Pekanbaru Juga Seru !

Diriku baru bergabung dengan sebuah komunitas  1 Minggu 1 Cerita.  Komunitas yang mendorong anggotanya untuk menerbitkan 1 tulisan setiap 1 minggu di web atau blog pribadi masing-masing.  Tulisan itu temanya bebas, kecuali bila ada ketentuaan dari pengelola.  Daku kecebur di komunitas tersebut karena diseret-seret Teh Ani Sulaksani, si Ibu Pengembara. 😀 😀

Nah untuk minggu ini, Komunitas 1 Minggu 1 Cerita menetapkan tema Kampung Halamanku  Juga Seru! bagi para anggotanya.  Tema ini membutuhkan pemikiran buat diriku.  Bukan karena gak kenal kampung, gak pernah pulang kampung atau gak cinta kampung..  😀  Tapi justru karena sejak kecil terbiasa pulang kampung, punya banyak kenangan manis tentang kampung, cinta kampung dan selalu rindu kampung, maka selama 9 tahun 5 bulan punya blog, aku cukup sering menulis tentang Sipirok, kampung halamanku, tanah leluhurku.  Bahkan kata Sipirok menjadi Tags di Cerita Sondha.  Selama tahun 2017 yang baru 29 hari ini, di Cerita Sondha sudah ada 2 tulisan tentang Sipirok, yaitu Kuliner Sipirok, dan Sipirok, A Prospective Destination.  Karenanya untuk kali ini diriku menulis tentang  Kota Pekanbaru.

Ya, Pekanbaru adalah kampung halaman kedua bagiku.  Di kota ini aku dibesarkan sejak usia satu tahun.  Tempat aku menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja.  Tempat aku mengisi usia dewasa setelah kuliah di Bogor dan bekerja juga di Jakarta, lalu sekolah lagi ke Yogya.  Pekanbaru tempat aku hidup, bekerja, dan berkehidupan sosial.  Ya, Pekanbaru adalah kampungku, rumah bagi jiwaku, dan sampai saat ini Pekanbaru adalah tempat satu-satunya rumah yang kumiliki dari hasil kerja keras bertahun-tahun. 😀  Pekanbaru tempat aku kembali setelah bepergian kemanapun.  Makanya aku paling sebel dan geram, kalau ada orang yang merasa berdarah lokal lalu dengan seenak udelnya bilang aku adalah pendatang di Pekanbaru, hanya karena aku berdarah Batak.  Apa lagi klo yang ngomong itu gak lebih  lama tinggal di Pekanbaru dari diriku dan keluarga.  Rasanya diriku pengen ngebalas omongan gak enak itu dengan bilang, “Helloowww…. ! Kamu kali yaa,  yang pendatang !”  😀

Apa siyy serunya Kota Pekanbaru ?

Buat aku, pertama-tama  Pekanbaru itu seru karena aku banyak teman dan kenalan di sini.  Mulai dari teman keluarga, teman sekolah, teman kerja dan juga teman yang aku kenal dari teman-teman.  Karena perkembangan, Pekanbaru tidak lagi seperti dulu, ketika kita pergi ke berbagai sudut kota akan ada saja ketemu orang yang kita kenali dan mengenali kita.  Orang-orang lama Pekanbaru.

Kedua, Pekanbaru itu seru karena kotanya relatif nyaman.  Kota yang saat ini cukup besar, dan sudah semakin banyak fasilitas tersedia.  Namun Pekanbaru  terhitung kecil bila dibanding dengan Medan, Bandung, Surabaya.  Apalagi Jakarta, kota dimana langkah kita terbatas karena macet cet cet.  Di Pekanbaru kita masih gampang kalau mau pergi kemana-mana.  Gak terlalu butuh waktu panjang.

Pekanbaru juga seru karena penataannya yang cukup rapi, terutama di pusat kota.  Ada jalan-jalan dua arah yang lebar dan dibatasi jalur hijau yang asri.  Ada trotoar yang cukup nyaman untuk melakukan salah satu aktivitas kesukaanku, jalan kaki.  Di kawasan tertentu ada  jalur khusus untuk pengendara sepeda, meski pada hari kerja, jalur sepeda tersebut sering dijadikan tempat parkir oleh orang-orang yang masih kurang perduli.

Di Pekanbaru ada perpustakaan megah, dengan koleksi buku-buku yang banyak, pustaka milik pemeritah daerah Provinsi Riau.  Fasilitas yang bisa  bikin mabok kepayang para pencinta buku.

Naahhh itu kan serunya Pekanbaru untuk orang-orang yang tinggal dan besar di Pekanbaru.   Buat orang-orang yang berkunjung ?  Pekanbaru juga seru lho !   Seru banget !

Pekanbaru secara historis merupakan bahagian dari Kerajaan Siak Sri Inderapura.  Salah satu kerajaan Melayu di sekitar Selat Malaka.  Kerajaan yang besar dan jaya di masanya.  Oleh karenanya, ciri khas Melayu yang bernuansa Arab mewarnai Pekanbaru,  termasuk kulinernya.

Lokasi Pekanbaru yang strategis, dilalui oleh Sungai Siak yang berhilir di Selat Malaka.  Selat ini sejak berabad-abad merupakan  perairan  tersibuk di dunia, diarungi berbagai bangsa.  Hal ini membuat Pekanbaru juga didatangi dan dihuni oleh orang-orang dari Sumatera Barat, Batak, Jawa dan juga China.  Ditambah lagi,  adanya eksplorasi minyak bumi dan perkebunan sawit di sekitarnya, membuat Kota Pekanbaru didatangi orang-orang dari berbagai suku yang mencari peruntungan.  Maka jadilah kota ini kota yang plural, namun tak kehilangan akar budayanya.

Pluralitas yang ada di Pekanbaru menghadirkan warna yang khas pada kulinernya.  Ini adalah salah satu daya tarik  Kota Pekanbaru.  Kuliner apa saja ?

Untuk sarapan di Pekanbaru, kedai kopi menjadi pilihan utama.  Kedai kopi yang diwarnai budaya Chinese, sama sekali tidak hanya menghidangkan kopi. Ada banyak kedai kopi di seantero Kota Pekanbaru.  Beberapa di antaranya  telah ada puluhan tahun, seperti Kedai Kopi Kim Teng di Jalan senapelan, Kedai Kopi Laris di Jalan Karet dan Kedai Kopi King di Jalan Juanda.  Ketiga kedai kopi tersebut punya ke-khasan masing-masing.

Kedai Kopi Kim Teng, menyediakan kopi yang luar biasa juga aneka roti.  Beberapa tahun terakhir, Kedai Kopi Kim Teng bahkan menjadi food court yang menyediakan berbagai menu, seperti dimsum, mie pangsit dan aneka mie.   Kedai Kopi Laris juga punya kopi yang sangat enak, kopi yang dihidangkan berasal dari biji kopi yang baru dipanggang.  Salah satu makanan khas di Laris adalah soto ayam kampung.  Bubur ayam merupakan hidangan utama di Kedai Kopi King.  Diriku gak pernah bosan dengan kuliner yang satu ini.  Jadi makanan wajib ketika tubuh butuh sesuatu yang bisa membangkitkan ekstra energi di pagi hari.

Selain ketiga kedai kopi  yang sudah well-known tersebut, di Pekanbaru juga ada Kedai Kopi Liana.  Aapa istimewanya kedai kopi ini? Kedai kopi ini menyediakan aneka hidangan yang berbahan utama mie sagu.  Mie sagu merupakan salah satu bentuk hasil olahan dari tanaman sagu (Metroxylon sagu) yang banyak terdapat di wilayah Pesisir Provinsi Riau.

pekanbaru-juga-seru-cerita-sondha

Sarapan lain yang khas Melayu adalah roti canai.  Saat ini ada 2 penjual roti canai yang maknyus banget.  Kedai Canai Kuansing di jalan Diponegoro Ujung, dan Kedai Canai Tuan Prata di Jl. Mendut Pekanbaru.  Oh ya, Tuan Prata juga menyediakan teh tarik dan luti gendang, roti khas Pulau Tarempa, yang dulunya bahagian dari Provinsi Riau, namun sekarang menjadi bahagian Provinsi Kepulauan Riau.

Selain mie sagu dan roti canai, ada kuliner untuk sarapan yang sangat khas Melayu, bubur lambuk.  Bubur ini hampir sama dengan bubur Manado yang sudah well-known, terbuat dari beras yang dimasak dengan air yang cukup banyak, lalu dicampur dengan sayur-sayuran.  Khusus untuk bubur lambuk, sayur-sayurnya berupa tanaman khas wilayah Riau, seperti sayur paku (Diplazium esculentum),  dan ditambahkan dengan ikan bilis (Mystacoleucus padangensis) goreng.  Setahu diriku sampai saat ini belum ada tempat makan atau kedai kopi yang menyediakannya.  Kalau mau, harus pesan.  Setahu diriku yang menerima pesanan bubur lambuk adalah ibu Dinawati, salah satu pengurus Ikaboga Riau, pemilik usaha bolu mojo Al Mahdi di Jalan Rajawali Pekanbaru.

Saat ini ada beberapa kedai kopi baru yang juga menyediakan berbagai sarapan yang khas Pekanbaru denga penataan ruang yang lebih nyaman, Kedai Kopi Coffee Two di Jalan Setia Budi, misalnya. Jadi kalau teman-teman ke Pekanbaru, tinggal pilih mau sarapan dimana. 😀

Untuk maksi, masakan khas melayu adalah asam pedan ikan patin (Pangasius hypophthalmus) atau asam pedas ikan baung (Bagrus nemurus).  Ada banyak restoran yang menghidangkan masakan ini,  Dari warung sederhana, sampai restoran canggih dengan tempat yang nyaman.  Restoran yang terkenal dengan masakan asam pedas patin adalah Rumah Makan Haji Yunus di Jalan Kaharuddin Nasution, tak jauh dari Bandara Sultan Syarif Qassim.  Atau Rumah Makan Khas Melayu di sekitar bandara.

Kalau mau menikmati ikan asam pedas patin yang dijual oleh masyarakat lokal, teman-teman bisa nyoba di Rumah Makan Si Tjuik.  Rumah makan ini dulu lokasinya unik, di dekat pelabuhan container PT. Chevron.  Sekarang lokasinya sudah di jalan besar, di Jl. Yos Sudarso, Rumbai.

Untuk kue-kue khas Melayu adalah kue Bolu Kembojo, atau yang populer dengan Bolu Mojo, dan kue bangkit.  Ada banyak pengusaha UMKM yang menjual kedua jenis kue ini.  Bolu Mojo adalah sejenis kue basah, sedangkan kue bangkit adalah cookies yang berbahan baku tepung sagu. Favorite keluargaku adalah bolu kembojo buatan Mie mie di Jalan Pepaya.  Kenapa ? Selain rasanya memang enak, ukurannya juga kecil-kecil.   Pas untuk satu kali makan.  Sedangkan kue bangkit favorite kami kue yang dibuat kelompok usaha Kembang Sari.  Kuenya renyah dan wangi karena dikasi parutan kulit jeruk purut.

Oh ya di Pekanbaru juga ada yang jual kue-kue khas Banjar alias wadai.  Namanya warung Papadaan.  Lokasinya di Jalan Hang Tuah, di seberang SD Teladan.  Di sini juga menyediakan Soto Banjar dan Nasi Kuning dengan Ayam Masak Habang (ayam masak merah) khas Banjar.

Ada lagi yang selalu bisa didapatkan kalau berkunjung ke Pekanbaru.  Durian.  Ya durian selalu ada di Pekanbaru.  Ada banyak warung-warung di sekitar Hotel Pangeran di Jalan Sudirman yang menyediakan durian, lengkap dengan ketan sebagai teman untuk disantap.  Kalau ingin bawa pulang durian, teman-teman bisa minta penjual mengupas durian yang sudah dibeli, lalu dikemas sedemikian rupa di dalam kotak sehingga layak untuk dibawa.  Atau kalau mau lebih praktis, bisa dengan membeli lempok alias dodol durian.  Ada banyak toko yang menjual makanan khas Riau ini.

Dengan kulinernya yang luar biasa, siapa yang bisa bilang Pekanbaru gak seru ? Yuukkk ke Pekanbaru !!!  ***

minggu-1-2017

Pekanbaru di Mata Teman-teman…

Minggu lalu, seorang teman saat SMA, Connie Voster,  tahu-tahu men-share di Path-nya Memory ku tentang Pekanbaru yang aku publish di  ceritasondha.com 7 tahun yang lalu..  Dari Path beliau di-re-share ke FBnya..  Karena kami terkoneksi di Path dan FB, aku jadi tahu kalau dia men-share..  Saat aku tanya, kok dia bisa nemu tulisan jadul itu… Dia justru kaget, gak nyangka kalo sondha yang nulis blog itu adalah diriku, teman SMA nya yang dodol  banget… 😀

Re-share yang dilakukan jeung Connie, membuat arsip lama itu naik kembali ke permukaan.. Dan dibaca juga oleh teman ku, perempuan cerdas, Pimred Pekanbaru Pos, Pemimpin Redaksi Termuda di Group Jawa Pos, mak cik Afni Zulkifli.  Entah mimpi apa lah mak cik yang satu ini.., tahu-tahu blio mengirim BBM ke aku di pagi Selasa, 03 Februari 2015…

” Kenangan 25 perak dan toko-toko tua. Tulisan kaki Pekanbaru Pos hari ini. Saya menaikan tulisan masa kecil cik sondha. Semoga bermanfaat dan bisa memberi inspirasi bagi penulis lainnya.”

Gubrrraaakkkkss….

Pekanbaru Pos 03.02.2015

Sesampai di kantor, aku mencari koran tersebut… dan membacanya…  Subhanallah… Kenangan seorang Wakil Walikota, Bapak Ayat Cahyadi akan Kota Pekanbaru bersanding dengan kenanganku, yang diambil dari blog ku..   Kenangan yang menggunakan bahasa diri ku sekali, tak formal, dialek yang campur baur, efek rumah kacaupppsss…. Maksudnya efek hidup berdampingan dengan berbagai kultur…   Gak kebayang gimana pikiran si Bapak wakil Walikota punya warga yang bahasanya ancurrrrrr…  Hehehe…

Aku ingat saat mencoba untuk membantu sekelompok anak muda akan mengadakan “Pekan Wak?”  pada awal tahun 2014 dengan me-share jadwal acara mereka di FB, , ada beberapa teman lamaku yang memberi komen yang berisi tentang kenangan mereka saat kecil di Pekanbaru..  Naah kenangan beberapa teman tersebut  aku copy-kan di sini..   Semoga bermanfaat, menambahkan rasa cinta kita pada Kota Pekanbaru, “Rumah Kita”…

Jadi ingat kata Kak Tata Sapta Juwita Bahar, seandainya Pekanbaru bisa dibikin seperti dulu…. Dimana hampir semua warganya saling mengenal…  Rasanya itu tak mungkin lagi ya.. Karena Pekanbaru sudah menuju Metropolitan..  Jumlah penduduknya sudah sangat banyak.. Tak seperti 40 tahun yang lalu…  Tapi kalau lah boleh berharap…, kami berharap Pekanbaru bisa kembali menjadi kota yang “ramah ” sehingga warga kota bisa merasa nyaman, aman untuk beraktivitas..  Dan anak-anak bisa seperti kami dulu bebas bermain di berbagai penuju kota…   Semoga…

PS : Jangan heran yaa klo kenangannya ada yang lebay dan lebay bingitss… Namanya juga kenangan masa kanak-kanak.. Lihat juga kosa katanya, Pekanbaru bingits…

  • Rio Lardes Siregar Dulu kalau hari Sabtu, banyak karyawan Caltex yang datang ke depan bioskop Lativa, apakah bioskop Lativa yang gedung tua itu masih ada ya.??
  • Hotma Hasibuan · Bioskop latifa udah ga ada
     
  • Eva Sulaiman Dulu ada Sekolah Taman Kanak-kanak Perwari di samping kantor Walikota di jl.Hasanuddin bawah..banyak cerita indah ttg skolah tsb..baik guru2nya yg sagat mengayomi, pohon Flmboyan besar di halaman depan, serta cerita lucu ttg sahabat kecil yg berama Rio Lardes juga ada di TK tsb.. :))
  • Isnayana Wied Subarjo Ada taman bermain disebelah pom bensin jl sudirman, ada si abang aji ‘gilo’ dengan tas echolaknya, ada taptu drumb band dll di acara ultah TNI..
  • Adrini Issuko Wkt TK perrgi beli baju Bɑ̤̈̊®u di BOM.. Tokonya berlantaikan papan, jembatan Siaknya juga dari kayu.. Nonton film Ratapan. Anak Tiri di bioskop misbar Wira Bima, yg kala itu filmnya lagi booming… Krn masih kecil, yaa.. Digendong deh oleh kakak sepupu… Duh.. Kasian jg yg menggendongnya.. Sebelahnya ada Rumah Makan Eka Kapti… :Dhέhз:phέhз:
    http://www.riaudailyphoto.com

    Gambar diambil dari  riaudailyphoto.com

  • Isnayana Wied Subarjo Mbak nita kan sukanya es campur sama lotek rempah sari
  • Hotma Hasibuan Apa nama sebutan yg pake kuda di kota ini dulu ?
  • Sondha Siregar Bendi
  • Sondha Siregar Isnayana Wied Subarjo : taman Kaca Mayang.. Saya dan Nita Issuko pernah ikut lomba nyanyi di sana.. saya hanya sampai di final.. Nita salah satu pemenangnya.. Kita umur berapa itu, ya Nit? @ kak Eva Sulaiman : lokasi kantor walikota lama sudah jadi deretan ruko, bagian belakang jadi parkiran mall Senapelan.. @ bang Rio Lardes Siregar : bioskop Lativa, Asia semua sudah gak ada.. Pekanbaru Theater sudah jadi resto dan karaoke..
     
