Forgive and Forget

Merasa sakit karena perlakukan yang tak menyenangkan adalah hal yang bisa acap kali datang dalam perjalanan hidup.  Hanya kadarnya beda-beda.  Kalau kadarnya tinggi pakai banget, sakitnya bisa sampai ke hati dan menggelayut di diri.  Nah kalau sakit itu adalah hal yang acap kali, kan gak mungkin juga mau kita biarkan banyak beban menggelayut di diri di sepanjang sisa hidup.  Berat, booo !!!

Dari pengalamanku, memaafkan itu tak selalu menjadi kebutuhan orang yang sudah menyakiti kita, karena bisa jadi mereka gak sadar kalau mereka sudah menyakiti kita.  Kok bisa? Ya bisa, karena bisa saja cara pandang, nilai yang kita pegang berbeda dengan cara pandang dan nilai yang dia anut. Kan latar belakang, pengalaman bisa mempengaruhi cara pandang dan nilai yang dianut setiap manusia.  Jadi menurut aku,  yang butuh memaafkan itu adalah orang yang disakiti, agar rasa sakit yang menggelayut di diri bisa lepas.  Agar kita bisa melangkah lebih ringan di hari ini dan hari-hari mendatang.

Tapi memaafkan kan tidak semudah membalikkan telapak tangan.  Kalo mudah,  hadiahnya payung cantik.  😀   Tapi kalau bisa, insya Allah hadiahnya ketentraman hati, dan hari- hari yang lebih cerah setelahnya.

forgive-and-forgerKita sering mendengar ucapan FORGIVEN BUT NOT FORGOTTEN,  dimaafkan tapi tak dilupakan.  Ya, kita sering mengatakan kita memaafkan seseorang atas perbuatan yang menyakiti kita, tapi rasa sakit itu tetap tinggal di hati, mengendalikan cara pandang, cara pikit kita.

Gimana caranya bisa melupakan, kalau efek perbuatan orang tersebut besar terhadap hidup kita?  Apa lagi kita juga sering dengar orang bilang, agar kita memaafkan, melupakan yang buruk-buruk, dan tetap mengingat yang baik-baik.  Entah lah. Menurut aku  setiap pribadi dengan keunikannya akan punya cara sendiri untuk memaafkan, juga melupakan.  .  Termasuk diriku.

Setelah terluka oleh sesosok manusia, aku berusaha melanjutkan hidupku.  Meninggalkan semua di masa lalu.  Namun dalam satu priode yang cukup panjang, ada dan ada saja orang-orang yang menghubungiku, mencari tahu, mencari kebenaran.  Dan ketika data yang menunjukkan kebenaran itu aku berikan, orang-orang itu justru memposisikan diriku sebagai  orang yang perlu mengakui keberadaan mereka.  Duuhhh, capek dan menyakitkan.  Seperti masuk dalam gulungan ombak, bulak balik terbanting-banting karena hal yang sama.   Kondisi ini membuat hati  ini berkali-kali terluka, sehingga  sulit untuk memaafkan dengan sepenuh hati.

Beberapa bulan yang lalu,  kantor memfasilitasi pegawai yang ingin berkonsultasi dengan sebuah konsultan HRD untuk mengetahui potensi diri sekaligus kekurangan yang perlu diperbaiki untuk pencapaian-pencapaian yang lebih baik.  Aku dan juga beberapa teman mengambil kesempatan untuk berkonsultasi itu.  Tapi di awal pertemuan, aku menyampaikan kepada psikolog dari konsultan HRD itu, kalau aku ingin diberi juga masukan untuk hal-hal personal, yang aku rasa membebani bathinku beberapa tahun terakhir.

forgive-and-forget2Setelah mengikuti sederet test dan wawancara,  psikolog yang bersikap seperti teman itu bilang dari analisa terhadap hasil test dan wawancara ada sesuatu yang mengganjal di diriku, sesuatu dari masa lalu, dan itu terlihat dari hasil test dan wawancara  yang telah aku ikuti.  Psikolog lalu tanya, apakah aku masih menyimpan sesuatu dari masa lalu.  Aku lalu cerita kalau aku belum membersihkan laptopku dari surat-surat elektronik yang berisi data-data yang pernah dikirim berbagai pihak, aku menyimpan dengan tujuan berjaga-jaga.  Psikolog itu lalu bilang, “Kamu tahu enggak kalo otak manusia itu seperti magnet, akan menarik hal-hal yang terkait dengan apa yang ada di pikiran? Tanpa kamu sadari data-data yang kamu simpan untuk berjaga-jaga itu membuat otakmu mengirimkan sinyal keberadaan data-data tersebut.  Lalu Penguasa Semesta mengirim orang-orang yang membutuhkannya ke hadapanmu.”  Ucapan itu mengingatkan ku pada The Secret karangan  Rhonda Byrne yang kubaca beberapa tahun yang lalu.

Psikolog menyarankan diriku untuk membuang semua yang terkait dengan orang yang menyakitiku,  semua tanpa terkecuali.  Agar otakku tak lagi mengirim sinyal adanya keterkaitan, bahwa aku tak punya data tentang orang itu.  Agar Penguasa Semesta tak lagi mengirimkan padaku orang yang butuh pertolongan yang terkait dengan urusan yang satu itu.

Aku lalu melakukan apa yang disarankan psikolog.  Aku membersihkan semua tanpa sisa.  Alhamdulillah setelahnya semua jadi lebih baik.  Tak ada lagi yang mendadak menghubungi diriku untuk urusan yang satu itu lagi.  Dan semoga tak ada lagi.

Dari apa yang pernah aku alami, aku mengerti bahwa untuk memaafkan harus sepaket dengan melupakan Melupakan yang buruk, dan juga yang baik.  Meninggalkan semuanya, tanpa terkecuali,  di belakang.***

ceritasondha-satu-minggu-satu-cerita

Sipirok, A Prospective Destination

Sipirok..  Buat peminat wisata mungkin kata yang asing.  Mungkin tidak bagi penggemar kopi di Indonesia.  Dan pasti tidak,  bagi mereka yang di tubuhnya mengalir darah Batak.

sipirok1

Mengapa mungkin tidak asing bagi penggemar kopi di Indonesia? Karena tahun 2014 yang lalu masyarakat Sipirok  mengadakan Festival Kopi Sipirok, dalam upaya mengangkat nama kopi hasil budidaya masyarakat di Sipirok.  Bahkan di kawasan Tanjung Duren, di Jl. TB Simatupang,  Jakarta, salah satu pengusaha asal Sipirok  memasarkan kopi Sipirok di cafe miliknya yang diberi nama Sipirock Coffee

Mengapa Sipirok pasti tidak asing bagi yang berdarah Batak?  Karena Sipirok adalah salah satu daerah di Tapanuli yang sudah berkembang lama, diperkirakan  sebelum abad ke-13.  Daerah yang menjadi persinggahan utama di jalur Lintas Sumatera sejak zaman dulu, selain Kota Sibolga, salah satu kota pelabuhan di pantai barat Pulau Sumatera.  Mengingat suku Batak adalah masyarakat yang mobile,  perantau yang gigih, baik untuk menuntut ilmu, maupun untuk berkarya dan mencari nafkah ke sepenjuru negeri, bahkan ke manca negara, melintasi Siporok dalam perjalanan merantau ataupun pulang adalah bahagian dari perjalanan suku Batak bila menempuh jalan darat.

Selain itu,  Sipirok juga daerah asal dari banyak orang yang telah meninggalkan jejak luar biasa di berbagai bidang. Ada nama Sutan Pangurabaan, seorang tokoh jurnalistik dan media cetak  di Tapanuli pada awal abad 20.  Beliau juga pendidik, pengusaha, pendiri Muhammadiyah di Sipirok.  Beliau juga ayah Armijn Pane dan Sanusi Pane, 2 Sastrawan Indonesia Angkatan Pujangga Baru.

Ada beberapa tokoh nasional di era Orde Baru yang berasal dari Sipirok, antar lain Arifin Siregar yang pernah menjadi Direktur Bank Indonesia, Hasjrul Harahap, mantan menteri Kehutanan RI.  Raja Inal Siregar, Gubernur Sumatera Utara  era 1988 – 1998 juga berasal dari Sipoirok, Desa Bunga Bondar tepatnya.

Dimana Sipirok itu sebenarnya?

batu-nol

Sipirok adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.  Lokasinya 38 km dari Kota Padang Sidempuan, ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan sebelumnya. Berjarak sekitar 360 km ke arah selatan  Kota Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara,  dan sekitar 350 km ke arah Barat Laut Kota Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau.  Dari Kota Parapat yang berada di tepi Danau Toba, destinasi pariwisata utama di Provinsi Sumatera Utara, jaraknya hanya 180 km, dengan waktu tempuh hanya 4,5 jam.  Bahkan dari Bukit Tinggi, salah satu destinasi yang juga sudah terkenal di manca negara, jaraknya hanya 320 km, atau dengan waktu tempuh lebih kurang 7.5 jam.  Sipirok mempunyai lokasi yang strategis, dengan aksesibiltas yang sangat baik.

Saat ini Sipirok juga bisa diakses dengan pesawat udara melalui 2 bandara.  Yang pertama Bandara Dr. Ferdinand Lumban Tobing, di Pinang Sori, Sibolga, yang berjarak 90 km dan mebutuhkan waktu tempuh lebih kurang 2 jam 34 menit.  Yang kedua Bandara Silangit, yang berjarak 106 km dengan waktu tempuh lebih kurang 2 jam 40 menit.  Di kedua bandara tersebut setiap hari ada beberapa pesawat yang terbang  dari dan menuju Medan maupun Jakarta.  Sebenarnya ada bandara yang lebih dekat lagi ke Sipirok, hanya berjarak 37 km atau butuh waktu tempuh sekitar 51 menit, yaitu Bandara Aek Godang, tapi penerbangan ke bandara ini sepertinya belum sebanyak penerbangan ke Bandara Silangit dan Bandara Pinang Sori.

