnya enak… Reseeuuuuppppp….

Setelah membeli combro setan dan sempat singgah di toko Katulampa dan membawa 5 ekor bebek (bebekan) yang imut2, kami melanjutkan perjalanan.. Kita sempat ke Jungle muter2, trus balik ke Jl. Surya Kencana, ke Toko ABC..

Toko ABC…? Toko apa itu, jualan apa….?

Ko Cocong

Aku & Ko Cocong

Toko ABC itu toko yang jual alat2 tulis..  Apa siyyy istimewanya toko itu…? Zaman dulu. sekitar tahun 1986an sd 1992-an barang2 yang dijual di toko itu lucu2 bangetss… Alat tulis, buku2 dan pernak pernik yang dijual di situ  banyak produk Jepang, seperti Sanrio..  Mana pemiliknya Ko Cocong ramah banget.. Kita selalu dikasi teh botol Sosro, meski belanjanya gak seberapa..  dan aku, si jail Sondha, senang sekali menggangu Ko Cocong dengan membawa pulang pinsil2nya yang cantik dengan setahu Ko Cocong, namun gak mau bayar… Hahahaha.. Bayarnya ntar pas datang berikutnya.. Jelas aja, itu bikin “jengkel” Ko Cocong..  Masih kuat dalam ingatanku gimana wajah Ko Cocong yang sok jengkel sambil menahan senyum, karena dia tau persis kalo dia dijailin… Hehehehe…

Aku dan teman2 penghuni kost2an di Jl. Cirahayu 4 Baranangsiang 3 tahun 1986-an mengenal Ko Cocong saat kita baru mulai kost, ketika bapak kost kita, Oom Biyan, kedatangan teman2nya untuk melihat rumah kost yang baru jadi itu..  Oom Biyan mengenalkan kami anak2 kostnya kepada teman2nya.. Lalu beberapa hari kemudin Mia,  salah seorang warga Cirahayu 4, menemukan lokasi toko tersebut saat dia dan kakaknya Venus menyusuri Jl. Surya Kencana..

Toko ABC gak banyak berubah.. Lay-out-nya masih sama persis… Gak berubah sedikit pun.. Cuma memang isi rak2nya tidak sepenuh dulu.. Tapi saat aku datang, sehari sebelum sekolah mulai setelah libur kenaikan kelas, toko itu dipenuhi pembeli..

Ko Cocong, segera mengenali aku tak lama setelah aku masuk ke toko tersebut dan menatap dia dari balik etalase.. Ko Cong bilang, aku tidak berubah…, kecuali adanya kerudung yang membuat dia ragu.. Hahaha.. Jelas aja dia ragu.. Pastilah dia pikir aku gak mungkin pakai kerudung kalo mengingat kelakuan ku yang “gokil” di masa muda…

Dari obrolan dengan Ko Cocong, aku jadi mengerti bahwa bisnis alat tulis secara kuantitas tidak banyak berubah.. , tapi secara kualitas jauh menurun setelah krisis moneter.. Ko Cong bilang, sekarang tidak banyak lagi supply barang2 yang cantik..  Kalau ada pun harganya muuuaaahhhhaaaallll banget sehingga sulit untuk dijual..  Barang2 yang bisa dijual hanya barang2 biasa…, padahal dulu pernak pernik, diary, frame2 yang dijual cantik2 banget…

Ko Cong yang akhirnya menikah di usia 48 tahun  mengingatkan aku, agar segera melanjutkan hidupku… He said “Find a man who loves U, Sondha. It’s enough.. If he really love U he will do anything for U.” Setelah percakapan dari hati ke hati yang mendalam, aku meninggalkan toko itu..  I will always remember U, Ko..