  • Hotma Hasibuan Yup bendi…seandainya masih ada ya….?. Aku mau jadi pilotnya hik hik…
  • Parlindungan Ravelino kenangan di pekanbaru…DULUUU…ada patung pesawat tempur di depan kantor gubernur…DULUUU…bisa main bola dan jogging di lingkungan rumah Gubernur Riau…DULUUU main bombom car di Kaca Mayang…DULUUU…setiap hari minggu pagi makan pagi bersama Opung saya di bandara simpang tiga yang sekarang sudah rata dengan tanah..hehehe..
  • Parlindungan Ravelino kalau bang Barumun Nanda kenangannya mungkin seputar bajaj tuh..
  • Sondha Siregar @ Isnayana Wied Subarjo : klo Nita Issuko siyy penyanyi beneran.. klo sondha maahh penyanyi kamar mandi..
  • Sondha Siregar @ bang Parlindungan Ravelino dan bang Barumun Nanda : bajaj Nyang… Rutenya Pasar Kodim – Jl. Durian…
  • Hotma Hasibuan Aku pernah fashion show di kaca mayang ama kakakku Shanty n kak Lidya. Marilah kita berdoa agar Allah SWT mau kembalikan masa lalu itu…….mau ga ya….? Atau lg masih ada yg main Patok lele ga ya ? He he…
  • Sondha Siregar @ Nita Issuko : di resto eka kapti itu pertama kali sondha kenal minuman bersoda, RC… Sondha juga nonton faradilla Sandy nangis di sepanjang Ratapan Anak Tiri di misbar WB alias Wira Bima… Karena hujan, penonton pada neduh, umpel2an… kita yang kecil2 rasa tenggelam…
  • Rio Lardes Siregar @ Eva Sulaiman….sahabat masa kecilku….banyak bana kanangan masa lalu yo…..ambo kadang2 takana jo siapa lari2………rupanya samo Eva yo.!!!!ha ha ha ha ha ha
  • Hotma Hasibuan Pekanbaru kota betuah tempat lahirku. Dulu masih banyak pepohonan hasilkan udara yg bersih. Teman2 kecilku pada riang bermain sepuasnya dijalan Gajah Mada depan rmh Nita apalagi dihari minggu pagi. Ada yg serius lari pagi saking seriusnya dia ga balik balik lg ya….itu si...bang Aji….he he….
  • Rudi Fajar Merasa paling hebat sedunia ketika sukses naik sepeda lewat kulim (Hang Tuah-Kulim-Harapan Raya). Pergi pagi sampai di rumah siang (haus dan lapar). Serasa keliling dunia
  • Rio Lardes Siregar Jln Diponegoro…….tempat ku dikejar2 polisi lantas yg bernama Muslim….kasihan juga dia, motornya besar kalau aku sudah mau dapat…median jalan ku lompat aku pindah jalur sebelah sambil mengeluarkan lidah biar pak polisinya ngejar lagi….ha ha ha ha ha…..kalau pak polisinya masih ada aku mau minta maaf dan traktir dia makan, biar dia kuat kejar2 aku lagi………..
  • Hotma Hasibuan Pak Muslim masih ada Yo
  • Parlindungan Ravelino oia..hampir lupa..tukang photo polaroid instant di seputaran kaca mayang dan depan pom bensin jln sudirman…pada kemana ya mereka..
  • Sondha Siregar @ Rudi Fajar : rasa berpetualang yaa… Sondha naik sepeda dr rumah jl durian ke dipo dulu, terus lewat lieghton sampai ke camp caltex..
  • Sondha Siregar dulu mereka masih suka di pinggir jalan di depan kaca mayang, bang Parlindungan Ravelino… terutama si Am, langganan abang… Tapi sekarang entah dimana lah mereka nongkrong.. ditambah lagi tugu selais sudah berpagar…
  • Sondha Siregar @ Nita Issuko : ingat kah kita saat TK naik sepeda hias…? Emak2 kita sibuk berjalan di samping kita, mengiringi…
  • Adrini Issuko Sondha: kendaraannya paling kereenn… Kalo kami jadi tukang becak waktu itu… :DНii˚⌣˚нii˚⌣˚нii..
  • Sondha Siregar @ Nita Issuko : justru Nita yang sepedanya pakai atap… sepeda Sondha tomboy kayak orangnya.. hehehe..
  • Adrini Issuko Wkt kelas 1, dadakan nyanyi di RRI, pemain pianonya adalah bang Joni wkt itu kls 5. Lagu yg dibawakan Kucingku ♡S[α̲̅]y[α̲̅]ng♡. Waahhh musiknya ngebut bangeett…., tak bisa diulang krn live… Sampai di rumah merajuk.. Nyanyinya jadi jelek… :DНii˚⌣˚нii˚⌣˚нii
  • Adrini Issuko Sondha: wkt karnaval ada yg pake pesawat2n, siapa ya? ☆Nîtα☆ lupa2 ingat.. Atau sepedanya Boni kalee?? Pokoknya keren abizz deh.. :Dhέhз:phέhз:
  • Isnayana Wied Subarjo Hahahahahahaha…. kalau sepatu rodaan di kantor gubernur lama, kak nita ikut nggak rud? Nggak kayaknya ya
  • Isnayana Wied Subarjo Hahahaha, iya kak, kami tau nyo… cuman mengingat aja. Gitu dang… hahahahaha
  • Adrini Issuko Wiwied: ndeee.. Rindu kami jadinya dengar bahasa Pekanbaru tu haa..
  • Sondha Siregar Nyooo, Dang, Doo… Ndeeee… Ndak age dooo...
  • Adrini Issuko Ada lagi Wied: icak2nya… ini haa…ga telap.. Tak ada doo…Sering teringat dg bahasa2 itu…
  • Isnayana Wied Subarjo Hahahahaha… iyaaa, ah, pengen pulang jadinya dang… pasti ‘jumpa’ sama orang2 tu hahahha, loyo tekak kata atuk2 tu

    Adrini Issuko Ndeeee…. Wiwied mau pulang? Kami mau ikut la.. Masak pula kami tak diajak… Tak aci dooo….

     Isnayana Wied Subarjo Hahahahaha… mana pulak ndak ajak-ajak… ayoklah ikut sama kami... kan kita ndak igek do… hahahha
  • Isnayana Wied Subarjo Bang rio… bagus cuman dikejar pak muslim, daripada dikejar si sulan... hehehehe
  • Sondha Siregar Bang Aji dgn seragam hansip lengkap dan nama “Soeripto” di dada, sulan, antok2 yg mutar2 kota naik sepeda ontel, Amir si tukang minyak keliling naik sepeda berhelm kuning…. Mereka mewarnai kota kita jd lebih meriah.
  • Isnayana Wied Subarjo Kak sondha… Bang aji pakai seragam pramuka kak… Hehehehe bener nggak? Bang rudi fajar yg hapal tuh secara sohibnya hahahaha
  • Sondha Siregar @ Isnayana Subarjo : bang Aji punya baju pramuka, baju hansip, bahkan baju putih gubernur lengkap dgn “jengkol” di dada kiri… . Entah siapa lah yg ngasi dia ide utk berpakaian spt itu… jgn2 Rudi Fajar…
  • Lusi Ariani Dah meninggal smw nya tu Son, tinggal si Amir masih Istiqomah naik sepeda n jualan myk…..aku paling takut klo dia lewat dpn rmh, langsung serondok
  • Sondha Siregar @ Lusi Ariani : dulu waktu kecil, sangkin takut sama Amir…, begitu ngeliat dia di kejauhan… sondha ngumpet di gorong2… hehehe…,
  • Adrini Issuko Kalo pintu rumah terbuka, eh tau2 udah ada Bang Aji sambil berpidato dan bernyanyi… Kita semua terhibur dg alunan bang Aji… Kalo bang Aji udah ga ada, mdh2n skg ada di tempat yg indah.. Aamiin
  • Adrini Issuko Wiwied: Hªª:D Hªª;) Hªª:p Hªª:D Hªª:* ……. Ondee janganlah igek2 lagi, tak enak dooo igek2 tu…. Cemana lah….
  • Sondha Siregar @ Nita Issuko : Amir yg kami bicarakan itu tukang minyak keliling, naik sepeda, pake helm proyek warna kuning, wajahnya ada totol2… orgnya tak jelas bicaranya… jd bikin anak2 kecil takut…
  • Isnayana Wied Subarjo Hehehe, kak sondha, itu belum bikin takut, yg bikin takut itu kalau ada pembangunan jembatan ada “potong leher” berkeliaran hahahaha, belum lagi ‘cindaku’ biar anak2 gak pada camping…
  • Sondha Siregar Iya ya Wied, entah kenapa laahh isu potong leher buat jembatan, cindaku pengisap darah bayi sering diucapkan utk menakut2i kita2 yg lasak saat kecil… belum lagi hantu di sembat.., yg bikin terpontang panting klo jalan kaki di samping Riau Hotel
  • Adrini Issuko Sondha; betul…betuul… Wkt masih kecil ada yg namanya Sulan… Ndeeee.. Takuuik dang…bisa terbirit2 melihat Sulan tu ha…
  • Rudi Fajar Ha ha semuanya betul. Dan juga ngeri kalau dengar cerita pelasik
  • Isnayana Wied Subarjo Nah, kalau kenangan tokoh… pasti semua tahu yg kita hormati dan banggakan om / bapak / atuk / mantri Hamid... dokter semua anak2 pekanbaru, sama om paidjan asistennya… doa terbaik untuk mereka selalu.
  • Isnayana Wied Subarjo Hahahaha ayo rud… sekalian tentang orang bunian / bunyian… hahahaha
  • Rudi Fajar Aduhh… cerita pelasik ya… Pelasik itu orang yg nggak punya belahan di atas bibir (apa tu disebut), dan pelasik itu suka nyedot darah terutama anak bayi… Hiiiii seram…. tadi sdh coba tanya Mbah Google nggak ada info tambahan ha ha ha
  • Sondha Siregar Oom Hamid, mantri yg praktek di poliklinik polisi jg menjadi perawat kesehatan keluarga kami.. sondha klo ke sana, kerjanya masuk ke ruang obat…, mungutin sendok2 plastik dr kardus tempat sampah mereka.. kadang mengamati yg kerja menggiling pil2 obat.
  • Isnayana Wied Subarjo Walau nggak punya tempat rekreasi yg hebat, tetep ngangenin, selain stanum dan petapahan, kalau ke airport sambil mampir di soto simpang tiga aja udah seruuu… Ada es doger merahnya
  • Lusi Ariani Betul…betul,,,betul,,,,,(y) walopun t4 rekreasi ga byk, tp t4 kuliner jaman dlu teuteup ngangenin, kongkow2 di bakwan sumatra, n paling fav pecel sutomo 45 n bakso Cikidin gg Pelita….malah ada sohib yg jadian disana
  • Sondha Siregar Dulu klo makan2 malam, biasanya ke medan ice cream, gelas mas, losmen pekanbaru, rempah sari..
  • Isnayana Wied Subarjo Kalau perlu barang kelontong ke toko apollo atau indola hahahaha…

Kembali ke Sabang…

Saat akan berkunjung ke Banda Aceh tanggal 16 – 18 November 2013, aku bertekad untuk nyebrang ke Sabang..

Sabang…?

Pulau Weh..  Gambar diambil dari sini...

Pulau Weh.. Gambar diambil dari sini

Iya, Kota Sabang.  Kota yang berada di Pulau Weh. Kota yang posisinya paling barat, tepatnya barat laut, Indonesia..  teman-teman pasti gak lupa lirik lagu yang biasa kita dengar saat masih sekolah..

“Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau…
Sambung menyambung menjadi satu,
Itu lah Indonesia”

Kenapa sih aku pengen banget ke Sabang, sampai bertekad segala…? Karena aku ingin melihat keadaan kota ini setelah otonomi daerah, setelah Aceh tak lagi dilanda perang…. Karena aku sudah pernah melihat Sabang dalam 2 situasi yang sangat, sangat berbeda…  Situasi yang gimana aja…?

Aku berkunjung ke Sabang pertama kali pada pertengahan tahun 1980.  Saat Sabang berstatus sebagai pelabuhan bebas alias freeport..

Aku ke sana bersama Mama, abangku Rio, adikku David, Uli dan Ivo.
Saat itu kami berangkat naik kapal dari Pelabuhan Uleulhe, dan mendarat di Pelabuhan Balohan. Waktu tempuh saat itu 3 jam.  Di tengah perjalanan, dari dak kapal, tempat kami duduk-duduk menikmati udara dan angin laut kami bisa melihat rombongan lumba-lumba menari mengiringi kapal…

Kami di Sabang hanya semalam. Kalau tidak salah ingat, kami menginap di rumah tulang (oom) nya Mama, yang rumahnya berada di bagian tertinggi Kota Sabang. Tak jauh dari depan rumah itu, ada tangga menuju deretan toko-toko yang berada di bagian rendah Kota Sabang. Deretan toko yang berada di tepi laut…

Aku ingat begitu sampai, kami dibawa Mama ke pasar, menemani beliau belanja keperluan rumah tangga, berupa pecah belah… Piring-piring, gelas-gelas merk pyrex, dan entah apa lagi..

Lalu setelah  makan malam Mama kembali membawa kami jalan.. Kali ini kami menyusuri tangga yang menghubungkan bahagian kota Sabang yang tinggi dengan bahagian yang rendah, yang merupakan lokasi pasar…

Meski sudah malam, ternyata daerah bisnis di Kota Sabang saat itu masih hidup… Masih banyak orang-orang yang melakukan transaksi bisnis… Bahkan di ujung tangga yang kami lewati ada orang-orang yang berjualan dengan meletakan barang dagangannya dengan alas seadanya…

Kota ini begitu hidup….

Keadaan jadi sangat berbeda saat aku berkunjung ke Sabang pada pertengahan tahun 1999..

Saat itu aku ikut Diklat Teknik dan Manajemen Perencanaan Pembangunan (TMPP) yang diadakan Bappenas, Depdagri dan 4 Perguruan Tinggi Negeri  di Indonesia, salah satunya Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, dan lokasi Kuliah Kerja Lapangan (KKL) nya diadakan di Sabang..

Pertengahan tahun 1999 termasuk masa yang sangat parah dari konflik Aceh..  Saat itu menjelang Pemilu pertama setelah reformasi..  Jalur transportasi darat Banda Aceh – Medan pp nyaris putus, karena jarang ada kenderaan umum yang mau mengambil resiko dicegat dijalan.  Karena situasi tersebut, menurut panitia, Sabang adalah lokas yang paling aman untuk membawa 40 orang pegawai Bappeda yang berasal dari berbagai kabupaten/kota dari 7 provinsi yang ada di Pulau Smatera (waktu itu provinsi di Pulau Sumatera hanya 8, untuk Provinsi Lampung, diklat TMPP nya dilaksanakan di Universitas Indonesia).

Pusat Kota Sabang, dulu di tempat ini tahun 1999 anak-anak bisa bermain bola sangkinkan sepi, jarang ada kenderaan melintas

Pusat Kota Sabang, dulu di tempat ini tahun 1999 anak-anak bisa bermain bola sangkinkan sepi, jarang ada kenderaan melintas

Saat aku ke sana,situasinya berbeda 180 derajat dengan situasi tahun 1980…

Kota Sabang bagai kota mati… Jalan-jalan terasa sepi… Jarang ada kenderaan dan manusia lalu lalang… Bahkan jalan-jalan yang dulunya penuh dengan aktivitas ekonomi, menjadi lengang… Bahkan anak-anak menggunakannya untuk bermain bola… Ironis sekali…

Dari data kependudukan yang kami ambil untuk keperluan laporan KKL, kami ketahui kalau pertumbuhan penduduk Kota Sabang saat itu di bawah angka nol, alias minus… Yaa, banyak penduduk yang keluar dari pulau ini karena tak ada aktivitas ekonomi yang bisa menjadi sumber pendapatan.  Kondisi ini bukan semata karena perang saudara, akan tetapi karena berubahnya status Sabang yang sebelumnya freeport.  Justru menurut penduduk setempat, penghentian status Sabang sebagai freeport termasuk salah satu yang menyebabkan rakyat Aceh bergolak menentang Pemerintah Pusat.

