Praduga Bersalah…

Ketidaknyamanan menjadi perempuan single menjelang 40-an, seperti kejadian “Single…..?” yang nyebelin, bukan lah satu2nya kejadian yang gak enak yang pernah Tati alamin.. Sering kali Tati mengalami “praduga bersalah”.. baik dari orang yang kenal lama, tapi gak kenal pribadi Tati, maupun dari orang2 yang baru kenal Tati… Tapi buat Tati, itu lah kembang2 “tai kotok”-nya kehidupan… Kalo gak gitu hidup Tati jadi gak seru kaleeeee.. Gak ada ceritanya… Hehehe..

Tapi kejadian yang satu ini benar2 gawat… Karena kalau tidak punya kekuatan mental untuk menghadapi dan mengatasi… Bisa depresi berkepanjangan, bisa sekolah gak selesai.. Apa ceritanya sih…?

Cerita ini bersetting di suatu sore di bulan Maret tahun 2001… Lokasi? Di salah satu ruang di kampus tempat Tati mengambil program strata 2. Waktu itu Tati lagi ujian komperhensif… Yang diuji proposal penelitian yang sudah kita bikin, serta penguasaan terhadap teori2 pendukungnya…

Tati waktu itu bikin proposal “Integrasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Evaluasi Keseuaian Lahan untuk Pemukiman di Wilayah A”. Karena yang akan dilakukan adalah evaluasi kesesuaian lahan (land suitability), harus dibuat kriteria kesesuaian donk.. Gak sulit2 banget sebenarnya, karena Departemen Kimpraswil pernah merilis kriteria ini, juga ada beberapa peneliti2 lain yang juga sudah membuat.. Memang kriteria yang mereka buat cenderung kriteria dari segi fisik lahan, untuk kriteria sosial ekonomi lebih memerlukan perjuangan untuk mendapatkannya. Intinya, Tati hanya perlu menyusun kriteria2 mana yang akan Tati gunakan.

Yang agak meragukan adalah Tati tidak menemukan buku2 yang menggunakan akses terhadap jaringan listrik dan jaringan air bersih sebagai kriteria kesesuaian lahan untuk permukiman, tetapi ada beberapa skripsi dan thesis yang mengunakan. Untuk memperoleh jalan keluar, Tati sengaja mencantumkan kedua kriteria tersebut pada proposal, dengan harapan dosen penguji bisa memberi masukan (kalo dosen pembimbing udah dari awal kan bulak balik konsultasi, dan mereka juga setuju kalo apa yang Tati ragukan dibawa ke forum untuk mendapat masukan dari dosen penguji).

Setelah Tati mempresentasikan secara ringkas isi proposal tersebut, dilakukan pembahasan oleh dosen2 penguji…

Salah seorang dosen penguji, mempertanyakan kedua kriteria yang Tati ragukan diatas..
Si Bapak Dosen bilang : “Mbak, kenapa mbak memasukkan kedua kriteria tersebut?”
Lalu tanpa memberi kesempatan pada Tati untuk menjawab, si Bapak Dosen melanjutkan lagi : “Kalo seperti ini, MAHASISWA GAK LAKU SAMA KAMU, YA? SEBENARNYA KALO MAU MENIKAH, SEMUA AKAN DIBANGUN BERSAMA? ATAU MAU YANG SUDAH JADI? KALO MODEL KAYAK KAMU BEGINI, KAYAKNYA MAU YANG SUDAH JADI, YA? BUKAN YANG MAU SUSAH BERSAMA-SAMA. Dst dst dst…”

Guuuubbbbrrrrrrraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkk.
Tati kaget, benar2 kaget dengan ucapan Bapak Dosen tersebut. Rasanya seperti ditampar habis2an… Mana di belakang 5 orang dosen (2 Dosen Pembimbing dan 3 Dosen Penguji) yang duduk berjajar, duduk teman2 sekelas, teman2 seangkatan tapi lain jurusan, kakak kelas yang belum selesai, adik kelas dan lain2 yang jumlahnya lebih dari 30 orang.. Masya Allah, apa kejadiannya kok begini…? Dosa apa yang sudah Tati perbuat sehingga dipermalukan di depan umum seperti ini? Tapi Tati berusaha tetap bisa mengendalikan diri, tidak meneteskan air mata setitik pun, tetap tersenyum meski Tati tau warna muka Tati pasti berubah jadi pucat pasi… Yang Tati ingat, Tati sempat melemparkan pandangan “APA SALAH SAYA SEHINGGA BAPAK MENGHINA SAYA SEPERTI INI” ke si Bapak Dosen tersebut.

Dosen Pembimbing Tati yang sangat senior, dengan kepribadian yang lembut, berdehem.. Sementara dosen2 lain, bergerak membetulkan posisi duduk yang mendadak menjadi tidak nyaman. Si Bapak Dosen yang barusan ngomong, mendadak sadar… Lalu melanjutkan ucapannya.