Sipirok terdiri dari 6 kelurahan dan 34 desa.  Dalam bahasa Batak Angkola, bahasa masyarakat setempat, Sipirok dikatakan sebagai  SIPIROK NAULI, BANUA NA SONANG,  NAPA-NAPANI SIBUAL-BUALI. Sipirok yang sejuk, negeri yang nyaman, di lembah Gunung Sibualbuali.

landscape-sipirok

Berada di kaki gunung,  di ketinggian  antara 700 – 1.700 meter di atas permukaan laut (dpl),  membuat Sipirok mempunyai udara yang sejuk dan segar, air yang jernih dan dingin, serta pemandangan yang indah.  Di Sipirok terdapat sebuah danau, Danau Marsabut, dan juga Cagar Alam Dolok Sibualbuali, yang merupakan hutan konservasi yang kaya akan keragaman flora dan fauna.  Di Sipirok juga terdapat 2  mata air panas (hot spring water) yang dikelola oleh masyarakat menjadi permandian, yaitu Aek Milas Sosopan dan Aek Milas Padang Bujur.  Sat ini infrastruktur jalan ke berbagai kelurahan dan desa di Sipirok relatif baik, juga jaringan listrik dan jaringan telepon seluler.

aek-milas-padang-bujur

Hot Water Spring : Aek Milas Padang Bujur

Karena Sipirok berada di antara wilayah Batak Toba, yang didominasi pemeluk Kristen, dengan wilayah Mandailing, yang didominasi pemeluk Islam, membuat Sipirok punya cerita yang panjang tentang kehidupan bertoleransi antara Islam dan Kristen.  Mungkin hanya di Sipirok, prinsip darah lebih kental dari pilihan agama menjadi pegangan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.  Ya, di Sipirok dalam sebuah keluarga, bisa ada anggota keluarga yang menganut agama Islam, dan anggota keluarga yang lain menganut agama Kristen, dan tetap hidup dalam rasa saling menghormati dan menyayangi.  Prinsip ini yang membuat masyarakat di Sipirok tak mengenal daging babi sebagai bahan makanan sebagaimana masyarakat di daerah Tapanuli Utara.  Prinsip ini juga yang membuat anggota keluarga yang muslim, bisa makan dengan tenang di rumah keluarga dan kerabatnya yang non muslim.  Prinsip ini juga bila ada pesta adat, meski tuan rumahnya non muslim, pemotongan kerbau, pengolahan makanan dilakukan oleh anggota masyarakat yang muslim.

Kelurahan Pasar Sipirok merupakan pusat kegiatan masyarakat  di wilayah kecamatan Sipirok, baik aktivitas pemerintahan tingkat kecamatan, pusat perdagangan lokal, juga pusat pendidikan lokal. Di Pasar Sipirok terdapat kantor camat, kantor polsek, pertokoan, juga sekolah mulai dari tingkat TK, SD, SMP dan juga SMA.  Bahkan di desa Paran Julu, sebuah perbukitan yang berjarak sekitar 2,5 km dari Pasar Sipirok terdapat SMA Negeri 2 Plus, yang dibangun oleh Yayasan Pendidikan Marsipature Hutana Be, sebuah yayasan yang dibangun oleh anak-anak Sipirok yang berhasil dan berjaya di rantau.

Berpuluh bahkan lebih dari seratus tahun menjadi pusat aktivitas masyarakat lokal, membuat Pasar Sipirok menjadi kota kecil yang sangat nyaman.  Bahkan jejak-jejak kemakmuran yang dicapai oleh anak-anak Sipirok yang merantau, maupun yang beraktivitas di daerah, terlihat dari rumah-rumah tua yang masih terlihat cantik, meski beberapa diantaranya tak terawat lagi.

rumah2-tua

Alam yang luar biasa segar dan indah, kehidupan masyarakat yang menghargai keragaman, rumah-rumah tua yang cantik, kerajinan tangan yang berbasis budaya, seperti ulos serta tuku dan bulang, kuliner lokal, merupakan potensi yang bisa dikembangkan untuk menjadi destinasi wisata.  Bukan destinasi wisata dimana para wisatawan datang bergerombol, membuat dan menikmati keriuhan, tapi wisata bagi mereka yang ingin menikmati ketenangan, tempat istirahat bagi mereka yang telah lelah bekerja di kota-kota besar, tempat beristirahat bagi mereka yang purna tugas, atau pensiun (retirement).  Sebuah prospek untuk menghidupkan ekonomi masyarakat, membangun daerah.

Sungguh aku membayangkan bila diberi umur panjang, aku akan mengisi sebagian hari-hari tuaku dengan tinggal di rumah peninggalan ompungku di Sipirok, sebuah rumah kayu tua berwarna coklat  yang hangat.  Aku akan bisa menikmati pagi dengan berjalan kaki pagi di sekitar persawahan, mandi di permandian air panas, mengisi siang dan malamku dengan membaca, menulis dan berkontemplasi,  sambil sesekali menyusuri kampung-kampung tua yang penuh sejarah di kaki perbukitan di Gunung Sibuabuali.***

Ketika Supir Taxi Diprotes….

Masalah pertaxian di Pekanbaru adalah sesuatu yang menyebalkan.. Kenapa? Karena tarifnya yang gak deserve banget nget nget nget… Bisa banyangin gak, dari pool bus di Jl. Nangka, sebelum Terminal AKAP/AKDP difungsikan, ke rumah Jl. Durian yang jaraknya gak sampai 2km, supir taxi akan minta Rp.20.000,-. Itu tahun 2002-2004…!!! Tahun 2006-an dari rumah Tati ke kantor yang lama, yang jaraknya lebih kurang 13 km, supir taxi akan minta sekitar Rp.55.000,-. Kalo pake argo…, sama ajah…!! Argo bergerak kencang !!! Kebayang gak siyy kalo mobil ngadat dan harus ke kantor naik Taxi… Sehari buat transport aja bisa Rp.110.000,- Kalo sering2 bisa bikin bangkrutttt…..!!! Kenapa gak pake angkutan umum alias bus komuter yang disediakan pengelola perumahan tempat Tati tinggal? Pengen siyyy… Tapi kebayang gak siyy mesti bawa2 laptop dan tas di dalam bus yang banyak copetnya…?

cabSo naik taxi adalah sesuatu yang Tati hindarkan di kota ini.. Tapi ya gak selamanya bisa dihindarkan… Tanggal 5 Januari yang lalu saat pulang dari Medan, karena gak ada yang jemput di Bandara, Tati terpaksa naik taxi ke rumah.. Untuk ambil taxi di bandara, di pool Taxi Puskopau yang mendominasi bandara SSQ II, kita harus bayar Rp.10.000,-. Dengan uang itu kita mendapatkan taxi dan 1 eksemplar Koran Media Indonesia. Lalu kita juga diberi selembar daftar tarif kalo mau naik taxi tersebut ke luar kota. Di lembaran daftar tersebut ada cap stempel tariff Taxi = Rp.10.000,- + argo.

Setelah membayar di pool, Tati lalu naik ke taxi dengan nomor yang sesuai dengan yang diberikan petugas di pool taxi. Taxi lalu bergerak.. Gak lama keluar dari area bandara, Tati baru nyadar kalo argony a gak menyala. Tati lalu nanya ke supir taxi, kenapa argo gak dinyalain, bukankan di daftar tarif tertulis kalo pake argo. Supirnya bilang, itu hanya tertulisnya aja. Realitanya gak ada yang pake argo. Dan untuk ke rumah Tati yang sekitar 5km dari bandara, si supir taxi mematok Rp.50.000,-. Kalo Tati gak mau, dia akan membawa Tati kembali ke bandara, dan Tati gak akan dapat taxi yang pake argo karena semua supir sudah sepakat gak pake argo. Hmmmm…. pemerasan…!!!

Tapi karena harus segera sampai di rumah, lalu ganti baju buat segera ke kantor, ya terpaksa Tati jalanin… Meski rasanya mangkeeellll buanget….!! Tati lalu bilang ke supir itu, bahwa harga yang dia patok itu sangat tidak layak, terlalu mahal. Karena untuk jarak 5km Tati harus bayar total Rp.57.000,- (Rp.60.000,- dikurangi harga Koran). Rata-rata Rp.11.400,-/km. Padahal berapa siyy bensin yang dihabiskan untuk jarak 5 km? Dengan kondisi mobil yang usianya sekitar  4 atau 5 tahun mungkin bensin 1 liter bisa digunakan untuk menempuh jarak 8 km. So, untuk menempuh 5 km, bensin yang dihabiskan gak sampai doonk 1 liter alias Rp.6.000,-. Lalu ditambah biaya pemeliharaan rutin, setoran taxi atau cicilan mobil, lalu gaji si supir? Berapa sebenarnya penggeluaran untuk per km? Apakah Rp.11.400/km adalah harga yang pantas?

Dibilang begitu supir taxinya malah bilang, “Ibu kalo mau protes, ibu protes aja para pejabat. Berapa siyy gaji mereka? Kok bisa mereka punya rumah dan mobil mewah…? Dan biasanya gak cuma satu atau dua buah…!!! Ibu jangan protes sama kami yang orang kecil….!!!” Gubbbbbrrrrrrraaakkkkkk………!!!!

Apakah bisa yang gak baik di mata kitajadi pembenaran kita untuk bertindak…?