Oh ya…, untuk pergi ke Sabang pada tahun 1999, berangkatnya dari pelabuhan Krueng Raya.., yang Banda Aceh butuh waktu tempuh sekitar 1 jam.  Nyebrangnya naik kapal besar, yang di bagian bawahnya digunakan untuk mengangkut mobil-mobil yang mau ke dan kembali dari Sabang.  Waktu tempuh…? Sekitar 3 jam…

Saat aku ke Sabang bulan November kemaren, kami berangkat dari Pelabuhan Ulheulhe… Pelabuhan yang sudah bagus, rapi, setelah dibangun kembali pasca tsutnami..  Bahkan dermaganya dibuat sedemikian rupa hingga bebas gelombang..  Jadi penumpang naik dan turun dari kapal gak goyang-goyang, sehingga beresiko jatuh, kecemplung di laut..

Kapal Ulheulhe - Sabang Pp.

Kapal Ulheulhe – Sabang Pp.

Kapalnya…? Bagus… Ada 3 kelas.. Ada kelas ekonomi di bagian atas kapal di ruang terbuka.. , kelas yang di atasnya lagi, di ruang tertutup di bagian bawah kapal, dan kelas VIP di bagian atas kapal, persis di belakang ruang kemudi..   Berapa harga tiketnya…? Tiket kelas VIP pulang pergi, Rp.120.000,-/orang…  Waktu tempuh sekitardari Ulheulhe ke Balohan sekitar 45 menit…  Jauh lebih cepat dari yang dulu-dulu yaa…

Situasi kota Sabang sekarang jauh lebih baik dari tahun 1999.. aktivitas ekonomi jauh lebih baik.. Ini terlihat dari banyaknya kenderaan yang melintas di kota…  Pusat kota lebih ramai, meski belum seramai tahun 1980..  Kondisi infrastuktur, berupa jalan juga jauh lebih baik…    Semoga semua menjadi lebih baik di masa yang akan datang…

Baliho Promosi Wiasata Sabang

Baliho Promosi Wiasata Sabang

Oh ya.., mengingat pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan Sabang.. Di Pelabuhannya terdapat baliho promosi pariwisata, yang menurut aku, cerdas…  Membuat aku ingin segera bisa kembali ke sana, karena banyak yang belum sempat dinikmati… Mudah-mudahan bisa segera kembali…

Jadi ingat duluuuuuuu…, dulu sekali aku pernah berharap bisa kembali ke kota ini bersama seseorang, bajak laut yang pernah mengisi relung hati….  Gubrrraakkkkssss….kursi mendadak patah kakinya satu

Banda Aceh in My Memory…

Masjid Raya

Masjid Raya Baiturrahman

Mendapat kesempatan ke Banda Aceh, tentu menjadi sesuatu yang sangat, sangat, sangat menyenangkan buat aku…Meski bukan kampung halaman bagi aku, abang dan adik-adikku…, tapi kota ini dulu tidak asing bagi kami…
Ya, pada tahun 1980, Papa ku pindah tugas dari Padang Sidempuan ke Banda Aceh.. Dan Papa bertugas di sana selama 7 tahun, sampai tahun 1987..

Aku yang menetap di Pekanbaru sejak usia 1 tahun tidak pernah ikut tinggal di Banda Aceh, demikian juga abangku Rio..  Tapi setiap libur sekolah, aku selalu dikirim  ke Banda Aceh..  Emang paket…???  *wink.. wink.. wink…* Sementara bagi adik-adik ku, David, Uli, Ivo dan Noy, Banda Aceh menjadi kota kedua tempat mereka dibesarkan setelah Padang Sidempuan..  Buat Ivo, dan Noy bahkan mungkin tak menyimpan memory saat tinggal di Padang Sidempuan, karena mereka masih sangat kecil ketika pindah ke Banda Aceh..

So, target utama ku selain urusan kerjaan, ke Banda Aceh harus bisa melihat lagi kavlingan yang dulu menjadi rumah tinggal keluargaku.. Rumah dinas DJA…  Aku ingat ancer-ancer lokasinya…   Tapi lupa nama daerahnya, juga nama jalannya…  😀  Yang aku dengar dari Uli dan Ivo, lokasi rumah itu hancur saat tsunami..  Mereka berdua sempat pergi ke Banda Aceh beberapa tahun setelah tsunami…

Sebenarnya rumah itu rumah kedua yang jadi tempat tinggal keluargaku saat di Banda Aceh.. Setahun pertama, keluarga ku tinggal di sebuah rumah yang disewa oleh kantor di Jl. Pocut Baren, Gg. Anggrek..  Gak ingat lagi nomor berapa..  :D.  Tapi rumah kedua menjadi sangat kami kenang, karena lebih lama, juga lingkungannya sangat mengesankan…

Sungai di tepi jalan ke arah rumah...

Sungai di tepi jalan ke arah rumah…

Ya, untuk sampai ke rumah itu, kita harus menyusuri jalan yang di sebelah kirinya sungai.. Ada perahu-perahu nelayan.. , dan kalau kita ke tepi sungai itu di sore, kita bisa melihat banyak anak kepiting keluar dari lubang-lubang tempat tinggalnya..

Jalan menuju rumah, sudah banyak rumah-rumah lain.., tapi tidak padat…  Bahkan di depan rumah kami ada padang ilalang yang sangat tinggi…. Yang di siang dan malam hari karena tiupan angin mengeluarkan suara. “uuuuuuuuuuuu, uuuuuuuuuu…”  Nyanyian alam yang menemani tidur siang dan malam kami kalau lagi di rumah…  Sebagian besar lingkungan adalah rumah-rumah penduduk setempat dengan halaman yang luas dan banyak pepohonan..  Kami bebas bermain di luar rumah… Bahkan masuk ke padang ilalang, dan merebahkannya menjadi alas untuk duduk dan tidur-tiduran, tanpa terlihat dari kejauhan…

Lingkungan rumah itu seperti surga bagi adik-adikku….  Uli yang sedari kecil feminim dan cinta cerita putri-putri, selalu bermain di situ.., memetik bunga-bunga rumput dan merangkainya menjadi mahkota bagi dirinya…  Ivo si tomboy, selalu memanfaatkan pohon kelapa tetangga depan rumah untuk membuat sendiri benang galasan buat main layangan…  Sementara Noy, bergerak bebas dengan sepedanya menysuri jalan setapak di pinggir rawa-rawa.. Tak ada rasa takut bagi mereka untuk bermain dan menjelajah..  Tak pula ada rasa takut pada Papa dan Mama membiarkan mereka bermain bebas… Daerah itu begitu nyaman dan aman..  Bahkan Mama pun meghias pagar rumah dengan menanam berbagai macam tanaman sayur.., gambas, tomat…   Pagar rumah yang meriah…

Begitu keluar dari hotel, pak supir menanyakan kemana kami mau pergi…? Aku bilang mau lihat-lihat lokasi rumah yang dulu pernah menjadi tempat tinggal keluarga ku.  Tapi aku gak ingat nama jalannya, juga daerahnya..  Aku coba menggambarkan lokasi rumah kami yang ada ingatanku.. Supir itu bilang, itu daerah Lampulo… Yaaa.., betul.. Aku jadi ingat, nama daerah itu memang daerah Lampulo..

Jl. Tengku Diblang, Banda Aceh

Jl. Tengku Diblang, Banda Aceh

Pak Supir lalu bilang, bagaimana kalau dia membawa kami melihat kapal penangkap ikan yang mendarat di atap rumah saat tsunami..  Lokasinya di Lampulo, satu daerah dengan rumah kami dulu…  Saat menyusuri jalan yang dikirinya sungai, yang aku lihat bernama jalan Sisisngamangaraja, di sebelah kanan aku melihat ada jalan dengan plank bertulis Jl. Tgk. Diblang… Nama itu tidak asing dalam ingatanku… Aku lalu menelpon David, menanyakan apakah jalan rumah kami itu Jl. Tengku Diblang.  David bilang, dulu memang nama jalannya Tengku Diblang…

Kami lalu memutuskan untuk kembali ke jalan itu nanti, setelah melihat Tugu Kapal di Atap Rumah..  Tugu Kapal di Atap Rumah yang merupakan bukti betapa mengerikannya tsunami.. Betapa besar kuasa Yang Menciptakan tsunami.., Yang Membuat Lempeng Bumi Bergeser…  Dan saat sampai di lokasi tugu tersebut, aku baru menyadari bahwa lokasinya bila ditarik garis lurus, tak sampai 500 meter dari lokasi rumah kami dahulu…  Astagfirullah aladzim..  Kalau keluarga ku tak pindah dari Banda Aceh di pertengan 1987, dan menetap di sana sampai akhir tahun 2004, entah apalah yang terjadi pada keluarga ku…

Selesai melihat-lihat Tugu Kapal di Atap Rumah, kami kembali menyusuri jalan Tengku Diblang.  Mengikuti ancer-ancer yang diberikan David…  Di jalan itu ada kantor Polsek, rumah kami ada di jalan kedua sisi kiri jalan Tengku Diblang setelah Polsek,   Saat belok di jalan itu, aku sama sekali tak lagi mengenali daerah tersebut..  Tak ada tanda-tanda yang menunjukkan kesamaan dengan lokasi rumah yang ada dalam ingatan ku…  Semua nampak sangat berbeda…

Tak ada lagi tanah kosong di pojok jalan…  Tak ada lagi rumah dengan rerumputan yang dihiasi pohon kelapa di depannya…  Tak ada lagi barusan lalang yang nyaris tak berbatas…  Yang ada rumah, rumah, rumah dan rumah…  Jalan-jalannya terasa sempit, tak seperti dulu…

Saat melihat sebuah warung, aku memuruskan untuk turun dari mobil dan bertanya…  Ternyata pemilik warung itu orang baru.. Orang yang menetap di tempat itu setelah bencana, tapi dia menyarankan aku untuk bertanya pada pemilik warung yang sudah kami lewati sebelumnya..  Karena pemilik warung itu adalah orang lama di situ… Salah satu dari sedikit orang di daerah itu yang selamat dari tsunami…

Diteras  warung kedua itu aku menemukan seorang ibu yang sedang membersihkan sayur, dibantu anak lelakinya.  Pada ibu yang di warung itu aku bertanya, apakah dia tahu yang mana kavlingan rumah pak A. Siregar, pegawai Departemen Keuangan dulu, yang tinggal di daerah ini tahun 1981 – 1987.  Ibu di warung itu balik bertanya siapa nama anak2 pak Siregar.  Saat aku sebutkan nama 2 dari 4 orang adik2ku yang ikut Papa menetap di Banda Aceh, Davi dan Uli.  Begitu dia mendengar jawabanku, dia menunjuk ke sebuah rumah yang berada di ujung jalan itdan berkata, “Rumahnya di belakang rumah itu.  Sekarang sudah jadi Mess Keuangan.”

Ohhhhh…. Rumah yang dulu kami tempati tak lagi berada di pojok jalan..  Di tanah kosong di samping rumah, yang dulu jadi  tempat kami bermain sudah berdiri sebuah rumah dua lantai berwarna merah jambu dengan hiasan keramik biru..  Di depan rumah tak ada lagi rumah dengan halaman luas dengan pohon kelapa..  Tapi agak ke utara, ada halaman luas tanpa pagar, dengan rumah berarsitektur khas Aceh di atasnya..

Di kavlingan rumah kami dulu sudah berdiri bangunan 2 lantai, berwarna cream..  Sayup-sayup terdengar suara beberapa orang dewasa di bagian depan rumah.. Dan di balik pagar juga nampak terparkir beberapa kenderaan roda dua…

Aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan… Tak berusaha masuk ke halaman mess tersebut.., karena menurut aku tak ada juga gunanya.. Karena bangunan itu bukan bangunan yang pernah ditempati keluarga ku..  Itu bangunan baru.. Tak ada jejak-jejak keluarga ku di dalam bangunan itu…  Di situ tak ada yang tersisa dari yang dulu menjadi bahagiaan kehidupan keluarga kami..  Musnah dihantam tsunami…  Tapi kami harus bersyukur, keluarga kami tak lagi menetap di sana sampai tahun 2004…  Tak terbayangkan betapa pedihnya hati orang-orang yang terkena bencana tsunami..  Semoga tak ada lagi bencana dan kepedihan di Aceh.., dan juga di bagian dunia yang lain…  ***

Hujan….

ImageHujan selalu membawaku pada kenangan akan Kota Bogor…
Hari2 melonjak ke sana ke mari dengan baju kaus or sweater plus jeans dan sepatu keds..
Hari2 menggerombol dengan teman2…
Hari2 melambaikan tangan pada bemo dan angkot…
Hari2 membawa payung di dalam tas.. (istilahnya teman2, hanya orang bodoh yang tinggal di Bogor tapi gak bawa payung)….

Rindu pada masa muda yang penuh kegembiraan…. ***

Selamat Jalan Ibu Rustiati, Selamat Jalan Guru Favorite-ku….

Minggu 25 Desember 2011 dini hari…  Handphone CDMA-ku berbunyi di keheningan pagi… Membangunkan ku dari lelap tidur…  Hmmmm….. sebuah sms masuk.  Dari seseorang yang namanya tak terekam di phonebook ku… Saat ku buka, message itu tertulias “Ibu Rustiati meninggal dunia”.  Pesan dikirim jam 03:59 wib….

Aku tercenung saat menghayati makna kata-kata message tersebut…  “Ibu Rustiati meninggal dunia” .  Innalillahi wa innailahihi roji’un….Akhirnya…., Allah mengangkat sakit yang beliau derita….  Semoga sakit yang diderita beliau di akhir hidupnya, melepasakan dosa-dosa beliau, mendekatkan beliau kepada Allah SWT…  Semoga beliau mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT…  Dengan perjalanan hidup sebagai seorang guru yang baik, lemah lembut dan sangat sabar, Insya Allah beliau  pantas mendapatkannya…

Bagi ku, ibu Rustiati adalah salah satu Guru Istimewa di sepanajang perjalananku sebagai murid, pelajar dan mahasiswa.. Bahkan beliau buat aku The Most Special One…

Kenapa…? Apa yang sudah beliau lakukan bagi seorang Sondha, salah satu dari sekian ratus murid kecilnya…?

Ibu Rustiati binti Yasin, 10.03.1954 – 25.12.2011

Ibu Rustiati adalah seorang Guru di SD Teladan, saat aku bersekolah di sana periode 1974 – 1980… Bila kita melihatnya, hanya melihat tanpa berinteraksi, beliau bukan sosok yang istimewa.. Just an ordinary woman…  Bertubuh kecil namun tidak terlalu kecil, berkulit sawo matang, rambut ikal dengan penampilan sederhana.. Bener-benar not an eye-catching woman… Tidak mempesona….  Tapi buat aku dan juga banyak murid-,muridnya, belaiu sangat istimewa, karena beliau baik hati,  lemah lembut dan sabar….

Tapi buat aku beliau lebih istimewa lagi…  Sejak aku kelas 4 sampai kelas 6, orang tuaku mempercayakan beliau untuk membantu mengejar ketinggalan pelajaran yang aku alami karena sering tidak masuk sekolah, akibat aku yang selalu jadi “ekor ibu (almh)”… Aku selalu mengikut dan dibawa kalau ibu (almh) ku pergi ke luar kota…  Jadi lah selama 3 tahun tersebut 3 kali seminggu, kalau tidak sedang ke luar kota, aku belajar di rumah bu Rustiati…

Tapi bu Rustiati tidak hanya membantu aku mengejar ketinggalan pelajaran, tapi justru membantu melatih motorik halusku yang lemah, serta membantu membentuk pola pikir sains ku…

Beliau mengajarkan aku matematika dengan menjelaskan dengan detil dan memberikan berbagai variasi soal…  Angka 9 di raporku untuk matematika bukan hal yang asing saat itu…

Beliau membantuku mempelajari sains dengan menjelaskan kembali pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam(IPA) yang rasanya memusingkan kepala dan tidak semenarik pelajaran sejarah dan geografi bagi ku saat itu…  Aku ingat ketika kami mendiskusikan soal mikroskop,  aku bercerita bahwa ibu ku (alm) memiliki lup untuk menikmati cahaya dari koleksi perhiasan beliau, bu Rustiati menyuruhku meminta izin ibu untuk membawa lup tersebut ke rumah beliau saat aku les berikutnya…  Ibu Rustiati menggunakan lup tersebut untuk menjelaskan apa yang terdapat di buku IPA tentang mikroskop… Ya, beliau menunjukkan bagaimana lup tersebut dapat digunakan utuk membuat titik api dari caha matahari sehingga bisa membakar kertas…

Beliau juga mendorong aku untuk bisa membaca sebanyak mungkin kata dalam suatu rentang waktu, dan kemudian menyerapnya, lalu mampu mengekspresikan makna dari apa yang ku baca…  Mungkin buat para mahasiswa, itu hal yang biasa… Tapi saat itu beliau mengajarkan hal tersebut pada aku, si anak  SD, yang ingusnya aja masih belepotan… 😀  Pikiran yang sangat maju….