Dari toko ABC, kami melanjutkan perjalanan ke Asinan Gedung Dalam..  Aku suka banget sama asinan buahnya.. Sampai dulu sempat terpikir, “Gimana seandainya aku menikah dan tinggal di kota yang jauh banget dari Bogor, terus aku ngidam asinan Gedung Dalam? Aku bisa nangis2 kali….” Hahahaha…

Dari asinan Gedung Dalam, kami pergi ke Restoran Bogor Permai… Hmmmm kebayang nasi goreng-nya yang ok banget.. Buat mendapatkannya, 18 tahun yang lalu aku dan Linda rela menembus hujan dengan memakai payung, turun dari Jl. Pangrango ke Jl. Jalak Harupat, lalu naik angkot sampai di depan istana Bogor, menyebrangi Jl. Juanda dan menyusuri Jl. Sudirman beberapa ratus meter dengan celana digulung selutut supaya gak terendam air…

@ Warung Toge Goreng Bogor Permai

Tapi siang2 makan nasi goreng rasanya aneh.. Maka kami memutuskan untuk makan Tahu Goreng di warung yang ada di samping restoran tersebut, lalu memesan semangkok soto mie dan masing2 semangkok es campur…  Tahu goreng, soto mie (pake lumpia yang diiris2) dan es campur di tempat ini layak dapat ancungan jempol.. Coba deh kalau ada kesempatan ke Bogor..

Sepiring Toge Goreng..

Soto Mie….

Es Campur Bogor Permai…

Selesai dengan urusan perut, kami menuju rumah Idien, sahabat kami… Ngobrol di situ samapai magrib.. lalu kembali ke Jakarta…  Hari yang luar biasa… Terima kasih Ati & Mas..  semoga hari ini juga menjadi hari yang sangat menyenangkan buat kalian berdua…

The Blind Violist…

Dalam rombongan perjalanan ke Bali yang beranggotakan 34 orang, ada satu orang peserta yang istimewa… Istimewa…? Yuuuppppp… A blind man… He’s a musician, a member of traditional music players for Randai Kuantan.  He plays violin… And HE’S REALLY GOOD IN IT….!!!!!

D Blind Violist..

He can’t walk alone in a strange area.. He needs direction from other person. Selalu ada temannya yang juga anggota grup musiknya yang membimbing…  Semula aku gak terlalu ngeh dengan situasinya..  Sampai suatu saat aku melihatnya dia kejegruk (kakinya terperosok) di got saat keluar dari pentas di Taman Budaya Bali setelah selesai gladi bersih..  Ternyata saat itu teman yang membimbing gak aware, main jalan aja tanpa menyadari bahwa temannya yang tidak bisa melihat itu sepenuhnya bergantung pada dia..

Astagafirullah al adzim…  Begitulah kalau kita tidak diberi anugrah kemampuan melihat.. Untuk berjalan kita bergantung pada orang lain, yang belum tentu setiap saat aware dengan kondisi kita…  Betapa tergantungnya kita pada orang lain, betapa terbatasnya langkah kita…  Betapa beruntungnya kita yang dianugrahi penglihatan…

Lalu, pada hari rombongan berjalan2 ke Bali Selatan, dia hanya tinggal di hotel.. Karena dia kan juga tidak bisa melihat dan bermain di pantai… Dan temannya kan juga ingin bermain dan menikmati perjalanan…  Lalu aku juga melihat, saat semua orang sibuk dengan oleh2 buat keluarg, dia gak bawa apa2, karena memang dia tidak ikut pergi belanja dan dia juga kan tidak bisa melihat apa yang mau dibeli…  Itu mebuat kita para ibu2 tersentuh dan turun tangan…, mencarikan oleh2 buat keluarganya..

Keluarga…? Yuuupppp… He has s family : a wife, a-6 years old son and a-2 years old daughter… Luar biasa kasih sayang Alloh SWT… Bayangkan di tengah keterbatasannya, dia dipertemukan dengan perempuan yang penglihatannya normal dan berhati emas, hati yang mau menerima kekurangan dan keterbatasan pasangan hidupnya..   Belum lagi sepasang anak… Ahhhh sungguh kebahagian yang luar biasa, yang belum tentu dimiliki oleh manusia yang normal…

Dan suatu pikiran melintas di benak ku… Mungkin di balik kebutaan matanya, mata hatinya justru dapat menangkap keindahan karunia Alloh SWT di dalam hidupnya.. Sementara kita yang matanya dapat melihat dunia, justru terperangkap dengan apa yang kita lihat, sehingga mata hati kita belum berfungsi sebagaimana seharusnya…, kita acap kali belum mampu menangkap keindahan karunia Alloh SWT dalam kehidupan kita…

Ya Alloh, berikan lah penjagaan Mu bagi saudara kami itu dan keluarganya..