Satu Bangsa….

Ide tulisan ini sebenarnya sudah muncul di benak Tati berkali-kali..  Saat peringatan Hari Jadi Provinsi Riau tahun 2007, lalu tahun 2008 ini, juga saat hari jadi Kota Pekanbaru beberapa bulan yang lalu.  Tapi selalu gak sempat ditulis karena ada hal yang lain yang harus dilakukan… Akhirnya moment-nya lewat…  Mau di-publish, kok kayaknya basi yaaaa… Nah, di moment hari Sumpah Pemuda, Tati kepikiran lagi buat nulis tentang hal ini..  Tulisan tentang apa siyyy?

Hmmmm…. Ini tulisan yang topiknya rada sensi, karena banyak terjadi di negeri ini terutama setelah reformasi terjadi di tahun  1998..  Sebenarnya sebelum tahun 1998 juga terjadi, tapi biasanya dalam kesenyapan dan tidak transparan…

Ini cerita tentang pengalaman Tati si nona berdarah batak yang tumbuh besar dan mengisi sebagian besar hidupnya di tanah Melayu, Riau, tepatnya di kota Pekanbaru..

Tati sejak kecil gak pernah dididik untuk bersifat sukuisme..  Orang tua mengajarkan untuk menghormati orang tua dan leluhur, tapi tidak sukuisme..  Orang tua Tati memberikan contoh yang luar biasa, karena rumah kami sangat terbuka bagi anak-anak tetangga dan anak-anak teman mereka.  Bahkan ada anak tetangga yang tinggal dan besar di rumah kami, menjadi bagian keluarga kami, padahal tidak ada hubungan darah sama sekali, mereka berasal dari Sumatera Barat sementara kami dari Sipirok.  Dan bukan sekali dua tetangga kami yang bukan orang Batak ikut keluarga kami pulang ke Sipirok.

Rasa tidak sukuisme ini didukung pula oleh lingkungan tempat tinggal Tati saat dibesarkan, perumahan kompleks Gubernur Riau di Kota Pekanbaru yang tahun 1970-an sangat heterogen karena dihuni berbagai suku : Melayu, Batak, Minang, Jawa bahkan Manado, Ambon dan Irian meski dalam jumlah yang gak banyak.  Bahkan orang Melayu-nya pun berbeda-beda, ada orang Rengat, orang Siak, orang Kepulauan, orang Bengkalis, orang Tembilahan dan sebagainya.

Di lingkungan sekolah sejak TK sampai  SMA di Pekanbaru, teman Tati juga gak banyak yang orang Batak.  Sahabat Tati, Syahida adalah orang Solok, Sumatera Barat.  Juga teman main Tati saat SMA yang lain, Inda dan I-in.  Inda adalah orang Riau, kampungnya di Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi, sedangkan I-in orang Palembang campur Lampung.

Rasa kesukuan ini semakin tidak ada setelah Tati kuliah di Bogor, secara teman dekat Tati sedikit yang orang Batak.  Avita..? Ayahnya Sumatera Barat, Ibunya Batak.  Mia Bachtiar? Orang Makassar.  Opi, Miko dan Riza orang Sumatera Barat, Diana Chalil orang Batak campur Melayu, namun Melayunya lebih dominan.   Linda Omar? Arab campur Belanda campur Jawa.  Chi2, orang Sunda..

Tati dengan cara pandang yang tidak sukuisme ini terkaget-kaget, saat mengurus melengkapi syarat administrasi untuk proses penerbitan SK pengangkatan PNS tahun 1996-an. Zaman itu masuk PNS sudah mulai pake ujian2 plus wawancara.  Tapi tetap pada tahapan tertentu, link menentukan diterima  atau tidak.  Jujur saja, Tati mendapat kemudahan untuk menjadi PNS karena abang Papa yang menjadi orang tua Tati di sini adalah salah seorang PNS yang mengabdi di negeri Melayu ini sejak Propinsi Riau dilepas dari Propinsi Sumatera Timur.  Untuk itu pada tahun 1950-an beliau pindah dari Medan ke tanah Melayu.  Mula-mula ke Tanjung Pinang, lalu setelahnya ke Pekanbaru.

Saat Tati sudah diterima sebagai PNS di lingkungan Pemda Riau, tapi Sk belum keluar,  Tati harus mengantarkan berkas yang perlu dilengkapi ke Bagian Kepegawaian di lingkungan pemerintah kota tempat Tati tinggal dan mendaftarkan diri jadi PNS.   Setelah menyerahkan berkas,  Tati berbincang-bincang dengan salah seorang staff di situ yang sudah Tati kenal.  Tiba-tiba Kepala Bagian Kepegawaian keuar dari ruang kerjanya.  saat dia melihat Tati, dia lalu menunjuk ke arah Tati seraya berkata dengan keras sehingga terdengar ke sepenjuru Bagian Kepegawaian, “Itu tuh… Mestinya dia gak masuk pegawai di daerah sini..!  Dia kan Batak, mestinya dia daftar di Medan saja…!!”.

Tati kaget banget mendengar ucapannya…  Karena orangtua Tati kenal dengan beliau.  Bahkan he was my agent insurance, karena alm ibu mengambil asuransi pendidikan Tati sama dia, sebelum dia menjadi PNS.  Tati yang rada-rada gokil, dengan wajah dipasang sepolos mungkin (padahal sumpe pake ngamuk2 di dalam hati) menjawab ucapan beliau dengan suara lembut sembari tersenyum, “Maaf pak… Saya memang pakai marga.  Tapi setahu saya, saya adalah orang Pekanbaru.  Saya besar di sini, sekolah dari TK sampai dengan SMA di sini.  Kalo saya daftar jadi PNS di Medan, saya rasa saya gak akan diterima karena rasanya gak ada orang di pemerintahan di Medan yang kenal dengan saya.” Setelah mengucapkan sederet kalimat itu, Tati lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut dan pulang…

Sempat siyy Tati meminta pada orangtua untuk tidak ditempatkan di lingkungan itu saat penempatan tugas.  Tapi orangtua memberikan pertimbangan-pertimbangan yang masuk akal, dan juga mendorong untuk tegar menghadapi orang seperti itu.  Akhirnya Tati bisa melewati tekanan-tekanan yang beliau lancarkan selama kurang lebih 1.5 tahun di awal masa PNS Tati.  Tapi kemudian beliau dimutasikan dari bagian kepegawaian, pindah ke unit kerja lain dan hampir tidak pernah ketemu lagi.  Pernah, sebelum beliau pensiun dan masih menjadi kepala unit kerja, beliau (terpaksa kali yaaaa…..) datang ke meja kerja Tati untuk minta dibuatkan bahan presentasi bagi kepala daerah untuk menyambut tamu dari Singapore.  Saat itu Tati bersikap seakan tidak pernah terjadi apa-apa di masa lalu.., dan emang gak ada rasa dendam di hati Tati..

Itu satu peristiwa yang terjadi secara terbuka…  Tati untungnya gak pernah lagi mengalami hal yang seperti itu…  Cuma sekali itu saja..   Tapi Tati sering lihat dan dengar ada banyak peristiwa sukuisme yang terjadi di lingkungan kerja di daerah secara tertutup, terutama di lingkungan Pemda.  Gak cuma di lingkungan Tati, tapi hampir di seluruh Indonesia.  Tidak ada ucapan atau pernyataan apapun, tapi ada double, triple bahkan seribu standard dalam promosi dengan alasan kesukuan..

Padahal buat Tati dan juga teman2 lain yang senasib, tanah tempat kita tinggal adalah  habitat kita.  Enggak kepikiran lah untuk mengeruk harta di situ lalu dibawa pulang ke tanah leluhur..  Kalaupun ada yang dibawa pulang ke kampung, paling sebatas pemberian buat sanak keluarga dalam jumlah yang gak seberapa…

Pekanbaru, adalah hometown-nya Tati… Di sini Tati tumbuh dan berkembang..  Di sini ada komunitas Tati..  Ada ikatan yang luar biasa dengan kota ini…  Di sisi lain, Sipirok adalah tanah leluhur Tati, tanah orang-orang yang mewariskan berjuta-juta sifat dalam wujud genetik ke tubuh Tati.  Tanah orang-orang yang berjuang untuk masa depan yang lebih baik bagi anak dan keturunannya..  Apa tidak pantas Tati punya keterikatan yang luar biasa dengan Sipirok?

Apakah kita hanya boleh berkembang di negeri yang diwariskan oleh leluhur kita? Apa kita tidak berhak tinggal dan mencari kehidupan di negeri yang bukan negeri leluhur kita?  Tidak berhak kah kita berkarya di situ?  Toh tanah itu juga masih dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia..   Masih dalam SATU NUSA, SATU BANGSA.. Tidak bisakah orang-orang seperti Tati menyatakan diri sebagai ORANG PEKANBARU BERDARAH BATAK…????

Note :

Sampai saat ini Tati masih menggunakan nama “SONDHA SIREGAR” di name-tag yang  setiap hari dipasang di bagian dada kanan pakaian dinas Tati.  Bukan buat pamer “GUE BATAK” tapi untuk menghormati leluhur yang mewariskan nama itu pada Tati, untuk mereka yang telah berjuang dan berkorban demi masa depan yang lebih baik bagi anak dan keturunannya…

Heran Deh Achhhhhh…… !!!!