Sejak di tangan beliau, aku menjadi anak yang nilai-nilai pelajarannya berada di 5 besar di kelas…,  Alhamdulillah…

Setelah tamat SD,  seingat ku aku tidak pernah lagi bertemu dengan beliau… Hiruk pikuk menjadi anak SMP, SMA lalu kuliah di luar Kota Pekanbaru membuat silaturahmi kami terputus… Saat bertemu dengan guru-guru senior  di SD Teladan, aku sempat beberapa kali bertanya tentang keberadaan ibu Rustiati..  Di akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an jawaban yang aku dengar, beliau pindah mengggajar ke SD di Jl. Rokan, Pekanbaru..  Tapi aku tak sempat meluangkan waktu mencari beliau…

Aku akhirnya bertemu dengan beliau, pada bulan Agustus  Tahun 2009, saat aku dan beberap teman mendatangi beliau ke SD tempat beliau mengabdi.  Saat itu kami baru saja melaksanakan reuni SD dan mengundang guru-guru kami, tapi beliau tidak hadir.. Padahal kami, panitia reuni,  telah meminta salah seorang guru senior menyampaikan undangan pada beliau.  Ternyata beliau bermaksud hadir dan menemui kami para muridnya, tapi beliau salah melihat waktu yang tertera di undangan.  Acara kami lakukan hari Sabtu, beliau pikir hari Minggu…

Begitu melihatku bersama beberapa teman, beliau langsung mengenali diriku… Padahal rentang waktu 30 tahun pasti telah merubah diriku dari seorang anak SD menjadi perempuan berusia di atas 40…  Saat itu beliau bilang sambil tersenyum, “Sondha…”  Air mataku muncul di sudut mata ku.. Finally, aku melihat beliau lagi setelah sekian puluh tahun berlalu…

Beliau lalu bertanya :  “Bapak Ibu kamu masih ada…?”

Bapak Ibu ku yang beliau maksud adalah kedua orang tua yang membesarkan ku, yang mempercayakan beliau untuk mengajar aku di luar jam sekolah..

Aku lalu menggeleng dan berkata : “Tidak bu, mereka berdua telah pergi…  Ibu berpulang pada tahun 1987, dan bapak menyusul tahun 2001”

Ibu Rustiati lalu berkata : “Mereka berdua sangat baik yang baik, Sondha.  Mereka orang-orang yang baik.  Uang les yang mereka berikan pada saya  pada saat itu jauh lebih besar dari gaji saya sebagai guru, membantu kehidupan saya dan ibu saya.”

Aku lalu menjawab : “Saya saat itu tidak mengerti, bu.  Orang tua saya hanya menyuruh saya pergi les, lalu menitipkan amplop yang berisikan uang les setiap bulannya pada ibu.  Saya tidak tahu dan tidak mengerti berapa jumlahnya, dan tidak pernah tahu, bu.”

Beliau hanya tersenyum mendengar ucapanku…

Setelah pertemuan itu, beberapa hari menjelang Idul Fitri tahun 2010, aku menelpon beliau untuk menanyakan alamat rumah beliau agar bisa bersilaturahmi..  Tapi beliau bilang, beliau sudah berangkat ke kampungnya untuk berlebaran bersama keluarga…  Lalu aku pun tenggelam dalam rutinitas hidupku…  Keinginan bertemu dan bertemu beliau kembali, hanya menjadi keinginan yang tak diwujudkan…

Lalu, di tanggal 04 Desember 2011, telpon dari seorang teman SD yang saat ini menetap di Bogor, Ferri Daruski, membangunkan tidurku di minggu pagi…

Ferry bilang  : “Sondha dimana? Aku lagi di Pekanbaru.  Bisa ikut bersama kami mengunjungi ibu Rustiati? Beliau sedang sakit.”

Saat itu, aku yang sedang berada di Samarinda hanya bisa berkata : “Ferry, maaf aku sedang di Samarinda.  Aku tak bisa bergabung dengan kalian.  Sampaikan salam ku dan permohonan maaf pada ibu, karena belum bisa mengunjungi beliau.”

Setelah berkoordinasi dengan beberapa teman SD, akhirnya aku dan teman-teman berkunjung ke rumah ibu Rustiati pada hari Sabtu 10 Desember 2011 sore hari…

Bersama teman2 SD saat mengunjungi ibu sakit, 10.12.2011

Subhanallah…. Kondisi beliau sangat memperihatinkan…, tubuh  membengkak di sana sini.. Bahkan dari telapak kaki bu Rustiati merembes keluar cairan…  Tubuh beliau tak bisa dibaringkan karena menimbulkan rasa sakit.  jadi sepanjang hari, selama berhari-hari, beliau hanya duduk di sofa di depan televisi.  Sepertinya beliau mengalami gagal ginjal..  Ibu bilang sebelumnya beliau sempat beberapa kali menjalani cuci darah, tapi rasanya sakit sekali.  Ketika kami tanya bagaimana ini semua bermula, beliau bilang beliau kena  diabetes sejak beberapa tahun yang lalu, kemudian organ tubuh pun satu per satu tak lagi berfungsi optimal..

Tak terkatakan sedihnya melihat seorang guru yangkita tahu begitu lincah, begitu baik, begitu lembut dan sabar harus mengalami semua ini…  Tapi dibalik penderitaannya, beliau tetap tersenyum… Sabar dan ikhlas menerima perjalanan hidupnya…

Sebelum meninggalkan rumah beliau, di saat teman-teman satu per satu berjalan ke luar rumah, aku sempat berbicara berdua saja dengan beliau… Menyampaikan permohonan maaf atas segala salah ku, dan menyampaikan doa dan harap agar beliau  mendapatkan yang terbaik dari Allah SWT.

Beliau berkata pada ku : “Sondha, kedua orang tua kamu adalah orang-orang yang baik, kamu juga anak yang baik.. Ibu selalu berdoa buat kamu, nak.  Insya Allah surga buat orang tua kamu dan kamu”.  Air mataku tak lagi bisa ditahan, setelah memeluk dan mencium beliau, aku pun meninggalkan rumah itu…

Setelahnya aku kembali larut dalam kehidupanku…  Pekerjaan, proses adaptasi dalam kehidupan pernikahan yang baru ku jalani.. Menyerap waktu dan pikiran ku..   Belum sempat aku mengunjungi beliau kembali.. Belum sempat mencoba menggalang dana dari teman-teman buat membantu biaya pengobatan beliau…  Namun beliau telah pergi… Ahhhh sungguh suatu lagi pelajaran penting tentang prioritas…

Makam Ibu Rustiati, my most favorite teacher… RIP 25.12.2011

Maafkan Sondha, bu.. Semoga ibu beristirahat dengan tenang, di tempat yang lapang, sejuk  dan penuh cahaya.  Menurut Sondha, ibu berhak atas semua itu, karena ibu adalah seorang guru, guru sejati…***

Nostalgia SMA…

 

Nostalgia SMA – Paramita Rusady

Kau bercanda lucunya
Yang lainpun tertawa
Seakan saja cerita dan canda kita
Tiada habisnya

Ada yang saling cinta
Bermesra di sekolah
Slalu berdua berjalan
Di sela-sela rumput sekolah kita
Oh indahnya

Nostalgia SMA kita
Indah lucu banyak cerita
Masa-masa remaja ceria
Masa paling indah
Nostalgia SMA kita
Takkan hilang begitu saja
Walau kini kita berdua
Menyusuri cinta

Lagu ini dinyanyiin teman2 saat reuni 25 tahun angkatan ku, alumni 1986 SMA Negeri 1 Pekanbaru…  Lagu yang tadinya terasa biasa-biasa aja, menjadi terdengar indah saat dinyanyikan sambil melihat tanyangan foto-foto jadul zaman SMA… Masa muda yang indah…, penuh dengan kebadungan dan tawa…

Here some pictures kelas ku, IPA 1 yang ditayangkan saat reuni Sabtu 22 Oktober 2011 yang lalu..

berlarian sambil bercanda di halaman sekolah...

ada yang jail.... xixixix...

rame2 saat perpisahan kelas...

Weekly Photo Challange : Path

Ini untuk pertama kali aku membuat postingan untuk menjawab tantangan Weekly Photo Challange.  Kebetulan temnya kali ini “path”.. Aku mencoba mengamati arsip photo-photo yang masih tersimpan.. Pilihanku memang tidak banyak setelah aku kehilangan external harddisk setahun yang lalu karena tas tempat aku menyimpan berbagai peralatan kerja, termasuk external harddisk di dalamnya, dirampok di pinggir jalan..

Aku lalu memutuskan untuk menampilkan dua photo, photo-photo yang aku buat tanggal 14 Agustus 2011 yang lalu.
Photo yang pertama adalah photo ini..

Tangga 40, Jalan Simangambat, Sipirok

 Photo ini photo  jalan menuju ke sebuah rumah yang berada di tebing, tepat di seberang rumah Opung saya di jalan Simangambat, Sipirok.  Karena rumah tersebut berada di tanah yang berbeda ketinggian berbelas meter dari jalan raya, jalan menuju rumah tersebut berbentuk tangga..  Penduduk sekitarnya menyebut tangga ini sebagai TANGGA 40.  Aku pernah menghitungnya berkali-kali, aku lupa persisnya berapa jumlah anak tangga yang ada, tapi yang pasti BUKAN 40… 😀

Tangga ini dulu merupakan salah satu tempat nongkrong aku dan saudara-saudaraku saat kami liburan dan mengisinya dengan berkunjung ke rumah Opung..  Dari tangga ini kita dapat melihat aktivitas di teras dan ruang tamu rumah Opung yang pintunya selalu terbuka di siang hari..  Ceritanya mantau, gitu…  Jadi kita bisa tahu siapa yang mau pergi kemana, biar bisa ngikut…  Dari tangga ini kita juga bisa mendengar orang-orang dewasa memberitahukan bahwa makanan sudah siap dihidangkan di meja makan…, sehingga kami bisa segera turun dari tangga dan masuk ke rumah untuk menyerbu makanan yang serba hangat…  Ahhh indahnya liburan masa kecil di Sipirok…

Photo yang kedua, adalah photo ini…

Jalan Setapak di Sibadoar....

Photo ini adalah photo jalan setapak di kampung asal Papa ku, Sibadoar,  sebuah desa sekitar 3 kilometer dari Pasar Sipirok, Kecamatan Sipirok, ke arah Simangambat.  Jalan setapak ini telah disemenisasi.., namun salah satu fungsinya yang tidak berubah sejak bertahun-tahun yang lalu adalah sebagai tempat menjemur hasil pertanian penduduk kampung.., bisa berupa padi, kopi, cengkeh dan juga kemiri..  Pada saat-saat seperti ini, aroma padi, kopi  dan cengkeh yang khas akan menghampiri penciuman kita bila kita menyusuri jalan setapak ini menuju rumah-rumah yang berada di sepanjang jalan setapak ini…  Photo ini mampu menggugah rasa rindu ku untuk kembali berkunjung ke kampung, tanah asal leluhurku.., semoga jadi bisa menggugah orang-orang yang juga berasal dari Sibadoar yaa..  Atau juga menggugah orang yang bukan berasal dari Sibadoar untuk berkunjung ke sini..  Semoga..  ***

Putu Mayong……

“Mayyyoooonngggg…… Putu mayyyoooonnnggggggggggggg……………” “Maayyyyoooonnnngggg…..  Putu mayyyyoooonnnnggggggg…………….”  Adalah larik-larik teriakan yang acap ku dengar saat aku masih sangat belia…, di usia ku sekitar 5 sampai dengan 10 tahun…  Suara siapa, dimana, maksudnya apa…?

Penjual Putu Mayong…

Teriakan itu adalah teriakan perempuan keturunan Tamil (salah satu suku India, yang banyak di Medan) yang menjual kue putu mayong (= putu mayang), yang biasanya berdagang keliling di daerah pemukiman di kawasan Medan Baru, daerah rumah Nenek, tempat aku melewati sebagian masa kecilku…

Biasanya perempuan keturunan Tamil India itu membawa dagangannya yang diletakkan dalam tampah atau nyiru yang dilapisi lembaran-lembaran daun pisang… Saat jualan keliling daerah perumahan, tampah atau nyiru itu biasanya dijunjung di kepala… Adapun stok panganan yang mau dijual plus pelengkapnya dibawa dalam keranjan plastik yang dijinjing…

Apa itu putu mayong …? Putu mayong adalah jajanan khas masyarakat keturunan India di Medan, berupa kue dari tepung beras yang diolah sedemikian rupa dan dikukus sehingga bentuknya seperti segumpalan bihun..  Bedanya dengan putu mayang yang sering kita temukan di daerah lain di Sumatera, Jawa dan Kalimantan, putu mayong warnanya putih, dan tidak dihidangkan dengan kinca alias cairan santan yang dicampur gula aren..

Terus dihidangkan dengan apa…?  Putu mayang yang rasanya tawar itu biasanya dihidangkan bersama cenil dan gula aren yang dicairkan… Apa itu cenil…? Cenil adalah hasil olahan singkong yang diberi pewarna makanan sehingga berwarna pink..  Biasanya cenil dihidangkan dengan baluran kelapa parut…  Putu mayong dan cenil yang diberi cairan gula aren biasanya dihidangkan dengan wadah daun yang dibuat seperti pincuk…  Rasanya….? Uenaaaak…. Hehehehe…

Biasanya selain jual putu mayong, si penjual juga menyediakan lupis dan serabi..  Khusus serabi biasanya dihidangkan dengan kinca yang kental…

membungkuskan lupis dan serabi…

Pada saat ini putu mayong dan pedagangnya sudah tidak mudah untuk ditemui…  Bahkan dalam kunjunganku yang beberapa kali setahun ke Medan aku tak pernah melihatnya, apa lagi mendengar teriakan merdu “Mayoooonnnngggggg…………… Putu Mayooooooooooooooonnngggg……….”.  Terus terang aku rindu… Aku telah merasakan aneka ragam makanan yang jauh lebih bervariasi dalam rasa dan tampilan, tapi putu mayong dan cenil tetap menghuni lubuk hati ku…  Keduanya mampu membawa kenangan akan episode masa kecil yang bahagia di rumah Nenek di Medan Baru…

Naaahhhh…., pas hari lebaran, 31 Agustus 2011, aku maik motor dengan adik ku Ivo untuk suatu keperluan…   Gak jauh dari rumah, di traffic light di sekitar jalan Sei Wampu, kami melihat seorang perempuan Tamil melintas dengan menjunjung tampah dan membawa keranjang plastik di salah satu tangannya.., tapi tanpa suara…, tanpa teriakan apa pun..   Aku lalu menyapa…, menanyakan apa yang dia jajakan…  Dia bilang, “putu mayong”..  Aku lagsung meminta dia mencari tempat untuk berhenti dan membuka dagangannya.., sementara aku menepikan motor yang kami kendarai… Hehehehe… Sungguh hadiah lebaran yang istimewa… : Putu mayong dan cenil di hari lebaran…

Aku sempat bertanya, apa kah beliau sering lewat di jalan depan rumah tempat Paapa dan Mama ku tinggal…? Ternyata memang tidak, karena daerah itu memang tidak terlalu ramai.. Sudah banyak rumah yang jadi kantor, atau menjadi bagian dari gedung-gedung besar yang menghadap jalan Iskandar Muda..  Adapun rumah-rumah yang ada, lebih banyak berpagar tinggi, yang penghuninya pun tak pernah tampak batang hidungnya…, apa lagi mau jajan di depan rumah… Hmmmmm…, seperti kalau aku lain kaliingin makan cenil, aku harus mutar-mutar di sekitar Medan Baru yang masih berfungsi sebagai pemukiman yang ramah….. ****

all pics in this post were captured by my beloved sister, Ivo  Siregar..

Guru Istimewa ku…

Ini postingan dalam rangka Hari Pendidikan Nasional, Hardiknas kata orang2 saat ini..  Telat yaa.., karena Hardiknas sudah lewat 2 hari yang lalu.. Gak apa-apa lah yaa..  Kerjaan yang seabrek2 membuat energi kadang tak bersisa untuk menulis…  Cari2alasan.modeon.  Hehehehe…

Guru…

Guru  bisa berati yang mengajar di sekolah formal mau pun yang mengajar ku di tempat-tempat les.. Atau bisa juga orang yang kita anggap sebagai guru bagi diri kita karena pengaruhnya yang sangat besar bagi jalan pikiran kita.., jalan hidup kita…

Guru yang mau aku bahas kali ini adalah sosok-sosok yang punya pengaruh besar terhadap aku, terhadap jalan hidupku.. Guru-guru Istimewa..  Mereka aku temukan semasa aku menjalani pendidikan di sekolah formal mulai dari tingkat dasar sampai saat aku kuliah..  Siapa aja mereka…???  Here they are…

Ibu Syaribah.. 