Bapak Dosen : “Maksud saya, jaringan listri dan PDAM itu kan bisa dibangun setelah lahan yang sesuai ditemukan. Bukan sebaliknya kita membangun di daerah yang dekat dengan ketersediaan jaringan listrik dan PDAM.”
Setelah manrik nafas dalam2 untuk mengumpulkan kekuatan yang tersisa, Tati bilang : “Bapak, saya mengerti apa yang Bapak maksudkan. Sebenarnya saya sependapat dengan Bapak, bahwa jaringan listrik dan PDAM bisa dibangun belakangan. Tapi karena saya menemukan di beberapa thesis dan skripsi kedua kriteria tersebut digunakan, makanya saya masukkan ke dalam kriteria yang akan saya gunakan. Justru, melalui ujian komperhensif ini, saya mengharapkan masukan dari Bapak2 sekalian, apakah kedua kriteria tersebut akan digunakan atau tidak.”

Ujian lalu berlanjut selama sekian jam… Tati gak ingat pastinya… Yang jelas dalam ingatan Tati, begitu selesai ujian tanpa kata ba bi bu, Tati langsung ngambil motor dan pulang…

Sampai di rumah.., setelah ganti baju dan bersih2, Tati naik ke tempat tidur dan mulai melepas air mata dan rasa sesak yang tertahan selama ujian…. Dalam hati Tati bertanya2 “Apa salah saya sama Bapak itu, sehingga Beliau bisa bicara seperti itu pada saya?”

Tati mencoba mengingat2 kelakuan Tati selama di kampus…

Rasanya, gak ada yang salah.. Tati bukan orang yang berpenampilan high-class sehingga bisa membuat orang berpikiran Tati tinggi hati. Setiap ke kampus Tati cuma pakai celana panjang dengan baju kaus/tank top yang dilapis jacket or cardigan plus sepatu keds. Rasanya dandanan paling gaya adalah pake jeans boot cut dengan kemeja kotak2, plus sepatu boots. Tas branded…? Gak tuh… Tas kuliah Tati cuma slingbag atau ransel.. Gak adalah gaya wanita mapan di usia 30 something, apalagi gaya emak2 tajir… Jauh..!! Selain emang gak doyan dandan aneh2.., Tati juga gak punya duit untuk hal2 seperti itu… Hehehe. Kalo punya duit mendingan buat jalan2, beli buku, beli kaset dll deh kayaknyanya…!!!

Apa karena Tati selama kuliah selalu berjalan ke sana ke mari dengan seseorang yang di mata si Bapak terlihat mapan? Padahal sungguh mati, Tati tidak melihat teman berjalan Tati itu sebagai laki2 mapan. Tati hanya tau bahwa dia selalu ada untuk menolong Tati, dia selalu membawa Tati ke dunia yang baru, dia selalu bisa bikin Tati tertawa (dan diatas segalanya, kita ngomongnya nyambung!!). Gak ada yang lain… Tati malah menikmati saat naik motor kemana2.. bahkan naik BMW (Bebek Merah Warnanya = Honda Cup 70) sekalipun…

Jadi sisi sebelah mana yang bisa bikin Tati dicap sebagai “Orang yang mau terima jadi?” Tati mikir dan tetap berpikir, “Apa yang bisa bikin si Bapak Dosen negative thinking ke Tati…?”

Dugaan lain…, apa karena Tati belum nikah setelah usia hampir 33 tahun (waktu itu), sehingga si Bapak berpikir, “Tati gak nikah karena terlalu pilah pilih dan banyak maunya?” Tapi kok rasanya cupat banget.. Si Bapak itu kan Dosen Senior, gak mungkin lah rasanya berpikiran sempit… Rasanya gak mungkinlah Si Bapak itu menduga orang bersalah tanpa pernah tahu siapa orang itu dan apa yang telah dilakukannya… Tapi kenyataannya, Si Bapak yang gak tau apa2 tentang hidup Tati dan juga gak tahu apa yang Tati cari, bisa bicara begitu di depan umum.

Tapi Tati gak nemu jawaban atas pertanyaan Tati .. Bener2 gak nemu…

Gak lama, terdengar suara Anna, teman main Tati yang juga anak Pekanbaru tapi lain jurusan, ngajak pergi makan malam. Kita pergi makan, tapi pikiran Tati gak bisa lepas dari accident yang terjadi di sore hari..

Selesai makan, dan Anna juga sudah pulang, Tati mencoba untuk tidur.. tapi rasanya sulit… Antara sadar dengan gak sadar… Tati seakan2 melihat kembali semua yang terjadi di ruangan ujian sore itu… Seperti nonton film dengan Tati sebagai pemeran utama.. Film itu berputar dan berputar lagi.. Lagi dan lagi… Lagi dan lagi… Sampai Tati merasa sangat lelah dan terbangun dengan tubuh basah berkeringat… Setelah ganti baju, lalu minum segelas air, Tati mencoba kembali tidur… tapi film itu kembali berputar… Gak bisa dihentikan…., sampai pagi…..
Sampai saat terdengar suara azan subuh…
Masya Allah… Dalam hati Tati bertanya, beginikah yang namanya depresi? Beginikah yang namanya sakit hati karena dipermalukan…?