Ramadhan segera berakhir….  Lebaran di ambang pintu…  Di kantor dua minggu terakhir banyak sekali manusia  dengan wajah-wajah yang TAK dikenal sebelumnya berkeliaran, datang dan pergi… Lalu datang kembali dan pergi kembali.. Diantara mereka ada yang berpenampilan rapi DAN sopan..  Ada yang berpenampilan rapi dengan wajah yang sangar……  Ada pula yang berpenampilan “ajaib” dengan wajah yang ajaib, lengkap dengan tatoo di tangan sebagai accecories…

Biasanya mereka mencari para pemegang jabatan alias pejabat.. Pada ngapain siyyy?  Pada minta bantuan untuk hari raya alias THR…!!!

THR, tiga huruf yang sangat populer di pertengahan kedua bulan ramadhan..  Dimana-mana orang membicarakan THR, THR dan THR, termasuk juga di kantor Tati..  Hhhhmmmmm…..  Secara Pemerintah Daerah kita menetapkan untuk tidak memberi THR bagi PNS di lingkungannya karena sudah diberi Tunjangan Beban Kerja, jadi kata THR harus dilupakan saja….  Ke laut ke laut….

Naahhhh… kita-kitanya aja THR-nya ke laut.., Kok bisa orang-orang berwajah tak dikenal dan tak punya hubungan kerja dengan kantor ini (kalo pun ada, kecil lah yaa….), datang2 minta THR…?  Sapa mereka…?  Apa hak mereka meminta THR…?

Belum lagi kalo mobil kita berhenti di traffic light… Adik-adik kecil yang menjajakan koran, atau yang emang suka minta-minta dengan santainya berkata “Bu, THR donk bu… Dua ribu ajaaahhhh….!!”  kalo kita diam dia akan bilang “Seribu juga gak apa-apa kok, bu….!!!”

Tati heran dengan ‘KONSEP THR’ yang ada di masyarakat kita akhir-akhir ini..  THR artinya kan Tunjangan Hari Raya.  Siapa siyy yang merayakan Hari Raya…? Siapa yang BERHAK MEMBERI dan MENERIMA TUNJANGAN HARI RAYA?  Apa urusannya orang-orang berwajah dan berpenampilan sangar minta THR kepada orang-orang yang tidak mereka kenal dan telah bekerja untuk menghasilkan rupiah demi rupiah…?  Heran deh achhhhh….!!!

What should I say?

Somebody : You’re so closed to my heart…. Please marry me, dear…

I can’t say anything… Just silence and staring at the eyes of man in front of me..

Somebody : Tell me what is in your mind…? why are you just silence..?

Me : I’m just thinking…

Somebody : Tell me what are you thinking about?

Me : I don;t know what to say to you. It must be not easy to change my life. I’ve been alone for almost 41 years. I get used to make decisions for myself, but if I marry you I can’t do them anymore.. And I don’t know how to move my life. I’ve been worked so hard to have a good life in the town where I’m living now. And if I say yes to marry you, I have to start from beginning and leave it all behind.. I’m so worry… I’m afraid if everything not  runnin’ well…

Somebody : Don’t think too much… We’ll face the life together. OK, if you need time to think, I’ll give you time to think. I will ask you anymore when you want. Three months from now on? Six months? Next year? I’ll be patient to wait.. But please think about the time that will fly away…?

Me : Let me think… Please be patient..

Somebody : I will..

Friends, tell me what should I say?

Makhluk Mars…

Tati pernah membaca beberapa buku seri Men are from Mars and Women are from Venus yang ditulis oleh John Gray. Inti utama buku-buku ini adalah Laki-laki dan Perempuan mempunyai cara berkomunikasi dan cara pandang yang berbeda dalam menghadapi berbagai persoalan, so untuk menciptakan hubungan yang selaras dibutuhkan pemahaman tentang cara berkomunikasi dan cara pandang tersebut.

Salah satu yang ditulis oleh John Gray adalah….

Bila menghadapi masalah, kaum perempuan sering kali mencari teman dan sahabat untuk curhat.. Curhat..? Iya curhat, karena makluk Venus menjunjung tinggi kebersamaan dalam komunitasnya sehingga senang sekali berbagi (kecuali berbagi suami kali yaa…), terutama berbagi perasaan. Buat kaum Venus curhat memang gak menyelesaikan masalah, tapi dengan curhat mereka bisa mengeluarkan beban di hatinya sehingga merasa lega, dan setelahnya bisa melihat masalah dengan perspektif lebih baik…

Sementara bagi kaum lelaki yang berasal dari planet Mars dengan konsep “mengukur diri dari prestasi”, berbagi masalah adalah sesuatu yang tabu, karena menunjukkan kelemahan diri. Akibatnya, bila memperoleh masalah makhluk Mars akan cenderung menarik diri, menyendiri sampai memperoleh solusi, baru kemudian kembali berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.

Akibat cara pandang yang berbeda dalam menghadapi masalah, kaum lelaki melihat kaum perempuan sebagai makhluk over-reacted, membesar-besarkan masalah dengan membicarakannya dengan orang-orang di sekitarnya. Sementara kaum perempuan merasa tidak dibutuhkan kaum lelaki saat kaum lelaki menarik diri ketika masalah datang…

Tati jadi ingat tulisan, John Gray ketika seorang sahabat bercerita bahwa seseorang yang akhir-akhir ini selalu bicara dengannya, tadi malam tidak mengangkat telpon saat sahabat Tati itu mencoba menelphone. Padahal biasanya beliau selalu menelpon di jam yang sudah mereka tetapkan sebagai jam ngobrol, jam membangun pengertian dan pemahaman tentang satu sama lain..

Sahabat Tati lalu mengirimkan sms,

“Kamu ketiduran ya?”

Gak lama sms balasan diterima. Isinya…

“Saya lagi banyak masalah yang harus diselesaikan dalam 1 dan 2 hari ini. Wassalam”

Teman Tati bingung….. Hmmmmmmm, Dia tahu lelaki yang sering berkomunikasi dengannya itu sedang ada masalah dengan pekerjaannya akhir-akhir ini. Dan itu bukan masalah yang mudah. Tapi teman Tati sempat bingung juga dengan sms beliau, karena sebagaimana “makhluk yang datang dari Venus”, teman Tati cenderung ingin tahu apa yang terjadi dengan orang-orang yang dekat di hatinya. Bukan buat apa-apa, tapi karena rasa ingin memahami, sehingga bisa mengulurkan tangan, paling tidak untuk saling menguatkan hati dalam menghadapi persoalan..

Pikiran Tati lalu melayang ke tulisan John Gray…. Kaum lelaki mungkin memang seperti yang ditulis John Gray, bila mendapatkan masalah para lelaki cenderung menarik diri dan menyendiri, dan baru akan kembali berinteraksi bila telah menemukan solusinya. Jadi mungkin langkah yang tepat adalah memberikan ruang dan waktu bagi beliau untuk menyelesaikan masalahnya sendiri..

Bagaimana menurut teman-teman…?

Pic diambil dari sini

Hari Merdeka

Pagi ini sebelum jam 07 Tati udah bergerak menuju kantor buat mengikuti apel Peringatan 17 Agustus.  Ini apel 17 Agustus pertama Tati di kantor baru, sebelumnya siyy selalu ngikutin di lingkungan kantor Walikota Pekanbaru.  Di kantor sekarang upacaranya lebih sederhana, karena hanya lingkungan unit kerja.  Kalo di kantor Walikota lebih ramai karena dihadiri oleh pegawai2 dari berbagai unit kerja di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru, ada aubade anak sekolah, ada paskibra. Rame pokoknya…!!  Nah di kantor sekarang, yang menggerek bendera 3 orang pegawai, lalu saat bendera dikerek, para peserta upacara menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Saat menyanyikan lagu itu, tanpa bisa ditahan, air mata Tati menitik..

INDONESIA RAYA

Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku.
Di sanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku.
Indonesia, kebangsaanku, bangsa dan tanah airku.
Marilah kita berseru, “Indonesia bersatu!”
Hiduplah tanahku, hiduplah neg’riku,
Bangsaku, rakyatku, semuanya.
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya.

CHORUS:
Indonesia Raya, merdeka, merdeka
Tanahku, neg’riku yang kucinta.
Indonesia Raya, merdeka, merdeka
Hiduplah Indonesia Raya.
Indonesia Raya, merdeka, merdeka
Tanahku, neg’riku yang kucinta.
Indonesia Raya, merdeka, merdeka
Hiduplah Indonesia Raya.

Hati semakin miris saat Tati mendengarkan pembacaan Pembukaan UUD Negara Republik Inonesia Tahun 1945, yang menyatakan “mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan, dst..  Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.  Lalu saat mendengar pembacaan Panca Prasetya Korpri yang menyatakan “mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan”

Apa yang terjadi saat ini? Apakah kita benar2 sudah jadi bangsa yang merdeka?  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sepertinya masih jauuuuuhhhhh banget.  Lalu apa iya kami para PNS dalam bekerja telah mementingkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan? Wallahualam…

Lalu sampai kapan akan begini? Akan kah sistem bisa berubah? Apakah paradigma berpikir di negeri ini akan berganti? Akankah patriotisme yang pernah membakar negeri ini berpuluh-puluh tahun yang lalu akan menyala kembali?

Tati ingin bisa menikmati suasana kerja yang tenang.. Yang tidak membuat para pekerja selalu dalam dilema.  Tapi starting point tidak berada pada kami-kami yang berada di tingkat staff, starting point ada di tangan para atasan yang punya otoritas kemana system akan dibawa dan bagaimana cara membawa ke sana… Kalau para atasan bisa memberikan contoh, menegakkan aturan yang jelas, serta merubah pola pikir yang materialis dan individualis, insya Alloh negeri ini akan menjadi lebih baik.