Berikanlah kelapangan rezeki agar dia mampu menghidupi keluarganya di tengah keterbatasannya..

Ya Alloh, berikan kami mata hati yang peka akan karunia2 Mu, mata hati yang mampu menangkap keinginan2 Mu, kehendak2 Mu.. sehingga kami dapat berjalan di jalan yang telah kau bentangkan di hadapan kami, jalan yang lurus, jalan2 orang2 sebelum kami yang telah Engkau beri petunjuk…

Amin Ya Rabbal Alamin…

It’s Chinese New Year

Yuppp… kemaren tanggal 14 February 2010 adalah Tahun Baru Chinese alias Imlek.   Dan tahun baru yang merupakan Tahun Macan Logam  ini, tumben2nya jatuhnya di pertengahan bulan February.. Biasanya kan di minggu pertama February atau akhir January…

Chinese New Year, sebagaimana Lebaran bagi kaum Muslim dan Christmast bagi kaum Nasrani, menghadirkan nuansa sendiri…  Lebaran menghadirkan hiasan ketupat dan warna hijau dimana2, Christmast menghadirkan pohon natal dengan salju dan hiasan yang berwarna hijau, merah dan putih.. Kalau Imlek menghadirkan warna merah dan… keemasan……..

Ada satu hal mengherankan saya ketika kita menyebutkan kata Chinese.. Kita selalu mengkonotasikan mereka sebagai kaum minoritas di negeri ini..  Tapi kita tidak terlalu kuat menyebutkan kaum minoritas kepada turunan India (Tamil) yang banyak menetap di Medan, atau kepada mereka yang merupakan hasil perkawinan antar bangsa..  Kenapa…?

Selama dua tahun bertugas di unit kerja yang sekarang, aku sempat berkunjung ke beberapa daerah di Provinsi Riau.  Atara lain yang berada di tepi Sungai Siak, dang Bengkalis yang berada di pesisir Pantai Timur Sumatera.  Tahu kah teman2, apa yang saya lihat di sana…? KELENTENG atau VIHARA.. Tempat sembayang kaum Chinese itu…? Yuuuppppppppppppppppp…  Kelenteng2 itu umurnya puluhan tahun… Bahkan mungkin lebih dari 100 tahun..  Dan jumlah pengikutnya…? Banyak… Sangat banyak..  Bahkan ada daerah di Provinsi Riau, Bagan Siapi-api yang rasio suku Non Chinese (Melayu, Minang, Batak) dengan Chinese mendekati angka 40 : 60. Yuuupppp, banyak Chinese nya..  Dan sejak aku kecil, aku juga melihat di daerah ini, banyak sekali keluarga-keluarga Melayu yang mengadopsi anak perempuan Chinese.  Jangan salah…. Bukan untuk dijadikan pekerja di rumah tangga, tapi betul-betul diperlakukan bagai anak kandung, dan diberi kesempatan untuk mendapat yang terbaik dalam kehidupan mereka.. jadi pembauran itu sudah berlangsung lama..

Vihara Ann Kiong Bengkalis –  di depan Pasar Pelita

Viraha Pacceka Bodhi Marga Bengkalis

Di Medan…, kalau kita membaca sejarahnya, kita akan tahu  bahwa Tjong A Fie, salah satu tokoh Chinese di awal abad 20 berperan serta dalam membangun Masjid Raya Medan yang indah itu…  Sekarang, di daerah perumahan Cemara Asri di Medan, kita bisa melihat Vihara Maitreya yang megah…

Sketsa Rumah Tjong A Fie di Kesawan Medan


Ananda, Nora (my youngest sist) & Mama  di Depan Vihara Maitreya, Medan

Patung Budha di Vihara Maitreya, Medan


Di Semarang… , kita bisa menemukan Klenteng Sam Poo Kong di tengah kota.  Klenteng yang besar dan sudah berumur ratusan tahun ini merupakan tempat ibadah kaum Chinese yang jumlahnya sangat besar di Semarang, sehingga mewarnai budaya, termasuk kuliner di kota tersebut…