Beliau adalah guru ku di kelas 1 di sekolah dasar, SD Negeri Teladan Pekanbaru.  Beliau adalah guru yang paling ajaib.., menurut aku.. Kenapa…? Karena beliau mengenalkan aku pada huruf yang sebelumnya tak ku kenal.. Beliau mengenalkan ku pada angka yang sebelumnya pun tak terlalu ku kenal.. Secara pada awal tahun 1970-an, Taman Kanak-Kanak sepenuhnya merupakan tempat bermain.., tidak ada pelajaran membaca apalagi berhitung…  Yang ada menari, menyanyi, main ayunan, main prosotan, main jungkat jungkit daaaaaaannnnnn ikut karnaval dengan menjadi kelinci dan naik sepeda hias …  Hehehehehe...

Ibu Syaribah (kanan) bersama salah satu mantan muridnya, Yasmine Attaillah..

Bu Syaribah guru yang sangat mendidik menurut aku.. Kenapa..? Karena beliau memberikan nilai yang fair, dan aku pikir itu sangat baik untuk mendorong murid-muridnya.  Di catur wulan I, aku mendapatkan nilai a untuk membaca juga berhitung… Hueeebbbbaaaatttt….? Tunggu dulu, karena aku juga mendapat nilai d berwarna merah untuk pelajaran menulis… Huhuhuhuhu…

Menulis merupakan masalah besar buat ku di masa SD.. Motorik halus ku tidak cukup berkembang di saat itu.., sehingga aku tidak mampu menulis huruf  halus kasar.., bisanya huruf kasar semua.. Hehehe.. Iya semua tulisan ditulis dengan tekanan yang kuat, sehingga kalau ada salah dan harus dihapus, justru kertasnya yang robek..  :).  Belum lagi bentuk hurufnya yang enggak sempurna… Sehingga ibu (alm) menyebutnya tulisan cakar ayam… Bisa ngebayangin gimana bentuk goresan hasil cakaran ayam…? 😀

Ibu Syaribah juga tetap peduli dengan ku meski aku sudah bukan murid di kelas beliau lagi.. Beliau melibatkan aku di kelompok tari “Selamat Datang” yang keren banget rasanya di zaman itu…  Penari di kelompok ini berasal dari murid2 SD Negeri Teladan dari berbagai kelas yang berbeda.  Mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 5.  Kelompok ini biasa tampil di berbagai acara baik yang diadakan sekolah maupun yang diadakan Dinas P dan K (Diknas zaman 70-an). Seru rasanya menari beramai-ramai di berbagai acara…

Dan bu Syaribah bukan hanya menjadi guruku, tapi juga menjadi guru dari 3 orang anak kakak ku..

Guruku yang berikutnya…  Ibu Rustiaty…

Bu Rustiaty juga guruku di SD Negeri Teladan..  Beliau sebenarnya tidak pernah menjadi wali kelasku.. Sejak aku kelas 4 sampai dengan kelas 6, bu Rustiaty selalu jadi wali kelas untuk kelas B, sedangkan aku di kelas A.  Tapi bu Rustiaty mengajarkan pelajaran Matematika dan IPA di kelas A dan juga kelas B.

Menimbang aku sering gak masuk sekolah sejak kelas 1 karena mengikut dengan Ibu (alm) bila beliau keluar kota, maka diputuskan bahwa aku harus ikut les untuk mengejar ketinggalan dari teman-teman yang lain..  Jadi 3 hari dalam seminggu aku akan diantar untuk belajar di rumah guru yang diminta orang tuaku memberi pelajaran tambahan, Ibu Rustiaty..

Aku dan beberapa teman SD saat menemui Bu Rustiaty di sekolah tempat beliau mengajar, 01.08.2009

Selain membantu aku untuk mengejar ketinggalan pelajaran, Ibu Rustiaty sepertinya juga diberi amanah untuk membantu aku memperbaiki TULISAN KU YANG CAKAR AYAM itu.. Hehehehe…  Jadilah setiap hari les, 1 jam pertama diisi dengan latihan menulis halus kasar..  Entah berapa ribu kali, entah berapa ratus lembar kertas, entah berapa batang pinsil, entah berapa buah penghapus yang sudah ku gunakan untuk menuliskan kata-kata “pikir itu pelita hati, “biduk berlalu kiambang bertaut”, “berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian” dan lain-lain.. 😀  Hasilnya…………??? Bukan satu dua kali orang memuji tulisanku yang rapi jali… Hehehehe…  Dan bukan satu dua kali buku catatanku zaman SMP, SMA sampai dengan kuliah dipinjam teman2 karena kerapiannya.. Hahahaha.. :D.  Semua itu berkat Ibu Rustiaty… Hehehehe…

Selain melatih motorik ku untuk menulis…, ibu Rustiaty juga mengajar berbagai pelajaran lain, yaitu matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, dan seluruh pelajaran yang diajarkan di kelas..

Tapi   ada pelajaran lain yang sangat istimewa…  Apa itu…???  Ibu Rustiaty yang tahu dari cerita2ku, si anak SD yang bawel, cerewet dan suka ngoceh, bahwa aku saat itu punya banyak sekali buku yang sebagian besar merupakan oleh-oleh dari Ibu (alm) bila beliau keluar kota.  Di antara buku-buku tersebut terdapat buku serial pengetahuan dengan gambar2 yang cantik dan full color, sehingga menari buat anak2 seusiaku saat itu..  Bu Rustiaty memintaku untuk membawa beberapa buku tersebut pada saat aku les..  Untuk apa..??? Beliau memintaku mememilih salah satu buku, lalu membacanya dalam jangka waktu terbatas yang beliau pantau dengan jam tangannya.. Setelah waktunya habis, aku harus menandai batas bacaanku, lalu menuliskan apa pemahamanku atas apa yang sudah kubaca.. Setelahnya, Bu Rustiaty meminta aku menghitung berapa banyak kata yang sudah aku baca dalam selang waktu yang telah beliau berikan..  Yaaa.., beliau mengajarkan aku untuk membaca dengan cepat namun juga paham dengan apa yang aku baca….  Guru SD mana ya di zaman itu yang mengajarkan muridnya seperti ini…???

Guru yang memberi pelajaran istimewa berikutnya adalah… Pak Budi (alm)..

Pak Budi (alm) adalah guru menggambar geometri saat aku belajar di SMA Negeri 1 Pekanbaru.  Kenapa Pak Budi (alm) menjadi istimewa buat aku? Padahal mungkin mantan teman2 sekelas ku tidak banyak yang ingat kehadiran beliau..  Beliau bukan tipe guru killer yang akan diingat matan murid sepanjang masa.  Beliau sangat kalem, tak banyak bicara..  Selain itu beliau juga  sangat singkat hadir di antara kami..  Saat kami di semester 3 beliau berpulang menghadap Yang Maha Kuasa..

Apa istimewanya Pak Budi (alm)..?  Buat aku Pak Budi itu istimewa karena dia berani jujur menilai muridnya…  Beliau memberikan nilai 5 berwarna merah untuk pelajaranmenggambar geometri  di rapor semester 2 ku.  Sementara di halaman yang sama di  rapor itu tidak ada satu pun angka 6.  Angka 7 pun tak banyak.., yang dominan adalah angka 8 bahkan beberapa angka 9 juga hadir..

Sakit hati…? Subhanallah… Aku sama sekali tidak sakit hati..  Aku sangat menyadari, lagi-lagi motorik halus ku pada saat itu belum mampu menghasilkan kerja yang halus..  Aku belum bisa menggambar cantik dengan menggunakan jangka…  Aku belum bisa menggunakan cat air  untuk mewarnai gambar-gambar geometrik dengan rapi.  Hasil kerjaanku lebih sering beleber sana sini… :D.

Diberi nilai 5 berwarna merah justru memacu aku untuk berlatih dan berlatih…  Sehingga ketika Pak Manurung dan kemudian Bu Rita guru menggambar yang menggantikan beliau memberikan aku nilai 8, aku di dalam hati berbisik “Terima kasih Pak Budi.  Nilai 5 berwarna merah itu sungguh menjadi pecut bagi aku… Mendorong aku untuk belajar dan belajar.. Seandainya pada waktu itu beliau memberikan aku angka yang aman, mungkin aku tidak akan punya motivasi untuk melatih jari2ku agar mampu menggambar geometrik dengan rapi.”

Guru yang juga istimewa buat aku adalah Ibu Yayah Wagiono, dosen di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB…

Mengapa beliau menjadi istimewa..? Kan aku hanya mengambil satu mata  kuliah dengan beliau, Tata Niaga Pertanian di tingkat 3…?  Beliau istimewa buat aku bukan sebagai dosen mata kuliah, meski beliau ngajarnya asyik dan mudah dicerna, tapi justru saat beliau bertugas menjadi Ketua Komisi Pendidikan di Jurusan Sosek saat itu…

Ceritanya di akhir semester 4 dari masa kuliah ku di IPB, indeks prestasi untuk semester 3 dan 4 ku hanya mencapai 1,98 alias satu koma oh la la.. (Aku pinjam istilahnya Gufron niyyy)..  Menurut peraturan di IPB saat itu aku harus mengulang seluruh mata kuliah di semester 3 dan 4 kecuali yang nilainya sudah B ke atas…  Bersama sekitar 40-an teman sekelas yang bernasib sama pada tahun itu, aku harus mengulang hampir seluruh mata kuliah kecuali 1 mata kuliah yang sudah B.., karena nilaiku adalah Rantai Carbon, alias sederetan nilai C dengan variasi 2 D dan hanya 1 B..

Membayangkan waktu yang terbuang karena harus mengulang setahun, serta membayangkan reaksi orang tua atas kegagalanku, membuat aku nekad menghadap Bu Yayah sebagai Ketua Komisi Pendidikan.  Aku minta diberikan kesempatan her buat satu mata kuliah saja..Karena bila ada 1 mata kuliah dengan 3 SKS yang nilainya bisa berubah dari D menjadi C, atau dari C menjadi B, indeks prestasi ku akan berubah menjadi dua koma oh la la..  Kalau sudah begitu  aku tidak perlu mengulang, dan aku tidak perlu mempertanggungjawabkan kegagalan ku pada keluarga….

Tapi Bu Yayah, tidak bergeming sedikit pun..  Dengan wajah yang biasa2 saja, tidak menunjukkan rasa simpati dan tidak pula menunjukkan sikap killer, beliau mengatakan pada ku… “Ingat baik-baik ucapan saya.. Pada saat ini kamu sangat ketakutan, kamu sangat sedih.. Tapi suatu saat nanti kamu akan bersyukur mendapat kesempatan untuk memperbaiki diri dengan mengulang mengambil mata kuliah-mata kuliah tersebut.  Percaya pada saya.”

Jadilah semester5 dan 6 ku menjadi semester pengulangan…  Tapi alhamdulillah kedua semester ini bukan menjadi periode yang buruk, melainkan jadi masa yang menyenangkan…  Bersama 40-an  teman sekelas yang bernasib sama, kami menjadi kompak…  Menjalani masa-masa bergaul, runtang runtung ke sana ke mari… Have fun..  Di sisi lain, di periode itu aku belajar mengatur pola belajar yang efektif, yang juga belakangan aku terapkan saat aku menempuh kuliah pasca sarjanaku… Bener2 Study Hard Play Hard…

Di akhir semester 6 ku, indeks prestasiku berubah sangat jauh.. Bahkan melebihi ekspektasiku.. Dan nilai ini menyebabkan Indeks Prestasi Kumulatif  (IPK) ku jadi tidak memalukan.. Seandainya Bu Yayah mengabulkan permintaanku untuk memberikan her untuk satu mata kuliah, dan aku tidak mengulang seluruh mata kuliah yang nilai2nya hancur2an itu, aku akan lulus dengan IPK dua koma oh la la..  Dan itu akan tertulis seumur hidup ku.. Itu juga akan membuat kesempatan ku mengambil pasca sarjana menjadi kecil…

Bisa teman2 mengerti mengapa seorang Bu Yayah Wagiono menjadi istimewa buat aku…?  Karena beliau benar, aku sangat bersyukur sudah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri.. Meski awalnya menyakitkan, menakutkan…

Terima kasih Bu Syaribah, Terima kasih Bu Rustiaty, Terima kasih Pak Budi (alm), Terima kasih Bu Yayah Wagiono…  Pelajaran yang telah kalian berikan benar-benar indah dan luar biasa, mewarnai dan membentuk diriku menjadi aku yang sekarang..  Terima kasih…

Sesungguhnya selain keempat guru ini, juga ada banyak sekali guru-guru istimewa di adalam perjalanan hidupku…, yang jasanya juga luar biasa dalam membantu membuka pintu ilmu pengetahan..  Yang bahkan nama2nya bisa saja telah  terlepas dari ingatan.. Untuk warna yang telah kalian goreskan di kertas kehidupanku…, terima kasih…  Semoga Alloh SWT melindungi guru-guruku…, membalas kebaikan yang telah mereka taburkan ke dalam kehidupan aku, muridnya…  ***

Reunion Travelling…, part 1

Hari  Rabu 30  Maret 2011 yang lalu, aku mengahadap ke atasanku.. Mohon izin untuk tidak masuk kantor tanggal 31 Maret dan 01 April…, karena mau travelling  ke Sumatera Barat  tanggal 31   Maret sampai dengan 3 April  2011.  Alhamdulillah atasanku mengizinkan…

Travelling…?  Sama siapa…?  Dalam rangka apa…?

Aku janjian travelling sama teman2 mainku saat kuliah di Bogor sekitar tahun 1986 – 1992…  They’ve been my friends for 25 years….

Ceritanya, aku, Veny, Linda dan Ati ingin travelling bareng lagi setelah kami travelling bareng ke Sing bulan Februari 2010..  Sebenarnya travelling ke Sumatera Barat sudah beberapa kali kami bicarakan pada saat kami ketemuan, yang selalu disempatkan kalau aku tugas ke Jakarta..  Topik ini semakin menguat ketika Venny, Linda dan Idien ketemu dengan Yulisman saat reunian Program Studi EPS beberapa bulan yang lalu…

Setelah itu Yulisman beberapa kali menelpon aku, menawarkan padaku dan teman2 untuk berlibur ke Sumatera Barat..

Siapa siyy Yulisman…?

Yulisman adalah teman gila ku di masa muda… Hehehehe…  Sama seperti aku, Linda, Veny, Ati dan Idien, Yulisman juga kuliah di Jurusan Sosek, kami kuliah bareng selama tingkat 2.  Tapi di tingkat 3, Linda, Veny, Idien dan Yulisman mengambil Program Studi EPS, sementara aku dan Ati megambil Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian.

Sondha & Yulisman

Sondha dan Yuli, 20 tahun yang lalu…

Tapi di luar perkuliahan, Yulisman, aku dan Avita adalah teman main sehari-hari… Kok bisa…? Ya, Vita yang kuliah di Jurusan Gi zi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga  seangkatan dengan Yulisman di Menwa IPB.  Secara aku sekost dan akhirnya bersahabat dengan Vita, aku pun terseret berteman dengan Yulisman…  Aku selalu mereka seret2 dalam berbagai kegiatan mereka.. Mendaki gunung, salah satunya…

Buat aku si anak rumahan yang sebelumnya gak pernah berurusan dengan dunia luar, mendaki gunung jauh dari semesta kehidupanku. Tapi preman yang dua ini menyeret2 aku.. Ketika aku  menangis karena kelelahan dan ingin meyerah karena rasanya gak mampu lagi berjalan, mereka tetap membujuk aku untuk meneruskan langkah mendaki gunung… Jadi ingat ucapan Vita di saat2 itu.. “Come on Sondha, no pain no gain…!!”

