Hari ketiga, setelah dari berkunjung ke Matsumoto, kami melanjutkan perjalanan ke Kota Toyama, yang berada lebih kurang 131 kilometer Barat Laut Matsumoto.
Toyama
Kota Toyama adalah ibukota Toyama Perfecture, dan merupakan pesisir Teluk Toyama. Jadi gak heran kalau di awal Februari cuaca di Toyama masih dingin, dan angin sangat kencang. Biasanya wisatawan ke Toyama Perfecture untuk mengunjungi Tateyama Kurobe Alpine, yaitu jalur pegunungan Alpen Jepang. Tapi jalur ini ditutup selama musim dingin.
Lalu, diriku dan teman-teman ngapain ke Toyama?
Karena salah satu teman dalam rombongan kami adalah penggemar Starbuck, dan hasil surfing di internet, dia mendapatkan informasi kalau salah satu gerai Starbuck di Toyama adalah gerai dengan pemandangan terindah di dunia. Gerai tersebut berada di kawasan Kansui Park, salah satu taman dengan danau di Kota Toyama. Danau tersebut aliran airnya terhubungkan ke laut. Jadi gerai tersebut must visit buat penggemar Starbuck. So, berkunjung ke Starbuck tersebut di Toyama kita masukkan ke itenerary.
Dari Matsumoto, kami naik kereta sekitar 3 jam, transit di Nagano Stasiun. Sebenarnya kesorean berangkat karena keasyikan strolling around di Kota Matsumoto, sehingga sampai di Toyama sudah malam. Saat kami sampai hari hujan dan berangin, sehingga udara terasa sangat sangat dingin.
Aku yang gak bawa payung, singgah dulu di minimarket yang ada di stasiun untuk beli payung. Dapatnya payung bening, sederhana, tapi cantik.
Dari stasiun kami jalan kaki ke Comfort Hotel yang sudah di-booking sebelumnya. Alhamdulillah hotel tersebut sangat dekat, hanya 300 meter. Tapi tetap gak mudah untuk ditempuh dalam hujan dengan angin yang kuat.. Mana pegang payung sambil dorong koper… Bbbrrrrrrrrrrrr…..
Di ingatanku tiba-tiba mengalun lagu New Snow yang dinyanyikan Micahel Ruff.. Lagu yang diberikan seorang sahabat lebih dari 20 tahun yang lalu.. Sahabat yang sudah lebih dulu berpulang..
New Snow…
Look, look out on the trees Well from here it looks like crystal Shining in the breeze Look, look out on the land Well it finally looks like winter so just reach out your hand
Feel the new snow falling softly round me a second chance to make things alright Like a new love calling new snow is falling just outside my window tonight
She never said goodbye she just walked out through the garden and never told me why she never shed a tear now Im watchin out my window as her footprints disappear
until the new snow falling softly round me a second chance to make things alright Like a new love calling new snow is falling just outside my window tonight
New snow falling softly round me a second chance to make things alright [make things alright] Like a new love calling new snow is falling Just outside my window tonight Just outside my window tonight
Back to the journey...
Sampai di hotel, urusan alhamdulillah gak ribet. Hanya sekitar 15 menit mengurus administrasi, menunjukkan bukti pemesanan, menyerahkan passport-passport untuk di-copy oleh petugas hotel, kami sudah mendapatkan 3 kunci kamar. Kami memesan 3 kamar, masing-masing kamar diinapin 2 orang.
Selesai urusan masukkan koper ke kamar, kami kembali turun ke lobby hotel untuk pergi ke Starbuck. Karena menurut petugas hotel yang sedang bertugas, lokasi Starbuck tersebut tidak jauh (menurut ukuran orang Jepang.. 😀 😀 :D). Hanya butuh waktu 20 menit berjalan kaki, menurut mbah Google, jadilah kami berjalan kaki ke Kansui Park.
Tapi baru sekitar 5 menit kami berjalan, hujan yang tak terlalu lebat turun lagi bersama angin yang sangat kencang. Subhanallah, dinginnya…….. Mana sepatu jadi basah… Tapi mau balik arah rasanya tanggung.. Jadilah kami tetap berjalan, menyusuri trotoar, di jalanan yang sepi.. Setelah berjalan sekitar 20 menit, kami menemukan danau, dan melihat bangunan dengan tulisan Starbuck di kejauhan, di seberang danau.
Jadi ceritanya, kami sampainya di sisi lain danau. Untuk sampai ke bangunan gerai Starbuck tersebut, kami harus melewati jembatan Tenmon-kyo, yang melintasi danau di Kansui Park. Kalau masih sore dan gak hujan, pasti menyebrangi jembatan ini menjadi kegiatan yang menyenangkan, karena banyak hal bisa dilihat. Lha ini dalam gelap, hujan berangin sangat kencang.. Ammmppuuunnnn… Tapi lagi-lagi kami tak punya pilihan selain tetap berjalan.. Jadilah menyusuri jembatan dalam gelap, hujan dan angin kencang…. Hiiikkksss.s..
Starbuck di Kansui Park
Begitu sampai di depan gerai Starbuck tersebut, kami langsung bergegas masuk, mencari kehangatan.. 😀 Kami mencari tempat duduk yang strategis untuk dapat melihat pemandangan di luar. Tapi apa daya semua tempat duduk di dekat dinding kaca gerai tersebut sudah ditempati pengunjung lain yang sudah lebih dahulu datang. Kami terpaksa duduk di kursi yang terletak di tengah-tengan ruangan.
Starbuck Kansui Park
Setelah kursi dapat, kami bergantian memesan minuman dan makanan. Antrian gak panjang. Aku memesan chocolate panas dan sebuah cinnamon roll. Gak berani mesan hazelnut latte seperti biasanya, takut bikin susah tidur. 😀 😀 😀
Menu di gerai Starbuck ini sama dengan di gerai-gerai lainnya, sesuai standard Starbuck. Aku juga sempat melihat-lihat tumbler di lemari pajangan. Tidak ada yang spesifik gerai tersebut. Tidak ada juga yang spesifik Toyama. Jadi gak beli.
Setelah menikmati chocolate hangat dan sebagian cinnamon roll, aku berjalan ke halaman gerai Starbuck untuk melihat pemandangan di luar. Terlihat lampu-lampu jembatan yang melintasi danau di Kansui Park. Juga danau yang gelap dan tenang. Semuanya cantik. Sayang, kami sampai di tempat itu saat sudah gelap, sehingga tidak bisa melihat keindahannya secara utuh, tak bisa juga diulang esok paginya, karena kami harus melanjutkan perjalanan ke Takayama untuk mengunjungi Shirakawa-go.
Tenmon-kyo Bridge
Dengan pertimbangan tubuh yang sudah lelah, sepatu yang sudah basah, sebagian pakaian yang sudah lembab, serta kesehatan yang harus dijaga, kami memutuskan kembali ke hotel dengan menggunakan taxi, yang minta tolong dipesankan oleh petugas Starbuck. Kami pesan 2 unit taxi, untuk 6 orang. Lupa berapa onglos taxi untuk jarak yang sekitar 1 km dari gerai Starbuck ke Comfot Hotel, kalau gak salah sekitar Rp.200ribu-an.
For some people, apa yang kami lakukan mungkin terlihat bodoh. Tapi buat diriku, perjalanan adalah perjalanan, sesuatu yang perlu dinikmati dengan segala sisinya…
Sampai di hotel, sebelum tidur, kami melakukan upaya mengeringkan sepatu dengan menggunakan hairdryer milik hotel.. 😀 😀 😀 Lalu meletakkannya di kursi-kursi di sekitar heater di kamar hotel.. Usaha pakai banget..
Toyama
Pagi-pagi, setelah selesai berberes kami sedikit menikmati daerah di sekitar hotel, sebelum menuju stasiun untuk melanjutkan perjalanan ke Takayama.. Terlihat tumpukan salju di trotoar dan tepi-tepi jalan. Pemandangan yang unik buat diriku yang sejak kecil tinggal di wilayah tropis. Di ingatanku kembali mengalun lagu New Snow…. ***
Saat menyusun ittenerary, diriku berharap bisa melihat kota-kota yang punya tinggalan budaya, salah satunya adalah istana. Dari hasil baca-baca dan surfing di internet, aku mendapatkan informasi salah satu istana tertua di Jepang yang masih ada adalah istana yang berada di Kota Matsumoto, Nagano Perfecture. Kota ini berada sekitar 219 km barat laut Tokyo.
Karena pada hari keempat kami akan ke Kota Takayama yang merupakan base untuk mengunjungi Shirakawa-Go, yang tiketnya sudah kami beli sebelum keberangkatan, maka kami membuat rute perjalanan hari ketiga ke Matsumoto dan dilanjutkan dengan ke Takayama di hari keempat. Namun karena salah seorang teman melihat informasi ada suatu tempat yang must visit di Kota Toyama, maka diputuskan perjalanan hari ketiga adalah Tokyo – Matsumoto – Toyama (ningap di sini). Lalu dilanjutkan hari keempat perjalanan Toyama – Takayama – Shirakawa-Go – Takayama.
So, here the strory our journey to Matsumoto..
Perjalanan ke Matsumoto
Limited Express Train
Hari Sabtu pagi tanggal 8 Februari 2020, pagi-pagi kami sudah keluar dari tempat menginap di kawasan Yotsuya, di Tokyo. Perjalanan dimulai dengan mengantarkan koper-koper besar ke agen Takkyubin di Seven Eleven yang tak jauh dari Yotsuya Station. Kami melanjutkan perjalanan dengan membawa koper ukuran kabin, ransel dan sling bag saja.
Dari Yotsuya Station kami menuju Shinjuku Station untuk menaiki Limited Express Train menuju Matsumoto, dengan menggunakan JR Pass. Ini pengalaman pertama naik kereta untuk jarak yang relatif jauh, sekitar 3 jam, dan karena belum pengalaman, kami langsung naik saja ke kereta. Padahal JR Pass yang kami beli, bila ingin naik ke kereta harus reserve tempat duduk dulu di loket JR Station tempat keberangkatan. So, jadilah kami diperkenankan duduk di tempat duduk yang kosong, dan harus pindah ke tempat duduk lain, bila penumpang pemesan tempat duduk naik di station berikutnya. Tanda kursi yang kosong, lampu di sebelah nomor tempat duduk yang terdapat di dinding samping, akan berwarna merah. Bila pada station berikutnya, ada penumpang yang akan naik dan sudah reserve tempat duduk tersebut, maka lampu berubah warna menjadi hijau. Penumpang tanpa kursi yang numpang duduk di nomor tersebut, silahkan pindah ke kursi lain. Bila tak ada kursi yang kosong, silahkan berdiri di ujung gerbong penumpang. 😀 😀 😀 Lelah…? Pasti. Tapi terobati dengan pemandangan indah di sepanjang perjalanan, termasuk pemandangan Gunung Fuji di sisi kiri kereta di awal perjalanan.
Locker at Matsumoto Station
2. Suitcase Handling
Kami sampai di Matsumoto Station sekitar jam 12.00 waktu setempat. Kami langsung mencari locker dan menitipkan koper-koper kami di sana. Loker di Matsumoto Station berada di lantai dasar, di seberang Starbucks, satu ruangan dengan waiting room. Harga sewa locker tergantung besar ruang locker yang akan digunakan. Untuk menggunakan locker tersebut, kita harus menggunakan coin Yen 100. Bila tak punya, kita bisa menukar di toko-toko di seberang locker, mereka bersedia membantu tanpa kita harus belanja di toko tersebut. Cara menggunakan locker, terdapat di pintu-pintu locker dalam dua bahasa, Bahasa Jepang dan Bahasa Inggris. Jadi tak perlu khawatir.
3. Matsumoto City
Dari Stasiun Matsumoto kami berjalan kaki mengikuti arahan Maps Go, ke arah Istana Matsumoto. Jarak tempuh sekitar 1,4 kilometer. Jauh….? Lumayan, tapi pemandangan di sepanjang jalan sungguh cantik.. Di kiri kanan berdiri toko-toko dengan kaca-kaca besar yang memajang aneka barang cantik dan tertata apik.. Sungai yang melintasi kota ini bersih, dan dilintasi jembatan-jembatan yang juga cantik. Kota ini benar-benar ramah untuk pejalan kaki, bahkan di beberapa bagian ruas ajalan tersedia bangku-bangku yang nyaman untuk pejalan kaki beristirahat sejenak.
Matsumoto City
Ada yang unik di Kota Matsumoto. Di beberapa sudut jalan terdapat pancuran kecil, Daimyocho Otemon Ido Well, yang airnya bersumber dari mata air pegunungan (spring). Airnya bersih dan layak minum. Para pejalan kaki bisa singgah, mengambil air dari pancuran dengan centong yang disediakan, dan langsung meminumnya. Apa rasa airnya? Gak ada rasa apa-apa, tawar tapi sejuk dan segar…
Daimyocho Otemon Ido Well
4. Matsumoto Castle
Matsumoto Castle Ticket Box, Gate and Park
Setelah jalan kaki sekitar 20 menit, kami melihat Istana Matsumoto yang megah. Kawasan istana ini dikelilingi oleh parit besar yang memisahkannya dari kawasan lain di Kota Matsumoto. Parit tersebut berisikan ikan-ikan koi dengan ukuran yang relatif besar. Untuk masuk ke istana dan kawasannya, setiap pengunjung harus membeli tiket seharga Yen 700 untuk pengunjung dewasa. Harga tiket termasuk biaya guide dan peminjaman sandal.
Guide yang bertugas di kawasan istana tersebut adalah para senior citizen Kota Matsumoto yang mempunyai kemampuan berbahasa asing dan menyediakan waktu beberapa hari dalam seminggu untuk menjadi guide sebagai wujud kecintaannya kepada kota ini. Koordinator guide yang berdiri di sekitar tiket box menanyakan asal kami, dan ketika kami menyebutkan Indnesia, salah seorang di antara mereka langsung mengajukan diri dengan penih semangat. ternyata guide tersebut mempunyai kedekatan rasa dengan Indonesia. Almarhum ayahnya pernah bertugas ke Indonesia pada masa penjajahan Jepang, dan beliau kerap bercerita tentang beberapa kota di Indonesia yang pernah dikunjungi kepada anak-anaknya.
Setelah membeli ticket, untuk masuk ke kawasan istana pengnjung harus melewati gerbang besar, yang di sisi dalam sebelah kirinya terdapat patung penjaga berbaju zirah penuh warna. Di halaman juga ada beberapa orang-orang yang menggunakan baju tradisional, lengkap dengan kipas dan senjata, yang bisa diajak foto bersama dengan aneka gaya. Jasa yang mereka berikan merupakan bagian dari service yang sudah termasuk harga tiket.
Untuk masuk ke dalam istana, setiap pengunjung harus menggunakan sandal khusus, sandal yang biasa digunakan penduduk jepang saat di rumah. Bahagian atasnya berbahan rajut. Sepertinya untuk menjaga kelestarian lantai-lantai istana yang terbuat dari kayu, sandal tersebut juga untuk melindungi kaki pengunjung dari rasa dingin, dan licinnya anak tangga yang di beberapa bahagian sangat curam.
Apa istimewanya Istana Matsumoto sehingga diriku merasa perlu dibela-belain mengunjunginya…?
@ Matsumoto Castle
Istana Matsumoto yang termasuk Japan National Heritage dibangun pada tahun 1594. Salah satu dari sedikit istana peninggalan sebelum Zaman Edo yang masih tersisa. Istana dengan tampak luar berwarna hitam, kerap disebut sebagai Istana Gagak, mempunyai menara utama yang terdiri dari 6 lantai.
Bagian dalam Matsumoto Castel dan pemandangan dari lantai 4
Meski dari luar terlihat besar, ternyata menara utama istana ini relatif kecil, dengan tangga-tangga yang sangat curam menghubungkan lantai demi lantai. Seluruh bangunan menara utama ini terbuat dari kayu, dengan tiang-tiang penyangga berbentuk balok. Lantai dasar benteng terdiri dari panggung berketinggian sekitar 30 cm, dengan lorong-lorong di sekitarnya. Lorong-lorong ini berfungsi sebagai “Musha Bashiri” alias warrior running passage, lorong tempat para prajurit berlari-lari sambila membawa pedang. Bekas goresan pedang terlihat pada kayu-kayu yang ada di lantai tersebut.
Setiap lantai di menara utama, kecuali lantai 3, mempunyai dinding-dinding berjendela, yang digunakan sebagai tempat senjata untuk melawan musuh. Ada 2 bentuk jendela di menara utama, yaitu Yazama dan Teppozama. Yazama adalah jendela berbentuk persegi pajang, yang digunakan untuk menembakkan anak-anak panah kepada musuh yang menyerbu. Adapun Teppozama adalah jendela berbentuk bujur sangkar, yang digunakan untuk menembakkan peluru dari senapan. Seiring dengan diperkenalkannya senjata api dari Eropa, pada awalnya hanya jendela Yazama yang digunakan. Namun dengan diperkenalkannya senjata api, maka kedua jenis jendela tersebut digunakan secara berkombinasi. .
Apa fungsi lantai 3 yang sama sekali tidak mempunyai jendela? Lantai 3 yang merupakan “attic” atau ruang bawah atap lantai 2, digunakan sebagai tempat menyimpan perbekalan makanan, bubuk mesiu dan perbekalan senjata. Ketidakadaan jendela di lantai 3 menyebabkan menara utama di istana Matsumoto dari luat terlihat sebagai bangunan 5 lantai. Oleh karenanya, lantai 3 disebut sebagai hidden floor, lantai tersembunyi.
Moon Viewing Wing
Pada lantai teratas atau lantai 6, terdapat Moon-Viewing Wing, alias sayap atau balkon untuk memnadang bulan. Romantisnya bangsawan kerajaan Jepang tempo dulu ya… Balkon ini menghadap ke arah utara, timur dan selatan. Ruangan ini dibangun berdasarkan arahan Naomasa Matsudaira, cucu dari Tokugawa Ieyasu, Shogun pertama dari periode Tokugawa. Saat ini tinggal 2 istana saja yang masih memiliki Moon-Viewing Wing, yaitu istanam Matsumoto dan istana di Kota Okayama , Okayama Perfeture.
Apa yang dipamerkan di dalam menara utama istana Matsumoto? Beberapa koleksi senjata api dan baju zirah. Meski tak banyak koleksi yang dipamerkan, tapi pemandangan dari jendela-jendela yang ada di menara utama istana ini luar biasa indah. Namun ada pembatasan waktu untuk setiap pengunjung atau rombongan pengunjung. Bahkan pengunjung tidak diperkenankan berlama-lama di satu bahagian. Hal ini diterapkan untuk menjaga agar setiap lantai tidak mengalami beban berlebih pada saat yang sama.
Nawate Dori
5. Nawate Dori
Selesai melihat bahagian dalam menara utama Istana Matsumoto, kami menlanjutkan berjalan kaki. Tujuannya ke Nakamachi Dori, sebuah shopping strret untuk wisatawan, yang berjarak sekitar 600 meter Istana Matsumoto. .Tapi di tengah perjalanan kami menemukan Nawate Dori, sebuah jalan yang panjangnya sekitar 100 meter saja, namun di kiri kanannya banyak toko-toko kecil yang menjual berbagai produk yang lucu-lucu, berbentuk kodok. Nawate Dori ditandai dengan patung kodok bergaya ala ninja di salah satu dudut di pangkal jalan.
Klo aku bilang siyy.. Nawate Dori itu Keroppi District.. Hehehehe.. Buat teman-teman remaja putri di tahun 1980-an dan senang dengan berbagai produk dengan merk Sanrio, teman-teman pasti kenal dengan character Hello Kitty, Littlre Twin Star, My Melody, Tuxedo Sam, dan si kodok ijo Keroppi.
Selain menjual aneka produk berbentuk kodok, di Nawate Dori juga menjual kaus kaki, totte bag, payung yang cantik-cantik, juga aneka jajanan khas Jepang. Tapi soal jajanan di Jepang, harus hati-hati memang, karena tak banyak outlet yang menjual makanan bersertifikasi halal.
Di samping Nawate Dori juga terdapat Yohashira Shrine tempat beribadah umat Shinto, dengan gerbang yang tinggi menghadap ke sungai yang berada di balik salah satu deretan toko-toko kecil di Nawate Dori. Di shrine ini juga banyak merpati, yang segera beterbangan ketika genta yang ada di salah satu pojok shrine diayun.
Dari Nawate Dori, kami membatalkan rencana untuk melanjutkan perjalanan ke Nakamavhi Dori, karena tubuh rasanya sudah lelah, belum makan siang dan, harus mengejar kereta untuk melanjutkan perjalanan ke Toyama. Jadi kami langsung kembali ke Matsumoto Station, dengan berjalan kaki sepanjang 900 meter.
6. Kulineran di Matsumoto
Soba dan kedai modern
Tak mudah menemukan makanan halal di Matsumoto. Apa lagi di siang menjelang sore, saat resto2 pada tutup untuk rehat siang. Beberapa teman memilih untuk membeli roti, sementara buat aku dan kak Vivi rasanya roti tidak cukup. Kami butuh makan berat dan hangat. Udah capek jalan seharian… Mana udara dingin pula.. 😀 😀 😀
Di samping Matsumoto Station kami menemukan Soba Ogiso Mill Matsumoto Ekimae, kedai yang menjual soba, makanan khas Jepang. Soba adalah mie yang terbuat dari biji soba, atau gandum kuda (Latin : Fagopyrum esculentum). Soba dihidangkan dengan kuah miso, dengan pilihan miso dingin, atau miso panas. Miso di Jepang tidak sama dengan miso di tempat kita. Miso di Jepang adalah sup yang dibuat dengan menggunakan dashi, kaldu khas Jepang. Di kedai Soba Ogio, pilihan protein untuk menyantap soba adalah ayam, udang atau kerang, no beef. Ini yang membuat diriku merasa aman untuk masuk ke kedai ini. Selain itu di kedai ini juga tersedia kakiage (gorengan sayur iris pakai tepung) dan ubi jalar goreng untuk teman menyantap soba.
So, sore itu semangkok soba panas dengan sepotong kakiage (sayur), pkus segelas ocha panas adalah pilihan ternikmat di udara yang 2 derjaat celcius.. Alhamdulillah..
Meski tak besar, kedai Soba Ogiso Mill Matsumoto Ekimae adalah kedai yang modern. Di kedai ini pembeli melakukan pemesanan di mesin seperti ATM, lengkap dengan pembayaran yang akan direspon mesin dengan mengeluarkan selembar receipt dan uang kembalian, jika ada. Pelayan hanya berada di balik counter, mengolah dan memberikan makanan sesuai yang dipesan pembeli di mesin. Mereka tidak menerima pesanan, tidak juga menerima uang. Jadi kesalahan pesan sepenuhnya tanggung jawab pemesan. Tak juga ada kesalahan pembayaran, karena tidak ada kasir di sini. Tempat menikmati makanan di sini, hanya meja kayu yang menempel di dinding toko, dan kursinya berupa bangku-bangku kayu. Jumlah tempat duduk di kedai ini juga terbatas. Setelah selesai makan, pembeli yang makan di tempat menyerahkan kembali baki yang berisi piring dan gelasbekas makan kepada pelayang yang berdiri di balik counter. Minimalis, tapi keren, menurut diriku.