Pagi… setelah melakukan aktivitas rutin. Tati mencoba duduk dan berpikir tenang… Karena Tati gak nemu jawaban “Apa salah Tati sama si Bapak Dosen?”, Tati pikir yang bisa Tati lakukan adalah “tetap berlaku baik, rendah hati, tanpa rasa marah”. Satu hal yang pasti, Tati merasa harus bisa mengatasi rasa sakit ini. Karena kalau tidak, prosposal tidak akan jadi dan disetujui oleh kelima dosen, lalu tidak akan maju ke tahap penelitian, pengolahan dan analisis data, tidak akan maju ke tahap penyusunan thesis, tidak akan sampai ke tahap ujian.., lalu TIDAK AKAN SELESAI SEKOLAH..

Tapi hati Tati sakit, terlalu sakit atas penghakiman yang telah terjadi…Tati lalu memutuskan untuk memberi waktu bagi diri Tati selama 3 hari, TIGA HARI, untuk menyembuhkan rasa sakit… Selama 3 hari Tati tidak menginjakkan kaki di kampus. selama 3 hari Tati tidak keluar rumah kecuali untuk pergi makan.. Selama tiga hari Tati mencoba menginventarisir semua masukan2 yang diberikan 2 dosen pembimbing dan 3 dosen penguji.., lalu merangkumnya menjadi 5 daftar (masing2 1 daftar untuk 1 dosen), membuat catatan2 kalau ada pendapat yang sama maupun berbeda dari 2 dosen atau lebih..

Hari keempat…, Tati melangkah ke kampus.. Menguatkan hati menemui si Bapak Dosen… Begitu Tati, mengucapkan salam untuk memberitahukan kehadiran Tati di depan ruangannya, Tati melihat si Bapak Dosen termangu sejenak… Entah apa yang ada dipikirannya.. Entah menyesal, entah heran karena setelah hantaman itu Tati bisa muncul di hari keempat… Yang jelas, waktu Tati memulai konsultasi dengan mengeluarkan daftar hasil inventarisir masukan2 dari beliau waktu ujian serta beberapa catatan yang Tati buat, Tati bisa melihat bahwa Beliau berusaha merespon secara baik, bahkan sangat baik… Alhamdulillah.. Mungkin semua yang terjadi hanya ujian, untuk melihat seberapa tegar hati Tati untuk menyelesaikan sekolah kali ini…

Peristiwa ini mungkin tidak akan pernah terlupakan seumur hidup Tati… Tapi alhamdulillah tidak ada rasa dendam dan sakit hati… Tati malah menganggap si Bapak Dosen saat itu sedang punya masalah, sehingga terlepas emosi membahas proposal Tati.. Tati dan si Bapak bisa tetap berbicara dengan baik… Bahkan Tati sempat ngobrol dengan beliau saat Tati tahun lalu singgah di kampus, waktu ada pelatihan di Yogya..

Dan… buat diketahui, si Bapak Dosen ini memberikan nilai A pada saat Tati ujian Thesis di bulan November 2001, seperti 3 Dosen lainnya… (Tati dikasi liat detail nilainya sama dosen2 tersebut pada saat akhir ujian) Terima kasih, ya Bapak.. Hanya Pembimbing Utama Tati yang memberikan nilai sedikit di bawah A, sehingga setelah dirata2, nilai akhirnya adalah A.

Soal Pembimbing Utama memberikan nilai sedikit di bawah A, menurut Tati adalah tindakan yang wajar… Kok ? Thesis Tati kan tidak sepenuhnya karya Tati…, ada kontribusi si Pembimbing Utama dan juga Pembimbing Kedua, baik dalam hal pola pikir, editorial dan sebagainya. Sebagai seseorang yang sangat senior dan sangat bijaksana, wajar beliau tidak memberikan nilai A bagi karya yang ada kontribusi dirinya. Tapi beliau justru memberikan kesempatan untuk dosen2 lain menilai, apakah karya ini layak dapat A atau tidak..

Pelajaran besar dari peristiwa ini buat Tati adalah tidak boleh menyerah dalam menjalani hidup, apapun yang terjadi.. Mau nangis dulu sampai termehek-mehek, silahkan aja…. Tapi jangan lama2. Kalo kelamaan, ‘ntar hanyut, sementara rantai yang melilit diri makin tebal dan panjang… Makin susah memutuskannya.

Satu hal…, biar kan saja orang2 melakukan praduga bersalah atas diri kita.. Toh kita gak akan bisa menghabiskan waktu untuk menjelasakan “kebenaran” versi kita pada mereka… Gak ada gunanya. Buang waktu dan energi..! Tapi waktu…? Waktu akan menunjukkan siapa kita dan bagaimana kita sebenarnya.. So, keep smilin’ and cheer up, girl…!! ***