Seringkali dalam kesendirian saat mengendarai mobil dan menyusuri jalan-jalan yang mingu-minggu dihiasi Dwiwarna, di hati Tati terbersit : Aku Cinta Indonesia. Ini negeriku, tumpah darahku. Meski hati ini selalu menginginkan untuk dapat kesempatan untuk berpetualang untuk menikmati keindahan dan kemajuan negeri antah berantah, tapi rasanya di hati ini hanya ada satu negeri : INDONESIA.

Akan kah kita bisa melihat Indonesia menjadi negeri yang maju, tidak hanya secara fisik tapi juga secara metal dan spiritual ? Apakah kita bisa melihat rakyat di negeri ini mengalami kemakmuran yang adil dan merata? Apakah “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”  cuma ilusi di siang hari…? Semoga tidak..

Byar Pet….

Beberapa bulan terakhir masyarakat kota Pekanbaru khususnya, dan Provinsi Riau umumnya udah biasa dan akhirnya pasrah mengalami pemadaman listrik yang digilir.. Katanya sih ini terjadi karena air di waduk Kota Panjang yang menjadi sumber energi PLTA mengalami penurunan drastis. Kata orang2 yang tinggal di sekitarnya pada saat Tati dan kak Lintje singgah di tempat itu saat jalan2 beberapa waktu yang lalu, penurunannya sampai 6 meter.

Giliran pemadaman biasanya dilakukan 2 kali sehari, masing-masing 3 jam… Jadwalnya gak pasti, bisa pagi, bisa siang, sore, malam, tengah malam atau subuh.. Tapi kemaren, kata tetangga listrik mati jam 9 pagi, jam 3 siang. Lalu jam 9 malam mati lagi, tengah malam nyala sebentar trus mati lagi sampai pagi ini saat Tati berangkat pergi kerja.. Busseeettt deehhhh… Itu mah namanya bukan giliran… Kalo kita pengen dapat penjelasan dengan menghubungi nomor telpon PLN, baik kantor cabang maupun kantor ranting, kita hanya akan mendengar nada tut tut tut, nomor telepon yang dihubungi sedang bicara… Dan itu berlangsung terus menerus… Sampai2 Tati berburuk sangka dengan menduga pesawat telepon di kantor tersebut memang digantung…

Rasanya konyol ya, kalo kita gak bisa minta penjelasan, boro-boro komplen.. Padahal kalo giliran bayar tagihan listrik, kalo telat listrik bisa diputus… Belum lagi resiko pemadaman bulak balik menyebabkan peralatan listik akan mengalami kerusakan. Pada tau gak siyy orang-orang yang punya wewenang di bidang kelistrikan bahwa untuk membeli kulkas, mesin cuci dan beerbagai peralatan elektronik lainnya, kita tuh harus berpikir sekian kali dan dengan menyisihkan pendapatan kita…? Kalo alat2 elektronik itu pada rusak, sapa yang mau ganti? Artinya penambahan pengeluaran, kapan doonk kita bisa menambah jumlah tabungan kita kalo bulak balik harus keluar untuk barang-barang yang itu dan itu lagi…?

Di perumahan tempat Tati tinggal, yang unit rumahnya mencapai ribuan, entah sudah berapa kali terjadi kebakaran selama giliran pemadaman dilakukan… Ada yang lalai sehingga lilin jatuh dan membakar benda2 yang mudah terbakar, dsb. Tati kalau rasanya udah ngantuk, tapi listrik masih mati, lebih milih untuk tidur dalam gelap total… Dari pada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi saat Tati tidur… Naudzubillah bin zalik..

Sedih amat siyy nasib rakyat di negeri ini… Mereka diberi kewajiban tapi hak-haknya sering kali terlupakan… Ini baru urusan listrik… Entah bagaimana urusan lain, yang Tati belum merasakannya karena belum bersentuhan…

Apa yang salah dengan manajemen kelistrikan di negeri ini…? Pada kemana aja orang-orang pintar yang berkompeten di bidang pengelolaan energi…? Sampai kapan akan begini?

Pics diambil dari sini

Caleg…

Beberapa orang di sekitar Tati akhir2 ini menyebut-nyebut soal caleg…

Seorang mertua teman Tati yang datang dari provinsi lain di pulau Sumatera ini bercerita kalau dua orang anaknya dicalonkan partai di daerahnya buat jadi caleg di pemilihan wakil rakyat tahun 2009. Seorang teman Tati saat di sekolah dasar sejak setahun terakhir sibuk nyiapin diri buat jadi caleg juga.. Seorang teman baru dari pulau yang berada di Indonesia bagian tengah juga bercerita kalau dia dicalonkan partainya buat jadi caleg…

Kayaknya emang lagi musim ya, sejalan dengan proses yang sedang berlangsung… Cuma dalam pikiran Tati, apa siyy yang dipikirkan orang-orang itu tentang their future job? Apa mereka tau apa yang akan mereka kerjakan..?

Saat ketemu setahun yang lalu dengan teman SD Tati yang akan jadi caleg pada tahun depan, kita sempat ngobrol puaaannnjang lebaaarrrr…. Waktu itu dia cerita kalo dia sedang dalam tahap persiapan untuk mencalonkan diri buat jadi caleg. Beberapa tahun terakhir dia mengaktifkan diri dalam kegiatan2 partai yang menjadi naungannya, untuk tujuan tersebut..

Waktu itu Tati nanya sama teman Tati tsb, apa dia mengerti apa tugas dan fungsinya kalo dia suatu saat duduk di Dewan Yang Terhormat itu. Saat itu dia menggeleng… Tati lalu mengatakan pada dia, mumpung ada waktu pelajarilah segala seluk beluk tugas legislatif, karena tugas di situ tidak mudah.. Tidak sekedar menyanyikan lagu setuju atau tidak setuju seperti lyric lagu Iwan Fals.

Fenomena caleg ini membawa pikiran Tati melayang ke sebuah peristiwa beberapa tahun yang lalu… Saat itu Tati hadir dalam pembahasan budgeting unit kerja Tati dengan pihak legislatif. Saat itu kita dibantai habis2an, karena sebagian usulan kerjaan yang disampaikan tanpa didukung oleh hitungan teknis… Kita jelas salah…. Seharusnya semua usulan harus dengan hitungan teknis yang didasari analisis, bukan dengan onggok-onggok lado.. Tapi para pengusul suka malas nyiapin hitungan teknis karena katanya belum tentu juga disetujui.. Dari pada capek gak ada hasil mendingan dionggok lado ajah…

Saat kami dibantai di rapat tersebut, salah seorang yang sangat mengebu-gebu adalah seorang anggota dewan yang udah sangat senior. Entah sudah berapa periode duduk di situ, Tati pun gak tau dan malas nyari tau. Penampilannya sangat rapi : wajahnya sangat terawat, kuku2 tangannya sangat rapi dan bersih, mencerminkan hasil menipedi. Beliau mengatakan bahwa dengan cara kerja seperti ini kami telah menghianati kepala daerah, melakukan penipuan terhadap kepala daerah… Waaddduuuhhhh berat banget niyy tuduhannya… Saat itu atasan Tati berusaha mencairkan situasi yang gak enak, dengan janji bahwa kami akan memperbaiki usulan2 tersebut. Lalu rapat ditutup.

Selesai rapat…, saat rombongan kami keluar dari ruang rapat, si bapak yang rapi jali itu memanggil atasan Tati. Mereka berbicara empat mata. Ternyata kata atasan Tati, beliau menanyakan, kalo usulan kami di-approve, bagaimana feedback ke dia dan teman2nya… Weleh weleh weleh… UUD juga….

Tanpa bermaksud memandang sebelah mata apalagi meremehkan.. Dulu kalo rapat, sering kali mendengar beberapa anggota dewan yang gak ngeh dengan topik yang dibicarakan, sehingga ketika beliau2 berbicara jadinya jaka sembung bawa golok, gak nyambung g*****k…!

Saat pembahasan budgeting, sering juga kita melihat beberapa anggota dewan yang maksa agar usulan kegiatan di daerah pemilihannya dianggarkan. Padahal usulan mereka itu gak nyambung dengan perencanaan secara menyeluruh, atau dengan peraturan tertentu. Kayaknya itu karena belum adanya pemahaman tentang perencanaan jangka panjang daerah dan peraturan-peraturan yang terkait…

So, sebenarnya untuk jadi pekerja di legislatif yang tugasnya mengawal aspirasi rakyat agar dilaksanakan dengan baik oleh pihak eksekutif butuh pengetahuan yang luas dan pengalaman yang banyak.. Mudah-mudahan para legislator-wanna-be punya kesadaran tentang ini ya… Bukan seperti yang ini atau yang ini ya…?

Pic diambil dari sini

The Accused

The Accused adalah judul film yang dirilis tahun 1988. Tati nonton film ini saat masih kuliah di Bogor. Film yang dibintangi oleh Jodie Foster ini bercerita tentang perjuangan Sarah Tobias (Jodie Foster) untuk mendapatkan keadilan. Dia diperkosa oleh Kenneth Joyce, seorang yang melihat Sarah dengan baju super sexy bermain mesin pinball di bar. Sinopsis lengkap tentang film yang dibuat berdasarkan true story ini dapat teman2 lihat di sini

Kesmpulan akhir film ini adalah se-seksi apa pun pakaian yang dikenakan seorang perempuan, seseronok apapun tingkah laku seorang perempuan, itu tidak bisa dijadikan pembenaran bahwa perempuan itu boleh diperlakukan tidak senonoh..