Selesai makan siang yang sangat telat, kami mengambil koper di locker, lalu melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya, ke Kota Toyama. ***
Hakone berada sekitar 100 km di barat daya Tokyo, di Kanagawa Perfecture. Daerah ini bahagian dari Fuji-Hakone-Izu National Park, dan merupakan lokasi terdekat untuk melihat keindahan Gunung Fuji. Sebagai sebuah kawasan yang luas, ada banyak yang bisa dilihat dan dikunjungi di Hakone.
Untuk menyusuri Hakone, tersedia beberapa alternatif rute perjalanan yang bisa dipilih oleh pengunjung, lengkap dengan fasilitas 8 moda transportasi yang menghubungkan berbagai tempat di sana. 8 Moda? Apa aja? Hakone Tozan Cable car, Kereta Hakone Tozan, Hakone Ropeway, Tokai Bus Orange Shuttle, Bus Express Odakyu Hakone, Bus Tour Keliling, Bus Hakone Tozan dan Kapal Pesiar Hakone. Tersedia free pass yang memungkinkan wisatawan membeli 1 tiket untuk mengunjungi berbagai tempat di Hakone dengan menggunakan 8 moda transportasi tersebut.
Pilihan free pass tergantung dari lama kunjungan yang diinginkan, juga titik awal perjalanan ke Hakone. Dari lama kunjungan ada 2 pilihan, yaitu tiket untuk 2 hari atau tiket untuk 3 hari. Dari titik awal kunjungan, juga ada pilihan tiket, yaitu beli di Shinjuku Stationn atau beli di Odawara Station.
Beli tiket di Shinjuku Station. Pilihan ini berarti dari Station tersebut, pengunjung akan naik Romancecar, kereta api khusus, dengan jumlah penumpang terbatas, dan waktu tempuh kurang dari 1 jam, sampai ke Hakone-Yumoto,
Jika beli tiketnya di Odawara Station, berarti pegunjung naik kereta api dari Tokyo (tidak harus Shinjuku) ke Odawara. Ada beberapa alternatif kereta api dari berbagai stasiun di Tokyo. Kalau mau cepat, dengan waktu tempuh kurang dari 1 jam, alternatifnya kereta shinkansen. Kalau mau harga tiket lebih murah, namun waktu tempuh hampir 2 jam, alternatifnya adalah kereta Odakyuline.
Kami pilih free pass yang mana? Karena tempat kami menginap tidak di sekitar Shinjuku Station, kami memilih naik shinkansen ke Odawara, dan membeli tiket Hakone Free Pass di sana. Saat kami berkunjung harga tiket day free pass Yen 4.600,-
Setelah membeli tiket Hakone 1 Day Free Pass di lantai 2 Stasiun Odawara, lihat-lihat toko souvenier dan beli roti yang enak pakai banget di lantai 1 stasiun, kami kami melanjutkan perjalanan ke Hakone-Yumoto dengan menaiki kereta jalur Hakone Tozan. Hakone-Yumoto merupakan awal dari wilayah Hakone. Kalau pengunjung naik Romancecar dari Shinjuku, turunnya juga di Hakone Yumoto.
Perjalanan dari Odawara ke Hakone Yumoto berlangsung 16 menit. Selama di perjalanan, mata dimanjakan dengan pemandangan semak (bush) khas pegunungan, dan sungai-sungai yang cantik dan jernih. Ada juga sedikit pemukiman. Semuanya indah…
Dari Hakone-Yumoto, perjalanan dilanjutkan dengan bus ke Gora, tempat stasiun Tozan Cable Car untuk ke Sounzan. Gora itu seperti kawasan Puncak di Jawa Barat, tapi lalu lintasnya lebih sepi, kerapatan bangunan yang juga lebih rendah, sehingga lebih nyaman, udaranya lebih bersih. Berapa waktu tempuh dari Hakone-Yumoto ke Gora? 36 menit saja. Gak jauh, dan pemandangan di sepanjang jalan membuat mata tak bisa mengantuk. Indah, sayang untuk dilewatkan…
Gora, Garden Craft House
Dari halte bus Gora ke stasiun Tozan Cable Car ditempuh dengan jalan kaki, menanjak sekitar 300 meter. Jalan tersebut berada di kawasan pemukiman, sepi kendaraan lalu lalang. jadi nyaman. Setelah sampai di sekitar stasiun, jangan langsung masuk, karena tak jauh dari stasiun ada taman dengan bunga-bunga dan air mancur yang cantik. D sekitar situ juga ada crafthouse, tempat menjual produk kriya yang cantik-cantik. Di situ juga ada kelas membuat keramik, dan juga membuas kriya dari pasir yang dibakar sehingga menghasilkan wadah kaca beranek bentuk. Bagi pencinta kriya, ini pasti kesempatan belajar yang sangat menarik. Sayang untuk dilewatkan.
Sounzan, Ropeway, Owakudani
Karena saat kami berkunjung Tozan Cable Car ada perbaikan jalur, maka setelah kmenikmati taman dan berkunjung ke crafthouse, kami harus kembali ke halte, dan melanjutkan perjalanan sekitar 3,5 kilometer dengan bus ke Sounzan.
Ada apa di Sounzan ?
Sounzan merupakan starting point untuk menaiki ropeway alias kereta gantung, melintasi kawah gunung api menuju Owakudani. Ropeway dengan kaca di empat sisi, membuat penumpang bebas melihat ke seluruh penjuru. Pemandangan dari dalam ropeway di sepanjang perjalanan, benar-benar luar biasa unik. Kawah gunung api. Tak ada kehidupan yang tampak, kecuali semak. Itu pun sangat jarang.
Owakudani merupakan lembah gunung api (volcano) yang terbetuk sekitar 3.000 tahun yang lalu akibat ledakan gungung api Hakone. Di lembah ini terdapat bukaan sulfur dan mata air panas dari gunung api. Karena berada di pergunungan dan wilayahnya sangat terbuka, tanpa ada vegetasi, angin di Owakudani sangat kencang, udara menjadi sangat dingin, membuat kulit membiru.. Bbbbrrrrrrr…..
Apa yang istimewa di Owakudani?
Owakudani, Geomuseum, Black egg
Selain pemandangan kawah (crater), toko souvenier, dan resto, di sana juga ada Geomuseum yang menceritakan proses geologi wilayah Hakone, khususnya Owakudani. Dan, di sini toko-toko souvenier menjual Black Egg. Black egg adalah telur yang dimasak dengan di hotspring alias alias mata air panas dari gunung api. Proses tersebut membuat kulit telur jadi berwarna hitam, tapi isinya siyy tetap sama seperti telur yang dimasak biasa. Gak ada perbedaan rasa. Black egg menjadi icon sekaligus oleh-oleh utama dari Owakudani, bahkan penjualannya ada sejak di Odawara Station. Black egg biasanya dijual dalam paket yang terdiri dari 5 butir, dengan harga Yen 500 atau setara dengan Rp.65K. Kalau dibanding harga di Indonesia, apa laku ya jual telur sebutir Rp.13K? 😀 😀 😀
Dari Owakudani, perjalanan dilanjutkan ke Togendai. Jalur ini bisa ditempuh dengan ropeway, tapi karena kami kurang info, kami ke Togendai-ko dengan menggunakan bus selama 30 menit.
Togendai-ko
Apa yang mau dilakukan di Togendai yang berada di tepi Lake Ashi? Togendai-ko merupakan tempat berganti moda transportasi, dari ropeway ke kapal pesiar. Di Togendai ada tempat bermain sepeda air yang berbentuk bebek, tapi saat kami berkunjung tak ada nampak pengunjung sama sekali. Mungkin karena udara yang sangat dingin. Di sini ada permukiman tapi tidak besar, juga ada beberapa restaurant, tapi tak terlihat ada pengunjung. Sepi, kecuali di Togendai-ko, yang artinya stasiun Togendai.
Kapal persiar yang menysuri Lake Ashi mempunyai desain yang unik. Penuh ukiran yang mengingatkan diriku pada dewa Neptunus… 😀 Kapal ini mempunyai 2 lantai ruangan tertutup, sedangkan lantai 3 merupakan dak, atau ruang terbuka, tempat penumpang bisa melihat pemandangan di sepanjang pelayaran dengan bebas.
Dari Togendai-ko kapal berlayar selama 45 menit ke Hakone sightseeing cruise di Moto Hakone, sebuah area pedesaan dengan pemandangan Gunung Fuji. Pemandangan tepian Lake Ashi di sepanjang kapal berlayar sungguh indah.
Lake Ashi
Moto Hakone desa yang nyaman, smenarik buat disusuri. Di sana terdapat beberapa museum, coffee shop, hotel-hotel, restaurant dan toko-toko souvenier. Sayang kami sampai ke sana menjelang senja, dan membuat kami tidak punya cukup waktu untuk menikmati desa ini. Sepertinya rancangan perjalangan yang lebih baik adalah menginap di desa ini, dan menikmati pemandangan Gunung Fuji di esok harinya.
Dari Moto Hakone, kami berusaha untuk pergi ke Gotemba. Tapi belum sampai setengah jalan, kami berganti bus untuk kembali ke Odawara, agar tidak kemalaman untuk kembali ke Tokyo. One day trip ke Hakone sungguh menyenangkan. Tapi untuk dapat lebih menikmati daerah yang luar biasa ini, sebaiknya dilakukan dalam 2 hari.***
Saat menyusun ittenerary, menyusuri Tokyo tentu sebuah keharusan bila traveling ke Jepang. Dalam buku travel guide Lonely Planet,Japan dikatakan, buat bisa merasakan Old Tokyo, kawasan yang perlu dikunjungi adalah kawasan Asakusa dan tepian sungai Sumida (Sumidagawa), sungai yang bermuara di Teluk Tokyo.
Di berbagai kota besar dengan sejarah yang panjang, pada tepian sungai (river banks) biasanya terdapat banyak tinggalan sejarah, berupa kawasan pemukiman atau perdagangan lama. Hal ini menyebabkan aktivitas menyusuri sungai merupakan perjalanan yang selalu menarik, buat aku, saat mengunjungi kota-kota yang usianya relatif panjang. Dari hasil baca-baca, aku jadi tahu kalau ada cruise menyusuri sungai Sumida dari Asakusa sampai ke Odaiba, atau sebaliknya. Namanya paketnya Tokyo Cruise. For your information, cruise ini, seperti juga Bateaux-Mouches yang menyusuri sungai Seine, menyediakan layanan untuk dinner. Kebayang gak siyy romatisnya makan malam sambil menyusuri sungai..?? Perlu rogoh kocek dalam-dalam kayaknya klo mau makan malam di kapal tersebut… 😀
Odaiba : Rainbow Bridge dan DaikanranshaPerlu r
Btw, Odaiba itu dimana..?
Odaiba adalah pulau buatan yang menjadi pusat hiburan teknologi canggih di Teluk Tokyo. Untuk sampai ke Odaiba, dari Tokyo kita harus melintasi Rainbow Bridge. Di Odaiba terdapat kantor pusat Fuji Television Network, dengan bnetuk bangunan yang unik, yang bisa dikunjungi, dengan membeli tiket. Di Odaiba juga terdapat Pallete Town, tempat dimana terdapat Daikanransha, ferish wheel alias bianglala di tepi laut dengan pemandangan gunung Fuji,
So, hari pertama di Jepang tujuan kami adalah naik Tokyo Cruise dari Odaiba ke Asakusa. Kenapa milih berangkat dari Odaiba, bukan dari Asakusa? Pertimbangannya, Asakusa lebih dekat ke area kami menginap, sehingga jarak dan waktu tempuh untuk pulang akan lebih cepat saat tubuh telah lelah berjalan sehaarian. Dan rasanya setelah menyusuri sungai, bisa mencari kuliner halal yang infonya cukup banyak di kawasan Asakusa. Rencananya perjalanan ini bisa dilakukan mulai pukul 10 pagi, tapi karena ada beberapa kejadian yang unpredictable, kami baru bisa memulai perjalanan dari Shinjuku Station sekitar jam 2 siang. Jadi jalannya gak bisa sebanyak yang direncanakan. Gak bisa juga terlalu berleha-leha.
Untuk sampai ke Odaiba, kami naik kereta api, turun di Tokyo Teleport Station. Namun karena salah mengambil pintu keluar, kami bukannya langsung ke dermaga Tokyo Cruise. Kami nyasar ke arah Daikanransha dan Venus Fort. 😀 😀 😀 Venus Fort adalah mall dengan arsitektur Eropa Klasik. Mall ini tidak terlalu besar. Sebagaimana umumnya mall, di tempat ini tersedia counter-counter pakaian, tas, sepatu, baik yang branded maupun tidak. Terdapat juga tempat makan, berupa food court dan beberap restoran fine dining.
Setelah rehat dan makan siang yang telat di Venus Fort, kami kembali melanjutkan perjalanan ke dermaga Tokyo Cruise. Sebenarnya aku ingin juga naik Daikanransha, tapi waktunya tidak memungkinkan. Kami harus mengejar jadwal keberangkatan Tokyo Cruise. Lagi pula, waktu yang tepat untuk dapat melihat gunung Fuji agar tidak tertutup awan adalah di pagi hari.
Perjalanan ke dermaga Tokyo Cruise pakai perjuangan. Kami harus jalan kaki sekitar 1.5 kilometer dengan mengikuti petunjuk Google Map… 😀 😀 😀 Tapi perjuangan tersebut tidak sia-sia, selain sampai ke dermaga Tokyo Cruise, dan alhamdulillah masih dapat trip terakhir untuk hari itu. Bahkan kami bisa menikmati pemandangan menjelang sunset, dan menikmati senja dari atas kapal.
Tokyo Cruise
Saat kami naik Tokyo Cruise sore itu, penumpang tidak banyak. Hanya kami 6 orang plus 1 orang penumpang laki-laki. Jadi kami bebas untuk memilih mau duduk atau berdiri dimana saja di kapal tersebut. Bila ingin duduk nyaman dan hangat, bisa duduk di bagian dalam kapal dan melihat pemandangan tepi sungai dari jendela-jendela kapal. Tentu, pandangan terbatas, tidak seluas bila berada di bagian luar kapal..
Diriku dan kak Vivi yang senang menikmati udara bebas, memilih untuk berdiri di bagian atas kapal. Tempat tersebut cukup lebar berpagar, dan memang disediakan buat penumpang agar bisa bebas menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan. Angin di akhir musim dingin yang bbbrrrrrhhhhhh, sama sekali tidak membuat kami gentar, padahal sumpah, dingiiiiinnn banget, sampai jari-jari tangan terasa kaku.. Sarung tangan, gak cukup tebal untuk menghangatkan… Mungkin genggaman dari kekasih hati bisa menghangatkan.. Eaaaa…. !!!!
Sumida River Bank View
Apa saja yang terlihat di sepanjang perjalanan? Tepian Sumidagawa diisi dengan jejeran gedung-gedung bertingkat dengan arsitektur modern, dengan iconic building Tokyo Sky Tree. Tak terlihat bangunan tua dengan arsitektur Jepang. Berbeda dengan sungai Seine yang tepiannya dipenuhi bangunan-bangunan tua. Selain itu, di awal perjalanan kami juga melihat dan melintasi Rainbow Bridge yang bentuknya seperti red cable bridge San Fransisco, tapi warnya putih.
Sungguh meski tak melihat kawasan tua di tepiannya, menyusuri sungai Sumida bagiku adalah sebuah perjalanan yang menyenangkan. Pemandangan, angin akhir musim dingin membawa rasa tersendiri..
Buat teman-teman yang akan traveling ke Jepang bila pandemi telah berlalu, bila memungkinkan sediakan waktu sehari penuh untuk mengunjungi Odaiba dan Asakusa. Usahakan sepagi mungkin sampai ke Odaiba agar bisa naik Daikanransha dan menikmati pemandangan gunung Fuji.. Dari searching-searching, infonya harga tiket naik wahana ini Yen1.000 buat orang dewasa, dan Yen500 buat anak-anak. Kira-kira Rp.130.000,- dan Rp.65.000,- Dan jangan lupa…, menikmati pemandangan tepian Sumidagawa dari Tokyo Cruise.. Untuk melihat jadwal dan harga tiket Tokyo Cruise, teman dapat lihat di website Tokyo Cruise, di sini.. ***
Kita lanjutin lagi cerita tentang persiapan perjalanan mandiri ke Jepang di Februari 2020, yang sudah ditulis di postingan sebelumnya yaa teman-teman…
TRANSPORTASI LOKAL
Kartu suica dan Vending Machine
Bila Japan Rail Pass digunakan untuk naik kereta api antar kota, untuk transportasi umum di Tokyo, kami membeli kartu SUICA. Saya membeli kartu SUICA secara online di Klook pada tanggal 17 Januari 2020. Tanggal 22 Januari 2020 terima email yang isinya voucher untuk ditukar dengan kartu SUICA yang isinya JPY1.500 dan deposit (jumlah yang tidak bisa digunakan untuk transaksi, tapi bisa di-refund saat pengembalian kartu ke JR Office) sebesar JPY500. Lokasi penukaran, ada di Bandara Haneda, Bandara Narita, juga di beberapa tempat lainnya yang dicantumkan di email.
Untuk kartu SUICA, menurut saya lebih baik beli setelah tiba di Jepang saja, karena kartu ini mudah didapat di counter JR yang ada semua stasiun di Tokyo. Kalau beli di Klook, harus ditukar di tempat tertentu, yang jam operasinya belum tentu sesuai dengan waktu perjalanan kita. Bahkan klo kita beli SUICA di counter JR ada pilihan, untuk turis atau bukan. Kalau untuk turis harganya berbeda, lebih murah. Selain itu gambar di kartu SUICA berbeda dengan kartu SUICA classic yang saya dapat. Teman-teman yang beli di di sana, kartunya bergambar bunga sakura. Untuk pengecekan dan penambahan (top up) saldo, bisa dilakukan di vending machine yang terdapat di sekitar pintu-pintu masuk stasiun. Penggunaan vending machine relatif mudah, so don’t worry.. Justru berkenalan dengan berbagai teknologi yang ada menjadi daya tarik sendiri selama di perjalanan..
Saya menukar voucher SUICA dimana? Di Shinjuku Takashimaya Duty Free, yang berlokasi di Takashimaya Times Square, 11th Floor, 5-24-2 Sendagaya, Shibuya-ku, Tokyo. Nemu lokasinya gak sengaja, saat mundar mandir ngisi waktu di Shinjuku Station menunggu teman yang menjemput passportnya ketinggalan di apartemen tempat kami menginap. Shinjuku Takashimaya itu bagian belakang gedungnya persis di seberang kantor JR di Shinjuku Station. Kesimpulannya, klo beli SUICA, beli setelah sampai di Jepang aja… 😀
Btw, klo gak salah ingat kartu SUICA ini juga bisa diguunakan untuk transportasi lokal di Osaka dan Kyoto. Jadi ini kartu efektif banget.
Google Map membantu mencari transportasi umum yang akan digunakan
Lalu…, bagaimana merencanakan jadwal perjalanan, untuk ke berbagai tempat? Mau naik apa, di stasiun mana, jam berapa?
Alhamdulillah… Jepang sebagai negera yang modern, dengan sistem transportasi umum yang canggih, informatif dan tepat waktu, membuat kita bisa merencanakan perjalanan dengan baik. Kita bisa melihat semua informasi transportasi umum di aplikasi Google Map. Bila kita memasukkan tempat awal dan tujuan, serta kapan waktunya kita bergerak, Google Map akan memberikan informasi arah ke stasiun/halte, pilihan-pilihan transportasi publik yang bisa kita naiki di sekitar waktu yang kita inginkan, nomor platformnya, bahkan berapa stasiun/halte yang akan kita lewati untuk sampai ke tujuan. Jadi kita insya Allah gak akan nyasar.. Klo nyasar2 dikit, tanya Google Map lagi. 😀 😀 😀
Buat saya merencanakan transportasi ini salah satu bahagian yang sangat menyenangkan dalam merencanakan perjalanan kami.
Shirakawa-go Illumintaion
PAKET TRAVELING KHUSUS
Selama traveling di Jepang, inginnya semua perjalanan dilakukan secara mandiri. Tapi ada satu destinasi dengan event yang ingin kami kunjungi, yang tidak terbuka untuk transportasi umum, melainkan dikelola secara khusus, yaitu Shirakawa-go Illumination atau winter light up. Shirakawa-go adalah pedesaan di Gifu Perfecture, denga artsitektur rumah yang unik dan sudah ditetapkan menjadi World Heritage oleh Unesco. Di beberapa malam akhir pekan di musim dingin, lampu-lampu di rumah-rumah di Shirakawa-go akan dinyalakan, sehingga memberikan pemandangan tebaran cahaya dalam gelap malam bersalju. Seperti melihat gambar di buku dongeng.
Untuk bisa menghadiri Shirakawa-go Illumination kita harus membeli paket wisata yang dikelola oleh Nohi Bus, dengan keberangkatan dari Terminal Bus di Kota Takayama. Paket Shirakwa-go Illumination yang ditawarkan pada Februari 2020 ada 3 macam. Paket pertama kunjungan ke Shirakawa-go saja; paket kedua kunjungan ke Shirakawa-Go plus makan malam; paket ketiga kunjungan ke Shirakawa- Go sampai ke deck di kaki bukit sehingga bisa melihat desa dari atas plus makan malam.
Karena jumlah paket yang tersedia sangat terbatas, maka untuk bisa menyasikan Shirakawa-go Illumination pada tanggal 07 Februari 2020, paket tersebut dibeli segera secara online, sebelum keberangkatan.
AKOMODASI
Penentuan akomodasi dan penyusunan ittenerary adalah pekerjaan dengan panah dua arah. Bolak balik dan saling menyesuaikan. Karena kami pergi bersama, dan urusan persiapan dilakukan dengan berbagi tugas, mencari hotel menjadi tanggung jawab temanku. Namun pengambilan keputusan dilakukan setelah kami diskusi. Temanku itu melakukan pemesanan hotel di secara online di website yang biasa dia gunakan.
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan kami dalam mencari akomodasi, yaitu :
Akomodasi di beberapa kota
1) Lokasi. Penginapan harus mudah diakses dari stasiun kereta, karena kereta merupakan transportasi publik terbesar di Jepang, dan akan menjadi transportasi utama yang akan digunakan selama perjalanan. Lokasijuga sangat perlu dipertimbangkan karena setiap hari perjalanan akan diisi penuh dari pagi sampai malam, jadi diperkirakan setiap malam, kami akan kembali ke tempat menginap dalam keadaan lelah. Jadi harus diusahakan sedekat mungkin dengan stasiun. Lokasi juga menjadi pertimbangan untuk keamanan bagi seluruh anggota rombongan yang berjenis kelamin perempuan. Keamanan tetap harus dipertimbangkan meski Jepang adalah negara yang relatif sangat aman ;
2) Kenyamanan. Akomodasi harus nyaman untuk digunakan bersama oleh seluruh anggota rombongan yang terdiri dari 6 orang. Nyaman ini meliputi luas ruangan, jumlah bed, ketersediaan lift bila berada di lantai lebih dari 2, ketersediaan mini kitchen yang lengkap dengan peralatan memanaskan air untuk minum, microware. Kalau soal toilet dan bathroom, sepertinya tak perlu khawatir, karena Jepang punya standard yang sangat baik menyangkut kedua hal tersebut;
3) Harga. Harga tentu saja menjadi pertimbangan yang juga penting, karena Jepang adalah salah satu negera dengan biaya hidup yang mahal, terutama di Tokyo. Seluruh biaya akomodasi ditanggung bersama secara merata oleh 6 anggota rombongan.