Bahkan dalam suatu  pendakian bertiga ke Gunung Gede yang iseng tanpa rencana dan persiapan, apa lagi izin dari pengelola kawasan, kami tersesat di gunung…  Ceritanya, karena tidak mengurus izin, kami yang memulai pendakian dari Gunung Putri, Cipanas, melambung (mengambil jalan yang bukan path pendakian) untuk menghindari Pos Jaga.  Ternyata kami melambung terlalu jauh…, dan setelah jalan berjam-jam tetap tidak menemukan kembali path yang seharusnya kami susuri untuk sampai ke puncak Gunung Gede..  Aku si nona manja, mulai menangis ketakutan…  Kami lalu memutuskan untuk berhenti.., membuka bekal seadanya, menyalakan kompor parafin dan membuat kopi dan teh untuk menghangatkan diri…  Sambil duduk dan dan mereguk minuman, kami hanya mampu memandang sinaran lampu2 dari kawasan Cipanas di kejauhan….  Yulisman lalu membujuk aku dan Vita untuk tidur dan dia tetap berjaga sampai pagi..  Dan setelah hari benar2 terang, kami kembali berjalan tapi tidak lagi mendaki, melainkan pulang…  Jangan tanya apa yang kami tempuh…  Hehehehe…

Sehari-hari, Avita dan Yulisman adalah temanku berjalan kaki menyusuri pojok2 Kota Bogor terutama di malam hari, saat sebagian besar angkot2 dan bemo sudah tidur..  Jalur favorite kami adalah menyusuri lingkar luar Kebun Raya…, mulai dari Jl. Raya pajajaran, masuk ke Jl. Jalak Harupat, lalu ke Jl. Jend. A. Yani, lalu ke Jl. Otista… Sebelum pulang, biasanya kami duduk-duduk bahkan bisa sampai berbaring leyeh-leyeh di pelataran Tugu Kujang di pertigaan Jl. Raya Pajajaran dan Jl. Otista…  Hehehehe…  Sambil berbaring jejeran, kami memandangi bintang-bintang di langit  dan bercerita tentang angan seperti apa kami 15 tahun kemudian… Hehehehe…  Bahkan untuk memberi kesan kita adalah 3 girls (not 2 girls and 1 boy), aku dan Vita memanggil Yulisman dengan Yuli.. Hahahaha…

Lalu saat jalan berempat dengan Ati, Linda dan Veny pertengahan Februari 2011 yang lalu.., ketika kami lagi di mobil muter2 Kebayaoran buat nyari tempat buat duduk,  Ibu2 yang 3 mendorong aku untuk menelpon si Yuli..

Dari hasil pembicaraan, Yulisman menawarkan kami untuk berlibur bareng di Sumatera Barat dan dia dengan senang hati akan menjadi tuan rumah….  Bahkan untuk membicarakan rencana lebih kongkrit, Yulisman akan ketemuan dengan teman2 yang di Jakarta beberapa hari setelah pembicaraan di telpon.

Hasil pembicaraan lebih lanjut, kami tidak hanya berempat ke Sumatera Barat, tapi Idien, sahabat kami yang menetap di Bogor juga akan ikut.  Juga Aries, d only man di kelompok arisan kami “Bersahabat Sampai Tua”.  Belakangan bergabung juga Gufron, teman sekelas kami yang berasal dari Sumatera Barat, tapi sekarang menetap di Jakarta, dan Nana teman main kami juga yang bahkan pada tahun 1988 ikut travelling bareng Linda, Ati, Idien dan Aries ke Yogya dan Bali.  Selanjutnya di Sumatera Barat akan bergabung teman kami Fidaus “Vampire” yang asli Sumbar dan saat ini menetap di Batu Sangkar…

Panen Jagung

Sosek 2, Tahun 1988 – 1989.  Sembilan orang yg ikut travelling ada di foto ini kecuali Veny..  Try 2 find us… Hehehehehe…

Ada satu kesamaan dari kami semua…  Kami semua pernah mengalami penundaan kenaikan kelas selama di IPB.  Bahkan kami semua, kecuali Veny merasakan 2 tahun di tingkat 2 Sosek pada tahun yaitu tahun 1987 – 1989.  Saat itu lebih dari 40 anak mengalami hal yang sama…, mengulang seluruh mata kuliah yang telah diambil pada tahun sebelumnya kecuali yang sudah dapat nilai B ke atas…  Perasaan senasib membuat kami  merasa kompak…  Kami belajar lebih serius dan sungguh-sungguh, tapi yang namanya main…, teteuuuuppp… Sehingga kata teman2, RCD membuat masa kuliah lebih fun…  Kata Aries “RCD Jaminan Kesuksesan dan Kesenangan…!!!”  Hahahaha… ***

Old and Wise…

Beberapa hari yang lalu aku menulis status di FB ku

Kemaren aku menemukan 2 lembar rambut putih di sela-sela rambutku… Tanda usia semakin tunggi, tanda waktu semakin terbatas, tanda jiwa harus semakin taqwa, tanda hati harus semakin bijak dan tegar menghadapi jalan kehidupan… semoga waktu yang telah berlalu dan masih tersisa di depan tidak menjadi kesia-siaan…

Ada beberapa komentar dari teman2…  Lalu salah seorang sahabatku sejak belia meninggalkan comment “Old and Wise kata Alan Parson Project”

Komentarnya ini mengingatkan aku akan lagu Alan Parson Project tersebut… Lagu itu punya makna yang sangat dalam..  Someone who ever filled my days, coloured my life, years ago gave me a CD that he compiled by himself with beautiful songs.. One  ofthe songs is Old and Wise by Alan Parson’s Project..

The lyrics of this song are so beautiful, so meaningful…. It’s about a bound between two people that go through the years… A bound that make them be a friend for each other, though they already old, and wise…

OLD AND WISE

As far as my eyes can see
There are shadows approaching me
And to those I left behind
I wanted you to know
You’ve always shared my deepest thoughts
You follow where I go

And oh when I’m old and wise
Bitter words mean little to me
Autumn winds will blow right through me
And someday in the mist of time
When they asked me if I knew you
I’d smile and say you were a friend of mine
And the sadness would be lifted from my eyes
Oh when I’m old and wise

As far as my eyes can see
There are shadows surrounding me
And to those I leave behind
I want you all to know
You’ve always shared my darkest hours
I’ll miss you when I go

And oh, when I’m old and wise
Heavy words that tossed and blew me
Like autumn winds that will blow right through me
And someday in the mist of time
When they ask you if you knew me
Remember that you were a friend of mine
As the final curtain falls before my eyes
Oh when I’m old and wise

As far as my eyes can see

Tajam kaaannnn…..?

Kemaren sore, as usual, aku ngobrol sama David adikku.. Ternyata dia lagi geleuuhhh sama anak laki2nya yang paling besar, bang Aldy. Geleuuhhh kenapa..?

Ceritanya Aldy sehari sebelumnya manjat jendela di asramanya, trus jatuh dan lengannya kena kaca, sehingga robek. Mengalami luka seperti itu, Aldy bukannya langsung nelpon ke rumah, dan minta Papinya untuk bawa dia ke rumah sakit, tapi malah diam dulu sehari. Setelah dibawa ke dokter, ternyata harus dijahit, dan karena telat dan ada luka yng mulai mengering, bekas luka itu akan membentuk bekas yang seharusnya bisa diminimalisir kalau pengobatan dilakukan lebih cepat. Naahh David itu geleuuhhh, kok Aldy gak langsung ngasi tau… Padahal dia tau Papinya pasti akan langsung mengurus dia, begitu dia kasi tau.. Papi juga geleuhh karena kok Aldy yang merasa udah mulai mandiri dengan memilih sekolah boarding school masih bertindak konyol dengan manjat jendela.

Kalo aku ngeliat itu kenakalan anak2.. Aldy yang meski udah berusia 12 tahun dan udah tinggal di asrama hampir satu tahun kan belum dewasa sepenuhnya.. Orang yang umurnya udah dewasa aja kadang melakukan kesalahan yang juga konyol, bahkan bisa sangat konyol.. Trus soal telat ngomong ke Papinya, yaaa namanya anak2, kan acap kali lebih senang menyembunyikan msalah, dengan harapan akan berlalu dengan sendirinya…

Kejadian ini mengingatkan aku pada kejadian di masa kecil… Kejadian yang lucu dan konyoooolllll…….. Hehehehe…

Sebagai anak yang agak2 cerdas (wweeeekkkkk………, kok mendadak mau muntah rasanya yaa… hahahaha…), aku adalah anak yang punya rasa ingin tau yang kuat, suka nyoba2… Karena masih ingusan, otaknya belum berkembang, jadi belum mikir soal resiko..

Kejadian ini terjadi saat aku berusia sekitar 8 tahunan… Salah satu hobbyku saat pulang sekolah, kalau gak ada kegiatan, adalah bermain.. Terkadang main sendiri di rumah, terkadang sama anak2 tetangga.. Salah satu permainan yang mengasyiikan, adalah main boneka yang dibuat dari kertas yang dilipat2 dan disusun seperti bentuk cross alias salib. Asyiknya apa…? Asyiknya, bikin baju2 boneka dari kertas yang digunting2…

Sebenarnya permainan ini tidak disenangi oleh ibuku.. Beliau gak suka kalo aku bermain dengan benda2 tajam, termasuk gunting. Begitu juga kali ini, begtu melihat aku bermain dengan gunting, ibuku langsung bilang : “Naaannngg, jangan main gunting….!!!” Tapi dasar anak bandel, ya teteuuupppp aja main gunting.

Setelah sekian lama bikin2 baju.., rasa bosan pun muncull… Kalo udah gitu, rasa iseng dan ingin tahu pun berkembang… Kali itu rasa ingin tahu nya tentang seberapa tajam gunting yang ada ditangan.. Maka mulailah membongkar2 rumah, mencari2 kertas yang lebih tebal, seperti karton.. lalu mencoba menggunting… Ternyata bisa.. Tajam ya, guntingnya…

Selanjutnya,aku mulai mengumpulkan beberapa jenis daun.. Pengen nyoba apa guntungnya cukup tajam buat menggunting daun.. Buat menghindari pelototan ibu, lokasi bermain pindah ke teras keluarga Pasaribu yang berada di depan rumah. Setelah dicoba memotong daun…, ternyata guntingnya tajam…!!!

Lalu… pengen nyoba, apa cukup tajam buat menggunting kain… Karena kain yang ada di sekitarku hanya baju yang ku pakai, maka aku coba menggunting pinggiran baju ku.. Padahal kalo gak salah ingat, bajunya masih baru dan cantik… Hehehe.. Ternyata kainnya tergunting.. Tajam ya, guntingnya… Hehehehe…

Terusssss, apalagi yang dicoba… Gilaku kumatttt…Aku mencoba gunting tersebut di tanganku, di sela antara jari jempol dan telunjuk telapak tangan kiriku… Ternyata…, guntingnya tajam… Tanganku berdaraaaaaaahhhhhhhhhhhhhhh…. Hehehehe…

Tahu, ini terjadi karena salah diri sendiri, aku gak nangis meski rasa sakit menyerang.. Aku juga gak berani pulang, karena tau setelah dikasi obat, ibu pasti mengomeli aku.. Hahahaha… Aku lalu masuk ke rumah keluarga Pasaribu dan minta obat merah ke Tante Pasaribu. Tante Pasaribu yang tau aku mau menghindar dari tanggung jawab, mengatakan : “Kok minta obat merah ke sini, ayo pulang sana, minta sama ibu kamu”. Hikssssssss………

Akhirnya, aku terpaksa pulang.. Menemui ibu dan minta diobat.. Ibu seperti biasa, dengan penuh sayang memberikan obat daannnn bous berupa cubitan di lengan, sambil berkata : “Tajam kan ‘nang guntingnya….? Apalagi yang mau digunting?” Hahahaha…

I love U, bu.. I miss U so much… Semoga Alloh SWT memberikan tempat yang lapang, sejuk dan penuh cahaya Ilahi..

Taman Kencana

Taman Kencana…? Yuuuppp…. Buat penghuni Kota Hujan, Bogor, atau yang pernah tinggal di kota itu, kata2 Taman Kencana bukan lah kata2 yang asing.. Taman kencana adalah nama salah satu taman kota alias Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang kesohor di kota itu. Taman ini merupakan taman peninggalan zaman bahuela, ketika Kota Bogor masih bernama Buitenzorg. Bahkan kata Chi2, teman kost ku di Pangrango 16 yang belajar Landscape di IPB, taman ini merupakan salah satu taman kota dengan landscape peninggalan Inggris abad lampau yang masih tersisa di Indonesia. Betapa berharganya taman ini yaa…

Kok tiba2 aku nulis tentang Taman Kencana…? Sebenarnya, aku lebih dari setahun yang lalu kepikiran buat nulis memories of my younger days di taman ini, saat melihat foto2 seorang teman sesama blogger di depan Macaroni Panggang yang kesohor itu.. Apa hubungannya Macaroni Panggang ama Taman Kencana????? Macaroni Panggang yang kesohor itu berlokasi di Jl Salak, Bogor lokasinya persis di salah satu sisi Taman Kencana… Tapi karena sesuatu dan lain hal, keinginan itu tinggal sampai pada keinginan… Hehehehe….

Naaahhh…, beberapa hari yang lalu, saat ngeliat2 koleksi pics di laptop, aku melihat foto2 saat beberapa bulan yang lalu menyusuri jejak masa lalu bersama gank saat kuliah.  Saat menyusuri jejak masa lalu, kami berkunjung ke beberapa tempat2 yang biasa kami kunjungi saat masih kuliah di Bogor, termasuk Taman Kencana.  Melihat foto2 itu  aku langsung membongkar folder lain yang menyimpan hasil scan foto2ku dan gank main di Taman Kencana lebuhidari 20 tahun yang lalu..

Buat anggota gank kami seperti Ati, Idien dan Venny, Taman Kencana mungkin tidak terlalu banyak mengisi memori mereka.. Tapi buat aku dan Linda, yang tinggal beberapa tahun di kos-kosan di Jl. Pangrango 16 (sekarang udah jadi Met Liefde Cafe), gak jauh dari Taman Kencana (lihat peta), jelaaassss taman ini punya banyak kenangan… Apa aja….?

Di sisi barat taman ini ada Warung Padang yang ayam gorengnya uenak banget, juga sambalnya.. Klo gak keluar rumah, atau keburu pulang sebelum makan siang, ya beli makannya di sini, meski sebenarnya Warung ini menunya kurang sehat, karena sayurnya hanya daun singkong rebus atau irisan timun.. hehehe.. Kalo malam… di deretan Warung Padang, ada Tukang Sate Madura yang satenya uenak… Kita siyy biasanya karena malas jalan, selalu minta tolong si Ipin, remaja tanggung yang bertugas bersih2 di tempat kost. Kalo ada kebutuhan kecil2, kayak sandal jepit, cemilan, pembalut sampai vitamin, di deretan ini juga ada warung yang barang2nya cukup lengkap…

Taman ini juga jadi tujuan hari Minggu pagi, untuk………. :

Pertama, nyari bubur ayam… Yoiiii… Kalo minggu pagi, di seputaran taman ini ada beberapa pedagang bubur ayam… Juga pedagang kue pancung khas Bogor.. Jadi klo pengen cari sarapan hari minggu, ya datang aja ke sini.. Kita bisa sarapan sambil duduk2 di bangku yang ada di empat sisi taman. Kalo siangan dikitttt…, juga ada tukang rujak…

Kedua, buat jogging… Yang hanya dilakukan gak lebih dari jumlah jari sebelah tangan selama beberapa tahun tinggal di Pangrango.. Karena malas2an di tempat tidur kayaknya lebih nikmatttt… Hehehehe…

Ketiga, ngecengin cowok ganteng donnnkkkk….!!! Nah kalo aktivitas yg ini, yang suka ngajakin salah satu temen kost ku juga… Padahal itu alasan doank.. Karena sebenarnya yang dia tunggu2 lewat di taman itu, teman kuliahnya yang dia taksir dan tinggal di sekitar taman.. Sementara karena PH alias Pujaan Hati ku yang dikecengin bukan anak FKH dan gak tinggal di sekitar situ, ya gak lewata2 lah… Halahhhh…. Pekerjaan sia-sia… Hehehehe..

Naaahhhh kalo sama Gank kampus, Taman Kencana menjadi tempat ngisi perut…, karena di salah satu pojok Kampus Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang berada di sisi utara taman ada tukang mie ayam.. Pada zaman itu di kalangan mahasiswa, mie ayam yg top bangets ya mie ayam Taman Kencana…

Ini ada beberapa foto jadul saat berburu mie ayam di Taman Kencana sepulang dari ngebon di kebun percobaan Dramaga… (eeeiiittttssss………….. jangan salah..!!! Kita beneran belajar tentang pertanian dan bermain dengan tanah dan lumpur, lho… At least buat anak Sosek yang katanya gaya itu, ada dua mata kuliah yang ada praktikum di kebon percobaan : Dasar-dasar Agronomi di semester 3 dan Hortikultura atau Serealia di semester 5). Karena di kebon bermandikan cahaya matahari alias berpanas2, kita jalannya lengkap dengan topi… (Btw, gayaku itu tomboy dan gualak bangetss yaaa…!!!).