Tati ingat film jadul ini saat siang ini melihat tayangan infotainment di tv, yang selalu menyala di ruang kerja di kantor.. Di tayangan itu diberitakan tentang penyanyi dangdut kita yang terkenal dengan goyangnya yang aduhayyyy, merasa dilecehkan secara seksual oleh penontonnya yang berjenis kelamin berbeda. Dan kalo gak salah, ini bukan pelecehan pertama yang dialami oleh si mbak penyanyi ini…

Tati gak tau persis apa yang terjadi, dan ucapan apa yang diterima si penyanyi.. Tati juga gak berniat untuk tau lebih banyak, apalagi mencampuri urusan tersebut. Tati hanya ingin mengungkapkan opini tati Tati tentang konsep kebebasan seorang perempuan, kebebasan berpenampilan…

Seperti yang diceritakan di film The Accused, seberapa pun seksinya penampilan seorang perempuan tidak dapat menjadi alasan dia boleh diperlakukan secara tidak benar, termasuk sexual harassment. Jadi si mbak penyanyi, seseksi apapun pakaiannya, sedasyyyyaaatttt apapun goyangannya, tidak layak mengalami pelecehan sexual oleh siapa pun, dimana pun dan kapan pun…

Namun di sisi lain menurut Tati…,  bukankah sudah diajarkan dalam agama, bahwa perempuan itu seharusnya menjaga diri, dengan menutup auratnya, menjaga tingkah lakunya, agar tidak mengundang pikiran negatif dari orang lain, khususnya lawan jenisnya.. Karena katanya, sekali lagi katanya, seluruh bagian tubuh dan gerak laku perempuan adalah keindahan yang bisa menggetarkan hati lawan jenisnya . Katanya lho…!! Tati juga gak tau persis, Mungkin kita perlu melakukan survey kepada para kaum Adam tentang kebenaran pernyataan ini.. Apa benar ngelihat kulit mulus di wajah, leher, dada dan tengkuk perempuan aja udah bisa bikin jakun mereka bergerak-gerak..? Apa benar melihat tumit perempuan yang berwarna semburat merah jambu (tumit lho, belum betis), bisa bikin dada mereka berdebar-debar…?

Kalo ngeliat kulit yang halus mulus, tumit yang merona merah jambu aja udah bisa bikin kaum lelaki berdebar, gimana kalo mereka melihat perempuan berpenampilan seksi, apalagi bergoyang sangat sangat aduhaaaayyyyyy di atas panggung? Apa gak seperti menantang kaum lelaki untuk menguji seberapa kuat mereka mengendalikan diri? Naahhh, kalo ternyata para penonton yang terdiri dari lawan jenis itu tidak mampu menghadapi tantangan ini lalu terekspresikan dengan tingkah laku yang juga tidak terkendali, apakah bisa kesalahan sepenuhnya dibebankan kepada pihak yang ditantang? Bagaimana dengan pihak yang menghadirkan tantangan? Apakah bisa dibebaskan dari tanggung jawab…?

Tati jadi ingat beberapa baris tulisan Kahlil Gibran dalam buku Sang Nabi yang lebih kurang mengatakan, “Bila kamu mengalami kecurian, kamu tidak bisa menyalahkan si pencuri sepenuhnya.. Tapi anda juga punya peran di situ, yaitu dengan mengahdirkan kondisi yang membuat si pencuri ingin mencuri..”

Jadi ingat ucapan Bang Napi juga… Kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat dari si pelaku, tetapi juga karena adanya kesempatan. Oleh karena itu waspadalah waspadalah…

Note :

Buat si mbak penyanyi, maaf ya kalo opini kita tentang kekebasan seorang perempuan berbeda. Mudah2an opini saya ini tidak membuat mbak jadi marah pula pada saya…

Pic diambil dari http://www.fotosearch.com

Me…, A Civil Servant..

Sebagaimana teman-teman tau, main job Tati adalah Civil Servant alias Pegawai Negeri Sipil. Naahhh dalam interaksi di masyarakat sehari-hari Tati seringkali mendengar ucapan2 seperti ini..

“Kapan ada penerimaan PNS lagi, ‘Ndha? Saya pengen anak/adik/istri/suami saya jadi PNS.”

Kalo Tati tanya kenapa mau jadi PNS, jawabanya selalu…

“Iya kan enak hidupnya terjamin.. Ada pensiunnya nanti.. Kerjanya juga gak berat..”

Jawaban yang selalu bisa bikin Tati tersenyum… Kenapa tersenyum….? Karena ada sisi pandang yang berbeda sebagai orang yang telah berada di dalam sistem selama bertahun-tahun.. Ini beberapa sisi pandang yang berbeda itu…

Soal hidup yang terjamin.. Dalam hidup gak adalah yang benar2 terjamin, gak ada yang namanya kepastian.. Dalam jangka pendek, mungkin jadi PNS itu terjamin. Tiap tanggal 1 dapat gaji. Gak gampang buat dipecat dsb. Memang sekarang ini penghasilan PNS lebih dari lumayan, karena selain memperoleh gaji, beberapa daerah juga telah memberikan tunjangan kemahalan kerja. Alhamdulillah. Tapi apa siyy yang benar-benar terjamin dalam hidup..? Apa ada jaminan kalo sederet peraturan tentang PNS yang telah ada selama ini tidak akan berubah? Bagaimana kalo kondisi keuangan negara tidak memberikan pilihan lain selain melakukan kebijakan strukturisasi birokrasi dalam bentuk pensiun dini? Lagi pula bukankah jaminan membuat orang seringkali menjadi weaker…? Jadi melemah karena kurang tantangan, seperti otot yang jarang dipakai..

Ada pensiunnya.. Pada tau gak siyy berapa pensiun PNS? Cuma sekitar 80% dari Gaji Pokok PNS. Padahal nilai Gaji Pokok PNS itu sedikit lho kalo dibanding dengan gaji di swasta untuk kualifikasi yang sama. Bukannya kalo kerja sebagai Non PNS, punya gaji lebih besar, lalu diinvestasi sedemikian rupa justru bisa menyediakan dana pensiun yang jauh lebih tinggi?

Kerjanya gak berat… Wadduuhhh… ini statement yang ekonomis banget… “Berkorban sedikit-dikitnya untuk memperoleh keuntungan sebesar2nya”. Tapi ini prinsip yang manusiawi laahhh… Hehehe.. Tati gak menutup mata, kalo di sekitar Tati buaaaanyyyaaaaaaaaaaaaaaaaaaakk banget teman2 yang pasukan 704. Datang jam 7 pagi buat absen masuk, lalu datang lagi jam 4 sore buat absen pulang. Di antara kedua waktu tersebut, mereka entah kemana…. Banyak juga teman2 yang gak ngerti dengan tugas mereka…, bahkan gak ngerti bagaimana ngonsep surat, bikin telaahan staf, nota dinas, apa lagi menciptakan kerjaan alias kegiatan atau proyek kalo pake istilah lama… Tapi sebagai anak yang dibesarkan dalam keluarga yang PNS, Tati melihat orang tua Tati adalah PNS yang bekerja keras… Tati biasa melihat orang tua Tati melanjutkan pekerjaan di rumah sampai larut malam untuk menyelesaikan pekerjaannya…

Sebenarnya tugas sebagai PNS itu dijabarkan dalam tupoksi (tugas pokok dan fungsi), atau job description kalo di perusahaan swasta. Tapi memang seringkali tupoksi di pemerintahan itu gak terjabarkan dengan baik, bahkan mengambang. Bukan satu dua kali juga, tupoksi kita disamber orang lain karena dia melihat tupoksi kita lebih “basah” dari pada tupoksinya.. Padahal, kalo ikut aturan yang benar, ya gak adalah tempat yang basah dan kering, gak ada juga istilah meja air mata dan meja mata air. Kuncinya siyy bagaimana kita bisa membaca tupoksi kita dan menjabarkannya sedemikian rupa sehingga menciptakan pekerjaan dan kegiatan-kegiatan. Jadi kalo kita mau melihat dengan serius pekerjaan sebagai PNS, buanyak banget lagi kerjanya… Tapi kalo gak mau tau, ya emang gak ada yang bisa dikerjakan…

Pics diambil dari sini..

Masih Tentang Nai Bona Gajah Kecil Berbelalai Panjang…

Postingan Tati yang ini, yang aslinya diposting di sini, kayaknya jadi punya cerita yang panjang niyy..

Setelah di-reposting di Toba Dream oleh Raja Huta, ternyata juga dihubung-hubungkan dengan suatu yang “hipotesis yang ajaib” oleh seseorang yang “luar biasa pelupa”. Tati mengasumsikan orang tersebut “luar biasa pelupa”, dari pada berburuk sangka menuduh beliau memang menyembunyikan identitasnya. Karena orang tersebut ingat untuk menulis comment di postingan ini tentang sesuatu hal secara begitu panjang lebar, tapi dia lupa menulis identitasnya. Mudah2an beliau memang lupa, bukan lempar batu sembunyi tangan setelah dengan menebar isu chauvinism tak berdasar melalui blog Tati.

Dengan sepenuh hati Tati sampaikan, postingan ini gak ada tujuan mendiskreditkan varian2 Batak yang lain. Tulisan ini hanya Tati buat berdasarkan rasa dan pikiran yang ada pada Tati selama ini.. Dengan segala kerendahan hati Tati mohonkan maaf..