Mencari akomodasi buat perjalanan kami tidak mudah, karena kami cenderung mobile. Sesuai dengan ittenarary yang sudah disusun, kami merencanakan untuk menginap di Tokyo 2 hari pertama, lalu menginap di Toyama, Takayama, Osaka dan kembali menginap di Tokyo di malam terakhir di Jepang. Alhamdulillah kami mendapat kesempatan menginap di berbagai macam akomodasi. Kami menginap di menginap 2 malam di apartemen mungil di kawasan Yotsuya Tokyo. Menginap di Comfort Hotel di Toyama. Menginap di Sora-Ama Hostel dengan kamar ala Jepang alias berkasur tatami di Takayama. Lalu menginap 3 malam di Universal Bay Condominium, kondo 3 kamar dengan ruang duduk, dapur dengan area makan yang nyaman di Osaka. Terakhir, kami menginap di hotel Mimaru Hotel Tokyo Ueno North dengan 6 bed yang sangat nyaman, tak terlalu jauh dari Ueno Park. Review dari masing-masing akomodasi, dibahas nanti ya teman-teman..
Berapa biaya akomodasi untuk 8 malam? Lumayan, hampir setara dengan harga tiket Kuala Lumpur – Haneda pp. Akomodasi dan tiket pesawat merupakan dua komponen terbesar dari biaya perjalanan yang kami lakukan.
ASURANSI PERJALANAN
Mengingat perjalanan yang akan dilakukan cukup beresiko karena menempuh jarak yang jauh, di negeri yang asing, mobilitas yang tinggi, akan menggunakan berbagai moda transportasi, dilakukan pada musim end-winter yang sangat beresiko bagi kesehatan untuk yang biasa hidup di daerah tropis, kami memutuskan untuk mengurangi resiko dengan membeli asuransi perjalanan . Asuransi perjalanan ditujukan untuk menutup biaya yang timbul akibat pengobatan, pembatalan perjalanan, bagasi hilang, insiden dalam perjalanan, dan kerugian lain yang timbul selama perjalanan.
Kami mencari informasi tentang asuransi perjalanan dari beberapa websiste perusahaan asuransi, juga bertanya pada teman yang berkerja sebagai agen asuransi. Beberapa perusahaan asuransi telah menyediakan layanan pembelian asuransi perjalanan secara online. Namun mengingat banyak hal lain yang juga harus diurus, takut ada data yang kurang pas saat disampaikan ke pihak perusahaan asuransi, kami memutuskan untuk membeli asuransi melalui agen asuransi.
Paket asuransi apa yang kami ambil?
Asuransi perjalanan untuk group, karena harga premi bila dibagi bersama jadi lebih murah, dari pada premi asuransi perjalanan perorangan. Manfaat asuransi yang kami pilih, adalah manfaat maksimal.
FASILITAS KOMUNIKASI
Mengingat Jepang adalah negara dengan teknologi sangat maju, wifi ada dimana-mana. Di stasiun, bahkan di kereta-kereta api. Karena pada saat ini berbagai aplikasi yang membuat kita bisa berkomunikasi baik berupa text message, voice call maupun video call dengan menggunakan jaringan internet. Kita gak perlu menyediakan cadangan pulsa yang banyak, atau buka roaming sebelum berangkat ke Jepang. Cukup dengan mengakses wifi.
Apakah mengandalkan wifi public cukup? Menurut saya tidak. Karena wifi public kadang tidak stabil, kadang kualitasnya kurang baik. Lalu apa solusinya? Pocket wifi.
Untuk bisa menggunakan pocket wifi selama melakaukan perjalanan di Jepang, kita tak perlu membeli, cukup menyewa saja. Saat tiba, saya lihat di Bandara Haneda ada counter penyewaan pocket wifi. Ini bisa jadi alternatif bagi teman-teman yang ingin menyewa setelah sampai di sana. Tapi biar gak harus mencari-cari lagi setelah sampai di Jepang, pocket wifi bisa dibawa dari Indonesia. Kita tinggal mengaktifkan pocket wifi yang sumber energinya menggunakan battery yang bisa di-recharge dengan menggunakan kabel yang sama dengan charger handphone. Ukurannya pun kecil, tinggal dimasukkan ke backpack.
Untuk mendapatkan pocket wifi Jepang di Indonesia, coba searching di google. Ada banyak info layanan penyewaan alat tersebut, terutama di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. Karena berangkat dari Pekanbaru, yang setahu kami belum ada jasa layanan tersebut, maka kami menyewanya dari Jakarta. Penyedia jasa mengirimkannya ke Pekanbaru dan sampai ke kami beberapa hari sebelum berangkat. Sesuai arahan penyedia jasa, pengembaliannya dilakukan dengan menyerahkan ke salah satu mini market yang ditunjuk penyedia jasa. Tapi di Pekanbaru, nampaknya petugas di mini market yang menjadi rekanan penyedia jasa belum terbiasa untuk menerima pengembalian wifi modem, sehingga teman saya yang mengembalikan ke sana agak mengalami kesulitan,
PAKAIAN
Bawa pakaian apa, berapa banyak selama perjalanan 11 hari pulang pergi ke daerah yang sedang end-winter, bahkan bersalju di beberapa tempat yang akan didatangi? Kalau gak salah ingat, diriku bawa 2 gamis katun, 3 rok, 1 celana panjang bahan kaus, 1 blus katun, 4 baju kaus tangan panjang, 1 baju kaus tebal selutut lengkap dengan hoodie, sengaj dibawa khusus untuk pergi ke daerah yang bersalju. Selain itu diriku bawa 2 legging, 3 set winter long john, 1 jacket panjang bahan rajut dan 1 jacket yang benar-benar tebal.
Aku juga bawa 6 set kaus kaki khusus untuk di cuaca dingin. Iyu pun selalu dipakai dua lapis. Kita juga perlu bawa kaus kaki untuk digunakan di tempat kita menginap, karena saat end-winter, lantai jadi sangat dingin. Sandal rumah yang disediakan penyedia akomodasi tidak cukup untuk menahan kaki dari rasa dingin. Untuk tidur, aku bawa 2 buah baju tidur. Aku juga bawa beberapa shawl aneka warna dan motif, selain wajib untuk menghangatkan leher, shawl juga membuat tampilan terlihat berbeda, meski menggunakan baju yang sama.
Sepatu? Aku sebenarnya bawa 2 pasang sepatu. Sepasang sepatu keds dan sepasang sepatu boots wedges berbahan suede. Mengapa bawa 2? Untuk mengantisipasi sepatu yang satu basah terkena salju. Tapi aku lupa, klo beberapa tahun yang lalu kaki kananku pernah cedera di angkle. Akibatnya sepatu boots tak lagi nyaman untuk dipakai berjalan kaki untuk wakttu yang lama dan jarak yang panjang Meski dibawa, bootsku tidak terpakai. Akibatnya saat septu basah kena hujan salju di Toyama, sebelum dan setelah bangun tidur, ada acara mengeringkan sepatu pakai hai dryer di kamar hotel. 😀 😀 Kesimpulannya, untuk perjalanan yang sangat mobile, membawa dua pasang sepatu keds adalah pilihan terbaik.
Sebenarnya gak perlu bawa pakaian luar terlalu banyak, karena meski bergerak ke sana kemari, tubuh cenderung tak berkeringat. Kalau pun berkeringat, tak banyak, dan segera kering kembali. Tak ada bau yang melekat di pakaian. Tinggal dijemur sambil diangin-anginkan saja. Apa lagi kalau dapat tempat menginap yang ada mesin cuci, seperti di kondo di Osaka, pakaian bisa dicuci dengan keringkan sampai 80%, sebelum tidur, pagi-pagi dijemur, sore sudah kering. 😀
KONSUMSI DAN OBAT-OBATAN
Untuk konsumsi, sejak awal kami sepakat untuk tidak mengumpulkan uang. Pertimbangannya selera berbeda-beda, harga makanan yang akan dipilih juga akan berbeda. Jadi kita pakai prinsip, pay what you eat alias bayar sendiri-sendiri apa yang dimakan. Dan itu memang lebih fair.
Secara kami orang Indonesia asli, yang gak kenyang klo belum ketemu nasik dan sambel. Maka kami membawa aneka ragam makanan kering selera asal. Ada yang bawa sambal kentang, ada yang bawa sambal teri plus kacang, ada yang bawa rendang daging dan rendang kerang. Kami juga membawa beberapa mie instant, aneka biskuit, permen, dan minuman sesuai selera masing-masing. Saya bawa cadbury, minuman coklat kesukaan, juga teh dan pemanis buatan, juga beberap biskuit kesukaan. Minuman cadbury hangat yang dibawa dalam tumbler tahan panas sungguh menjadi mood booster dan sumber energi saat memulai perjalanan setiap pagi.
Gak usah repot-repot untuk bawa beras, ya teman-teman. Apa lagi sampai berkarung-karung.. 😀 😀 😀 Orang Jepang sama seperti kita, salah satu makanan pokoknya adalah nasi. Di gerai-gerai mini market seperti Seven Eleven atau Family Mart, yang terdapat di setiap sudut kota, tersedia nasi yang tinggal dihangatkan di microwave. Jadi gak perlu bawa mini magic com, apa lagi panci. 😀 😀 😀 Untuk mebawa bekal dalam perjalanan, masing-masing perlu membawa lunch box plus sendok dan gapu, serta tumbler.
Meski tidak sakit, obat-obatan tetap perlu disiapkan, termasuk vitamin untuk mejaga daya tahan tubuh, yang akan beraktivitas luar biasa selama 11 hari. Obat yang dibawa adalah obat-obat generik untuk berjaga-jaga bila terkeba flu, diare dan alergi. Juga obat bila terluka serta band aid.
KOPER, TAS DAN PENGIRIMAN
Setelah diskusi, saya dan teman-teman memuruskan untuk membawa 1 koper besar, 1 koper kecil, 1 ransel dan 1 sling bag. Ransel untuk membawa kotak makanan, minuma, perlengkapan sholat, kebutuhan sanitary selama melakukan perjalanan setiap hari dan juga berbagai keperluan lainnya. Sling bag digunakan untukmembawa barang-barang kecil yang harus cepat diakses, seperti dompet, kartu ATM, CC, passport, JR Pass, kartu Suica, handphone, serta catatan itenerary dan rencana tranportasi yang akan digunakan di hari tersebut.
Untuk lebih terorganisir, saya menyiapkan 3 card holder dengan warna yang berbeda untuk memudahkan dalam mengambil. Satu card holder untuk menyimpan plastic money, satu card holder untuk menyimpan beberapa kartu penting buat berjaga-jaga tapi kemungkinan sangat jarang digunakan, dan satu card holder lagi untuk menyimpan kartu Suica, tiket masuk museum, dan sejenisnya. Card holder penyimpan plastic money, dan card holder penyimpan kartu penting disimpan di kantong bahagian dalam sling bag, dan hanya dikeluarkan saat akan melakukan pembayaran. Karena terpisah, plastic money tidak bulak balik ikut keluar saat mengunakan kartu Suica yang harus di-tap saat masuk dan keluar stasiun. Tujuannya untuk mengurangi resiko tercecer selama melakukan perjalanan.
Selama perjalanan, saya tidak membawa dompet yang biasa saya gunakan. Saya menggunakan case berbahan sama dengan card holder untuk menyimpan uang, juga case senada untuk menyimpan passport. Saya tidak menggunakan passport wallet, karena sering kali petugas imigrasi minta kita menyerahkan passport tanpa cover saat mereka melakukan pengecekan. Menggunakan case-case ini rasanya lebih praktis, gak menuh-menuhin sling back yang ukurannya kecil.
Mengapa kami membawa 2 koper? Karena dalam perjalanan yang direncanakan, akan ada perjalanan ke beberapa kota dalam 3 hari, bahkan ada 2 kota dalam 1 hari. Dalam perjalanan yang seperti itu, agar leluasa bergerak, hanya perlu membawa 1 atau 2 set baju. Saat sampai di kota yang dituju, koper akan dimasukkan ke locker yang tersedia di stasiun, lalu diambil saat akan melanjutkan perjalanan. Akan menyulitkan bila membawa koper besar kemana-mana. Lagi pula semakin besar ukuran locker yang disewa, harga sewa semakin tinggi. Jadi untuk perjalan yang seperti itu cukup bawa koper ukuran cabin.
Lalu koper yang besar dikemanakan? Di Jepang, untuk memudahkan pergerakan orang dan barang, terutama traveler, tersedia jasa untuk pengiriman koper, namanya Takkyubin atau Takuhaibin. Perusahaan ini punya banyak outlet di berbagai kota di Jepang, dan bekerja sama dengan gerai Seven Eleven. Jadi bila kita akan melakukan perjalana ke beberapa kota dalam beberapa hari, kita bisa mengirim barang-barang kita ke kota tujuan akhir. Berapa biaya pengiriman? Tergantung jarak pengiriman dan berat barang yang akan dikirim.
Go Ca Delivery Service
Barang-barang akan di antar Takkyubin ke alamat penginapan yang sudah dibooking. Syaratnya, paling lambat barang yang akan dikirim sudah harus diserahkan ke outlet Takkyubin atau gerai Seven Eleven 2 hari sebelum waktu barang tersebut kita inginkan sampai di tempat. Jadi sejak awal kita perlu merencanakan, kapan barang-barang akan dikirim.. Selain itu perlu menyisihkan waktu untuk mencari outlet pengiriman dan juga waktu untuk pengantaran barang.
Menyisihkan waktu untuk mengirim barang, sangat perlu menjadi pertimbangan, karena di beberapa jaringan mini market yang bekerja sama dengan Takkyubin yang kami datangi, sebagian besar petugas tidak punya kemampuan berbahasa Inggris. Di sisi lain, saya dan teman-teman tidak bisa berbahasa Jepang sama sekali, kecuali mengucapkan Konichiwa dan Arigato Gozaimas.. 😀 😀 Ada memang aplikasi yang bisa melakukan translate, tapi tetap saja ribet dan butuh waktu.
Khusus untuk di Tokyo, bila kita akan berangkat sore atau malam, dan kita masih ingin jalan-jalan, kita bisa menggunakan jasa pengiriman barang ke Bandara Narita atau Haneda. Nama jasanya Ca-Go Delivery service, teman-teman bisa lihat keterangan jasa yang diberikan di Ca Go Website. Atau sebaliknya, begitu kita sampai di bandara kita ingin langsung jalan-jalan tanpa menyisihkan waktu untuk antar barang ke hotel terlebih dahulu, kita bisa menggunakan jasa Ca-Go Delivery untuk mengirim barang-barang kita ke hotel. Berapa biaya jasa pengirimannya? Untuk dari dan ke bandara Haneda, untuk segala ukuran koper, biayanya Yen 1.650 per koper.
UANG
Berapa banyak uang yang dibawa untuk bekal melakukan perjalanan? Ini merupakan salah satu topik bahasan teman-teman serombongan sebelum berangkat. Karena saya tujuannya jalan-jalan, saya hanya membawa uang tunai secukupnya saja untuk membeli makanan, jajan, tiket masuk museum atau tempat-tempat yang didatangai dan untuk beli souveniers.
Mata uang apa yang dibawa? Yen, jelas harus dibawa. MYR alias Malaysian Ringgit juga harus dibawa, karena saat beragkat dan pulang akan transit di Bandara KLIA, jadi perlu MYR buat beli makanan dan minuman. Saya juga membawa sedikit US $ buat berjaga-jaga untuk ditukar ke Yen, bila kehabisan. Selain menggunakan uang cash, kita bisa menggunakan CC atau Debit. Jadi untuk persiapan uang gak terlalu susah, asal uangnya ada.. 😀 😀 😀
Rasanya semua persiapan yang saya dan teman-teman serombongan lakukan sudah include di postingan ini ya. Mungkin buat teman-teman yang biasa pergi traveling dengan menggunakan jasa travel, rasanya ribet banget ya persiapan yang perlu dilakukan. Bisa bikin ilfil, karena butuh waktu yang cukup panjang dan effort yang besar. 😀 😀
Tapi percaya deh, traveling mandiri itu seru !!! Pakai tiga tanda seru 😀 😀 😀 Selain kita bisa menentukan sendiri mau kemana dan berapa lama di suatu tempat, kita juga bisa menikmati lebih lama tempat-tempat yang dikunjungi. Kita bisa melihat banyak hal yang mungkin gak terlihat dari balik jendela bus wisata. Di sisi lain, kita secara fisik harus lebih kuat, karena kita akan bepergian dengan tranportasi umum. Tranportasi umum utama di Jepang adalah kereta api. Jangan berpikir stasiunnya seperti di negeri kita, yang platformnya hanya 1 atau 2 tingkat. Di sana sebuah stasiun lorongnya bisa bercabang-cabang, dan punya puluhan platform. Untuk mencapai platform ada yang pakai escalator, ada yang tidak. Syukur-syukur klo ada lift. Dan harap diingat, bahwa kita juga bisa kesasar… 😀 😀 Dan upaya mencari jalan kembali juga menjadi keseruan tersendiri.. 😀 😀 😀
Berapa estimasi pengeluaran? Di luar biaya konsumsi, uang icip-icip jajanan Jepang yang seru-seru, beli tiket masuk museum dan tempat-tempat yang dikunjungi, serta beli souveniers, saya mengeluarkan uang sekitar Rp.17 jutaan. Murah…?? Coba cari tahu dengan melihat tulisan-tulisan dari teman-teman yang telah melakukan perjalanan yang relatif sama.
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan menjadi rujukan buat teman-teman yang merencanakan perjalanan mandiri ke Jepang setelah pandemi berlalu,ya teman-teman. ***
Hari-hari ini di memories Facebook ku muncul kenangan perjalanan ke Negeri Matahari Terbit yang kulakukan persis setahun yang lalu… Hal ini membuat diriku ingin menuliskan certa tentang perjalananku itu, juga perjalanan=perjalanan yang ku lakukan beberapa tahun terakhir.. Ya, sudah hampir 2 tahun aku tidak membuat tulisan di ceritasondha.. Rindu untuk bisa kembali menulis, menuangkan pikiran dan rasa.., meninggalkan jejak kehidupan.. Ini tulisan pertamaku setelah pingsan lebih dari 2 tahun.. Tulisan tentang persiapan perjalanan ke Jepang.. Cerita tentang persiapan ini dibuat dalam 2 part, karena memang banyak hal yang haris dilakukan.. Di tulisan ini aku juga mencantumkan harga-harga tiket dll dengan tujuan bisa menjadi acuan teman-teman untuk mengambil keputusan.
So, here the 1st part..
Awal Agustus 2019, seorang teman menelpon, menawari untuk jalan bareng ke Jepang di awal Februari 2020. Jalan ke Jepang secara mandiri, tidak ikut paket perjalanan yang dikelola oleh travel. Setelah menimbang-nimbang jadwal pekerjaan, diriku setuju untuk bergabung. Teman itu membelikan terlebih dahulu tiket saya dan juga tiket teman-teman yang diajak pergi bareng, agar berangkat dengan penerbangan yang sama di waktu yang sama. Kami kemudian mengganti uangnya sesuai dengan rate yang berlaku. Ada 6 orang yang diajak pergi bersama.
TICKET
Tiket yang dibeli dari skyscanner adalah tiket Singapore Airlines dengan rute Kuala Lumpur – Haneda pulang pergi, transit di Singapore. Berangkat tanggal 5 Februari 2020, kembali tanggal 15 Februari 2020. Kalau dilihat dari posisinya, rute penerbangan tersebut mundar mandir. Maksudnya dari Pekanbaru mundur dulu ke Kuala Lumpur, baru kemudian maju ke Singapore, lalu lanjut ke Jepang. Tapi teman saya punya pertimbangan, penerbangan dari Pekanbaru ke Kuala Lumpur ada setiap hari, sementara ke Singapore tidak.
Berapa harga tiket untuk perjalanan yang akan dilakukan 6 bulan ke depan dari tanggal pembelian? Coba teman-teman check di website skyscanner untuk penerbangan 6 bulan ke depan, biasanya harganya relatif sama.
Bagaimana dengan penerbangan dari Pekanbaru ke Kuala Lumpur?
Karena penerbangan dari Kuala Lumpur ke Singapore jam 14.30 Waktu Kuala Lumpur (15.30 WIB), dan dari Pekanbaru ada penerbangan pagi hari ke Kuala Lumpur, maka kami membeli tiket Air Asia di hari yang sama. Jadi tidak perlu menginap di Kuala Lumpur. Soal harga tiket Air Asia, teman2 bisa check langsung di websitenya. Dengan catatan, itu belum termasuk harga bagasi ya. Karena Air Asia hanya memberi fasilitas untuk membawa 1 barang ke cabin, dengan berat maksimal 7 kg. Jadi? Ya harus beli bagasi tambahan sebelum keberangkatan.
Dengan pertimbangan penerbangan melintasi Samudera Pasifik kemungkinan penerbangan mengalami turbulensi cukup besar, teman saya mengajak untuk membeli seat saat membeli tiket. Jadilah kami membeli seat untuk penerbangan Singapore – Haneda pp.
Jadi berapa harga tiket keseluruhan? Lebih kurang Rp.6.095.700,- Mahal? yuukk kita coba cari perbandingannya..
ITINERARY
Setelah membeli tiket, prioritas yang harus dilakukan bagi yang mau traveling mandiri adalah menyusun ittinerary. Itinerary selain akan menjadi acuan bergerak saat traveling, juga merupakan syarat yang harus dilampirkan untuk aplikasi visa.
Menyusun itinerary butuh waktu dan pengetahuan yang cukup tentang kota-kota yang mau dikunjungi, apa yang mau dilihat, sarana transportasi antar kota dan dalam kota yang dibutuhkan, juga perkiraan waktu untuk bergerak dari satu tempat ke tempat berikutnya. Ittinerary juga menjadi acuan dalam memesan hotel di kota-kota yang akan dikunjungi.
Bagaimana cara mencari ilmu tentang hal-hal tersebut?
Di internet ada banyak informasi tentang pariwisata Jepang, bahkan di Youtube ada banyak vlog yang informatif, termasuk yang berbahasa Indonesia. Selain searching-searching di Mbah Google, dalam satu kesempatan singgah di Periplus di Bandara Soetta, saya membeli buku Lonely Planet “Japan”. Berapa harganya? Rp.528.000,-. Mehong yeee…. ? Iyeee. Tapi menurut saya pantas kok. Karena informasi di buku itu cukup lengkap, update dan detail. Buku ini menjadi referensi utama saya dalam menyusun ittinnerary perjalanan kami, yang merupakan salah satu tugas saya.