Berdiri dari kiri ke kanan : Linda, Sondha, Idien, dan siapa yaaa… (bukan gank kita niyy, tapi kayaknya temannya teman kita kali yaaa…). Duduk dari kiri ke kana : Sri Rejeki (kemana ya niyy anak?) dan Ati Lubis

Kiri ke kanan : Aku, Linda (berdiri), Ati, Sri Rejeki, Idien dan not remember friend


Kiri ke kanan : Sri Rejeki, Idien, Ati dan aku

Kiri ke kanan : Linda, Ati, aku dan Idien

Kiri ke kanan : Aku, Ati, Idien, Linda dan Sri

Dan berikutnya foto2 kita saat ke sana beberapa bulan yang lalu.. Tamannya sudah dikasi pagar yang membuat pengunjung gak bisa nginjak rumput sembarangan, sehingga taman nampak lebih cantik dan terawat.. Pedestrian buat pejalan kakinya juga lebih cantik karena dilapisin keramik yang tersusun rapi.. Mudah2an taman ini tetap lestari dari zaman ke zaman yaaa….

Kiri ke kanan : Veny, Linda, aku, Ati dan Idien, 22 tahun kemudian…

Still It Takes Me By Surprise

TalkingSambil utak atik laptop…, aku membuka folder My Music di External Harddisk-ku… External ini relatif baru, dibeli untuk menyimpan data yang diambil dari laptop lama yang bulan lalu aku hibahkan ke Ivo, adikku… Di folder itu aku menemukan folder bernama Seagull yang berisikan beberapa lagu … Kayaknya folder itu folder jadul dehhh…, yang dicopy setiap kali ganti pc atau laptop… Iya… folder itu berisi lagu2 dari teman lama yang seneng musik dan punya koleksi musik yang okeh…. Salah satu lagu yang bagus dan meaningfull kata2nya ya lagu Tony Banks ini…

Aku ingin membaginya dengan teman2, mengingat lyric -nya yang indah banget dan penuh makna….

STILL IT TAKES ME BY SURPRISE….

It can be strange
In the world we live in
So many things are not how they appear
We sit and talk
Of what it doesn’t matter
The meaning of the words we use
hides behind the sound

Yet still it takes me by surprise
How the feeling overtakes me and fills my mind
With thoughts which even now I can’t control
How simple words and gestures
make the world seem right
No matter what they say
No matter what they say

It’s hard to believe
That once we met as strangers
Not knowing of the life that we would share
You lead me on
Through new ways unfamiliar
Or down a road we travelled many times before

Yet still it takes me by surprise
How the feeling overtakes me and fills my mind
With thoughts which even now I can’t control
How simple words and gestures
make the world seem right
No matter what they say
No matter what they say

The years go by
Older yet no wiser
Our hearts and minds remain as they once were
And after all the time
That we have been together
So many times we must have been this way before

Yet still it takes me by surprise
How the feeling overtakes me and fills my mind
With thoughts which even now I can’t control
How simple words and gestures
Make the world seem right
No matter what they say
No matter what they say

By : Tony Banks

Dedicated 2 U… U know who U are….

Kompot……….!!!

shorthair-woman1Teman2 pernah dengar kata “KOMPOT”…? Kompot..   Ka O eM Pe O Te..  Kompot lho, bukan kompos alias pupuk yang dibuat dari sampah yang diproses…

Kata ini keluar begitu saja dari mulutku siang ini saat ngobrol dengan kak Indria, salah seorang senior di kantor, yang beberapa bulan terakhir menjadi sahabatku…

Ceritanya kita lagi ngobrol…  Aku melihat klo rambut kak Indria di bagian samping mengintip dari sela-sela kerudungnya… Itu pasti karena potongan rambutnya pendek, sehingga gak bisa diikat atau ditahan oleh anak kerudung di bagian dalam..

Tanpa sadar dari mulutku bilang “Kak, rambut kakak tuh kompot ya…?”  Huahahaha….  Kak Indria langsung ketawa ngakak…  Dia lalu bilang, “Sondha, dari mana awak tu tau bilang kompot? dah jarang orang tau kata itu..  Coba tanya sama anak2 sekarang apa mereka tau arti kompot?  Kakak yakin mereka tak tau…”

Apa siyy artinya kompot..?  Kompot itu kayaknya siyy bahasa Melayu..  Aku tau kata ini sejak masih kecil bin imut2…  Karena almarhum ibu yang campuran Batak dan Melayu seringkali menggunakan bahasa Indonesia yang dibaur dengan kosa kata Melayu dalam percakapan sehari-hari…   Kompot itu istilah rambut yang potongannya pendek banget.., kalo orang negeri sono bilangnya yongen skoop..  Secara waktu kecil sampai dengan kelas 4 SD rambut ku selalu dipotong pendek, jadi aku selalu dengar almarhum ibu bilang rambutku kompot…

Cuma rasanya memang kata ini hampir punah…  Sudah sangat jarang digunakan…  Mestinya sekolah2 kita selain mengajarkan anak2 kita untuk mampu menggunakan bahasa international, juga mengajarkan bahasa daerah plus kosa katanya yang unik2…  Sehingga bahasa itu gak punah..

Ini niyyy si rambut kompot….

tk

Little Me...

Pekanbaru dalam Kenangan…

Ini adalah postingan buat Susan Ashley alias Susan Awuy alias Uchen, teman se-jurusan saat kuliah di Bogor.  Kita beberapa minggu yang lalu  ngobrol by Facebook.  Uchen nanya2 tentang beberapa tempat di Kota Pekanbaru yang tersimpan kuat dalam memorynya. Ternyata Susan yang lahir dan sempat menghabiskan masa kecilnya di Rumbai, sebuah daerah di wilayah Kota Pekanbaru yang menjadi pemukiman dan perkantoran bagi PT. Caltex Pacific Indonesia (sekarang PT. Chevron Pacific Indonesia), ternyata rindu dengan kota ini..  So, Tati berjanji bercerita tentang sisi Kota Pekanbaru yang sempat kita bicarakan..

So, my dear Uchen.. This is the memory of Pekanbaru, our beloved town…

sukaramai_dulu

Ini adalah gambar bagian depan Pasar Pusat Kota Pekanbaru jaman dulu.  File digital photo ini Tati dapat dari men-scan koleksi photo bagian Humas Pemko Pekanbaru, saat Tati beberapa tahun yang lalu ditugaskan membuat bahan presentasi kepala daerah.  So, buat pemilik hak cipta photo ini, dengan sepenuh hati Tati mohon izin untuk mempublikasikannya…

Pasar ini dari dulu merupakan pusat kota Pekanbaru, dan berada di jalan Jendral Sudirman yang membelah pusat kota, mulai dari daerah Simpang Tiga sampai di tepi Sungai Siak.

Di deretan ini dulunya ada toko obat, toko buku, tukang koran/majalah, toko jam dan juga toko Fauzi, yang menjual pecah belah (kamu tau dan ingat tentang toko ini, Chen?).  Tati kecil kerap sekali ke toko Fauzi, karena almarhum ibu biasa belanja di toko ini baik untuk memenuhi kebutuhan rumah, maupun untuk membeli kado buat pesta2 perkawinan.  Zaman itu kalau ada yang pesta biasanya orang memberikan kado, bukan “angpau” seperti sekarang.  Tati bahkan ingat almarhum ibu pernah membelikan satu set peralatan makan dari melamin dengan gambar disney character di toko ini, juga sebuah boneka Panda yang cantik..  Hmmmm, dimana ya boneka ini sekarang…? I really miss it…

Tati gak tau kapan pasar ini berdiri, Tapi sejak Tati nyadar tentang lingkungan di kota ini, pasar ini sudah ada..  Deretan toko  di photo ini sebenarnya berumur cukup panjang, karena pasar yang dibagian belakangnya malah sempat dibongkar dan dibangun kembali, sebelum akhirnya sama-sama  dimusnahkan untuk dijadikan Plaza Sukaramai.

Toko Indola dan Benson, seperti yang kita bicarakan…?   Hmmm toko2 itu dulunya berada di jalan HOS Cokroaminoto, atau dari deretan toko-toko yang ada di photo di atas kita tinggal belok kiri..  Ya.., di jalan HOS Cokroaminoto memang terdapat sederet toko-toko yang sangat prestisius di tahun 1970-1980-an di kota Pekanbaru..  Sekarang toko-toko yang dideretan kedua toko itu udah gak ada lagi… Sudah menjadi pelataran parkir Plaza Sukaramai.  Deretan yang di seberangnya masih ada, tapi udah gak seprestisius dulu lagi..

Tati yakin Uchen ingat banget dengan Studio Photo & Washery Jaya Baru yang tepat berada di seberang Toko Indola,..  Ya…, karena dulu di samping toko itu adalah tempat parkir bus Caltex yang membawa orang-orang Rumbai turun belanja ke Pekanbaru setiap hari Sabtu..

Toko Indola, adalah toko yang menjual pakaian dewasa, remaja dan anak, tas, jam tangan, accecories bahkan mainan anak yang semuanya barang-barang dari luar dengan model dan kualitas yang tinggi..  ini adalah tempat belanja paling bergengsi di zamannya..  Tati ingat toko ini pada generasi kedua dimiliki oleh Tante Jenny, yang entah sudah dimana kini.  Sebelum toko ini tutup, si Afung ipar Tante Jenny yang mengelola toko ini bilang Tante Jenny menetap di Singapore. Setelah Tati besar dan ngobrol dengan banyak teman, Tati akhirnya tahu ternyata dulu banyak orang yang gak berani menginjakkan kaki di toko ini, sangkinkan prestisiusnya..

Di sebelah toko Indola adalah Toko Benson.  Tati gak ingat siapa nama pemiliknya.  tapi Tati sempat tau bahwa salah seorang putra pemiliknya sempat menikah dengan Tante Jenny, pemilik Toko Indola generasi kedua.  Yang jelas laki-laki dari keluarga pemilik toko Benson ini mirip-mirip : gendut-gendut, bulat dengan rambut pada tipis…   Tati gak heran kalo kakak2 Uchen ngeledekin kalo Uchen adalah anak pemilik toko ini yang diambil oleh orang tuanya…  Hehehe…

Toko Benson menjual makanan kering.  Kamu ingat gak deretan toples kaca yang gede2 berisi biskuit, kacang-kacangan dan permennya…?  Hmmmm… Aku yakin, kamu kenal permen kojak, chelsea, fox dan pocky-pocky di toko itu, seperti juga aku.  Hehehe…

Pemilik Toko Benson ini juga memiliki Toko Mewah, sebuah toko yang berada di seberang deretan Toko Benson, tapi lokasinya agak ke dekat jalan jendral Sudirman, cuma beberapa toko dari Rumah Makan Kota Buana, yang kelezatan nasi bungkusnya tetap kamu ingat sampai sekarang… Hehehe..  Toko Mewah ini juga gak ada lagi..

Di sebelah toko Benson ada kedai kopi, tapi Tati gak ingat namanya.  Seingat Tati, Tati hanya pernah sekali masuk ke kedai kopi itu, saat bosan menunggu almarhum ibu belanja.  Lalu Toko Life, yang seperti juga toko Benson menjual makanan kering.  Tati ingat, selalu singgah di toko ini untuk membeli ice cream flipper atau woody.  Hmmmm… , Tati masih ingat es woody rasa orange yang seger banget…  Toko Life sekarang juga gak ada lagi.  Tapi menantu pemilik toko ini, Suzy, adalah salah satu pemilik boutique yang cukup punya nama di Pekanbaru saat ini : La Moda.

Di samping Toko Life ada Toko Bali.  Toko ini seperti juga Toko Indola menjual pakaian dll, tapi plus perlengkapan golf.  Tati ingat…..  almarhum ibu membelikan Tati bola golf di toko ini untuk….. main kucing-kucing alias bekel..  Hehehe..  Ukuran dan pantulan bola golf emang enak banget buat main kucing-kucing…

Di samping Toko Bali, ada Studio Photo Hollywood.  Studio ini sangat terkenal di Pekanbaru karena hasil karyanya yang bagus dan everlasting..  So, banyak sekolah yang merekomendasikan anak muridnya untuk membuat pasphoto buat ijazah-nya di sini.. Tati membuat pasphoto ijazah TK, SD, SMP, SMA dan Universitas di sini.  Pada kesempatan pulang ke Pekanbaru setelah lulus ujian tapi belum wisuda (jarak ujian dengan wisuda sekitar 3 bulanan), Tati sempat-sempatin bikin photo di sini..  Hasil karya Hollywood, bisa dilihat di sini...  Studio Photo Hollywood masih ada sampai saat ini, lokasinya sekitar 50 meteran dari depan Toko Indola.

Di samping Toko Hollywood adalah Toko Buyung, satu-satunya toko di deratan itu yang pemiliknya urang awak.  Toko ini menjual pakaian dan kelengkapannya bahkan juga koper.  Kamu tau gak siyy Chen, kalo Toko Buyung ini awalnya berada di Boom Baru.  Itu lho deretan toko-toko dekat jembatan lama yang menghubungkan bagian kota Pekanbaru dengan Rumbai.  Jembatan yang dibuka jam 6 pagi dan sore supaya kapal-kapal bisa lewat..

Kota ini sudah berubah,  banyak bangunan tua yang telah musnah ditelan zaman dan kalah dengan kepentingan ekonomi.. Tapi kenangan masa kecil yang indah yang bertebaran di pojok-pojok kota ini akan selalu tersimpan dalam diri kita..   Keindahannya akan selalu mengisi reluang hati kita…

Ini ada beberapa blog yang memuat photo2 beberapa sisi kota Pekanbaru..

  1. Diversity in Harmony

2.  Selamat Datang

Mudah2an kita bisa ngobrol lagi tentang kota ini dan perkembangannya ya…

I’m 41 Today…

Hari ini 11 Oktober 2008, usia tati genap 41 tahun…  Busseettt daaahh, udah tua ya…  Tapi kok rasanya masih belum cukup bijak dalam menghadapi kehidupan..  Kok iman masih turun naik…?  Entah lah… Sedih juga kalo-kalo diingat hal-hal buruk yang pernah terjadi…

Hmmmmm, Tati harus optimist menghadapi masa depan..  Semoga hari ini dan hari-hari ke depan membawa kebahagiaan… Semoga hari-hari ke depan akan membawa Tati dan keluarga menjadi lebih dekat dengan Alloh, Pemilik Semesta…

Ini ada beberapa pics jadul saat merayakan ulang tahun di masa kanak-kanak dan masa remaja…

Saat ultah ke-5. Diarayakan di sekolah TK Pertiwi Provinsi Riau, di Jl. Siberut Pekanbaru. Sekolah ini jadi sekolah keluarga kita, karena keempat ponakan Tati yang lahir dan besar di Pekanbaru juga sekolah TK di sini... Yang lagi baca puisi adalah Devit Putra Arda, teman sekelas di TK dan juga di SD yang pinter baca puisi...

Bersama almarhum Ibu saat merayakan Ultah ke-9, di rumah Jl. Kundur Pekanbaru...

Juga bersama Almarhum Ibu saat merayakan ultah ke 14. Dirayakan di rumah Jl. Durian Pekanbaru.. Ternyata itu sudah 27 tahun yang lalu yaaa...

Bersama Syahida (baju warna2) dan Farida (rok hitam), dua sahabat sejak belia, di ultah ke 18. Syahida pagi ini nelpon ngucapin selamat ultah.. Masihh ingat juga dia sama ultah Tati... Thanks, ya bu...

Buat keluarga dan sahabat yang telah mengisi hari-hari Tati, yang selalu bersama Tati dan selalu mendoakan Tati…  Terima kasih ya… Cuma itu yang bisa dikatakan buat segala cinta dan kebaikan yang telah diberikan.. 

I love you all…

Aek Silo dan Nanggar Jati

Aek Silo dan Naggar jati merupakan icon Hanopan buat keluarga kami.

Aek Silo..? Apa itu…? Aek itu artinya secara mikro sih air, tapi arti yang lebih luas adalah sungai. Terus silo artinya apaan? Tati gak tau… Mungkin silau kaii yaa… Sangkin beningnya itu air jadi bisa bikin silau mata yang memandang…

Aek Silo adalah nama sebuah sungai yang berbatu yang terdapat di Hanopan, kampungnya Mama dan juga Opung Lintje (opung-nya Tati). Mama yang masa kecilnya dihabiskan di Hanopan, memperkenalkan sungai berbatu ini pada kami anak-anaknya..

Ceritanya duluuuuu bangeeeet, saat kami masih kecil-kecil, kalo liburan di Sipirok, Mama suka mengajak kami menikmati alam dengan mandi-mandi di sungai ini.. Rasanya asyik dan seruuuuuu banget… Mana kita suka jalan di sela-sela batu yang besar ke arah datangnya air… Makin ke atas (hulu) airnya makin deras, makin bening….Kita bisa main di sungai dari siang sampai sore… Jangan takut kelaparan, karena Mama sudah menyiapkan ransum yang cukup untuk dikonsumsi satu batalyon tentara untuk anak-anaknya yang enam ekor. Hehehe..