Di Surabaya, lain lagi… Di sini kita akan menemukan Museum Keluarga Sampoerna, yang merekam jejak sejarah keluarga Sampoerna, salah satu keluarga pengusaha papan atas di negeri ini yang merupakan keturunan dari Chinese imigrant yang datang ke Surabaya di akhir abad 19.  Di Surabaya juga kita bisa menemukan Masjid Muhammad Cheng Ho, yang dibangun oleh kaum Chinese Muslim di Surabaya dengan  arsitektur  sangat khas Chinese..

Dengan apa yang kita temukan di berbagai daerah, apa yang kita lihat di masyarakat.., apakah masih pantas kita menyebut kaum Chinese sebagai minoritas, atau sebagai pendatang di negeri ini…?  Toh mereka datangnya sebagian besar lebih dari seabad yang lalu..

It’s Not About Me…

Beberapa waktu yang lalu, melalui sebuah situs pertemanan aku terkoneksi kembali dengan seorang teman di masa lalu.  Orang yang sekian belas tahun lalu menghilang begitu saja dari dunia persilatan aku dan teman2ku…  Sebelum menghilang, temanku itu acap kali menggugat gaya hidup aku dan teman2 saat itu..

Gaya hidup seperti apa…? Rasanya waktu itu gaya hidup kami gak ajaib.. At that time kami adalah orang2 muda, yang sedang mencari jalur yang akan disusuri utnuk meraih masa depan.. Di sela waktu, kami bermain, makan2, nonton, kumpul2 untuk have fun… Gak lebih dari itu.. Kami gak minum alcohol, menikmati drugs atau menjalani free life…Jauhhhh bangetsss…

Tapi di mata temanku itu, aku adalah perempuan muda yang gak tau dunia… Gak ngerti pasang surut kehidupan, karena terlalu dimanja orang tua…  Itu aku tangkap dari ucapan2nya seperti “Lu kan gak tau apa2 Sondha.. Lu kan taunya cuma bersenang-senang…!!” Ucapan yang underestimate itu gak pernah aku pikirkan secara serius, apalagi menantang untuk membuktikan bahwa ucapan itu salah.. Enggak.. enggak pernah terpikir… Semuanya buat aku merupakan ucapan yang gak perlu dipikirkan.  Karena menurut aku, sebagai teman yang akrab, mestinya dia mencoba mengenalkan sisi dunia yang dianggapnya aku tidak tau sama sekali itu.. Bukan malah mengecam aku…  Hidupku saat muda, adalah hidup yang direntangkan orang tua dihadapanku untuk dijalani, karena rasa cinta mereka.. Karena mereka menginginkan yang terbaik buat anak mereka.. Toh aku tidak mabuk dalam kesenangan… Aku toh tidak larut dalam dunia hura2..

Bertahun2 tidak terkoneksi, tidak mendengar kabar sama sekali, membuat namanya tersimpan di dalam kotak kenangan. Ada beberapa kali terlintas di pikiran, apa yang terjadi dengan temanku itu.. dimana dia sekarang…

Sementara hidupku terus berjalan.. Gelombang dan pasang surut kehidupan datang, silih berganti.. Membawa pelajaran kehidupan, yang insya Alloh membuat cara pikir dan cara pandang menjadi berubah….

Lalu… ketika komunikasi kembali terjalin, meski jauh dari intensitas di zaman dahulu, si teman lama bertanya tentang pekerjaanku di chat room..

Teman Lama : Lo kerja dimana?

Aku : Gw pegawai negeri..

Teman Lama : Lo tau gak, pegawai negeri itu harusnya dihapuskan.  Negara gak butuh pegawai negeri.

Guuuubbbbbbrrrrrrraaaaaaakkkkkkkkkkkkssss (sumpe gw kaget bacanya… !!! kaget, kok bisa2nya udah lama gak berkomunikasi tau2 nyela habis…)

Aku mencoba menjawab dengan santai : Maksud lo?