Selain mencari informasi, saat menyusun ittinerary, saya dan teman-teman berdiskusi tentang apa yang ingin dikunjungi. Sebenarnya, ini sebaiknya dibicarakan sebelum membeli tiket, agar orang-orang yang akan jalan bersama adalah orang-orang dengan “frekuensi” yang sama, punya preferensi yang sama. Paling tidak seleranya mendekati, agar semua anggota rombongan happy saat travelling.
Soal preferensi kita harus berterus terang dan jujur. Jangan setelah di daerah tujuan kita merasa sebal karena ada beberapa kunjungan ke museum di dalam ittinerary, sementara kita gak suka sama museum. Bisa bete 7 hari 7 malam, kan.. Selain itu kita juga harus berani menyampaikan kepada teman-teman serombongan aktivitas yang kita sukai saat traveling. Misalnya kita senang motret, membuat foto-foto tempat-tempat yang kita kunjungi, bukan cuma kitanya yang berfoto-foto. Karena memotret ini akan membutuhkan ruang dan waktu tersendiri, butuh pemahaman dari teman-teman serperjalanan. Kebayang kan klo teman-teman serombongan tidak paham, begitu kita angkat kamera, mereka main langsung nongol aja di depan kamera kita. Hrrrgggghhhhhh….
Ittinerary yang kami susun secara umum adalah : Hari ke-1 : Pekanbaru – KL- Singapore -Haneda; Hari ke-2: Old Tokyo (nginap di Tokyo); Hari ke-3 : Oneday trip ke Hakone (nginap di Tokyo); Hari ke-4 : Matsumoto – Toyama (nginap di Toyama); Hari ke-5 : Takayama – Shirakawa Go (nginap di Takayama); Hari ke-6 : Kyoto – Osaka (nginap di Osaka); Hari ke-7 : Nara (nginap di Osaka); Hari ke-8 : Oneday trip ke Hiroshima (nginap di Osaka); Hari ke-9 dan ke-10: Tokyo (malam berangkat ke Singapore); Hari ke-11 : Singapore – KL – Pekanbaru. Padat bangettttt….? Ya.. kalau mau jalan lagi ke sana, perlu diberi waktu yang lebih lega, karena ada saja hal-hal yang di luar rencana terjadi, yang membutuhkan waktu untuk diselesaikan.
VISA
Untuk penduduk di wilayah Pulau Sumatera, Visa Jepang diurus di Konsulat Jenderal Jepang di Medan. Lokasinya di Sinar Mas Land Plaza, Jl. Pangeran Diponegoro No.18, Madras Hulu, Kec. Medan Polonia, Medan. Buat yang bermukim di luar Kota Medan, pengurusan visa bisa dilakukan oleh travel. Kami menggunakan jasa Bayu Buana Travel cabang Pekanbaru. Biayanya Rp.550.000,- untuk Visa Single Entry. Waktu yang diperlukan untuk pengurusan sekitar 1 minggu setelah dokumen persyaratan yang kita sampaikan lengkap. Syarat Pengajuan Visa Jepang di Konsulat Medan yang diminta oleh travel dapat dilihat di sini. Alhamdulillah urusan pengurusan visa kami lancar jaya.
TRANSPORTASI
Untuk transportasi, Pemerintah Jepang yang sangat mendukung pariwisata menyediakan Japan Rail (JR) Pass. Pass yang dapat dibeli di KLOOK hanya disediakan untuk wisatawan yang berkewarganegaraan Non Jepang, dan harus dibeli sebelum wisatawan sampai ke Jepang.
Bila kita membeli JR Pass, yang kita terima adalah Exchange Order. Dokumen ini dikirim lewat jasa kurir ke alamat yang kita cantumkan saat memesan. Sementara yang kita dapatkan di email adalah bukti pemesanan dan nomor pemesanan. Progress pemesanan dan pengiriman dapat kita pantau di Klook, dan kita harus registrasi dulu di Klook sebelum membeli berbagai produk yang ditawarkan di sana.
Setelah sampai di Jepang, Exchange Order ini kita bawa ke JR Office yang terdapat di bandara atau stasiun-stasiun besar untuk ditukarkan dengan JR Pass. Kita juga akan ditanya sejak tanggal berapa JR Pass tersebut akan kita gunakan.
Jenis JR Pass bervariasi berdasarkan cakupan wilayah yang akan dikunjungi, dan rentang waktu penggunaan. Harga JR Pass juga ditentukan variasi tersebut. Jadi pembelian JR Pass harus mempertimbangkan itinerary, dan sebaliknya itinerary juga disusun berdasarkan jenis JR Pass yang akan dibeli. Pilihan JR Pass dapat teman-teman lihat di website KLOOK.
JR Pass apa yang kami beli? JR Pass All Area untuk 1 minggu. Pilihan ini kami ambil karena area yang rencananya akan kami kunjungi tidak berada dalam satu area JR Pass dengan daerah lain. Sebenarnya dengan JR Pass All Area ini kita bisa berkunjung sampai ke Hokaido Perfecture yang berada paling timur laut Jepang, dan berbatasan denga wilayah Rusia. Tapi waktu yang tersedia untuk kami mengunjungi Jepang hanya 9 hari di luar perjalanan yang 2 hari, maka pergi ke Hoklaido belum menjadi pilihan.
Saat menerima kiriman Exchage Order harus dicek dengan baik, apakah data yang tercantum di dokumen Exchange Order tersebut adalah data kita, sebagaimana tercantum di passport, sebagaimana dicantumkan saat memesan JR Pass. Kalau tidak sama, segeralah minta penggantian. Karena bila nama di Exchange Order berbeda dengan di Passport, maka Exchange Order tidak bisa ditukarkan menjadi JR Pass. Dan…, jangan lupa membawa passport saat akan menukarkan Exchange Order dengan JR Pass. Bila kita tidak menunjukkan passpor, maka proses penukaran tidak dapat dilaksanakan.
Untuk persiapan yang lain, kita lanjut di Part 2 ya teman2.. ***
Beberapa tahun yang lalu, diriku melihat di FB mba @fitradiaz, foto beliau dan suaminya dengan latar bukit batu yang bentuknya seperti rumah-rumah. Caption foto tersebut klo tak salah ingat “Madain Saleh“. Diriku bertanya pada mba Diaz, dimana foto itu dibuat. Jawaban beliau itu di Madain Saleh, situs peninggalan wilayah syi’ar Nabi Saleh AS. Lokasinya masih di wilayah Provinsi Madina, namun belum menjadi destinasi wisata di Madinah yang ditawarkan paket-paket umroh.
Aku lalu mencari-cari informasi tentang Madain Saleh lewat mbah Google.
Dari mbah Google aku menemukan bahwa Madain Saleh atau disebut juga Al Hijr atau Hegra (dalam bahasa Yunani) adalah sebuah wilayah dimana terdapat situs arkeologi peninggalan kerajaan Nabatean. Madain saleh adalah kota terbesar kedua dari kerajaan yag berkuasa di abad pertama Masehi ini, sedangkan ibu kota kerajaan adalah Petra, yang saat ini termasuk wilayah kerajan Jordania.
Kawasan Madain Saleh dulunya dihuni oleh Kaum Tsamud, kaum yang sangat maju di zamannya, namun ingkar pada Allah SWT. Cerita tentang kaum Tsamud, kerap aku dengar di training-training ESQ yang sering aku ikuti beberapa tahun yang lalu. Nama kaum ini salah satunya disebutkan dalam ayat ke 11 Surat As Shams, surat ke 91 dalam Al Qur’an. Surat ini diawali dengan 6 sumpah yang menyebutkan nama benda-benda dan fenomena yang ada di semesta, dan satu sumpah yang menyebutkan “demi jiwa dan penyempurnaannya”. Lalu diikuti dengan ayat-ayat yang mengatakan, “Allah mengilhamkan sukma kefasikan dan ketakwaan. Sungguh beruntung orang yang mensucikannya, dan sungguh merugi bagi yang mengotorinya”
Sejak itu diriku berharap suatu saat bisa menginjakkan kakiku ke Madain Saleh.
Aku selalu mengamati tawaran travel-travel umroh, tapi tidak ada travel yang menawarkan kunjungan ke Madain Saleh. Pada pertemuan dengan pak Rizky, pimpinan travel Penjuru Wisata Negeri saat kami mencari-cari travel untuk umroh, beliau bilang, “Kak, saya kasi bonus buat kakak dan teman-teman ya. Bonusnya kunjungan ke Madain Saleh.” Sungguh itu bonus yang sangat istimewa. Pak Rizky konsisten dengan janjinya, meski jumlah rombongan kami yg berangkat tak sesuai rencana awal.
Rute Madinah – Madain Saleh
Hari Selasa, 13 Februari 2018, diriku dan teman-teman, ditemani Ustadzah Alena – tour leader dari Travel Umroh Penjuru Wisata Negeri, juga 2 orang perwakilan travel yang menetap di Madinah, berkunjung ke Madain Saleh. Kami pergi dengan mini bus berkapasitas 14 penumpang. Supirnya orang lokal yang sudah relatif berumur, namun kemampuan menyetirnya luar biasa. Dia sangat mahir berkendara saat harus menghadapi rombongan unta yang bisa mendadak ditemukan memenuhi ruas jalan, atau ketika mobil tidak bisa jalan lurus dengan mulus alias agak zig zag karena adanya badai pasir.
Kalau teman-teman lihat di Google Map, Madain Saleh itu lokasinya berada 366 km di Barat Laut Masjid Nabawi yang berada Kota Medina. Waktu tempuh bila menggunakan mobil lebih kurang 3 jam 51 menit. Kami berangkat dari Hotel Gloria Alfayroz Diamod di Madinah sekitar jam 08.30 pagi, dan sampai di kawasan Madain Saleh sekitar jam 01 siang.
Madain Saleh atau Al Hijr saat ini adalah wilayah dengan luas ratusan hektar tanpa penghuni. Sebuah wilayah yang subur di antara gunung-gunung batu dan gurun pasir, sesuai dengan arti Al Hijr, gunung batu, yang juga merupakan nama surat ke 15 dalam kitab suci Al Qur’an.
Madain Saleh
Di wilayah ini tersebar banyak sekali batu-batuan besar dengan berbagai bentuk, antara lain seperti gundukan yang dapat difungsikan sebagai rumah, orang dan juga gajah. Ada juga kompleks bebatuan yang berbentuk bangunan-bangunan sangat besar. Kompleks ini yang sudah terdaftar sebagai World Heritage alias Warisan Dunia di UNESCO. Namun kompleks situs World Heritage pertama di Arab Saudi ini sudah diamankan dengan pagar kawat yang tinggi, dan tak bisa dikunjungi tanpa izin. Saat kami ke sana pintu gerbang kompleks tertutup, dan tidak ada petugas yang nampak. Jadilah kami hanya bisa melihat dari balik pagar, dan mengunjungi bahagian yang belum dikelilingi pagar kawat, seperti batu yang berbentuk gajah. Namun dari foto yang terdapat di galeri website Unesco, pada batu-batu yang sudah diamankan tersebut terdapat pahatan-pahatan yang berbentuk gedung, ruang-ruangan dengan pahatan-pahatan sebagai dekorasi.
Madain Saleh
Daerah ini sebagian besar sudah mulai tertata rapi, bahkan ada pedesterian untuk pejalan kaki. Jalannya lebar-lebar, dengan pengaturan arah dan signage yang baik. Nampaknya Pemerintah Arab saudi sedang mempersiapkan daerah ini untuk menjadi destinasi wisata yang baru, meski mungkin masih ada perbedaan pendapat tentang kelayakan tempat ini menjadi destinasi wisata. Mengapa begitu? Karena sehari setelah berkunjung ke Madain Saleh, saat antri untuk masuk ke Raudoh, saya berbicang-bincang dengan seorang ibu-ibu petugas pembimbing pengunjung wanita yang mau masuk ke Raudoh. Saat saya bercerita saya sehari sebelumnya berkunjung ke Madain Saleh, ekspresi wajah beliau menunjukkan keterkejutan. Beliau bilang, “Ibu mengapa ke sana?”. Saya bilang melihat-lihat wilayah yang pernah menjadi daerah syi’ar Nabi Saleh AS. Beliau bilang, “Ibu tidak seharusnya ke sana. Karena itu daerah yang pernah dimurkai Allah. Seharusnya bila ibu melewati daerah itu, ibu memalingkan muka dan berdoa memohon perlindungan dari Allah. Kita tak boleh bersantai-santai, ketawa-ketawa di tempat-tempat seperti itu.” Dan ternyata di dalam buku tafsir yang disusun oleh Ibnu Kasir pada penjelasan Surat Al Hijr Ayat 82 dikatakan “Janganlah kalian memasuki tempat tinggal kaum yang telah diazab , melainkan kalian dalam keadaan menangis. Jika kalian tidak dapat menangis sungguhan, maka berpura-pura menangislah kalian, karena dikhawatirkan kalian akan tertimpa apa yang telah menimpa mereka. “
Alhamdulillah selama di Madain Saleh kami tak ada duduk bersantai-santai. Kami hanya menyusuri beberapa lokasi yang bisa dikunjungi, membuat foto-foto untuk kenang-kenangan. Kami melihat kebenaran yang dinyatakan dalam surat Al Hijr. Dan yang paling penting semoga kami bisa mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada Kaum Tsamudu, dan apa yang kami lihat di wilayah Madain Saleh, untuk menguatkan iman Islam di diri.
Dan bagi diriku, berkunjung ke Madain Saleh adalah sebuah keinginan yang terwujud. Alhamdulillah.
Terima kasih atas hadiahnya, pak Rizky dan Travel Penjuru Wisata Negeri. Semoga Allah membalas dengan berlipat kebaikan. ***
Awal minggu lalu, aku kembali ngebolang.. Menjadi bocah petualang. Ceritanya diriku diajak teman-teman kantor pergi ke Kota Selatpanjang, ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti. Kota ini berada di Pulau Tebing Tinggi, salah satu pulau yang berada di pesisir timur Pulau Sumatera.
Untuk sampai ke Kota Selatpanjang, dibutuhkan sedikit perjuangan, karena kita harus berganti kendaraan sebanyak 3 kali. 😀 😀 Pertama-tama kita naik kapal selama 1 jam, dari Pelabuhan Sungai Duku di daerah Teluk Lembu di Pekanbaru, sampai ke pelabuhan rakyat di daerah Buantan di Kabupaten Siak. Di Buantan kita bertukar kendaraan, naik bus. Perjalanan selama 1.5 jam sampai ke Pelabuhan Butun yang berada di pantai timur Pulau Sumatera, namun masih termasuk Kabupaten Siak. Di Butun kita ganti kendaraan lagi dengan kapal. Kita harus berlayar 1.5 jam, baru sampai ke Kota Selatpanjang. Saat berpindah-pindah kendaraan, kita harus berjalan kaki antara 50 – 200 meter, jadi disarankan untuk tidak membawa barang yang besar atau banyak. Kalau memang akan membawa barang, ada jasa pengangkut berupa gerobak, atau serahkan kepada awak kapal untuk mengurus. Dengan tambahan bayaran tentunya. Atau kalau memang mau bawa barang banyak, supaya gak pindah-pindah kendaraan, pilihannya adalah naik kapal kayu Gelatik. Hanya waktu tempuhnya 3 kali lipat, 12 jam lebih kurang.
Berapa ongkos Pekanbaru – Selatpanjang? Kalau naik Nagaline, nama salah satu operator yang melayani jalur tersebut, ada 3 kelas dengan 3 tingkatan harga. Rp. 150K untuk kelas ekonomi. Di kapal duduknya di baris keempat sampai ke belakang. Kursi di bus, 3 tempat duduk di sisi kiri dan 3 tempat duduk di sisi kanan. Untuk kelas VIP, harganya Rp.170K. Di kapal duduk di baris pertama sampai baris ketiga. Busnya beda dengan yang kelas ekonomi. Tempat duduk di dalam bus berada di jalur kiri, 2 kursi bersebelahan. Kelas VVIP harganya Rp.190K. Di kapal duduk di baris pertama. Di bus, duduk di jalur kanan, kursi tunggal, kaki bisa selonjoran.
Vihara Hoo Ann Kiong, Agustus 2012 at my insta @sondhasiregar
Kunjungan ke Selatpanjang kali ini bukan yang pertama kali bagiku. Diriku pernah ke sana sekitar bulan Agustus 2012, untuk mengunjungi teman lamaku, kak Vivi. Waktu itu kak Vivi yang dokter gigi dan besar di Selatpanjang bertugas di sana. Saat berkunjung ke sana, aku sempat dibawa kak Vivi berkeliling dengan sepeda motor, melihat-lihat beberapa bahagian sisi kota, termasuk melihat Vihara Hoo Ann Kiong, yang berlokasi di Jl. Ahmad Yani. Diperkirakan, vihara ini adalah vihara tertua di Kota Selatpanjang, bahkan tertua di Provinsi Riau. Kota Selatpanjang, sebagaimana kota-kota besar mau pun kecil di pesisir timur Pulau Sumatera, pesisir barat Pulau Kalimantan dan pesisir utara Pulau Jawa adalah daerah-daerah yang banyak penduduk dengan etnis Tionghoa. Jadi tidak heran kalau ada beberapa vihara di Selatpanjang.
Becak Selatpanjang
Di Kota Selatpanjang transportasi umumnya adalah sepeda motor, sepeda dan becak. Tak banyak mobil yang wara wiri di kota ini. Yang ada itu pun sebagian besar berplat merah alias mpbil dinas. Karenanya kota ini udaranya segar dan nyaman untuk dihuni. Kenderaan umum? Becak. Jangan heran bila begitu keluar dari gedung pelabuhan akan banyak pengemudi becak yang menawarkan tumpangan, bahkan tukang becak yang nafsu banget mendapatkan penumpang bisa menarik bawaan penumpang untuk dimasukkan ke becaknya. Rada-rada menyebalkan, memang. 😀 Tapi mungkin harus dimaklumi saja di tengah ekonomi yang sedang sulit. Bersikap tegas, adalah cara terbaik menghadapi mereka. Oh ya, becak di kota ini unik. Seperti becak di Jakarta, becak di Selatpanjang ditarik dengan motor bebek, tapi kursi penumpangnya dua baris. Untuk duduk di baris belakang, penumpang harus melompati kursi di baris depan, karena tak ada akses untuk naik ke bangku belakang dari samping. Ya, bangku belakang itu memang lebih sering digunakan untuk tempat barang yang dibawa penumpang. Sedangkan bila penumpang becak ada 3 atau empat orang, penumpang ketiga dan keempat duduk di bangku tambahan yang diletakkan di sisi belakang pagar depan becak. 😀
Untuk menginap, di Selatpanjang ada banyak hotel dengan harga kamar yang wajar. Tapi kita harus cari-cari info yang cukup sebelum memilih hotel, karena katanya tak semua hotel airnya bersih dan jernih. Makumlah, sebagai daerah pesisir yang sebagian besar lahannya adalah gambut, air di Selatpanjang selain payau juga berwarna coklat. Katanya meski telah beberapa kali mengusapkan sabun ke badan, mandi bisa terasa bagai tak bersabun, busanya tak keluar, kulit terasa licin saja. 😀 Untuk dapat air yang jernih, masyarakat biasanya menampung air hujan, atau dengan sumur bawah tanah yang mebutuhkan investasi sangat tidak sedikit. Saat kunjungan kemaren diriku dan teman-teman menginap di hotel Dyva, atas rekomendasi teman yang sudah beberapa kali ke sana. Alhamdulillah air di hotel itu bagus, dengan volume supply yang memadai.
Kemana saja saat berkunjung ke Selatpanjang kali ini? Secara waktu terbatas, selain menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan, kami menyempatkan diri menikmati seafood dan mie sagu, juga ke pasar untuk melihat-lihat berbagai produk khas Kepulauan Meranti lainnya. Kabupaten Pulau Meranti yang merupakan daerah pesisir, banyak ditumbuhi oleh tanaman Rumbia atau Sagu (Metroxylon sagu Rottb). Makanya di daerah ini terdapat banyak produk olahan dari bahan dasar sagu.
Apa itu mie sagu? Mie sagu merupakan kuliner khas Selatpanjang. Mie ini olahan dari teras batang sagu, teksturnya lembut dan kenyal. Lebih lembut dan warnya lebih bening bila dibandingkan dengan kwetiaw. Mie sagu biasanya dimasak dengan bumbu bawang merah, bawang putih dan cabe merah yang digiling kasar. Sebagai penyemarak biasanya ditambahkan kucai (Allium tuberosum), toge dan ikan teri yang sudah digoreng atau udang kering. Mie sagu saat ini sudah mulai banyak dijual di kedai-kedai kopi di Pekanbaru, tapi berburu mie sagu di daerah asalnya tentu memberi keseruan tersendiri. 😀
Selama di Selatpanjang, kami dua kali menikmati mie sagu. Yang pertama di foodcourt di samping hotel. Mie sagunya enak, cuma bumbunya yang rasanya belum maksimal. Mie sagu kedua, kami nikmati di Kedai Kopi Pelangi di Jl. Ahmad Yani. Kedai kopi yang berada di ruko ini terkesan tak terawat karena dinding-dindingnya kusam, tapi mie sagu yang dijual maknyuss.
Mie sagu di Kedai Kopi Pelangi ini merupakan rekomendasi dari seorang cicik (tante) pemilik toko tempat kami membeli beberapa produk olahan sagu di pasar. Cicik itu bilang, kedai kopi yang tak jauh dari Hotel Pulama. Maka kami pun bertanya-tanya pada beberapa orang yang kami temui di sepanjang pencaharian, dimana itu Hotel Pulama, tapi tak ada yang tahu. Dan ternyata maksud si Cicik itu adalah Hotel Furama. 😀 😀 😀 Dan ternyata juga, salah seorang teman perjalananku pernah menginap di Hotel Pulama itu. Tapi enggak ngeh dengan maksud si cicik.. 😀 😀
Sebenarnya ada satu lagi tempat dan kuliiner yang direkomendasikan untuk menikmati mie sagu dan sempolet : kantin di samping gedung kantor Badan Kepegawaian Daerah di kompleks perkantoran Pemerintah Kabaupaten Kepulauan Meranti. Sayang saat kami ke sana, kami baru saja sarapan, perut kami masih penuh. Adapun sempolet adalah bubur sagu yang dinikmati bersama sup ikan, seperti papeda kalau di Indonesia Bagian Timur.