Nah kenangan masa kecil yang indah melekat erat di memory Tati bersaudara, sehingga kita juga memperkenalkan Aek Silo pada para kurcaci saat pulang kampung rame2 kemaren.. Tapi sayang air di sungai ini gak sebening, sedalam dan sederas dulu… Jadi berendamnya juga gak seasyik dulu…

Ekosistem yang berubah, catchment area yang menyempit membuat air-air sungai juga jadi berkurang… Sedih yaa… Cucu-cucu kita masih bisa menikmati berlibur dengan mandi-mandi di sungai, gak yaaa….??? Para pengeksploitasi alam, tolong balekkan (kembalikan) sungai kami..

Mami Uli menemani kedua putrinya, Monnic dan Esther, main air di Aek Silo

Aek Silo yang semakin dangkal dan tidak se’silo’ dulu… Kurcaci main air ditunggui Evi, the bs, sambil diawasin Tante Pos (t’shirt merah) dan Mama Nhoy (t’shirt putih), sementara Mami Uli menemani Samuel menyusuri bebatuan ke arah datangnya air

Lalu bagaimana dengan Nanggar Jati..? Gunung Nanggar Jati, demikian orang-orang di daerah ini menyebutnya, adalah sebuah gunung yang bentuknya unik, seperti jari telunjuk.. Kalo menurut Tati, Nanggar Jati siyy lebih tepat disebut bukit kali yaa… tapi ya udah kita ikutin aja sebutan masyarakat yang udah berpuluh tahun.

Menurut hikayat setempat gunung ini merpakan salah satu stairway to heaven yang patah… Hehehe.. Setiap kembali ke Hanopan, kita selalu ingin memandang kembali Naggar Jati.. Rasanya ada yang kurang kalo ke sana gak memandang Naggar Jati.

Here d pic of Nanggar Jati…

Nanggar Jati dengan latar depan perbukitan dan sawah setelah panen dari dua titik pandang yang berbeda..

Sipirok….

Sipirok adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, dan sekarang termasuk Kabupaten Angkola Sipirok, dengan ibukota kecamatan Pasar Sipirok, yang lebih populer disebut juga Sipirok.

Tati enggak ingat kapan pertama kali menginjakkan kaki ke daerah ini, secara sejak masih kecil banget Tati sudah dibawa pulang ke rumah Opung yang berada di Sipirok. Tati bahkan enggak pernah ingat sudah berapa kali pulang kampung ke Sipirok. Sipirok rasanya sudah menjadi bahagian hidup Tati, meski setelah dewasa frekuensi pulang ke sana tidak lagi se-intens pada masa kanak-kanak.

Ngapain sering-sering ke Sipirok?

Meski kampung keluarga Tati sebenarnya ada di Sibadoar, sekitar 3 km dari Pasar Sipirok ke arah Simangambat, tapi keluarga kami pulang kampungnya ya ke Sipirok, karena di situlah rumah Opung, orang tuanya Papa. Tepatnya di jalan menuju Simangambat. Secara Papa bersaudara sangat dekat dengan Opung (ibu Papa, ayah-nya Papa sudah duluan meninggal pada tahun 1965), jadi Papa bersaudara sering sekali pulang kampung, dan kami anak-anaknya juga diangkut buat pulang kampung… Bahkan bisa dua kali setahun, yaitu saat tahun baru dan saat ultah Opung di bulan Juli. Akibatnya Sipirok benar-benar menjadi bahagian hidup keluarga Tati.

Sekarang pun setelah Opung meninggal sekitar 19 tahun, kami tetap saja cinta dan rindu untuk pulang ke Sipirok.. Meski rumah tidak lagi sehangat dulu… Karena tidak ada lagi suara Opung yang menyambut kami di teras rumah kalau kami tiba dengan ucapan “Ma ro hamu, Amang (nak)? Ma ro hamu, Opung (cucu)? Keta-keta tu bagas (ayo, ayo cepat masuk rumah)… Na ngalian do di son (di sini dingin banget)…”. Tidak ada lagi Opung yang gak pernah diam, selalu sibuk menyediakan keperluan anak cucunya yang seabrek-abrek.. Tidak ada lagi Opung yang selalu berteriak pada sepupu-sepupu yang tinggal bersamanya agar segera membereskan keperluan kami dengan ucapan “Pasigop (cepetan)….!!!”. Tidak ada lagi yang membuat dodol dari tepung beras dengan menggunakan kuali yang sangaaaatttt besar di bagian samping rumah… Tidak ada lagi yang menyediakan sup tulang lengkap dengan kentang dan wortel yang masih ngebul di meja makan setiap kali kita makan…

Sipirok tuh daerah yang dingin… Kalo kita bernapas bisa keliatan asap keluar dari rongga hidung kita.. Tati ingat waktu Tati kecil, selama di Sipirok, berurusan dengan mandi adalah hal yang menjengkelkan, karena airnya dingiiiiiiiinnnnnn buanget.. Jadi kalo mo mandi tuh nunggu matahari sudah tinggi, itu pun pakai air panas yang dimasak atau pergi mandi ke permandian air panas (belerang), Aek Milas Sosopan (pulang kali ini Tati sempat pergi mandi air panas, tapi yang di Padang Bujur).

Permandian Aek Milas Sosopan, Juli 2008

 

Permandian Aek Milas Sosopan, Juli 2008

 

Permandian Aek Milas Sosopan, Juli 2008

 

Sipirok juga punya pemandangan yang indah… Kemanapun kita memandang, yang selalu nampak di latar belakang adalah warna hijau pegunungan…, perbukitan… Membuat adem hati yang memandangnya…

Suatu sisi Sipirok yang dipotret dari Pesanggrahan (Mess Pemda Sumut)

 

Dulu, di Sipirok kita akan menemukan rumah-rumah panggung berbahan kayu, yang eksotis di mata Tati.. Tapi kini mulai berganti dengan rumah berbahan batu bata… Bahkan biskop yang dulu terletak sekitar 50 meter dari rumah lama Opung sudah tidak ada lagi, berganti dengan bangunan rumah dari bata.

Sebuah rumah kayu yang sejak Tati kecil "cantik" di mata Tati. Mana lokasinya di tebing pula.. This house must have beuatiful view.. Sayang Tati gak pernah sampai ke terasnya karena gak kenal dengan pemiliknya..

Sebuah rumah kayu yang juga indah di mata Tati. Lokasinya tepat di seberang rumah Opung yang di bawah (Opung punya 2 rumah. Rumah yang lama dari kayu berada di lokasi yang lebih tinggi, sehingga kita menyebutnya dengan rumah atas. Rumah yang dibangun belakangan terbuat dari bata berada lebih rendah sehingga kita menyebutnya sebagai rumah bawah (bagas na di lombang). Tapi modernisasi udah menyentuh rumah ini, ada parabolanya, di depan rumah pula.. Agak2 merusak keindahan rumah ini.. Hehehe. Btw pic ini diambil dari atas mobil saat mau pergi, agak terburu-buru jadi keliatan ada spion mobil. Kalo di-cropping gambar rumahnya yang terpotong..

 

Temans… Silahkan dinikmati beberapa pics Sipirok yang sempat Tati ambil saat pulang ke sana minggu lalu.. Mungkin pics ini juga bisa menjadi pengobat rindu bagi temans dan kerabat yang telah lama tidak kembali ke sana.. Siapa tahu pics ini bisa mengetuk hati temans dan kerabat untuk berkunjung kembali ke sana…

Pertigaan Pasar Sipirok, lengkap dengan bus Sibualbuali yang lagi parkir. Bus dengan nama ini merupakan angkutan masyarakat di Sipirok selama puluhan tahun. Nama bus ini diambil dari nama gunung dimana daerah Sipirok berada di kaki gunung tersebut.

Dua buah pics pasar Sipirok pada saat Poken (pekan) Kamis, hari yang ditunggu-tunggu masyarakat, karena pada hari ini jenis dan jumlah barang yang diperdagangkan lebih bervariasi dan banyak. Biasanya penjual dan pembeli yang bertransaksi di poken ini tidak hanya berasal dari Pasar Sipirok, tetapi juga daerah-daerah di sekitarnya. Tati dan saudara-saudara sangat menunggu poken ini, karena hanya pada poken ini ada yang menjual makanan tradisionil secara komplit, seperti panggelong, lemang dll.

 

Suasana di lingkungan Hotel Tor Sibohi, hotel yang representatif di Sipirok, meski layanannya masih lelet. Saat musim liburan (seperti waktu Tati dan keluarga ke Sipirok) kamar-kamar di hotel ini penuh. Tati juga melihat ada bule juga yang menginap. Kebetulan adik Tati, Nhoy, punya teman yang kerja di travel yang bisa memberikan kita voucher untuk menginap di sini dengan harga yang lumayan, sekitar 60% dari harga kalo reservasi di hotel.

 

Pemandangan ke arah pegunungan di Sipirok dari teras kamar di hotel Tor Sibohi. Setiap pagi dan sore selama di sana Tati gak bosan-bosan memandangnya... Kebayang gak siyy kalo kita bisa duduk di teras hotel ini di pagi dan malam hari with our beloved one...? Hmmm... it's so romantic, isn't it..?

 

Bring Harjo Dalam Kenangan….

Pasar Bring Harjo

Saat Tati jalan kaki malam hari (17 April 2008) bersama teman2 menyusuri jalan Malioboro dari Toko Mirota Batik ke Hotel Ibis, kita melintasi depan Pasar Bring Harjo… Saat melihat pasar tersebut, Tati tiba2 jadi ingat seseorang… Siapa..?

W I W I K…

Wiwik dosen di Universitas Tanjung Pura Pontianak. Beliau teman sekelas Tati saat ngambil Program Penginderaan Jauh Angkatan 1999 di UGM. Di angkatan itu perempuan cuma 3 orang dari 13 orang seangkatan… : Tati, Wiwik dan Aida. Tapi Tati nempelnya dengan Wiwik, karena umur kita sepantaran.. jadi frekuensi-nya lebih nyambung.. Ditambah lagi perjalanan kita masing2 udah cukup panjang, jadi kita sama punya pemikiran “life is not so simple“.. Saat otak Tati dan Wiwik udah terkontaminasi dengan debu2 kehidupan (hehehe), Aida, temen perempuan kita yang satunya lagi, zaman itu tuh masiyy lugu dan polosss banget… Jadi kadang ada beberapa hal yang kita berdua belum bisa membaginya dengan Aida…

Wiwik bener2 sahabat yang baik.. Gak takut mengatakan hal2 “yang menyakitkan” buat Tati dengan tujuan mengingatkan.., meluruskan…, membangkitkan di saat Tati terkadang gak tentu arah karena suatu masalah.. Tati selalu ingat Wiwik beberapa kali bilang dengan logat Melayu Pontianak yang kental..

Buk.., kame (kami) tuh kalo liat kamu tuh kesannya kuat, penuh semangat… Rasanya saya pun ikut terbakar semangat kamu.. Tapi kenape jak, gara2 persoalan yang satu ini kayaknya jadi gimana, gitu..? Mana ketegaran kamu? Mana semangat kamu..?”

Kali lain Wiwik berkata :

“Buk, jadi orang tuh ati2 lah sikit… Tingkah laku kamu tuh terlalu cuek.. Tak baek lah… Tak sedap di mata orang. Meski kamu tak mengapa-ngapa, tapi orang kan tak tau..”

Kali lain…

“Buk, jadi orang punya pendirian lah sikit… Jangan mencla mencle… Jangan jatuh karena perasaan.. Tegar, buk, tegar….”

Makasih ya Wik udah jadi sahabat Tati… yang selalu sabar ngingatin Tati untuk gak jatuh terpuruk…

Terus apa hubungannya WIWIK dengan Pasar Bring Harjo…?

Wiwik itu selama di Yogya tuh gak cuma sekolah.. Terus doski ngapain..? Doski juga bakulan… Bakulan..? Iya, jualan… Jualannya gak di Yogya, jualannya di Pontianak, dikelola oleh kakaknya. Di Yogya justru tempat belanja barang2 yang mau dikirim dan dijual di Pontianak.. Naah.. belanjanya di Bring Harjo.. Wiwik tuh sampai punya tempat belanja langganan, namanya Mbak Leni…

Secara kita sering main berdua, Wiwik jadi suka ngajak Tati buat nemenin dia belanja, dan bantu ngangkatin barang juga… Buseet dehhh, jauh2 Tati ke Yogya, ehh dijadiin tukang angkat barang sama beliau.. Hehehe… Jadi kalo habis belanja tuh.. Tati yang bawa motor, Wiwik ngegonceng di belakang sambil megangin setumpuk barang… Waduuuhhhh hebooohhh aja …!!

Tapi parahnya… Bring Harjo juga menjadi tempat pelarian kalo pikiran mumet karena berbagai pukulan dalam proses mengerjakan tesis… Kalo udah gini, kita emang harus mampu mengendalikan diri untuk tidak lari… Kalau enggak, bisa enggak selesai tuh sekolah…

Sampai saat ini, Tati dan Wiwik masiyy berkomunikasi.. Ya, paling enggak berapa bulan sekali kita tuh masih telpon2an..

Malam itu saat melintasi Malioboro, Tati mengirimkan SMS ke Wiwik : “Buk, kame lagi melintasi depan Bring Harjo.. Jadi ingat Ibuk…”

Beberapa waktu kemudian, saat Tati lagi duduk2 di pinggir jalan nungguin teman2 berburu kaos Dagadu di daerah Ngasem telepon Tati berdering… dari Wiwik…

Tati : Assalammualaikum, buk....

Wiwik : Apa kesah (cerita), buk? Ngape (mengapa) ke Yogya…? Bernostalgia, kah..?

Tati : Enggak, buk. Sama rombongan kantor… Ada kegiatan. Kami lewat di depan Bring Harjo, jadi ingat, ibuk…

Wiwik : Hehehe.. Kame pikir masiyy nak bernostalgia…

Tati : Dah (sudah) lewat musim, buk… Apa kesah? Masih kah bakulan?

Wiwik : Masih lah, buk. Hobby… Justru PJ tuh jauuhhhhhh, jak…!! Saye (saya) tuh sebenarnya nak (mau) telpon, ibuk… Mau konsultasi..

Tati : Konsultasi..? Konsultasi apa? Macam kan tau aja lah kame (kami) niyy… Kame (kami) pun dah makin jauh dari PJ.. Sekarang urusannya pariwisata, buk…

Wiwik : Ha…? Kamu tak di di kantor lama lagi, kah? Ngape?

Tati : Tak lagi. Kami sekarang di Pariwisata. Cari pengalaman, buk… Hehehe..

Wiwik : Saye nak tanya, gimana meindentifikasi sebaran nipah melalui citra Landsat..

Tati : Huahahahaha…. Udah jauh betul lah dari saye, buk… Hehehe..

Wiwik : Nak (mau) tanya ke pak Hartono (dosen pembimbing Wiwik), rasenye jauh betul, buk..! Malu… Siape lah awak niyy.. Mane lebih sibuk bakulan dari pada menerapkan ilmu…

Percakapan berlanjut membahas sebaran nipas dan nilai spektral… Hehehe. Bahkan berlanjut sampai becak yang membawa Tati dan teman dari Ngasem nyampe di Bakpia Pathuk..

Bring Harjo, Wiwik, PJ 99…. adalah hal2 yang tak terpisahkan dalam pikiran Tati. Ini beberapa pics yang Tati temukan di tumpukan foto2 lama…Pics saat bersama2 Wiwik dan teman2 PJ lainnya, ya di ruang kuliah, ya saat kuliah lapangan..

L-R : Sondha, Mudian (Makassar), Wiwik (Pontianak), Pak Surya (Samarinda), Andre (Yogya)

Berdiri L-R : DR. Hartono, DESS (dosen kita & pembimbing Wiwik), Andre (Yogya), Wiwik (Pontianak), Pak Surya (Samarinda). Duduk L-R : Faizal (Makssar), Pak Sisno (Purwokerto), Mudian (Makassar), Eko (Yogya), DR. Prapto Suharsono (dosen), Aida (Surabaya)

L-R : Sondha, Eko (Yogya), Wiwik (Pontianak), Arief (Yogya), Aida (Surabaya), Pak Projo Danoetirto (dosen)

Duduk L-R : Aida (Surabay), Eko (Yogya), Andre (Yogya), Pak Sisno (Yogya), Pak Surya (Samarinda), Hendri (?), Wiwik (Pontianak), Mudian (Makassar), Berdiri membelakangi kamera : Sondha

L- R: Aida (Surabaya), Faizal (Makassar), Pak Sisno (Purwokerto), Eko (Yogyakarta), Pak Surya (Samarinda), Arif (Yogyakarta), Hifsi (Samarinda), Wiwik (Pontianak), Sondha

L-R : Pak Sisno (Purwokerto), Pak Surya (Samarinda), Hifsi (Samarinda), Mudian (Makassar), Wiwik (Pontianak), Faizal (Makassar), Aida (Surabaya), Eko (Yogya), Sondha