Teman Lama : Kalo negara butuh tenaga, cukup pakai tenaga out source aja, gak perlu ada pegawai negeri.

Aku : Trusssss, kalau semua out source, siapa yang mengelola, siapa yang memanage? Siapa yang bertanggung jawab mengelola hal-hal strategis yg terkadang gak bisa begitu aja dibuka ke public.

Teman Lama : Gw punya cukup data dan studi yang mendukung perlunya dihapuskan Pegawai Negeri.

Aku tidak menjawab statement nya.. Mengganti topic, lalu say bubye…

Kali lain, temanku membuka percakapan melalui chat room..

Teman Lama : Lagi dimana lu…?

Aku : Lagi di kantor…

Teman Lama : Jam segini…? (Saat itu jam 14an) Elo masih kerja?

Aku : Iya, kenapa memang? Jam kantor gw 7.30 sd 16.00 hari Senin sampai Rabu, Kamis dan Jum’at sd jam 16.30. Dan gw sering kali baru pulang menjelang magrib.

Teman Lama  : Bukannya jam segini elo udah di rumah dan tidur siang…

Aku : Maksud lo…?

Teman Lama : Iya, Pegawai Negeri itu jam 10 pagi kan udah ke pasar, jam segini udah pulang buat tidur siang.. Ntar awal bulan datang ambil gaji..  Udah begitu semua..

Aku : Sorrrryyyyy…… Aku tau, banyak Pegawai Negeri yang sembarangan dan tidak bertanggung jawab.  Tapi seingatku, sejak awal aku jadi Pegawai Negeri, aku gak pernah pulang buat tidur siang, kecuali lagi sakit.  Ke pasar, ya terkadang aku juga.  Tapi di sebahagian besar hari2 kerja ku, aku duduk menghadapi meja kerja dari pagi hingga petang.  Tolong jangan disamaratakan semua yaa..

Percakapan terputus…

Dalam hati aku berkata, kok bisa dia bersikap sinis terhadap orang  yang sudah bertahun2 tidak bertemu.. Dia kan tidak tau perjalanan hidup ku sekian belas tahun terakhir.. Kalau dia bicara dengan diriku yang sekian belas tahun yang lalu, yang menurut dia gak tau dunia, mungkin ucapannya masih  bisa ditolerir, meski dengan berat hati..…

Diantara beberapa percakapan itu aku pernah menanyakan aktivitasnya, jawabannya Ternak Teri.  Ketika ku tanya apa itu, dan di pantai mana dilakukan, dia bilang itu akronim dari anTER aNAK anTEr istRI, artinya lagi gak ada aktivitas..

Lalu mendadak Teman Lama itu mengirim pesan, yang menceritakan roda kehidupannya sedang tidak di atas.. Dia sedang getir menghadapi hidupnya..  Pesan ini membuka tabir atas sikap2 yang sinis atas diri ini.. Aku jadi mengerti… Dia sedang marah dengan keadaan, dia sedang marah dengan dirinya… Dia meluapkannya pada aku yang dianggapnya selalu hidup enak di sepanjang usia…

Menurut aku langkahnya kurang bijak… Mengapa dia harus meluapkannya padaku ? Aku yang dia ajak bicara saat ini bukanlah aku sekian belas tahun yang lalu..  Dia sudah tidak mengenal aku… Karena sebagaimana dia berproses, aku pun mengalami proses… Proses yang terkadang menyakitkan…, namun insya Alloh akan membuat kita lebih bijak… Kalaupun aku tidak berubah, masih perempuan manja dengan hidup nyaman seumur hidup, apa kemudian itu bisa menjadi alasan sehingga aku bisa jadi sasaran kemarahan…?

Jadi apa yang terjadi adalah tentang dia, bukan aku.  Lain kali kalo ada orang yang kita pikir sudah tidak mengenal diri kita lagi trus menghakimi kita, lebih baik kita bersikap cool.. Gak usah pusing.., apalagi kesal dan sakit hati…  Karena semua gak ada hubungannya dengan kita…!!!. It’s not about Us…!! Bukan begitu teman…?