Oleh-oleh Selatpanjang
Apa yang didapat di pasar di Selatpanjang? Klo diriku siyy cuma beli mie sagu, ebi alias udang kering dan kerupuk udang. Sebenarnya di pasar, diriku menemukan banyak banget produk olahan sagu dan hasil laut yang sebenarnya layak untuk coba dibeli dan diolah jadi makanan istimewa. Misalnya sagu dalam bentuk butiran yang bisa dibuat jadi bubur. Ada juga terasi dan ikan teri. Tapi mengingat transportasi yang nyambung-nyambung, jadi malas belinya. Malas gotong-gotong. 😀
Bagi penggemar kopi, di Selatpanjang ada toko Diamond, yang menjual bubuk kopi dengan merk Cengkeh. Kata teman-teman yang minum, rasanya enak pakai banget. Jadi gak boleh dilewatkan.
So, bagi teman-teman yang senang menjelajah, silahkan berkunjung ke Selatpanjang…***
Hari Rabu, 28 Juni 2017, alias lebaran keempat, diriku pulang kampung ke Sipirok dengan adik bungsuku Noy, dan ditemani teman kerjanya, Dana. Dari Sipirok kami sempat jalan-jalan juga ke Padang Sidempuan, yang hanya berjarak 32 km dari Sipirok.
Padang Sidempuan bukan kota yang asing bagi diriku dan keluarga. Papaku pernah bertugas 10 tahun di sini tahun 1970 – 1980. Bahkan 3 dari 4 orang adikku lahir di kota ini. Tapi meski begitu kami tak tahu banyak tempat makan di sini. Kami hanya tahu Buffet Anda di Jalan Merdeka dan Rumah Makan Batunadua di jalan ke arah Sipirok. Kenapa begitu? Karena kalau kami ke Padang Sidempuan, kami selalu makan di rumah peninggalan Opung yang di belakangnya ada sawah dan kolam ikan. Istri penjaga sekaligus pengelola sawah akan memasakkan ikan arsik dan rebusan sayur buat kami. Jadi kalau ke Padang Sidempuan, kani hampir tak pernah makan siang di restoran, kecuali di Buffet Anda, restoran tempat kami dulu selalu dibawa almarhum Mama makan sepulang menemani beliau belanja.
Hari Kamis, 29 Juni 2017, seorang teman yang tinggal di Padang Sidempuan mengajak aku dan adikku makan malam, menikmati Kuliner Padang Sidempuan. Teman itu membawa kami ke Warung Naufal, sebuah rumah makan yang menyediakan masakan khas Padang Bolak, nama salah satu daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Padang Bolak terkenal sebagai daerah peternakan kerbau untuk memenuhi kebutuhan daging kerbau di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya. Namun, masyarakat Padang Bolak juga terkenal dengan masakan Holat, yaitu pindang ikan mas asap yang dimasak dengan pakkat, rotan muda, yang rasanya kelat, dan serutan buah balakka.
Selain holat, di Warung Naufal juga menyediakan gulai Ikan Mera dan gulai Lele Asap.
Apa itu ikan mera? Ikan Mera atau lebih populer dengan nama Ikan Jurung, merupakan makanan para raja dan ikan untuk upacara adat di Tapanuli Selatan. Namun karena belakangan tak mudah didapat, hanya ada di daerah hulu sungai yang berair jernih, maka untuk upacara adat yang digunakan adalah ikan mas. Ikan Mera diperkirakan mempunyai manfaat untuk kesehatan. Ikan Mera yang dihidangkan di Warung Naufal adalah ikan yang sudah diasap, sehingga daging ikan yang gulai terasa padat dan punya bau yang khas. Rasanya juaraaaaa.. !!!
Ikan Lele atau Ikan Tikkalang dalam Bahasa Batak Angkola, yang dihidangkan di Warung Naufal adalah hasil tangkapan dari sungai, bukan lele hasil budidaya di keramba. Jadi dagingnya juga lebih padat dan enak. Rasanya juga juaraaaa… !!!
Gimana soal harga? Harga makanan di tempat ini lebih juara lagi ! Saat hari Kamis malam kami makan berlima, dengan menu Ikan Mera dan Ikan Lele, tagihannya hanya Rp.88.000,-. Saat makan hari Jum’at siang, yang makan 3 orang dengan menu masing-masing ikan dan telur dadar plus juice untuk 4 orang, tagihannya Rp.105.000,-. Murah yaaa…
Buat teman-teman yang sedang atau akan berkunjung ke Padang Sidempuan, silahkan mampir ke Warung Naufal di Jalan Mayjen Sutoyo, gak jauh dari Bank BRI dan Bank Mandiri yang berlokasi di Jalan Kapten Koima. Mari menikmati kuliner lokal***
Hari ini pagi kedua diriku libur lebaran 1438 H di Medan. Dua kali pagi juga diisi dengan jalan kaki menyusuri bahagian lama Kota Medan. Kegiatan yang belum pernah dilakukan sebelumnya, meski sejak masih bau kencur sudah bulak balik ke Medan.
Pagi ini diriku jalan kaki berdua dengan Aldy, ponakanku. Kalau kemarin kami memarkirkan mobil di halaman BNI di Jalan Pemuda dan langsung masuk ke Jalan Kesawan, hari ini kami memarkirkan mobil di basement Lippo Plaza di sekitar Lapangan Benteng. Lalu kami jalan kaki menyusuri jalan Sutoyo ke arah Kesawan.
Di pojokan Jalan Hindu, kami singgah di sebuah kedai kopi warna hijau yang dari kemarin sudah terlihat ramai. Tak ada plang nama di depan warung kopi itu, tapi ternyata warung kopi itu sudah terkenal di kalangan pencinta kuliner di Medan. Kopitiam Apek, namanya.
Apa saja yang ditawarkan Kopitiam Apek ? Kopi dan segala macam variasinya, teh dengan variasinya, chocolate dengan variasinya, telur setengah matang, roti bakar dan roti kukus dengan aneka pilihan isi : srikaya, skippy, coklat, keju atau kombinasinya.
Makanan lain seperti lontomg medan dan menu khusus hari Jum’at, nasi briyani, disediakan oleh pihak ketiga yang ikut menyediakan gerai makanan di kedai kopi tersebut. Untuk yang ingin makan mie-mie-an, akan dipesankan dari warung di seberang jalan. Kerjasama yang baik ya. (Y)
Kopitiam Apek dikelola oleh Cici Suyenti, yang sekaligus merupakan generasi ketiga pemilik kedai kopi tersebut. Seluruh minuman, baik teh dan variannya, kopi dan variannya, chocolate dan variannya serta telur setengah matang dibuat sendiri oleh cici Suyenti di dapur mungilnya di bawah tangga. Menurut beliau, dia membuat semua sendiri minuman untuk menjaga kualitas produk yang diberikan pada pelanggan. Beliau dibantu 3 asistennya, perempuan, yang masing-masing bertugas memanggang roti di tungku berbahan bakar arang, mencuci gelas dan piring kotor, serta sebagai runner alias menerima dan mengantar pesanan.
Saat kami ke sana, di hari ketiga lebaran, semua meja yang jumlahnya tak lebih dari 10, penuh. Padahal gerai makanan lain yang ada di kedai kopi tersebut belum buka. Artinya pengunjung hanya datang untuk menikmati minuman dan roti bakar dan aneka mie dari kedai di seberang. Tapi tetap, meja-meja penuh. Bahkan pengunjung kadang harus antri dan berdiri di depan pintu masuk, menunggu ada meja yang kosong.
Berapa harga minuman dan makanan di Kopitiam Apek? Sebagai referensi, teh manis Rp.15K, teh susu dingin Rp.31K, roti bakar srikaya Rp.20K, roti bakar coklat keju Rp.27K dan roti kukus skippy srikaya Rp.23K. Mehong? Agak yaaa.. Tapi klo dibandingkan dengan rasa dan kualitas minuman dan makanan yang dinikmati, radanya worthed.
Buat yang lagi liburan di Medan dan cari alternatif sarapan, KopitIam Apek yang berlokasi di Jalan Hindu No. 37 Medan ini bisa jadi alternatif. Silahkan singgah, dan salam buat cici Suyenti. ***
Libur lebaran kali ini panjang yaa.. Total 10 hari. Kemana? Diriku ke Medan. Kok gak bosan-bosan? Ya enggak lah. Namanya juga balek kampung kata anak Medan.
Hari ini, lebaran kedua, Selasa 26 Juni 2017 diriku dan dua ponakan menikmati pagi dengan jalan kaki di kawasan lama Kota Medan, Kesawan. Jalan kali, mandi sinar matahari pagi sambil motret-motret bangunan tua, merupakan aktivitas yang menyenangkan. Diriku juga sempat mutar 2 keliling Lapangan Merdeka. Lumayan ngundang keringat. 😀
Capek jalan kaki, pasukan ngajak makan. Ada yg ingin sarapan fastfood di pojokan Merdeka Walk. Tapi aku ngajak mereka menikmati kuliner khas Medan di Kawasan Kesawan yg pernah aku nikmati dengan adikku Nora sekian belas tahun yang lalu. Soto Udang.
Soto udang yg terkenal di Kawasan Kesawan ada di Warung Kopi Bahagia. Lokasinya di pojokan Jalan Masjid dengan Jalan Perdana, gak jauh dari bangunan kantor PT. London Sumatera (Lonsum) di seberang Merdeka Walk.
Apa istimewanya soto udang di Warkop Bahagia? Istimewa banget, karena tak banyak tempat makan yang menyediakan Soto Udang. Kebayangkan nyari udang di pasar gak mudah. Setelah dimasak dan dikupas kukitnya, dagingnya tinggal sejumput. 😀 Tak heran klo harganya mehong. Seporsi Soto Udang plus nasi dan 1 buah perkedel, harganya Rp.35.000,- . Soal bumbu, bumbu soto udang ini khas Medan, pakai santan dan rempah yang pekat. Maknyuuuzzzz…
Selain jual Soto Udang, Warkop Bahagia juga menyediakan Soto Daging, Soto Jeroan dan Soto Ayam dan.juga Sup Lembu. Bisa juga kalau mau dicampur. Soto Daging maupun Soto Ayam harganya Rp.20.000,- per porsi. Di sini juga ada Lontong Medan dan Nasi Lemak. Harga seporsi Rp.10.000,-
Tapi pilihan makanan di Warkop Bahagia tak terlalu banyak memang. Tak ada roti bakar, mie pangsit atau pun dimsum seperti di Kedai Kopi Kim Teng di Pekanbaru, atau pun Warung Srikandi di Merdeka Walk. Tapi bagi penģgemar udang, kalo berkunjung ke Medan, sebaiknya tak lupa menikmatinya.***
Ini lanjutan dari tulisanku beberapa bulan yang lalu tentang perjalanan ke Kota Siak Sri Indrapura, kota kecil di tepian Sungai Jantan atau Sungai Siak, sungai terdalam di Indonesia. Kota ini merupakan ibukota Kabupaten Siak, salah satu kabupaten penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia beberapa dekade ini (Baca : Berkapal ke Siak).
Kunjungan pada pertengahan Februari 2017 bukan kunjungan pertama bagi diriku. Entah kunjungan yang keberapa diriku tak ingat. 😀 (Baca : Ke Siak Sri Indrapura (Lagi…..!!!), Having Lunch di Siak, dan Muter2 di Siak). Lalu apa istimewanya kunjungan kali ini? Kunjungan kali ini, yang diriku lakukan bersama Wati, teman kuliahku di Kampus Rakyat, bertujuan untuk menikmati perayaan Cap Go Mei di Siak, di pasar yang merupakan Chinatown alias Pecinan Siak. Kenapa di Siak? Karena Wati yang senang motret ingin hunting foto di daerah Pecinan yang justru belum banyak diliput, gak kayak di Singkawang, yang sudah jadi mainstream bagi para pecinta fotografi.
Upper Left : Tandu Sang Dewa, Upper Rght : Tatung, Bottom : The Gate of Hock Siu Kong with Sungai Jantan as view
Pecinan di Kota Siak Sri Indrapura berada di Jalan Sultan Ismail, di tepi sungai. Berdampingan dengan komplek istana peninggalan Kerajaan Siak Sri Indrapura. Lokasi Pecinan ini berhadapa-hadapan dengan bangunan benteng peninggalan Belanda, yang berada di seberang sungai. Di Pecinan ini terdapat Klenteng Hock Siu Kong, yang berdiri sejak tahun 1898. Klenteng yang menjadi pusat aktivitas ibadah dan budaya masyarakat Cina di Siak.
Bagaimana bisa Pecinan mempunyai lokasi yang begitu strategis? Menurut salah seorang pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Siak, yang secara tak sengaja bertemu di salah satu kedai kopi di Siak, Kawasan Pasar Siak merupakan wilayah yang diberikan Sultan Siak kepada pedagang yang datang dari Negeri Cina. Pedagang yang sengaja diundang Sultan untuk menetap di Siak untuk mengajarkan rakyatnya bagaimana cara berdagang. Selain untuk memudahkan masyarakat mendapatkan berbagai kebutuhan yang perlu didatangkan dari luar daerah, bahkan dari luar negeri. Sebagai bentuk apresiasi, sekaligus untuk memudahkan memantau pendatang dari Negeri Cina, Sultan memberikan lahan di tepi sungai bagi mereka. Sultan yang berwawasan luas, dan menghargai keragaman.
Deretan Rumah Toko Berwarna Merah, dan keranjang khas Chinesse
Beberapa tahun terakhir ini, dalam rangka meningkatkan pariwisata daerah, Pemerintah Kabupaten Siak semakin berupaya mengangkat warisan budaya (heritage) kerajaan Siak Sri Indrapura menjadi daya tarik wisata, termasuk juga kawasan Pecinan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Siak adalah menata kawasan Pecinan, sekaligus membangun turap di tepi sungai untuk tempat masyarakat menikmati indahnya tepian sungai. Pemerintah juga memfasilitasi para pemilik rumah toko di kawasan pecinan untuk mencat bangunan mereka dengan warna merah, dan kombinasi hijau dan kuning sebagi penambah cantik.
Kawasan Turap Tepian Sungai Jantan
Kawasan yang berwarna merah memang sungguh memikat mata, dan luar biasa menarik untuk difoto. Kecantikan kawasan ini semakin menawan saat senja dan malam tiba, ketika lampion-lampion menyala. Lampion-lampion yang bergantungan di langit-langit emperan toko dan pada tali-tali yang dibentang di atas jalan raya.
The Lampions
Selain menikmati kecantikan kawasan Pecinan yang merah, apa lagi yang bisa dinikmati di sini? Kuliner, pastinya. Kuliner khas Chinesse, berupa mie, kwetiau dan bihun, yang bercampur cita rasa Melayu dan Sumatera Barat banyak dihidangkan di kedai-kedai kopi, yang merupakan budaya di hampir seluruh wilayah Pesisir Timur Sumatera. Untuk makan berat, kita bisa menikmati aneka masakan dengan bahan ikan sungai dan udang galah. Menurut pejabat yang sempat ngobrol dengan diriku itu, tak ada kedai kopi di Siak yang menjual makanan tak halal. Tapi mengingat semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan wajibnya mengkonsumsi makanan halal, selain membina peningkatan kualitas dan keragaman kuliner khas daerah, kiranya Pemerintah juga perlu memfasilitasi kedai-kedai kopi di kawasan Pecinan untuk mendapatkan sertifikat halal dari instansi yang berkompeten untuk menerbitkannya.
Oh ya, apa lagi yang aku temukan saat mutar-mutar dari pagi sampai malam di kawasan Pecinan di Siak saat perayaan Cap Go Mei? Ya, keragaman agama dan budaya yang saling menghargai. Arak-arakan barongsai yang sejak pagi mengelilingi Pecinan, berkunjung ke rumah-rumah toko untuk mengusir roh jahat, mengundang roh baik, mengirim doa-doa, meyalakan petasan, diistirahatkan saat azan berkumandang di Masjid Raya Syahbuddin Siak yang berada di kawasan Pecinan. Arak-arakan dilanjutkan setelah adzan dan waktu sholat dzuhur usai. Kehidupan bertoleransi yang indah.
Masjid Raya Syahbuddin, dengan lampion-lampion di latar depan
Mari berkunjung ke Siak, teman-teman. Mari menikmati keagungan warisan budaya Kerajaan Siak serta keragaman yang telah hadir di negeri ini sejak berabad yang lalu..***
Sebuah postingan untuk memperingati WORLD WATER DAY tahun ini, 22 Maret 2017.
Beberapa waktu yang lalu, Rudi Fajar, seorang teman, adik kelas di SD sampai SMA, memasukkan diriku di komunitas yang beliau gagas dan pimpin. Group yang berkomunikasi di WhatsAp itu bernama Exploring Riau Community, disingkat XRC.
captured by Nono
Komunitas XRC adalah kumpulan orang-orang yang bermukim di Riau, Kota Pekanbaru khususnya, yang berminat, mencintai pariwisata, yang ingin mengeksplor obyek-obyek wisata di Provinsi Riau. Sebagai orang yang pernah bekerja dan punya passion di bidang pariwisata, hobby nge-blog juga, jelas menjadi bahagian dari komunitas ini sesuatu yang menarik.
Beberapa hari setelah bergabung di komunitas XRC, dilemparkan lah ide untuk berwisata ke Sungai Subayang.
Apa dan dimana lokasi Sungai Subayang ?
Sungai Subayang yang merupakan bagian hulu Sungai Kampar Kiri tersebut berada di Desa Tanjung Balit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar. Sungai ini merupakan salah satu sungai penting, yang kuantitas dan kualitas airnya sangat menentukan kehidupan di sekitar Sungai Kampar. Untuk teman-teman ketahui, Sungai Kampar adalah salah satu dari 4 sungai besar di Provinsi Riau, yang bermuara ke Selat Malaka. Di bagian yang lebih hilir sungai inilah terjadinya gelombang Bono yang unik, gelombang yang besar dan panjang, sehingga para perselancar bisa memanfaatkannya untuk surfing.
Untuk sampai ke Sungai Subayang, kita dapat memulainya dari Desa Gema, yang berjarak lebih kurang 90 km jalan darat dari Pekanbaru ke arah Lipat Kain.
Pemandangan Sungai Subayang dan Kawasan Rimbang Baling dari Tepian di Desa Gema
Di sekitar Sungai Subayang terdapat kawasan Rimbang Baling, kawasan yang hutannya dipertahankan oleh masyarakat adat. Rimbang Baling merupakan salah satu penyumbang oksigen yang utama bagi wilayah Sumatera Tengah, teruama ketika musim kelima, musim asap, menyergap Provinsi Riau dan sekitarnya. Hal ini terjadi karena masyarakat adat di kawasan Rimbang Baling tetap mempertahankan hutan adat, dan hidup dari budidaya karet ( Hevea brasiliensis). Rimbang Baling juga catchment area yang menentukan kuantitas dan kualitas air Sungai Subayang, sehingga perlu dijaga kelestariannya.
Apa daya tarik Sungai Subayang ?
Di Sungai Subayang pengunjung bisa menyusuri sungai naik piyau alias sampan bermotor ke arah Rimbang Baling pulang pergi. Ada 2 jenis piyau di situ, piyau Johnson dan piyau Robin, sesuai dengan nama mesinnya. Piyau Johnson berukuran sedikit lebih besar, sedangkan piyau Robin lebih kecil, namun lebih gesit. Bila sungai sedang surut, dan piyau melintasi daerah yang sangat dangkal, penumpang piyau bahkan bisa menikmati acara mendayung ! 😀
Piyau
Hutan Rimbang Baling yang alami, hijau dan asri, serta desa-desa dengan aktivitas kehidupannya merupakan pemandangan yang bisa dinikmati selama berpiyau menyusuri sungai. Pengunjung juga dapat menikmati pemandangan Batu Belah dan singgah di Pulau Pidu, sebuah sedimentasi pasir dan kerikil di tengah-tengah sungai. Pengunjung juga bisa menikmati pertunjukan kesenian rakyat di desa Batu Songgam, serta berbagai kuliner lokal.
Berkumpul di Bandar Serai, The Meeting Point
So, pada hari Minggu tanggal 05 Maret, jam 06.30AM, sebagaimana ditetapkan, kami para peserta, sekitar 200 orang, sudah berkumpul di Kawasan Bandai Serai yang menjadi meeting point. Karena gak berani nyetir keluar kota, dan juga karena aku nyetirnya pelan, aku terpaksa ikut dengan peserta lain. Alhamdulillah, Rudi Fajar menawarkan aku untuk ikut bersama keluarganya. Dan alhamdulillah juga diantara peserta juga ada 2 teman seangkatanku di SMA, Cing-cing dan Nono. Jadi tambah seru.
Sebahagian Anggota XRC yang Ikut Berwisata ke Sungai Subayang
Setelah berjalan lebih kurang 1.5 jam, dan sempat singgah di Masjid Raya Lipat Kain, kami sampai di Desa Gema. Tapi karena hampir seminggu sebelum tanggal 5 Maret 2017 hampir seluruh daerah di Indonesia Bagian Barat mengalami hujan terus menerus, Sungai Subayang mengalami peningkatan muka air yang signifikan. Bahkan arus sungai menjadi sangat deras. Keadaan tersebut membuat resiko menyusuri sungai dengan piyau ke kawasan Rimbang Baling dan Desa Batu Songgam menjadi sangat beresiko. Apa lagi diantara peserta banyak juga yang perempuan dan anak-anak.
Kondisi yang diluar ekspetasi ini membuat rencana yang sudah disusun XRC harus disesuaikan. Acara makan siang yang rencananya akan dinikmati di Desa Batu Songgam, dirubah menjadi di tepian Sungai Subayang di Desa Gema. Para peserta tetap bisa berpiyau tapi hanya dalam jarak yang lebih pendek, yaitu sampai ke lokasi Laboratorium Kualitas Air milik WWF. Tapi meski jarak itu tidak terlalu panjang, tapi kami bisa melihat betapa indahnya kawasan Rimbang Baling. Kami bahkan melihat pohon durian dan Sialang (Latin : Kompassia Exelca). Pohon Sialang adalah tanaman tempat lebah senang bersarang dan menghasilkan madu berkualitas sangat baik.
Meski perjalanan tak sesuai dengan rencana, tapi one day trip ke Sungai Subayang ini sangat menyenangkan dan berkesan. Ingin mengulang dan kembali ke sana ? Mengapa tidak ? Bahkan jadi semakin ingin mengambil paket Camping di Rimbang Baling. Ada yang mau bareng ? Yuuukkk !!
Diriku berharap, ecotourism dengan konsep desa wisata dapat dikembangkan di Desa Gema, Desa Batu Songgam dan desa-desa lain di kawasan Rimbang Baling. Agar masyarakat mempunyai alternatif sumber pendapatan, sehingga ketika harga karet jatuh, masyarakat tak perlu menebang pohon medang yang ada di hutan untuk diambil kulitnya,dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Agar kawasan Rimbang Baling, Sungai Subayang dan Sungai Kampar tetap lestari.***
Setelah mengikuti acara Badan Pengawasan Obat dan Makanan di hotel Singhasari sejak hari Senin 6 Maret 2017 yang lalu, hari ini, Kamis 09 Marer 2017, aku harus pulang ke Pekanbaru. Bandara terdekat dari Batu adalah Bandara Abdul Rahman Saleh di Kota Malang. Jaraknya sekitar 16 km, namun waktu tempuh sekitar 1 jam karena lalu lintasnya super padat. Tapi karena gak kebagian pesawat yang connected Malang – Jakarta – Pekanbaru dari satu maskapai, dan gak ingin berlari- lari pindah terminal atau paling pahit ketinggalan.pesawat sambungan karena pesawat pertama delay, aku memilih terbang dari Bandara Juanda Surabaya, di Sidoarjo tepatnya.
