Kopitiam Apek

Hari ini pagi kedua diriku libur lebaran 1438 H di Medan.  Dua kali pagi juga diisi dengan jalan kaki menyusuri bahagian lama Kota Medan.  Kegiatan yang belum pernah dilakukan sebelumnya, meski sejak masih bau kencur sudah bulak balik ke Medan.

Pagi ini diriku jalan kaki berdua dengan Aldy, ponakanku.   Kalau kemarin kami memarkirkan mobil di halaman BNI di Jalan Pemuda dan langsung masuk ke Jalan Kesawan,  hari ini kami memarkirkan mobil di basement Lippo Plaza di sekitar Lapangan Benteng.  Lalu kami jalan kaki menyusuri jalan Sutoyo ke arah Kesawan.

Di pojokan Jalan Hindu, kami singgah di sebuah kedai kopi warna hijau yang dari kemarin sudah terlihat ramai.  Tak ada plang nama di depan warung kopi itu, tapi ternyata warung kopi itu sudah terkenal di kalangan pencinta kuliner di Medan.  Kopitiam Apek, namanya.

Apa saja yang ditawarkan Kopitiam Apek ? Kopi dan segala macam variasinya, teh dengan variasinya, chocolate dengan variasinya, telur setengah matang, roti bakar dan roti kukus dengan aneka pilihan isi : srikaya, skippy, coklat, keju atau kombinasinya.

Makanan lain seperti lontomg medan dan menu khusus hari Jum’at, nasi briyani, disediakan oleh pihak ketiga yang ikut menyediakan gerai makanan di kedai kopi tersebut.  Untuk yang ingin makan mie-mie-an, akan dipesankan dari warung di seberang jalan.  Kerjasama yang baik ya. (Y)

Kopitiam Apek dikelola oleh Cici Suyenti, yang sekaligus merupakan generasi ketiga pemilik kedai kopi tersebut.  Seluruh minuman, baik teh dan variannya, kopi dan variannya, chocolate dan variannya serta telur setengah matang dibuat sendiri oleh cici Suyenti di dapur mungilnya di bawah tangga.  Menurut beliau, dia membuat semua sendiri minuman untuk menjaga kualitas produk yang  diberikan pada pelanggan.  Beliau dibantu 3 asistennya, perempuan, yang masing-masing bertugas memanggang roti di tungku berbahan bakar arang, mencuci gelas dan piring kotor, serta sebagai runner alias menerima dan mengantar pesanan.

Saat kami ke sana, di hari ketiga lebaran, semua meja yang jumlahnya tak lebih dari 10, penuh.  Padahal gerai makanan lain yang ada di kedai kopi tersebut belum buka.  Artinya pengunjung hanya datang untuk menikmati minuman dan roti bakar dan aneka mie dari kedai di seberang.  Tapi tetap, meja-meja penuh.  Bahkan pengunjung kadang harus antri dan berdiri di depan pintu masuk, menunggu ada meja yang kosong.

Berapa harga minuman dan makanan di Kopitiam Apek?  Sebagai referensi, teh manis Rp.15K, teh susu dingin Rp.31K, roti bakar srikaya Rp.20K, roti bakar coklat keju Rp.27K dan roti kukus skippy srikaya Rp.23K.   Mehong? Agak yaaa.. Tapi klo dibandingkan dengan rasa dan kualitas minuman dan makanan yang dinikmati, radanya worthed.

Buat yang lagi liburan di Medan dan cari alternatif sarapan, KopitIam Apek yang berlokasi di Jalan Hindu No. 37 Medan ini bisa jadi alternatif.  Silahkan singgah, dan salam buat cici Suyenti. ***

Pasar Merah di Siak

Ini lanjutan dari tulisanku beberapa bulan yang lalu tentang perjalanan ke Kota Siak Sri Indrapura, kota kecil di tepian Sungai Jantan atau Sungai Siak, sungai terdalam di Indonesia.  Kota ini merupakan ibukota Kabupaten Siak, salah satu kabupaten penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia beberapa dekade ini (Baca : Berkapal ke Siak).

Kunjungan pada pertengahan Februari 2017  bukan kunjungan pertama bagi diriku.  Entah kunjungan yang keberapa diriku tak ingat.  😀 (Baca : Ke Siak Sri Indrapura (Lagi…..!!!)Having Lunch di Siak,  dan Muter2 di Siak).  Lalu apa istimewanya kunjungan kali ini? Kunjungan kali ini, yang diriku lakukan bersama Wati, teman kuliahku di Kampus Rakyat, bertujuan untuk menikmati perayaan Cap Go Mei di   Siak, di pasar yang merupakan Chinatown alias Pecinan Siak.  Kenapa di Siak?  Karena Wati yang senang motret ingin hunting foto di daerah Pecinan yang justru belum banyak diliput, gak kayak di Singkawang, yang sudah jadi mainstream bagi para pecinta fotografi.