Tati di usia muda sebenarnya gak peduli dengan “kebatakan” Tati. Karena tidak merasa itu sebagai sesuatu yang istimewa, yang luar biasa. Apalagi di keluarga, ortu sebagaimana para lelaki Batak meski sayang banget sama boru-nya tapi kan cenderung gak eskpresif, malahan cenderung terlalu protektif. Akibatnya di usia belia Tati terkadang mikir, “Gue disayang atau cuma dijaga supaya gak melanggar segala keinginan, cita2 dan mimpi para ortu, ya?”. Sementara kalangan Batak yang ada di lingkungan tempat tinggal (setelah pindah rumah ke daerah Sukajadi-Pekanbaru), yang Tati lihat sebagian besar adalah kalangan Batak yang ngomong “suke2 die” (kata orang Melayu), dengan suara yang kencang pula.  Seakan gak mikir perasaan orang. Bahkan sebagian dari mereka menghabiskan waktu di lapo tuak yang menjual tuak dari kelapa dan juga menjual masakan berbahan “biang”, yang buat kerabat Tati tidak tergolong bahan makanan.

Butuh waktu untuk memahami cara mencintai para orang tua berdarah batak pada anak cucunya.. Butuh perjalanan yang panjang untuk memahami bahwa orang batak itu punya integritas pribadi yang luar biasa, punya komitmen yang kuat tentang upaya memajukan generasi penerus…

Masa kecil Tati sama sekali tidak didominasi oleh budaya Batak. Tati besar di lingkungan yang majemuk. Meski di lingkungan rumah di kompleks Gubernur Pekanbaru cukup banyak orang Batak, tapi keluarga kami lebih dekat dengan keluarga Hasan Basri yang orang Payakumbuh. Anak2 keluarga Hasan Basri ikut membantu mengurus Tati hari ke hari. Kami juga dekat dengan orang2 Melayu, bahkan Tati seringkali menghabiskan akhir pekan di acara2 pernikahan keluarga Melayu.

Begitu pun saat menjalani kehidupan di Kampus Rakyat Tati lebih cenderung untuk tidak berkumpul dengan orang2 Batak. Gak ada alasan spesifik kenapa begitu. Kayaknya hanya karena berasal dari Riau, Tati lebih cenderung ikut perkumpulan mahasiswa asal Riau yang sebagian anggotanya Tati kenal, karena mereka teman atau kakak kelas sejak di Sekolah Dasar. Tapi itu pun gak mendominasi hari2 Tati. Saat itu Tati lebih berpikir untuk mengenal kehidupan yang lebih dari yang pernah Tati ketahui. Bergaul dengan teman2 dari daerah lain, dengan latar budaya yang berbeda untuk memperkaya wawasan. So, teman2 Tati saat itu lebih banyak anak2 bukan Batak dan bukan Riau.

Upaya untuk memahami tentang keluarga yang keturunan Batak muncul saat keluarga mengadakan upacara Upah2 ketika Tati lulus S1. Di acara itu para orang tua menyampaikan selamat atas apa yang udah Tati capai, sekaligus mengingatkan bahwa apa yang Tati capai dalam hidup Tati sebenarnya hanya sebagian kecil saja yang merupakan hasil perjuangan Tati. Selebihnya adalah hasil jerih payah orang tua dan generasi demi generasi sebelumnya. Alhamdulillah keluarga Tati adalah keluarga yang peduli dengan kemajuan anak cucunya. Dan kepedulian mereka terbentuk dari ajaran generasi sebelum mereka, yang berdarah Batak.

So, kenapa Tati tidak harus bangga menjadi orang Batak? Mungkin istilah yang lebih tepat adalah tidak merasa malu menjadi orang Batak, dan menghargai leluhur atas apa yang sudah mereka lakukan buat kita. Tapi tentu saja bukan bangga yang berlebihan, yang melahirkan chauvinism tak berdasar. Karena etnis lain pun pasti punya kelebihan juga, yang justru mungkin bisa membantu kita menjadi orang-orang yang lebih baik. Kayaknya pikiran ini sejalan dengan semangat nasionalis yang sedang digaungkan kembali dalam rangka Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Lagi pula semua manusia sama di mata Alloh SWT, yang membedakannya hanyalah iman dan ketaqwaannya kepada Alloh SWT. Bukan begitu teman-teman?

Sebel….!!

Di dashboard-nya wordpress kita bisa lihat hari ini dan kemaren berapa orang baca postingan kita yang berjudul a, berjudul b, dst.. Kita juga bisa lihat “keywords” yang digunakan orang2 di search engine sehingga mereka menemukan blog kita. Selain itu kita juga bisa tahu web-web yang mereferensikan blog kita..

Naahh… udah beberapa hari ini Tati ngelihat ada alamat web yang aneh yang mereferensikan blog Tati.. Alamatnya memberikan kesan mesum. Tati lalu mencoba mengclick alamat web tersebut… Masya Alloh… itu ternyata alamat web gak senonoh.. Pas Tati ngeliat Top Click di web tersebut, tercantum alamat blog Tati.. Busset daahhh.. ternyata web tersebut nge-link blog Tati ke web-nya… Postingan yang di link itu adalah postingan ini..

S E B E L……….!!!!!

Heran dehh kok bisa2nya postingan ini dikait2an dengan web tak senonoh tersebut.. ? Apa hanya karena di postingan tersebut Tati bercerita tentang Tante & Oom, yang seringkali dikonotasikan negatif oleh orang2 yang piktor..? Padahal Tante dan Oom di situ maah Tante dan Oom pemilik tempat kost Tati zaman masih kuliah di Bogor.. Dasar orang2 piktor… Isi kepalanya gak beres, sehingga hal2 yang beres pun dikait2an sehingga menjadi gak beres…..

Anyway, Tati kayaknya harus pake prinsip “sbodo teuing lah yaaa…!” Kan Tati gak nulis yang enggak2…, enggak mem-posting pics yang enggak2…

Buat yang punya web gak senonoh : Gimana kalo anda stay dengan dunia anda dan tidak mencampurkannya dengan dunia Tati? Saya akan sangat menghargai anda bila anda melakukan hal tersebut.. Semoga Anda membaca pesan Tati ini. Terima kasih.

Pikiran Lelaki…

Ini cerita tentang sebuah percakapan yang terjadi antara Tati dengan Bang Ipul, salah seorang senior di kantor, saat kita jalan2 malam di Yogya beberapa waktu yang lalu, dan melintasi sebuah TV yang sedang nayangin video clip Rossa “Ayat Ayat Cinta”..

Tati : Saya gak ngerti dengan pikiran laki2, bang…?

Bang Ipul : Kenapa, ‘Ndha?

Tati : Coba abang liat video itu…

Bang Ipul mengamati TV sejenak, lalu berkata : Iya. Kenapa “Ndha?

Tati : Perempuan secantik itu, seindah itu… Udah ngasi anak, lagi… Kok masih bisa suaminya pergi dengan perempuan lain..? Apa siyy pikiran suaminya itu? Apa siyy yang dia cari..? Kurang apa lagi istrinya itu..? Gak ngerti saya dengan pikiran laki2..

Bang Ipul : Rossa itu cantik, tapi dia “cantik” karena sentuhan make up yang luar biasa.. Kalau dia gak pake make-up, mungkin dia gak secantik yang orang2 lihat di panggung, di televisi… Naah.., bisa jadi image tentang Rossa yang ada di pikiran suaminya adalah Rossa yang ada di panggung. Dia gak bisa menerima Rossa tanpa make up, Rossa yang berantakan, Rossa yang pake daster… Apalagi setelah punya anak, biasanya kan perempuan lebih berantakan lagi…

Tati : Busset daah…! Egois banget laki2 kalo pikirannya kayak gitu, Bang ? Bukannya sesuatu yang natural itu jauh lebih indah…? Bukannya perempuan sudah berkorban sangat besar untuk suaminya sehingga mereka bisa mempunyai anak..? Masa itu gak dihargai…? Lagian, emangnya lakinya di rumah gak berantakan juga? Apa lakinya kalo bangun tidur gak berantakan juga? Jangan2 kalo tidur ilernya kemana2 lagi….

Bang Ipul : ‘Ndha, kita bicara bukan dalam konteks berpikir kita yang hidup biasa2 aja.. Ini bisa jadi cara pandang orang2 di dunia seni yang tergila-gila dengan keindahan.. Bisa jadi suaminya Rossa belum bisa menerima Rossa yang sedikit aja kurang dari yang dia lihat di panggung2.

Menurut Abang, itu merupakan salah satu penyebab banyaknya artis bercerai. Mereka memandang pasangan mereka sebagai sosok yang mereka lihat di panggung2, di depan publik.. Mereka terpesona pada sosok pasangan mereka yang “hasil rekayasa industri hiburan”, bukan pribadi aslinya. Mereka gak siap untuk menerima sisi manusiawi pasangannya : yang berantakan di rumah, yang rambutnya awut2an bangun tidur, yang pake daster, yang gak senyum manis 24 jam, yang kadang juteg…

Tati : Ampun, Bang…!! Pusing deeh mikirinnya… Gak ikutan, aahh…!!

Bang Ipul : Hehehe… Gak usah dipikirin ‘Ndha. Masih banyak kok laki2 yang baik di luar sana…

Tati : Mudah2an ya.. Hehehe..

Wakil Rakyat….

Postingan ini, membuat Tati teringat akan pembicaraan beberapa waktu yang lalu dengan seorang senior, yang udah senior banget di dunia kerja baju coklat…

Ceritanya kita lagi ngobrol2 santai… Di tengah percakapan tentang pekerjaan, tiba2 beliau beralih topik tentang kemenangan kader suatu partai dalam pemilihan kepala daerah di suatu provinsi baru-baru ini. Partai itu adalah partai yang umumnya kader2nya adalah orang muda dengan latar belakang intelektual yang agamis.. Ya, kita sebut ajalah namanya partai A. Sebenarnya Tati maupun si senior bukan partisan partai tersebut. Apalagi Tati…, sejauh ini lebih memilih sebagai pekerja professional, belum terpikir untuk terlibat di organisasi politik manapun…

Senior : ‘Ndha.., terus terang saya salut sama kader2 dari partai A..