Nayfa, Travel Batu – Bandara Juanda Surabaya
Jarak Batu – Sidoarjo kurang lebih hanya 90 km, tapi waktu tempuh di pagi sampai sore sekitar 3 sampai 3.5 jam. Jadi harus dihitung betul jam berapa berangkat dari Batu, agar tidak ketinggalan pesawat, dan gak pakai sport jantung juga sepanjang jalan. Terus mau naik apa ? Hotel menyediakan shuttle, harganya Rp.600.000,- sekali jalan. Kalo ada penumpang dengan tujuan yang sama, silahkan sharing. Kalo sendiri, ya bayar dewe. Mehoooonnnggg !! Meski akan dapat penggantian dari instansi yang membiayai perjalanan, tapi kok ya gak tega. 😀 Terus gimana solusinya ? Tanya mbah Google “travel dari batu ke bandara juanda“. Hasilnya… Tadaaaa…. ! Tuh yang seperti di gambar.
Aku lalu menelpon nomor yang tercantum di website tersebut. Terdengar sapaan, “Nayfa Travel selamat siang !” Aku lalu menyampaikan kepada si mba pengawai travel tentang kebutuhanku akan transportasi dari Batu ke Bandara Juanda pada hari Kamis, 09 Maret 2016 untuk jam keberangkatan 13.30 wib. Si mba tersebut mengatakan ada armada mereka untuk rute tersebut di hari yang ku maksud. Dia menyarankan aku untuk naik travel yang jam 07.30 WIB. Pihak travel akan menjemput di hotel tempatku menginap pada jam tersebut. Saat kutanya berapa ongkosnya? Si mba bilang, untuk jarak Batu – Bandara Juanda, Rp.100.000,- per orang per trip. Murah yaaaa !! Aku lalu melakukan reservation by phone. Si mba meminta nomor telepon dan alamat penjemputan, juga nomor kamar hotelku.
Karena nemu di internet, mesan by phone, gak liat travelnya, ada rasa ragu di hati. Takut mereka gak on time, atau malah gak datang. Bisa hangus tiket Surabaya – Jakarta – Pekanbaruku. Bisa panjang urusannya. 😀
Aku reseevasi di travel tersebut hari Selasa. Untuk meyakinkan diri dan menguatkan reservasi, hari Rabu siang aku telpon lagi itu travel. Begitu aku sebut namaku, dan jam rencana berangkat dari Batu, petugas travel yang meladeniku di telpon merespon dengan menyebutkan lokasi penjemputanku seperti yang sudah aku sampaikan sehari sebelumnya. Berarti travel tersebut punya sistem pencatatan reservasi yang baik. Si petugas juga bilang kalau Rabu malam mereka akan mengirimkan nama dan nomor telepon supir travel yang akan menjemputku di Kamis pagi.
Rabu malam sampai jam sekitar 08an aku belum menerima sms nama dan nomor telepon si supir. Aku kembali menghubungi travel. Mereka memgirimkannya, cuma karena sms itu collect call, aku gak aware kalau ada sms masuk.
Kamis jam 6 pagi aku kembali menelpon travel meminta nama dan nomor telpon supir, serta memastikan jam jemputan. Begitu dapat nama dan nomor telponnya, aku langsung menelpon si supir, dan dia bilang dia akan jemput aku sekitar jam 08an saja, karena penumpangnya hanya diriku sendiri. Kami jadi gak harus mutar-mutar jemput penumpang lain, yang membutuhkan waktu lama.
Jam 08an, si supir menjemput diriku yang sudah menunggu di lobby hotel. Dan ternyata penumpangnya memang cuma diriku. Untuk berjaga-jaga, aku mengirimkan nama dan nomor telpon si supir ke David, adik laki-lakiku.
Si supir travel orang yang santun dan ramah. Saat aku bertanya apakah dia mau singgah di salah satu toko oleh-oleh yang ada di perjalanan menuju bandara, dia bilang dia tidak keberatan selagi tempat yang ingin kusinggahi berada di ruas jalan yang kami tempuh. Kalau keluar dari jalur, akan berdampak pada pengeluaran bahan bakar yang akan semakin merugikan pemilik travel. Karena dengan membawa hanya satu penumpang plus satu titipan paket dari Batu ke Surabaya, pendapatan yabg diperoleh sama sekali tidak cukup untuk menutupi biaya operasional mobil untuk perjalanan Batu – Surabaya pp. Tapi pemilik travel punya komitmen yang kuat terhadap pelanggannya. Mobil tetap berangkat meski penumpang hanya satu. Padahal mereka bisa saja mengalihkan penumpang ke travel lain untuk memcegah kerugian. Atau yang paling ekstrim dengan membatalkan keberangkatan, tanpa mau tahu drngan resiko penumpang. Sungguh aku salut dengan komitmen perusahaan ini. Dua jempol.
Si supir travel, pak Darmaji juga bercerita kalau upah dia bawa mobil adalah Rp.15.000,- per penumpang per trip, tanpa gaji tetap. Jadi dengan hanya membawa diriku sebagai penumpang plus 1 buah paket titipan, dan bila tak ada penumpang atau titipan saat pulang, maka pendapatannya hari itu cuma Rp.30.000,-. Dia juga cerita bahwa perekonomian yang surut sangat berdampak pada pekerjaannya sebagai travel. Dia bisa 5 hari gak bawa mobil, karena jumlah penumpang tak lagi sebanyak dulu. sad Tapi dengan kondisi yang seperti itu, supir lulusan STM itu tetap menyetir dengan santun dan ramah. Beliau membawa diriku singgah ke Strudel Apple, toko oleh-oleh milik Tengku Wisnu. Dia juga menawari aku untuk singgah di Masjid Cheng Ho di daerah Pandaan. Tapi karena aku tertidur saat di daerah Pandaan, dan tak terbangun mesti ditanya apa mau singgah, pak Supir meneruskan perjalanan.
Kami sampai di Bandara Juanda jam 11an. 2.5 jam sebelum waktu keberangkatan. Alhamdulillah. Sebuah perjalanan yang menyenangkan, tak pakai deg-degan dan stress takut ketinggalan pesawat. Mudah-mudahan travel Nayfa dan para supir-supirnya bisa bertahan menghadapi kondisi ekonomi yang sedang berat ini, dan semoga mereka bisa maju dan berkembang. ***
Seperti kita tahu Indonesia adalah surga di Khatulistiwa. Penuh keragaman, bukan hanya flora dan fauna, tapi juga suku dan budaya. Teknologi sebagai salah satu unsur kebudayaan suatu etnis, antara lain tercermin dari kain tradisional.
Di Indonesia, umumnya kain tradisional merupakan hasil tenun, hasil mbatik, dan hasil ikat celup (tie dye).
Di daerah luar Pulau Jawa, umumnya kain tradisional adalah hasil tenun, misalnya ulos hasil karya halakBatak, tenun Silungkang karya urang Minang, tenun Siak karya anak Melayu, songket Palembang karya Wong Kito Galoh, Tapis dari Lampung, sarung Samarinda karya perantau Bugis yang tinggal di Samarinda, juga tenun karya etnis Sasak dari Lombok. Tekniknya berupa menyusun helai demi helai benang menjadi lembaran-lenbaran kain, dengan berbagai motif dan hiasnya, dengan bantuan alat tenun bukan mesin.
Mbatik adalah teknik menghias kain, dengan menggunakan canting dan malam, bukan membuat kain. Canting alat untuk menorehkan malam atau lilin pada kain, untuk membentuk garis dan pola-pola yang ingin ditampilkan, untuk kemudian dicelup dalam larutan pewarna.
Mbatik sebenarnya budaya Jawa, namun seiring dengan ditetapkannya batik sebagai World Heritage, dan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Internasional, penggunaan batik menjadi booming. Memakai batik menjadi trend, bahkan menjadi pakaian kerja di berbagai perusahaan dan instansi pemerintah. Lalu hampir semua daerah di Indonesia, meski tidak punya budaya mbatik, membuat batik dengan motif khas daerah. Karena bukan bahagian dari budaya, tidak mudah membangun sentra batik di luar Jawa. Oleh karenanya, banyak daerah di luar Pulau Jawa yang ingin membuat batik dengan motif khas daerah melakukan pembuatan di sentra-sentra produksi Batik, seperti Pekalongan.
Teknik menghias kain yang lain lagi adalah tie dye, ikat celup. Daerah di Indonesia yang terkenal dengan kriya tie dye adalah Palembang dengan kain Jumputan, dan Kalimantan Selatan dengan kain Sasirangan.
Kampoeng Sasirangan – Sasirangan
Pada perjalanan ke Banjarmasin tanggal 13 – 15 Desember 2016 yang lalu, diriku sempat berkunjung ke kawasan di tepian sungai Martapura yang menjadi sentra produksi sasirangan, yang bernama Kampoeng Sasirangan. Lokasinya di Jalan Simpang Sungai Mesa Kabel, gak jauh dari jembatan di Jalan Pahlawan Perintis Kemerdekaan yang melintasi Sungai Martapura.
Di daerah ini, kain-kain sasirangan di jual di rumah-rumah penduduk. Rumah-rumah papan khas tepian. Seandainya ditata dengan lebih baik, kawasan ini akan bisa menjadi tujuan wisata, karena sentra produksi sasirangan bisa menjadi daya tarik. Aku jadi ngebayangin betapa asyiknya bila setelah atau sebelum keluar masuk rumah-rumah yang menjual sasirangan, pengunjung bisa duduk-duduk di tepian sungai menikmati kuliner khas banjar yang terkenal nyaman (Bahasa Banjar : nyaman = enak).
Umumnya yang menjual kain sasirangan di daerah ini membuat sendiri barang dagangannya. Jadi antara satu pedagang dengan pedagang yang lain warna, desain tie dye -nya tidak sama. Bahkan pada penjual atau pembuat yang sama, belum tentu ada sasirangan yang persis sama. Mengapa bisa begitu ? Karena meski ada pola yang disiapkan, sasirangan yang merupakan handmade bisa berbeda akibat kekuatan ikatan, lama perendaman dan berbagai faktor lain yang berpengaruh dalam proses pembuatan.
Penjual sasirangan yang daku datangi di tempat situ memberi nama tokonya Rose Sasirangan. Penjualnya ramah dan baik hati. Bahkan dia menunjukkan bagaimana cara membuat sasirangan.
Cara membuat sasirangan
Jadi untuk membuat sasirangan, pengrajin mengambar pola-pola yang ingin dibuat di kain berwarna putih. Lalu pengrajin menjahitkan benang pada garis-garis yang sudah digambar di kain, Lalu benang-benang itu ditarik, sehingga membentuk puntalan-puntalan kain. Puntalan-puntalan tersebut lalu dililit pakai karet gelang sampai tertutup rapat, sehingga tidak terkena cairan pewarna saat dicelup.
Saat melihat-lihat sasirangan yang dijual di Rose Sasirangan, duhhh rasanya mabok.. Kain-kain dan kerudung yang dijual cantik-cantik banget. Bingung mana yang mau dibawa pulang. 😀 Berapaan harganya? Lupa berapa persisnya. Klo gak salah yang bahannya sutra sekitar Rp.250.000,-, yang bahannya katun sekitar Rp.150.000,-an. Kalau kerudung, harganya sekitar Rp.50.000,-an.
Btw, sasirangan yang aku beli di Kampoeng Sasirangan itu bukan sasirangan pertamaku. Sasirangan pertamaku pemberian dari kak Sartidja, oleh-oleh beliau saat mudik ke kampung leluhurnya di Kalimantan Selatan beberapa tahun yang lalu..
Buat teman-teman yang berkunjung ke Banjarmasin, jangan cuma nyari permata yaaa. Cari juga sasirangan, salah satu kekayaan budaya bangsa kita. Beli yang banyak. Kirim ke aku satu. 😀 Wajib beli yaa, karena kalau bukan kita, siapa lagi yang mengapresiasi dan mencintai karya anak bangsa, dan juga budaya negeri kita. ***
Setelah lebih dari 2 tahun tidak ke Siak Sri Indrapura. Alhamdulillah akhir pekan kedua di Februari 2017 ini aku kembali melakukan perjalanan ke sana, ibu kota Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kota yang berjarak 102 km dari Kota Pekanbaru. Sebuah kota sejarah yang tumbuh pesat setelah otonomi daerah diberlakukan.
Ngapain ke Siak? Jalan- jalan dan hunting foto di kawasan Pasar Siak. Kebetulan akhir pekan kali ini bertepatan dengan saatnya Cap Go Mei, perayaan minggu kedua setelah Lunnar New Year atau Imlek bagi keturunan Chinesse.
Ceritanya pertengahan minggu lalu, teman saat kuliah di Bogor, Itaw, yang tinggal di Jakarta nanya apakah ada event Cap Go Mei di Siak, karena dia pengen hunting foto. Dia sendirian, gak bareng teman-temannya, karena teman-temannya yang biasa sama-sama hunting foto pada pergi ke Singkawang untuk memotret suasana Cap Go Mei di sana. Acara Cap Go Mei di Singkawang sangat terkenal dan jadi event yang menarik bagi penggemar photography, bahkan dari manca negara.. Menurut Itaw dia ingin memotret suasana Cap Go Mei di tempat yang enggak mainstream, yang belum banyak di-explore para photographer, maka dia milih Siak. Itaw juga nanya apa aku mau bareng muter-muter di Siak. Tentu saja aku mau, selain buat motret, juga bisa nyari bahan untuk ceritasondha.com. Secara aku kerja sampai hari Jum’at sore, aku nyusul hari Sabtu pagi, naik kapal, karena Itaw ke Siak bawa mobil lengkap dengan supir hari Jum’at siang..
Dulu, selain di Pelabuhan Sungai Duku, untuk ke Siak, penumpang juga bisa naik di pelabuhan Pelita Pantai, di ujung Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru. Tapi itu dulu banget. Lebih dari 6 tahun yang lalu. Agar sesuai rencana, dan gak kesiangan, Jum’at 10 Februari 2017 malam, diriku ditemani keponakanku pergi ke Pelabuhan Pelita Pantai untuk menanyakan apakah ada kapal yang berangkat dari situ. Kalau ada, jam berapa berangkatnya. Menurut petugas keamanan posko tentara yang ada di dekat pelabuhan, tiap jam 08.00 pagi ada kapal berangkat. Kapal yang sama akan singgah ke Pelabuhan Sungai Duku untuk mengambil penumpang.
Pelabuhan Peita Pantai, Pekanbaru
So, di Sabtu pagi yang hujan, jam 07.30 diriku diantar kakak dan keponakanku ke Pelabuhan Pelita Pantai. Pelabuhan ini hanya sebuah bangunan kayu, sebuah pelabuhan yang dikelola Primkopad.
Saat sampai di sana, diriku diarahkan untuk menghampiri penjual tiket. Seorang lelaki separoh baya, di belakang meja kayu tua. Beliau menanyakan tujuanku. Saat kukatakan mau ke Siak, dia menyebutkan Rp.80.000,- sebagai harga tiket. Saat aku menyerahkan selembar uang Rp.100.000,-, beliau dengan sigap memberiku kembalian uang Rp.20.000,-. Beliau kemudian menanyakan namaku dan menuliskannya di lembar bahagian dalam tiket yang terdiri dari 2 halaman, satu putih dan satu merah. Lembar merah diambil sebagai arsip perusahaan pemilik kapal SB. Siak Wisata Express, PT. Dharma Gati.
Kapal ke Siak hanya sebuah kapal tanpa atap. Jadi selama perjalanan penumpang akan bisa menikmati matahari pagi dan elusan angin. Asyiik yaaa … Tapi gak asyik juga klo naik kapalnya siang, saat hari panas dan matahari lagi ingin menunjukkan senyum cemerlang. 😀 Karena saat diriku berangkat cuaca hujan, maka bagian atas kapal ditutup dengan terpal berwarna hijau. Buat aku yang enggak suka suasana terkungkung, terpal di sisi kapal dimana aku duduk, aku singkapkan sedikit. Gak apa-apa kena riap-riap hujan sedikit. 😀
Kapal, tepatnya ferry kali ya, yang melayani jalur Pekanbaru – Siak berkapasitas 30 orang penumpang termasuk supir. Para penumpamg duduk di kursi-kursi kayu yang berbaris 8, masing-masing baris bisa muat 3 – 4 orang.
Apa serunya naik kapal ke Siak? Selain bisa menikmati hembusan angin seperti yang sudah kusebut, naik kapal membuat kita bisa menikmati alunan arus sungai dan pemandangan tepian sungai yang didominasi warna hijau. Sungguh itu nutrisi bagi jiwa, bagiku.
Oh ya, kapalnya berlabuh dimana? Di sepanjang perjalanan yang sekitar 2 jam, kapal bisa singgah di berbagai pelabuhan, untuk menurunkan dan menaikkan penumpang, termasuk Pelabuhan Sungai Duku, yang merupakan pelabuhan resmi. Di Kota Siak Sri Indrapura, kapal berlabuh di pelabuhan milik pemerintah Siak yang lokasinya persis di samping Balai Kerapatan Adat, salah satu situs sejarah Kerajaan Siak. Pelabuhan ini berjarak sekitar 500 meter ke Kompleks Istana Siak, dan sekitar 600 meter ke Pasar Siak yang merupakan Chinatown. Buat para pencinta jalan kaki, jarak ini tergolong ramah. 😀 Jadi yang berkunjung ke Siak bisa jalan kaki mutar-mutar kompleks istana dan Pasar Siak. Kalau malas jalan kaki, ada becak mesin yang bisa mengantar berkeliling Kota Siak. Jadi banyak hal yang menyenangkan bila berkunjung ke Siak. Mari ke Siak ! ***
Sekitar 2 minggu yang lalu, seorang teman seangkatan di SMA Negeri 1 Pekanbaru menghubungi diriku, ngajak untuk ikut arisan, yang uangnya untuk biaya umrah bareng teman-teman. Ajakan untuk pergi umrah, mengingatkan diriku pada sebuah PERJALANAN yang menjadi penyebab diriku pergi umrah pada tahun 2014 yang lalu. Perjalanan yang mengantarkan aku untuk menerima undangan Allah untuk mengunjungi Baitullah. Perjalanan ke Doi Suthep.
Ceritanya di bulan Juni 2013, diriku pergi ke Bangkok untuk menghadiri sebuah event. Daku pergi bersama sahabatku, yang kukenal saat bertugas di Pemerintah Kota Pekanbaru, kak Viviyanti. Saat kami merencanakan perjalanan, kak Vivi mengajakku untuk meneruskan perjalanan ke Chiang Mai, Thailand Utara, karena di sana ada Worulak, sahabat kak Vivi saat kuliah di New Zealand.
So, setelah travelling beberapa hari di Bangkok, tanggal 18 Juni 2013 kami menempuh 685 km dengan terbang selama 2 jam dari Bandara Don Muang untuk sampai di Bandara Internasional Chiang Mai. Worulak dan suaminya menjemput kami di bandara.
Worulak meski bekerja di Chiang Mai, tapi tinggal dan menetap di Kota Lamphun, sebuah kota kecil 12 km di selatan Chiang Mai. Waktu tempuh Chiang Mai – Lamphun lebih kurang 35 menit dengan mobil pribadi. Jadi selama perjalanan di Chiang Mai, kami menginap di rumah Worulak di Lamphun.
Kami pergi ke Doi Suthep tanggal 20 Juni 2013. Setelah dua hari sebelumnya kami isi dengan jalan-jalan ke Moslem District dan Night Safari serta keliling kota tua Lamphun.
Doi Suthep adalah daerah pegunungan, dengan jarak sekitar 37 km atau waktu tempuh sekitar 45 menit ke arah tenggara kota Chiang Mai. Sama seperti kawasan puncak di Bogor, Doi Suthep berudara sejuk, dan didominasi alam hijau. Di sana juga banyak yang jual buah dan sayur hasil budidaya masyarakat lokal, banyak juga yang jual jagung bakar, jagung rebus dan asinan.
Doi Suthep, Cable Car dan Tangga
Apa istimewanya Doi Suthep? Di Doi Suthep terdapat salah satu kuil yang diagungkan umat Budha di Thailand Utara, namanya Watt Phra Thatt Doi Suthep Ratcha Warawihan. Kuil tersebut berada di bukit tertinggi di pengunungan Doi Suthep. Untuk mencapai kuil tersebut dari jalan raya, ada dua akses, yaitu dengan cable car dan melalui ratusan anak tangga. Untuk menghemat tenaga dan waktu, untuk naik kami memilih naik cable car. Harga tiketnya sekitar TB 50 atau sekitar Rp.19.000,-. Pulangnya menyusuri tangga.
Pagaoda Emas di What Phra That Doi Suthep
Apa yang bisa kita lihat di Watt Phra Thatt Doi Suthep Ratcha Warawihan? Di sana ada pagoda berlapis emas, yang di sisi depannya dipasang sebuah payung, berwarna emas juga. Dalam ritualnya para umat Budha yang berkunjung di Watt Phra Thatt Doi Suthep Ratcha Warawihan mengelilingi pagoda sambil membawa bunga lotus. Dan setelah selesai berkeliling, mawar merahnya diletakkan di lantai di tepi pagar pagoda.
What Phra That Doi Suthep
Di kompleks kuil ini ada bangunan sarana prasarana kuil berarsitektur khas Thailand dengar ornamen-ornamen keemasan yang luar biasa cantik. Di sana juga ada sebuah bangunan kecil berbentuk dome, tapi bersegi-segi. Ada patung replika binatang di atasnya, dan di semua sisinya ada semacam laci-laci.. Setelah mengamati beberapa tulisan-tulisan dan foto-foto yang ada di sisi -sisi luar “laci”, aku mengerti kalau laci-laci itu adalah tempat menyimpan abu jenazah.
Aku lalu berkeliling mengamati benda-benda, bangunan dan taman yang ada di kuil tersebut. Puas berkeliling, sebelum pulang aku berdiri di pintu kawasan sembahyang di kuil, sekali lago mengamati gerak gerik umat Budha yang melakukan ibadah di sana. Tiba-tiba aku menyadari bahwa mereka juga sedang melakukan “tawaf”. Hanya saja lokasinya berbeda, benda yang dikelilingi berbeda, arahnya berbeda, caranya berbeda.
Umat Muslim bertawaf di Masjidil Haram di Mekah Al Mukaromah, umat Budha di Kuil. Umat Muslim mengelilingi Ka’bah, umat Budha mengelilingi pagoda. Umat Muslim bergerak melawan arah jarum jam, umat Budha bergerak serah jarum jam. Umat Muslim mengelilingi Ka’bah 7 kali tanpa membawa apapun, umat Budha mengelilingi pagoda sambil membawa bunga lotus.