Pasar Merah - Klenteng Hock Siu Kong

Upper Left :  Tandu Sang Dewa, Upper Rght : Tatung, Bottom : The Gate of Hock Siu Kong with Sungai Jantan as view

Pecinan di Kota Siak Sri Indrapura berada di Jalan Sultan Ismail, di tepi sungai.  Berdampingan dengan komplek istana peninggalan Kerajaan Siak Sri Indrapura.  Lokasi Pecinan ini berhadapa-hadapan dengan bangunan benteng peninggalan Belanda, yang berada di seberang sungai.   Di Pecinan ini terdapat Klenteng Hock Siu Kong, yang berdiri sejak tahun 1898.  Klenteng yang menjadi pusat aktivitas ibadah dan budaya masyarakat Cina di Siak.

Bagaimana bisa Pecinan mempunyai lokasi yang begitu strategis? Menurut salah seorang pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Siak, yang secara tak sengaja bertemu di salah satu kedai kopi di Siak, Kawasan Pasar Siak merupakan wilayah yang diberikan Sultan  Siak kepada pedagang yang datang dari Negeri Cina.  Pedagang yang sengaja diundang Sultan untuk menetap di Siak untuk mengajarkan rakyatnya bagaimana cara berdagang.  Selain untuk memudahkan masyarakat mendapatkan berbagai kebutuhan yang perlu didatangkan dari luar daerah, bahkan dari luar negeri.  Sebagai bentuk apresiasi, sekaligus untuk memudahkan memantau pendatang dari Negeri Cina, Sultan memberikan lahan di tepi sungai bagi mereka.  Sultan yang berwawasan luas, dan menghargai keragaman.

Pasar Merah - Pecinan

Deretan Rumah Toko Berwarna Merah, dan keranjang khas Chinesse

Beberapa tahun terakhir ini, dalam rangka meningkatkan pariwisata daerah, Pemerintah Kabupaten Siak semakin berupaya  mengangkat warisan budaya (heritage) kerajaan Siak Sri Indrapura  menjadi daya tarik wisata, termasuk juga kawasan Pecinan.   Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Siak adalah menata kawasan Pecinan, sekaligus membangun turap di tepi sungai untuk tempat masyarakat menikmati indahnya tepian sungai.    Pemerintah juga  memfasilitasi para pemilik rumah toko di kawasan pecinan  untuk mencat bangunan mereka dengan warna merah, dan  kombinasi hijau dan kuning sebagi penambah cantik.

Pasar Merah - Turap Siak

Kawasan Turap Tepian Sungai Jantan

Kawasan yang berwarna merah memang sungguh memikat mata, dan luar biasa menarik untuk difoto.  Kecantikan kawasan ini semakin menawan saat senja dan malam tiba, ketika lampion-lampion menyala.  Lampion-lampion yang bergantungan di langit-langit  emperan toko dan pada tali-tali yang dibentang di atas jalan raya.

Pasar Merah - Lampion

The Lampions

Selain menikmati kecantikan kawasan Pecinan yang merah, apa lagi yang bisa dinikmati  di sini? Kuliner, pastinya.  Kuliner khas Chinesse, berupa mie, kwetiau dan bihun, yang bercampur cita rasa Melayu dan Sumatera Barat  banyak dihidangkan di kedai-kedai kopi, yang merupakan budaya di hampir seluruh wilayah Pesisir Timur Sumatera.  Untuk makan berat, kita bisa menikmati aneka masakan dengan bahan ikan sungai dan udang galah.  Menurut pejabat yang sempat ngobrol dengan diriku itu, tak ada kedai kopi di Siak yang menjual makanan tak halal.  Tapi mengingat semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan wajibnya mengkonsumsi makanan halal,  selain membina peningkatan kualitas dan keragaman kuliner khas daerah,  kiranya Pemerintah juga perlu memfasilitasi kedai-kedai kopi di kawasan Pecinan untuk mendapatkan sertifikat halal dari instansi yang berkompeten untuk menerbitkannya.

Oh ya, apa lagi yang aku temukan saat mutar-mutar dari pagi sampai malam di kawasan Pecinan di Siak saat perayaan Cap Go Mei?  Ya, keragaman agama dan budaya yang saling menghargai.  Arak-arakan barongsai yang sejak pagi mengelilingi Pecinan, berkunjung ke rumah-rumah toko untuk mengusir roh jahat, mengundang roh baik, mengirim doa-doa, meyalakan petasan,  diistirahatkan saat azan berkumandang di Masjid Raya Syahbuddin Siak yang berada di kawasan Pecinan.   Arak-arakan dilanjutkan setelah adzan dan waktu sholat dzuhur usai.  Kehidupan bertoleransi yang indah.

Pasar Merah - Masjid Raya Syahbuddin 1

Masjid Raya Syahbuddin, dengan lampion-lampion di latar depan

Mari berkunjung ke Siak, teman-teman.  Mari menikmati keagungan warisan budaya Kerajaan Siak serta keragaman yang telah hadir di negeri ini sejak berabad yang lalu..***