Kesadaran yang datang membuat diriku berpikir, “Aku ini ngapain yaa? Aku pergi ke tempat umat Budha beribadah, melihat mereka melakukan “tawaf”, sementara diriku belum pergi ke Tanah Suci dan bertawaf di tempat seharusnya aku melakukan tawaf.” Saat itu aku bertekad tak akan melakukan perjalanan lagi sebelum aku pergi Tanah Suci dan bertawaf mengelilingi Baitullah, kecuali perjalanan yang terkait dengan tugas dan urusan keluarga.
Kesadaran agar bersegera pergi ke Tanah Suci adalah undangan Allah SWT padaku untuk datang ke rumah-Nya. Dan undangan itu sungguh disampaikan dengan cara yang luar biasa. Alhamdulillah. Dan Alhamdulillah juga Allah memberi diri ini rezeki untuk bertamu ke rumah-Nya 11 bulan kemudian.***
Akhir pekan tanggal 13 – 15 Januari 2017, diriku ke Sipirok, lagi. Padahal tanggal 29 Desember 2016 sampai dengan 02 Januari 2017 yang lalu diriku juga ke Sipirok buat libur akhir tahun dengan keluarga. Ngapain bulak balik ke Sipirok? 😀 Kalau dipikir capek, memang sihh pergi yang pertama belum hilang capeknya. Tapi kali ini aku pergi menemani kakakku Lintje buat ziarah ke Sibadoar. Lagian, kalau urusan pulang ke Sipirok kayaknya rasa capek gak ada. Hihihihi. Padahal pinggang berdenyut-denyut nihhh !!
Oh ya, buat teman-teman ketahui, Sipirok itu adalah nama kecamatan, yang terdiri dari 6 kelurahan dan 34 desa. Kalau diriku dan keluarga pulang ke Sipirok, itu artinya kami pulang ke rumah peninggalan ompung kami dari pihak Papa, yang berlokasi di Pasar Sipirok, kelurahan yang menjadi pusat Kecamatan Sipirok. Di Pasar Sipirok tersebut berada kantor Kecamatan Sipirok, kantor Polsek Sipirok, kantor Koramil Sipirok, kantor Kejaksaan Sipirok, sekolah dari tingkat SD, SMP, SMA dan SMK, juga pasar serta pusat aktivitas ekonomi masyarakat di Kecamatan Sipirok. Kampung leluhurku dari pihak Papa yang bermarga Siregar adalah Desa Sibadoar, 3 km ke arah Timur Laut dari Pasar Sipirok. Sedangkan kampung asal leluhur Mama yang bermarga Harahap adalah Desa Hanopan, 16 km ke arah Timur Laut dari Pasar Sipirok. Jadi jangan bingung dengan istilah Sipirok, dan Pasar Sipirok ya teman-teman.
Oleh-oleh dari perjalanan kali ini, diriku ingin cerita tentang kuliner Sipirok. Topik tentang Kuliner Sipirok dengan scope yang lebih kecil, Panganan Khas Sipirok, pernah diriku bahas sebelumnya, namun tulisan kali ini scopenya lebih luas, tidak cuma tentang kue-kuean, tapi juga tentang makanan, lauk pauk dan sayuran.
Kita mulai dari kue-kuean dulu yaaa.
Panggelong Apri hasibuan dan Pedagang kue di Pasar
Dulu saat saya masih bocah cilik, kue-kue di daerah Pasar Sipirok hanya dijual pada hari Kamis, hari pasar di Pasar Sipirok. Poken Kamis, demikian masyarakat menyebutnya.
Poken Kamis adalah pasar terbesar, teramai di Kecamatan Sipirok. Para pedagang dan pembeli dari berbagai kelurahan dan desa di Sipirok tumplek blek di sini, bikin macet sampai sekitar jam 2 siang. Hari lain tetap ada pasar di Pasar Sipirok, tapi hanya sekedar menyediakan kebutuhan harian penduduk di sekitar Pasar Sipirok. Pasar yang agak ramai berlangsung secara bergilir tiap hari di kelurahan atau desa di Kecamatan Sipirok. Misalnya pada hari rabu, pasar yang disebut Poken Arba (Pasar Rabu dalam bahasa Batak Angkola) berlangsung di Desa Arse, sebuah desa yang berjarak 14 km di Timur Laut Pasar Sipirok. Desa yang gak jauh dari Hanopan, kampung leluhurku dari pihak Mama.
Tapi sekarang tiap hari ada yang menjual kue-kue tradisional khas Sipirok. Ada yang menjual di pasar, dan juga ada di dua warung atau toko kecil di jalan lintas Padang Sidempuan – Tarutung. Pedagang petama, Panggelong Apri Hasibuan, di jalan Tarutung No. 52 Banjar Toba, Sipirok. Pedagang yang kedua (maaf gak sempat motret warung dan mencatat namanya), lokasinya sekitar 1 km dari Panggelong Hasibuan, dekat masjid Sipirok Godang.
Kue apa saja yang bisa ditemuin di Sipirok? Sesuai dengan hasil bumi Sipirok, beras, ketan, dan gula aren atau gula bargot kata orang Sipirok, maka kue-kue khas Sipirok berbahan baku betas atau ketan dengan gula aren ditambah variasi pisang dan kelapa parut atau santan. Apa aja kuenya?
Panggelong
Panggelong, terbuat dari adonan tepung ketan/pulut yang dicampur dengan gula aren, lalu digoremg, lalu dicelup ke cairan gula aren.
Golang-golang
Golang-golang, terbuat dari adonan tepung ketan dengan gula aren, dibuat seperti gelang-gelang kecil, digoreng.
Paniaram
Paniaram, campuran tepung beras dan gula aren dipanggang seperti serabi. Tapi lebih padat, lebih alot.. 😀
Lapet (lepat) beras, adonan tepung beras dengan gula aren dan santan, dibungkus dengan daun pisang, dikukus. Adonan yang sama ada juga dimasukkan ke dalam bambu yang telas dilapis dengan daun pisang, lalu dibakar, namanya lemang daun.
Lapet Pisang
Lapet (lepat) pisang, adonan tepung beras dengan gula pasir dan santan, dikasi irisan pisang, dibungkus dengan daun pisang, lalu dikukus.
Itak pohul pohul
Itak Pohol-pohul. Ini adalah kue khas orang Batak sekali. Biasa dihidangkan di acara-acara adat, seperti menyambut bayi yang baru lahir, acara masuk rumah baru, juga acara penghiburan setelah meninggalnya anggota keluarga. Itak terbuat dari tepung beras yang dikukus sebentar, lalu dicampur dengan irisan gula aren dan kelapa parut, dibentuk dengan cara digenggam kuat-kuat sehingga berbentuk kepalan tangan, lalu dikukus.
Kembang loyang manis/asin. Kembang loyang adalah adonan tepung beras. Untuk yang manis dicampur dengan gula pasir dan wijen. Selanjutnya cetakan berbentu kembang yang diberi tangkai dicelupkan ke adonan tersebut, sehingga adonan menempel, kemudian cetakan tersebut dimasukkan ke penggorengan yang sudah berisi minyak panas. Adonan yang masak akan lepas dari cetakan dan membentuk kue yang berbentuk kembang. Untuk yang rasanya asin, adonan tepung beras ditambahkan dengan bumbu-bumbu daun jeruk, daun seledri, ketumbar atau merica, daun jeruk, juga udang halus, seperti membuat adonan bakwan.
Kue angka 8 sangat khas Sipirok, kayaknya gak ada di tempat lain. Kue ini terbuat dari campuran tepung beras dan tepung ketan juga gula pasir. Adonan lalu dibuat panjang-panjang dibentuk seperti angka 8, kemudia digoreng. Setelah dingin, kue dibalur dengan bubuk gula putih, seperti donat.
Selain kue-kue yang sudah disebut di atas, yang selalu ada dalam panganan di Sipirok adalah lomang (lemang) dan wajik, yang keduanya terbuat dari ketan. Lemang dibuat dari ketan dikasi santan yang dimasukkan ke bambu dilapisi daun pisang, kemudian dipanggang di atas bara. Sedangkan wajik dibuat dari ketan yang ditanak dengan gula aren dan santan. Setelah masak dicetak di nampan yang diaLas dengan daun pisang atau plastik agar tidak lengket.
Sekarang kita bicara tentang makanan utama..
Ikan mas goreng dan gulai ikan mas
Sesuai dengan lokasi yang jauh dari laut, alam Sipirok yang pegunungan, membuat sungai-sungainya curam berbatu-batu dan berair deras sehingga tak banyak ikan. Ikan hanya ada di tempat-tempat tertentu, di lubuk-lubuk. Sumber protein masyarakat di Sipirok adalah daging kerbau (Bubalus bubalis) dan ikan mas (Cyprinus Carpio sp.) hasil peliharaan di kolam. Kolam ikan di Sipirok biasanya bukan kolam air deras, tetapi sawah yang yang secara periodikal dialihfungsikan sebagai kolam. Untuk menghasilkan ikan dengan ukuran yang layak untuk dimakan, dibutuhkan waktu yang cukup lama, bahkan lebih dari setahun. Lama yaakkkk... Btw, orang Batak kayaknya gak doyan ikan gurame ya? Entah lahh. Tapi memang untuk acara-acara adat di masyarakat Batak, ikan yang digunakan ya ikan mas. Biasanya diarsik. Hmmm… enak banget… Kata orang-orang sangkin enaknya, mertua lewat gak keliatan. Ya, enggak keliatan laahh, wong saat nikah sama anaknya mertua udah gak ada. 😀 😀
Sup tulang kerbau dan daging panggang
Untuk daging, enggak tahu kenapa di Sipirok adanya daging kerbau. Termasuk untuk dipotong pada acara-acara adat. Yang dipelihara orang-orang juga kerbau. Untuk penyediaan daging kerbau di Pasar Sipirok, biasanya dilakukan oleh keluarga Pardede, yang sudah jadi Partiga-tiga Juhut di Sipirok dari generasi ke generasi. Tiga itu artinya pasar, partiga-tiga artinya pedagang, juhut artinya daging. Partiga-tiga Juhut artinya pedagang daging.
Kerbau diolah menjadi masakan apa di Sipirok? Karena udara yang dingin, di Sipirok tulang dan daging kerbau biasanya dijadikan sup. Aihhh jadi ingat saat-saat pulang kampung ketika masih kecil. Sup adalah menu yang wajib hadir di meja makan di rumah Opung. Sup daging dengan kentang dan wortel mengepul-ngepul. Nikmat banget !! Nah di salah satu rumah makan yang terkenal dan sangat representatif di Sipirok, Rumah makan Siang malam, daging kerbau dipanggang, lalu dimasak asam pedas pekat dengan irisan bawang dan tomat yang banyak. Enaknya, gila !!! Bikin nagih. Sedangkan tulang kerbau dibikin sup, bahkan sumsum yang di bagian engsel, bisa dinikmati dengan menggunakan sedotan. Tapi menu yang satu ini saya gak makan. Takut kolesterol !
Gulai Daun Ubi Tumbuk
Bagaimana dengan menu sayurnya? Yang selalu hadir di meja makan di rumah-rumah di Sipirok adalah sayur bolgang alias sayur rebus, yang terdiri dari berbagai macam sayur. Daun singkong, rimbang, terong ijo dan lain-lain dicampur jadi satu. Rasanya enak, karena sayur-sayur tersebut biasanya baru dipetik. Bahkan dulu di rumah Ompung, ketika akan masak, baru sayur dipetik di kebun milik Ompung di daerah Pasar Malam, yang gak jauh dari rumah.
Selain sayur bolgang, menu sayur yang menjadi trade mark orang Batak adalah Gulai Daun Ubi Tumbuk. Gulai ini dibuat dari daun ubi muda alias bagian pucuk, ditambah dengan rimbang, honje atau kecombrang (Etlingera elatior) ditumbuk sampai setengah halus di alu yang terbuat dari kayu. Kalau almarhum Mama bahkan menambahkan daun pepaya muda pada campuran tersebut. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh, menurut beliau. Setelah setengah hancur, campuran sayur tersebut dimasak dengan santan dan ditambahkan dengan ikan salai atau ikan asap. Jangan tanya rasanya. Juaaarrrraaaaa !!!!
Kok jadi bikin pengen pulang kampung lagi yaaa ?? Padahal badan masih belum hilang pegalnya. 😀 ***
Sipirok..Buat peminat wisata mungkin kata yang asing. Mungkin tidak bagi penggemar kopi di Indonesia. Dan pasti tidak, bagi mereka yang di tubuhnya mengalir darah Batak.
Mengapa mungkin tidak asing bagi penggemar kopi di Indonesia? Karena tahun 2014 yang lalu masyarakat Sipirok mengadakan Festival Kopi Sipirok, dalam upaya mengangkat nama kopi hasil budidaya masyarakat di Sipirok. Bahkan di kawasan Tanjung Duren, di Jl. TB Simatupang, Jakarta, salah satu pengusaha asal Sipirok memasarkan kopi Sipirok di cafe miliknya yang diberi nama Sipirock Coffee
Mengapa Sipirok pasti tidak asing bagi yang berdarah Batak? Karena Sipirok adalah salah satu daerah di Tapanuli yang sudah berkembang lama, diperkirakan sebelum abad ke-13. Daerah yang menjadi persinggahan utama di jalur Lintas Sumatera sejak zaman dulu, selain Kota Sibolga, salah satu kota pelabuhan di pantai barat Pulau Sumatera. Mengingat suku Batak adalah masyarakat yang mobile, perantau yang gigih, baik untuk menuntut ilmu, maupun untuk berkarya dan mencari nafkah ke sepenjuru negeri, bahkan ke manca negara, melintasi Siporok dalam perjalanan merantau ataupun pulang adalah bahagian dari perjalanan suku Batak bila menempuh jalan darat.
Selain itu, Sipirok juga daerah asal dari banyak orang yang telah meninggalkan jejak luar biasa di berbagai bidang. Ada nama Sutan Pangurabaan, seorang tokoh jurnalistik dan media cetak di Tapanuli pada awal abad 20. Beliau juga pendidik, pengusaha, pendiri Muhammadiyah di Sipirok. Beliau juga ayah Armijn Pane dan Sanusi Pane, 2 Sastrawan Indonesia Angkatan Pujangga Baru.
Ada beberapa tokoh nasional di era Orde Baru yang berasal dari Sipirok, antar lain Arifin Siregar yang pernah menjadi Direktur Bank Indonesia, Hasjrul Harahap, mantan menteri Kehutanan RI. Raja Inal Siregar, Gubernur Sumatera Utara era 1988 – 1998 juga berasal dari Sipoirok, Desa Bunga Bondar tepatnya.
Dimana Sipirok itu sebenarnya?
Sipirok adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Lokasinya 38 km dari Kota Padang Sidempuan, ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan sebelumnya. Berjarak sekitar 360 km ke arah selatan Kota Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara, dan sekitar 350 km ke arah Barat Laut Kota Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau. Dari Kota Parapat yang berada di tepi Danau Toba, destinasi pariwisata utama di Provinsi Sumatera Utara, jaraknya hanya 180 km, dengan waktu tempuh hanya 4,5 jam. Bahkan dari Bukit Tinggi, salah satu destinasi yang juga sudah terkenal di manca negara, jaraknya hanya 320 km, atau dengan waktu tempuh lebih kurang 7.5 jam. Sipirok mempunyai lokasi yang strategis, dengan aksesibiltas yang sangat baik.
Saat ini Sipirok juga bisa diakses dengan pesawat udara melalui 2 bandara. Yang pertama Bandara Dr. Ferdinand Lumban Tobing, di Pinang Sori, Sibolga, yang berjarak 90 km dan mebutuhkan waktu tempuh lebih kurang 2 jam 34 menit. Yang kedua Bandara Silangit, yang berjarak 106 km dengan waktu tempuh lebih kurang 2 jam 40 menit. Di kedua bandara tersebut setiap hari ada beberapa pesawat yang terbang dari dan menuju Medan maupun Jakarta. Sebenarnya ada bandara yang lebih dekat lagi ke Sipirok, hanya berjarak 37 km atau butuh waktu tempuh sekitar 51 menit, yaitu Bandara Aek Godang, tapi penerbangan ke bandara ini sepertinya belum sebanyak penerbangan ke Bandara Silangit dan Bandara Pinang Sori.
Sipirok terdiri dari 6 kelurahan dan 34 desa. Dalam bahasa Batak Angkola, bahasa masyarakat setempat, Sipirok dikatakan sebagai SIPIROK NAULI, BANUA NA SONANG, NAPA-NAPANI SIBUAL-BUALI. Sipirok yang sejuk, negeri yang nyaman, di lembah Gunung Sibualbuali.
Berada di kaki gunung, di ketinggian antara 700 – 1.700 meter di atas permukaan laut (dpl), membuat Sipirok mempunyai udara yang sejuk dan segar, air yang jernih dan dingin, serta pemandangan yang indah. Di Sipirok terdapat sebuah danau, Danau Marsabut, dan juga Cagar Alam Dolok Sibualbuali, yang merupakan hutan konservasi yang kaya akan keragaman flora dan fauna. Di Sipirok juga terdapat 2 mata air panas (hot spring water) yang dikelola oleh masyarakat menjadi permandian, yaitu Aek Milas Sosopan dan Aek Milas Padang Bujur. Sat ini infrastruktur jalan ke berbagai kelurahan dan desa di Sipirok relatif baik, juga jaringan listrik dan jaringan telepon seluler.
Hot Water Spring : Aek Milas Padang Bujur
Karena Sipirok berada di antara wilayah Batak Toba, yang didominasi pemeluk Kristen, dengan wilayah Mandailing, yang didominasi pemeluk Islam, membuat Sipirok punya cerita yang panjang tentang kehidupan bertoleransi antara Islam dan Kristen. Mungkin hanya di Sipirok, prinsip darah lebih kental dari pilihan agama menjadi pegangan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Ya, di Sipirok dalam sebuah keluarga, bisa ada anggota keluarga yang menganut agama Islam, dan anggota keluarga yang lain menganut agama Kristen, dan tetap hidup dalam rasa saling menghormati dan menyayangi. Prinsip ini yang membuat masyarakat di Sipirok tak mengenal daging babi sebagai bahan makanan sebagaimana masyarakat di daerah Tapanuli Utara. Prinsip ini juga yang membuat anggota keluarga yang muslim, bisa makan dengan tenang di rumah keluarga dan kerabatnya yang non muslim. Prinsip ini juga bila ada pesta adat, meski tuan rumahnya non muslim, pemotongan kerbau, pengolahan makanan dilakukan oleh anggota masyarakat yang muslim.
Kelurahan Pasar Sipirok merupakan pusat kegiatan masyarakat di wilayah kecamatan Sipirok, baik aktivitas pemerintahan tingkat kecamatan, pusat perdagangan lokal, juga pusat pendidikan lokal. Di Pasar Sipirok terdapat kantor camat, kantor polsek, pertokoan, juga sekolah mulai dari tingkat TK, SD, SMP dan juga SMA. Bahkan di desa Paran Julu, sebuah perbukitan yang berjarak sekitar 2,5 km dari Pasar Sipirok terdapat SMA Negeri 2 Plus, yang dibangun oleh Yayasan Pendidikan Marsipature Hutana Be, sebuah yayasan yang dibangun oleh anak-anak Sipirok yang berhasil dan berjaya di rantau.
Berpuluh bahkan lebih dari seratus tahun menjadi pusat aktivitas masyarakat lokal, membuat Pasar Sipirok menjadi kota kecil yang sangat nyaman. Bahkan jejak-jejak kemakmuran yang dicapai oleh anak-anak Sipirok yang merantau, maupun yang beraktivitas di daerah, terlihat dari rumah-rumah tua yang masih terlihat cantik, meski beberapa diantaranya tak terawat lagi.
Alam yang luar biasa segar dan indah, kehidupan masyarakat yang menghargai keragaman, rumah-rumah tua yang cantik, kerajinan tangan yang berbasis budaya, seperti ulos serta tuku dan bulang, kuliner lokal, merupakan potensi yang bisa dikembangkan untuk menjadi destinasi wisata. Bukan destinasi wisata dimana para wisatawan datang bergerombol, membuat dan menikmati keriuhan, tapi wisata bagi mereka yang ingin menikmati ketenangan, tempat istirahat bagi mereka yang telah lelah bekerja di kota-kota besar, tempat beristirahat bagi mereka yang purna tugas, atau pensiun (retirement). Sebuah prospek untuk menghidupkan ekonomi masyarakat, membangun daerah.
Sungguh aku membayangkan bila diberi umur panjang, aku akan mengisi sebagian hari-hari tuaku dengan tinggal di rumah peninggalan ompungku di Sipirok, sebuah rumah kayu tua berwarna coklat yang hangat. Aku akan bisa menikmati pagi dengan berjalan kaki pagi di sekitar persawahan, mandi di permandian air panas, mengisi siang dan malamku dengan membaca, menulis dan berkontemplasi, sambil sesekali menyusuri kampung-kampung tua yang penuh sejarah di kaki perbukitan di Gunung Sibuabuali.***
Di minggu ketiga Desember 2016, tepatnya tanggal 13 – 15, diriku mendapat kesempatan berkunjung ke Kota Banjarmasin, ibukota Provinsi Kalimantan Selatan. Kami berangkat ke Banjarmasin tanggal 13 sore jam 15an WIB, sampai di Banjarmasin jam 22.30 WITA. Kenapa milih penerbangan sore? Karena dari hasil surfing di internet, tiket pesawat Pekanbaru – Banjarmasi pp yang total waktu perjalanan relatif singkat, menggunakan maskapai terbaik di Indonesia, dan harga tiket yang masuk rentang budget tersedia, ada di sore hari. Tiket untuk jalur yang sama, penerbangan pagi, harganya hampir dua kali lipat. Dari waktu yang tersedia, kami memutuskan untuk menyelesaikan tugas pada tanggal 14, lalu pada tanggal 15, sebelum pulang dengan pesawat sore kami menyempatkan untuk ke Lok Baintan.
Teman-teman pernah dengar frasa Lok Baintan?
Kalo kita tanya mbah Google, dalam 0,36 detik, ada 38.800 web yang memuat frasa Lok Baintan. What a populat phrase !!
Lok Baintan
Lok Baintan adalah nama daerah yang dilalui oleh Sungai Martapura, di Kalimantan Selatan. Sungai Martapura dengar lebar sekitar 100 – 200 meter berhilir di Sungai Barito, sungai terlebar di Indonesia. Di daerah ini sungai adalah sarana transportasi, jalan raya. Banyak rumah masyarakat menghadap sungai, juga warung dan toko-toko lokal. Sungai adalah pusat aktivitas masyarakat. Sungai juga menjadi tempat bertemu masyarakat dan melakukan jual beli. Mereka melakukannya dari atas perahu yang menjadi kendaraan mereka. Mereka membentuk pasar yang mobile di sungai, pasar terapung. Kalau teman-teman ingat tayangan RCTI sejak tahun 1990an yang menunjukkan ada pasar terapung, yaaa itulah Lok Baintan…
Info dari supir mobil rental yang mengantar kami selama di Banjarmasin, ada dua pasar terapung di kota ini. Pasar Terapung Lok Baintan dan Pasar Terapung Siring. Pasar Terapung Siring berlangsung di Sungai Martapura di ruas pusat kota Banjarmasin. Pasar ini hanya ada pada akhir pekan, dan di tepian lokasi pasar terapung ini ada menara pandang tempat pengunjung bisa menikmati pemandangan pasar dari atas. Adapun Pasar Terapung Lok Baintan berlangsung setiap hari, karena memang merupakan aktivitas masyarakat. Their nature. Itu lah sebabnya diriku menyebut Lok Baintan sebagai The Genuime Floating Market. Pasar Terapung yg asli…!!!
Dua Floating Market yang pernah saya kunjungi sebelumnya adalah Damnoen Saduak, berlokasi 95 km barat daya Kota Bangkok di Thailand, atau sekitar 1.5 jam perjalanan dengan mobil dari Kota Bangkok, dan Lembang Floating Maket yang berlokasi 17 km di itara Bandung, atau 1 jam 10 menit dengan mengendarai mobil.
Lembang Floating Market jelas an artificial one.Dibuat di sebuah situ, yang masyarakat di sekitarnya tidak punya budaya berperahu, apa lagi melakukan transaksi jual beli di atas air. Sehingga di Lembang Floating Market yang sesungguhnya adalah pusat jajan yang dibuat sedemian rupa, dimana sebagian pedagangnya jualan di perahu yang di parkir di pinggir situ, pembelinya di daratan. 😃 Buat diriku, Floating Market-nya siyy gak terlalu menarik, tapi tempe mendoan dan combro yang dijual di situ, reseuuuppp. 👍
Damnoen Saduak Floating Market
Damoen Saduak Floating Market, sepertinya juga agak-agak artifisial. Kenapa? Karena sungainya hanya kanal-kanal yang berbentuk grid. Lebar kanal hanya sekitar 2 meter. Kalo lagi ramai, bisa macet karena penumpukan arus. Bahkan perahunya sampai berdempet-dempetan. Barang yang dijual di sini sepenuhnya souvenier buat para turis, buah-buahan dan kuliner. Penjual ada yang di atas perahu, ada yang di toko-toko kecil yang berderet -deret rapi di tepi kanal. Bahkan di tepi kanal juga ada eye catcher, seorang lelaki muda duduk berkalung ular besar berwarna kuning. Sereeeemmmm!
Menurut pikiranku, Pasar Terapung Damnoen Sadduak memang dibuat sebagai daya tarik wisata yang memanfaatkan potensi lokal, kanal-kanal yang merupakan “jalan raya” serta masyarakat yang memang terbiasa berperahu untuk mobilitas mereka. Pengunjung bisa naik perahu yang didayung secara manual, dengan biaya klo gak salah ingat 150 Thailand Bath per orang, atau setara dengan Rp.56.120,-
Oh ya, selain lelaki berkalung ular, heboh karena traffic jump di kanal-kanal, yang diriku ingat dari Damnoen Sadduak adalah es kopyor yg enak banget, dihidangkan dalam batok kelapa muda, dijual di salah satu los di tepian. 👍
Kembali ke Lok Baintan…
Klotok
Untuk sampai ke Lok Baintan butuh usaha, karena jaraknya 16 km atau waktu tempuh 45 menit ke arah hulu, menggunakan klotok, sejenis perahu beratap rendah, kapasitas 8 orang. Perahu ini menggunakan mesin untuk bergerak, bunyi mesinnya tok klotok klotok. 😀
Dan katena pasar terapung Lok Banutan berlangsung setelah subuh sampai sekitar jam 8 pagi, untuk bisa melihat pasar terapung Lok Baintan, pengunjung harus berangkat dari tepian di Banjarmasin setelah subuh. Artinya berangkat dari hotel sebelum subuh. Jam 4.00 pagi. Maling juga kalah..😀
Kebetulan pak Tezar, pemilik mobil yang kami sewa punya kenalan pemilik klotok yang biasa membawa pengunjung pasar terapung. Beliau memberikan nomor telepon pak Adriani pemilik klotok yang bersandar di depan Warung Soto pak Amat di bawah jembatan di tengah kota Banjarmasin dan telpon pak Hajun pemilik klotok yang bersandar di depan Masjid Sultan Suriansyah. Kami memilih untuk memesan klotok pak Adriani, karena paling mudah diakses dari hotel tempat kami menginap, jaraknya hanya 6.5 km atau waktu tempuh 16 menit. Sedangkan ke dermaga masjid Suriansyah jaraknya 10 km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Berapa harga sewa kelotok? Menurut info pak supir sekitar Rp.350.000,- Rp.450.000,- per round trip, alias pulang pergi. Tapi dengan pak Adriani, kami dikasi harga Ro.250.000,- pulang pergi. Oh ya, kalau teman-teman mau pergi, mesan klotok harus satu hari sebelumnya. Jangan nyari klotok subuh-subuh di tepian, belum tentu ada.
Jadilah tanggal 15 Desember pagi sebelum subuh, kami sudah bergerak ke warung soto pak Amat di pinggir Sungai Martapura. Sebelum naik ke klotok pak Adriani, sholat subuh dilakukan di mushala tak jauh dari warung soto.
Klotok milik pak Adriani, sebagaimana klotok-klotok lain yang mundar mandir di Sungai Martapura, adalah perahu beratap rendah, yang untuk masuk kita harus merunduk, dan untuk bergerak di dalamnya kita harus berjalan dengan.menggunakan lutut. 😓 Hanya pada dua bagian perahu kita berdiri tegak, di haluan dan buritan. Secara berada dalam ruang beratap rendah selalu menghadirkan rasa terkungkung bagi diriku, aku memilih duduk di buritan klotok, menikmati angin menyapa diri, sambil mengamati fenomena tepian yang samar-samar di subuh hari.
@ Lok Baintan Floating Market
Setelah perjalanan selama hampir 45 menit, dan matahari mulai naik di timur, kami melintas di bawah sebuah cable bridge. Dari situ kami mulai melihat satu per satu perahu hadir. Hampir semua perahu dikendarai oleh satu orang, dan itu perempuan.
Melihat kedatangan klotok yang kami tumpangi, para pedagang berperahu datang menghampiri, menawarkan dagangan-dagangan mereka. Apa yang mereka tawarkan?
Bermacam-macam barang dagangan. Ada sayuran hijau, ada singkong, petai dan jengkol. Ada buah-buahan lokal, yang beberapa tak pernah diriku lihat sebelumnya, seperti buah mentega (bentuknya bulat dengan warna kulit agak merah jambu, rasanya so creamy), buah yang warnanya merah seperti buah renda, tapi isinya seperti manggis, manis. Ada juga buah seperti mangga yang banyak dijual di parapat, berserat, rasanya manis. Ada jeruk yang besar, seperti jeruk bali.
Pedagang @ Lok Baintan
Apa lagi yang dijual? Berbagai macam makanan dan wadai alias kue-kue khas Banjar, seperti pais (lepat pisang dan kelapa parut), pundut (semacam lontong yang dimakan dengan sambal udang halus), bingka, dan entah apa lagi. Bahkan ada pedagang yang menjual gorengan dengan membawa kompor lengkap dengan tabung gas warna ijo di perahunya. Pokoknya bikin panik pengunjung yang tukang makan seperti diriku, karena gak tau mana yang mau dibeli dan dimakan. Semua bikin ngiler!! 😂😂😂
Oh ya, bagi pengunjung yang berbelanja cukup banyak dan butuh wadah buat bawa belanjaan pulang, para pedagang berperahu menyediakan keranjang anyaman yang dihargai Rp.5.000,- per buah untuk ukuran kecil dan Rp.10.000,- per buah untuk ukuran besar. Kalau di Tapanuli keranjang seperti yang dijual di Pasar terapung Lok Baintan ini disebut hadangan. Biasanya dipakai buat bawa beras ke acara-acara adat, seperti acara duka cita dan pesta pernikahan.
Diriku membeli sebuah keranjang ukuran besar untuk membawa buah-buahan yang unik dan gak ada di Pekanbaru sebagai oleh-oleh. Alhamdulillah keranjangnya cukup kuat ditenteng 2 kali naik turun pesawat, karena transit. Meski saat duduk di ruang tunggu bandara sempat dengar orang-orang duduk di sekitar diriku bertanya siapa yang bawa buah apa, yang baunya semilir-semilir tercium wangi.. 😊
Oh ya, di Pasar Terapung Lok Baintan para pedagang menawari pengunjung untuk naik perahu, merasakan berkeliling, ikut berjualan di perahu. Agar bisa difoto oleh travelmate kita. Iya, yang moto teman kita, atau bisa juga dengan bantuan tongsis, karena di sini belum ada penyedia jasa motret di atas perahu. 😃 Berapa yang harus dibayar untuk ikut berperahu? “Terserah ibu saja” jawab pengendara perahu saat ditanya. Tapi dari pengamatan di lapangan, rata-rata pemgunjung membayar Rp.25.000,- per orang. Untuk berapa lama? Gak ada aturan resmi. Umumnya 10 – 30 menit.
Setelah menikmati suasana pasar terapung sekitar 2.5 jam, naik perahu, belanja buah-buahan dan berbagai makanan, pak Adrini pengemudi klotok yang kami tumpangi menguatkan tenaga klotoknya, bergerak ke arah kami tadi datang. Ya, saatnya untuk pulang.
Selama perjalanan pulang, diriku tetap berdiri di buritan kapal, menyandar ke pingguran atap klotok. Menikmati suara riak air, hembusan angin dan pemandangan pemukiman di sepanjang tepian. Sungguh semuanya memberikan kesejukan bagi bathin ini yang selalu rindu dengan hal-hal yang natural, alami.
Sebagai catatan, saat kami ke Lok Baintan, meski tidak di hari libur, cukup banyak pemgunjung. Ada sekitar 10 klotok. Ada turis dari Inggris yang ngobrol dengan ku saat klotok kami sempat berdampingan, dan dari bahasa yang terdengar juga ada turis Malaysia. Artinya, Pasar Terapung Lok Baintan ini meski secara akses butuh perjuangan untuk dicapai, tapi peminatnya banyak. Bagi diriku justru lokasinya yang remote, ada sensasi menyusuri sungai dengan klotok jadi nilai tambah, mungkin begitu juga bagi para wisatawan lain.
So, bagi daerah yang daya tarik wisatanya berada di lokasi yang cukup remote, selagi ada kendaraan yang nyaman yang bisa digunakan oleh para wisatawan, perjalanannya juga punya daya tarik tersendiri, tetaplah bersemangat untuk mengembangkannya. Karena keterbatasan justru bisa menjadi tantangan yang menarik bagi para traveller.. ***
Kali ini diriku mau cerita tentangone day travelling bersama 11 orang teman-teman peserta Diklat JFPM Spasial di weekend kedua diklat yang dilakukan di Yogyakarta. Kami Mengejar Matahari 😀 Menyaksikan matahari terbit di Punthuk Setumbu dan Gereja Ayam, serta menyaksikan matahari tenggelam di Istana Ratu Boko. Perjalanan ini dipilih dengan pertimbangan untuk waktu yang sama, lebih banyak tujuan wisata yang bisa dinikmati, dibanding kalau kami pergi ke Kali Biru di tepi Waduk Sermo di Kabupaten Kulon Progo.
Untuk mengantar jalan-jalan, kami menyewa mini bus kapasitas 14 orang. Mobil rental ini kami dapat berdasarkan rekomendasi mba Esti pengelola diklat. Berapa biayanya? Rp.700.000,- untuk pemakaian mobil seharian, termasuk biaya bahan bakar dan upah supir.
Punthuk Setumbu itu nama sebuah bukit dimana pengunjung bisa menyaksikan matahari terbit dengan latar Gunung Merapi, Gunung Merbabu dan Candi Borobudur. Tempat ini bersama beberapa daya tarik wisata lain di Yogya dan sekitarnya menjadi lokasi syuting sequel kedua AADC.
Punthuk Setumbu yang berada di Kelurahan Karangrejo hanya berjarak sekitar 4 km dari kompleks Candi Borobudur. Kalau dari Hotel Cakra Kusuma tempat kami dikostkan? Lumayan jauh. Sekitar 41,1 km dengan waktu tempuh sekitar 1 jam.
Mengingat matahari terbitdi Yogya dan sekitarnya berlangsung sekitar pukul 04.30 pagi, kami harus berangkat dari Hotel Cakra Kusuma jam 03 lewat dikit. Artinya jam 02 lewat sudah harus bangun dan mandi. Kan gak mau jalan-jalan seharian tanpa mandi. Bisa pingsan orang-orang semobil. Sangkin khawatir telat, Pak Mustakin, salah seorang teman kami, bangun jam 12 malam, dan tanpa liat-liat jam, beliau langsung mandi. Untuk melihat matahari terbit di Punthuk Setumbu memang butuh perjuangan. 😀
Tiket masuk Punthuk Setumbu
Setelah sempat mampir di salah satu SPBU untuk sholat subuh, kami sampai di kaki bukit Punthuk Setumbu sekitar jam 04.30 pagi. Termasuk telat, karena matahari sudah hampir terbit. Setelah beli tiket masuk seharga Rp.15.000,- per orang, kami terpaksa langsung mendaki bukit. Gak sempat foto-foto dulu di kaki bukit. hiks
Mendaki bukit Punthuk Setumbu, butuh stamina yang lumayan. Diriku yang selama diklat tiap pagi jalan kaki sekitar 45 menit, sempat keder juga. Gimana gak keder? Aku sebelumnya nyaris gak pernah dengar nafasku bunyi ngik ngik ngik, bahkan beberapa tahun yang lalu pada saat kena asma pun nafasku hanya sekali dua berbunyi. Rasa takut itu sempat menjalar kuat di diri, takut jantungku ternyata benar-benar tidak kuat. Aku lalu memperlambat langkah, agar kerja jantung bisa lebih pelan. Alhamdulillah setelah memperlambat langkah, detak jantung jadi lebih tenang. Bunyi napas tak semeriah semula.
Saat kami sampai di puncak Punthuk Setumbu, matahari sudah mulai menampakkan diri. Gunung Merapi dan Gunung Merbabu terlihat berdiri dengan gagah perkasa. Di depannya, samar-samar terlihat Candi Borobudur. Sungguh pemandangan yang indah. Pemandangan yang memanjakan rasa. Aku seketika sadar pemandangan ini adalah pemandangan yang pernah aku lihat di sampul National Gegraphic Traveller beberapa tahun yang lalu.
Kami berada di Punthuk Setumbu sekitar 1 jam, menikmati pemandangan matahari terbit dan perlahan-lahan naik, menepis kabut, membuat terang semesta. Sayang pelataran untuk melihat kurang luas, sehingga harus berebut untuk mendapat view terbaik. Sayang juga aku belum punya lensa kamera yg lebih canggih sehingga belum bisa menzoom Candi Borobudur lebih besar. (Kerja, kerja, kerja.. Nabung, nabung, nabung. :D)
Saat kami bersiap-siap untuk turun ke kaki bukit, untuk menyambung perjalanan ke Gereja Ayam dengan mobil, seorang bapak yang tak muda lagi usianya menghampiri, menyarankan kami untuk jalan kaki memyusuri hutan menuju Gereja Ayam, dan menawarkan diri untuk menunjukkan jalan. Bapak itu ternyata penduduk setempat yang menjadi local guide.. Ketika kami bilang kendaraan kami menunggu di parkiran di kaki bukit, dia menyarankan kami untuk menelpon supir, dan meminta supir untuk menunggu kami di parkiran Gereja Ayam. Karena ternyata ada 2 parkiran yang berbeda lokasi dan arahnya, si bapak mengarahkan supir untuk menunggu di parkiran jembatan bambu… Berapa harga jasa si bapak sebagai guide? Berdasarkan hasil kesepakatan, Rp.50.000,-
Gereja Ayam yang berada di Bukit Rhema memang tak jauh dari Punthuk Setumbu, masih berada di kelurahan yang sama, Kelurahan Karangrejo. Bahkan saat melihat pemandangan Gunung Merapi dan Candi Borobudur, di pojok kiri bawah terlihat bangunan tersebut.
Apa itu Gereja Ayam? Buat penonton AADC2, tentu bangunan tersebut tak asing, meski mungkin tak familiar dengan namanya. Menurut cerita si bapak local guide, gereja alias rumah doa ini dibangun dengan bentuk merpati, burung lambang perdamaian, yang dilengkapi dengan sebuah mahkota di kepalanya. Namun karena bahagian “badan” terlihat besar, lebih tebal, sehingga lebih terlihat seperti tubuh ayam, maka orang-orang menyebutya sebagai Gereja Ayam.
Bahagian tengah mahkota dari bangunan berbentuk unik ini merupakan sebuah teras atau pelataran kecil, yang bisa dikunjungi. Karena posisinya tinggi, dari mahkota ayam, pengunjung bisa melihat pemandangan di sekitarnya, termasuk pemandangan Gunung Merapi, Gunung Merbabu dan Candi Borobudur. Pemandangan cantik, dan bentuk bangunan yang unik inilah yang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke tempat ini.
Oh ya, oleh pihak yang membangun, gereja ini diharapkan menjadi rumah doa bagi segala bangsa, dan diperuntukkan terutàma untuk membantu penyebuhan orang-òrang yang mengalami ketergantunģ NAPZA, bekerja sama dengan yayasan Bethesda di Yogyakarta.
Setelah sepakat dengan harga, kami lalu melanjutkan perjalanan ke Gereja Ayam dengan dipandu bapak local guide. Kami jalan kaki menyusuri hutan, menuruni Punthuk Setumbu, mendaki Bukit Rhema. Perjalanan yang menyenangkan, karena sudah lama banget gak ke hutan, menyusuri kehijauan. Setelah berjalan sekitar 20 menit, kami sampai di Bukit Rhema, di sekitar “ekor ayam” 😀
Untuk bisa melihat Candi Borobudur dari “mahkota ayam”, kita harus masuk ke bangunan gereja, menaiki 3 lantai melalui tangga kayu yang sempit, yang hanya bisa dilalui satu orang sekali jalan, gak bisa papasan. Dan karena “mahkota” tersebut relatif sempit, dengan kapasitas maksimal 10 orang, maka bila kita berkunjung di akhir pekan atau hari libur, yang naik ke mahkota ayam tak bisa berlama-lama di sana.
Pemandangan Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Candi Borobudur dan sekitarnya dari mahkota ayam, lebih rendah dari pada saat memandang dari Punthu Stumbu, dan tentu lebih terang karena memang saat berkunjungnya lebih siang dari pada saat berkunjung ke Punthuk setumbu. Tapi over all, pemandangannya nyaris sama. Setelah foto-foto secukupnya, kami segera turun dari mahkota ayam, lalu foto-foto dan duduk-duduk di halamannya yang luas dan sejuk. Sebelum meninggalkan Bukit Rhema, kami sempat menghampiri warung yang ada di tepi jalan Bukit Rhema, membeli beberapa potong pisang goreng dan bakwan..
Perjalan turun dari Gereja Ayam menuju parkiran menyusuri jalan desa yang di kiri kanannya dipenuhi pohon-pohon bambu.. Hanya bisa dilalui pejalan kaki dan motor, untuk mobil sepertinya melalui jalur yang lain. Udaranya segar, sejuk dan nyaman.. Jalur yang juga menyentuh hati, karena bertemu dengan penduduk setempat yang sederhana, berjalan tanpa alas kaki sambil membawa bakul di punggung dengan bantuan kain gendong…
Sebelum melanjutkan perjalanan, dan naik ke mobil, kami menikmati sarapan berupa nasi goreng dalam kotak yang disiapkan petugas hotel Cakra Kusuma. Kami menikmatinya di Pos Kamling Desa, sebelum menyebrangi jembatan bambu menuju parkiran mobil. Sarapan yang istimewa, karena makan di udara yang segar, diiringi suara gemercik air di kali. Kalau sudah begini, memang hanya ada dua rasa makanan : enak atau enak banget. 😀 Alhamdulillah.
Selesai makan, kami melanjutkan perjalanan.. Kami singgah ke Borobudur, lalu mengikuti Lava Tour di Merapi, makan siang di Kaliurang, dan berkunjung ke Museum Ulen Sentalu, sebelum akhirnya ke Istana Ratu Boko. Untuk kegiatan Lava Tour dan kunjungan ke Museum Ulen Sentalu, nanti dibuat tulisan tersendiri yaa.. Karena dalam 1 tahun terakhir diriku 3 kali mengikuti Lava Tour, dan belum dibuat jadi satu tulisan pun.. Demikian juga ke Ulen Sentalu, dalam satu tahun terakhir diriku berkunjung ke sana dua kali. Dan yang terakhir kalau tidak salah hitung merupakan kunjungan keempat. 😀
Istana Ratu Boko adalah sebuah kawasan situs arkeologi yang berada di perbukitan di sisi timur Kota Yogyakarta. Menghadap ke Barat, dengan susunan batu-batu kuno yang cantik, tempat ini menjadi tempat yang luar biasa untuk menikmati matahari masuk ke peraduan. Sebagai obyek wisata, Kawasan Istana Ratu Boko ini dikelola bersama Candi Prambananm yang lokasinya tak jauh. Bahkan pengunjung bisa beli tiket terusan Candi Prambanan dan Istana Ratu Boko.
Di film AADC, situs ini juga jadi lokasi. Tapi tidak untuk melihat sunset, melainkan jadi tempat ngobrol Cinta dan Rangga.
Sebenarnya ini kali kedua diriku mengunjungi tempat ini.. Kali pertama di akhir Maret Tahun 2010. Datangnya ke sorean, nyaris senja. Langit mendung dan kemudian hujan turun. Tempat ini jadi sepi sekali. Hanya ada aku, mba Ika teman yang bekerja di Pusat Studi Kebudayaan UGM, dan petugas keamanan Kompleks Ratu Boko yang menemani kami. Saat itu, Istana Ratu Boko terasa sangat kuno. Serem….!! 😀
Kali ini aku dan teman-teman sampai ke kompleks Istana Ratu Boko sekitar jam 5 sore. Saat mentari masih bersinar, meski tak garang. Kami bisa melihat-lihat bahagian candi yang bertebaran. Aktivitas yang juga dilakukan para pengunjung lain, yang cukup ramai sore itu. Ya, Kawasan Istana Ratu Boko sepertinya sudah berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau, tempat wisatawan dan juga masyarakat menikmati sore hari.
Puas berkeliling, sebahagian kami mengambil posisi naik ke bangunan candi yang tinggi. Duduk-duuduk di pinggirnya menunggu matahari tergelincir pelan-pelan. Sayangnya, menjelang matahari benar-benar masuk ke peraduan, awan datang menutupi. Jadilah kami hanya bisa melihat warna langit yang perlahan berubah menjadi kuning, jingga dan akhirnya semakin gelap. Belum rezeki bagi saya dan teman-teman untuk melihat keindahan matahari terbenam dengan sempurna di tempat ini.Semoga ada kesempatan lagi yaa. ***