Tati : Kenapa gitu, pak…?

Senior : Saya melihat tingkah laku mereka, sopan betul, ‘Ndha. Kalau saya ketemu mereka, baik di rapat2 di DPRD tutur kata mereka itu ramah, santun… Luar biasa. Sementara kader2 dari partai B, yang saya aja pernah jadi pengurusnya.., masya Alloh.. Kerjanya bulak balik nelpon… Minta ini minta itu.. Punya duit dari mana saya? Emangnya saya ngerampok di kantor? Sesama kita tau lah berapa betul penghasilan kita sebagai pegawai negeri…

Tati : Ohh, gitu ya Pak?

Senior : Awak (Bahasa Melayu = kamu), macam tak tau aja..!! Sementara kader2 partai A yang duduk di DPRD, mereka itu mobil dinasnya ditinggal di kantor. Mereka tuh dari rumah ke kantor pake mobil pribadi. Nanti sampai di kantor, kalau ada acara kedinasan, baru pake mobil dinas. Luar biasa tak ‘Ndha di zaman begini…? Macam Sahabat2 Nabi.. Kalau ada masalah di masyarakat, mereka cepat turun ‘Ndha. Macam banjir kemaren, mereka stand by di situ.., nginap di posko2 banjir tuh ‘Ndha. Tak di tempat kita aja. Di daerah lain pun begitu saya dengar.

Ada salah satu diantara mereka itu anak teman saya, ‘Ndha. Meski dia udah jadi anggota Dewan, dia kalo ketemu saya di rapat2 kerja tetap aja menyapa saya dengan panggilan Oom yang santun benar. Salut saya ‘Ndha. Mungkin sekarang jumlah mereka masih sedikit di dewan. tapi kalo mereka kayak gitu dan tetap begitu, yakin saya semakin lama akan semakin banyak yang memilih mereka. Partai yang kader2nya suka minta2 uang ke eksekutif, yang gak perduli dengan masyarakat pasti akan ditinggalkan orang pada akhirnya. Yakin saya.

Tati : Mudah2an akan lebih banyak lagi anggota dewan yang santun dan berpikir tentang rakyat, ya Pak. Rakyat udah capek juga rasanya melihat dewan yang aneh2 kelakuannya.

Senior : Iya lah, ‘Ndha. Itu pun membuat kita yang di pemerintahan lebih tenang kerjanya. Tak dikejar2 macam rampok aja…

Percakapakan lalu berpindah topik…

Perempuan itu Bodoh…?

Secara gak sengaja, beberapa waktu yang lalu saat ada keperluan ke bagian Kepegawaian di kantor, Tati mendengar seorang pegawai lelaki, masih muda, sedang bicara dengan seorang ibu yang sudah pantas jadi emaknya.. Lelaki muda itu berkata dengan lantangnya “Perempuan itu bodoh… Senengnya dibo’ongin…

Saat itu Tati hanya diam tak bergeming karena belum ngerti apa konteks pembicaraannya, dan bagaimana awalnya bisa jadi begitu. Tapi Tati jadi pasang kuping karena curious … Lalu terdengar percakapan lanjutan antara si pegawai lelaki muda dengan seorang ibu yang sudah pantas jadi emaknya..

Si Ibu : Ape engkau cakap tuuhhh (bahasa Melayu : kamu bilang apa) ?

Lelaki muda : Iya Bu. Perempuan itu bodoh, senang banget ditipu.. Maunya dikasi tau yang baik2nya aja, meski realitanya gak begitu… Itulah bodohnya perempuan.. Kayak ibu, pasti senangnya dibilang sama suami kalo ibu masih cantik lah, masih sexy lah.. Padahal kenyataannya….? (kurang azar betul mulut nii anak muda…!!! hhhrrrrrrrrrrrrrrrgggggggg….!!!)

Tati lalu nyeletuk : Kok bisa berkesimpulan begitu ?

Lelaki muda : Ya iya lah kak. Kan bodoh namanya, mau ditipu.. Padahal dia tau kok realitanya seperti apa..

Tati : Saya gak sependapat dengan statement kamu. Menurut saya, perempuan itu tidak bodoh. Dia hanya ingin dihargai pasangannya. Dia ingin terlihat cantik dan sexy di mata suaminya, manusia yang pendapat dan pandangannya paling berarti bagi perempuan tersebut. Toh cantik dan sexy adalah sesuatu yang relatif, yang terkait dengan rasa. Gak ada parameternya. Gak ada hubungannya dengan tipu menipu dan kebohongan. Gak ada hubungannya dengan tingkat kecerdasan. Dan menurut saya statement kamu terlalu naif. Coba kamu ucapkan statement kamu tadi di depan Ibumu?

Lelaki muda : Kok kakak jadi mengaitkan dengan ibu saya? Gak ada hubungannya…

Tati : Ya ada lah hubungannya. Mungkin kamu punya pengalaman dengan beberapa perempuan yang senang mendengarkan hal2 yang menyenangkan meski dia tahu kenyataannya gak seperti itu. Tapi pengalaman kamu gak bisa dijadikan dasar untuk membuat statement “perempuan itu bodoh”. Kalo sesuatu yang sifatnya kasus kamu jadikan statement yang general, maka perempuan yang kamu bilang bodoh itu, ya termasuk ibu kamu.. Karena ibu kamu kan juga perempuan.. Padahal apa iya ibu kamu bodoh? Kalo ibu kamu bodoh, saya yakin kamu gak akan sampai di tempat ini…

Si Lelaki muda terdiam dan tercenung… Sementara Tati memutuskan untuk pergi meninggalkan ruangan tersebut sambil tersenyum ramah tanpa lupa menyampaikan permisi pada si lelaki muda dan orang2 lain yang hadir di situ.

Tapi percakapan itu terulang lagi hari ini di ruang kerja Tati, masih dengan si Lelaki muda. Dia masih berkeras dengan pendapatnya, “bahwa perempuan itu bodoh”

Tati : Sekali lagi menurut pendapat saya, perempuan itu gak bodoh. Kamu lihat berapa banyak bisa perempuan berprestasi ? Kamu lihat berapa banyak perempuan yang mampu mendidik anaknya sehingga menjadi orang2 yang hebat..? Apa bisa mereka melakukan itu semua kalo mereka bodoh ?

Lelaki muda : Iya, itu benar kak. Tapi sepintar2nya perempuan, mereka itu senang banget ditipu sama lelaki. Makanya saya bilang “perempuan itu bodoh”…

Tiba2 seorang teman lelaki yang seruangan dengan Tati nyeletuk : Aku gak setuju kalo perempuan dibilang bodoh.. Perempuan itu banyak sekali yang cerdas, cuma dalam menjalankan hidupnya, dalam mengambil keputusan, perempuan cenderung lebih memakai rasa dari pada akal..

Pernyataan teman seruangan Tati rasanya lebih tepat.. Soal perempuan senang mendengar yang baik meski tahu kenyataannya tidak seperti itu, mungkin terkait dengan sifat dasar perempuan yang merasa bahagia kalo pasangannya mengakui eksistensi dirinya.., mengakui usaha2 yang udah dilakukannya untuk menjadi perempuan terbaik bagi pasangannya.. Bukan karena dia senang dibodoh2in…

Soal lebih menggunakan rasa dari pada pikiran dalam menjalani hidup dan mengambil keputusan.. Tati pikir gak selamanya itu jelek.. Bukan kah perempuan, yang didominasi dimensi rasa dalam menimbang dan bertindak, diciptakan untuk mendampingi laki-laki yang lebih didominasi dimensi akal ? Bukan kah justru perbedaan itu yang menyebabkan keduanya saling melengkapi dan menciptakan keserasian…?

Atau pendapat Tati ini mungkin kurang tepat yaaa…? Secara agak2 kurang pengalaman… Huahahahaha……

Onggok-onggok Lado…

chili.jpgOnggok-onggok lado…. ? Apa itu…? Ini bahasa Minang.. Bahasa yang banyak digunakan di kota tempat Tati tinggal, terutama dalam transaksi perdagangan di pasar2 tradisional…

Onggok artinya tumpuk.. Dionggokan artinya dtumpukan.. Saonggok artinya setumpuk.. Jadi ongok-ongok artinya tumpuk-tumpuk..

Lado artinya cabe…

Onggok-onggok lado artinya tumpuk-tumpuk cabe.. Di pasar2 di sini, selain dijual dengan ditimbang, cabe dijual dalam bentuk tumpukan (onggok-an). Saonggok itu dijual dengan harga berapa gituuu… Tapi kalo udah dibikin jadi onggokan, jangan dibongkar2 lagi… Kalo mau beli, silahkan pilih onggokan yang menurut kita bagus, lalu terima lah onggokan itu apa adanya, termasuk yang busuk2nya…

Nah yang Tati herankan kok hari gini masih ada orang yang mengusulkan budgeting seperti mengonggokan lado.. ? Gak pake analisis bagaimana kegiatan itu akan dilaksanakan, gak pake perhitungan teknis… Hari giniiii…..? Emang-nya duit emak bapak lu…? Lha, minta duit sama ortu aja mesti pake penjelasan kok mau digunakan buat apa… Lagian kan emang udah ada aturannya…

Dulu waktu ngurusin budgeting unit2 lain, kita udah biasa bersikap tegas agar usulan budgeting tersebut harus didukung perhitungan teknis… Kalo gak ada hitungan teknis, biasanya kita suruh bikin dulu. Kalo gak bisa juga, silahkan di-pending aja, dari pada bikin celaka.. Eh sekarang di depan mata yang muncul begini… Haayyyyyaaaaahhhh…..!!!! Pusing deh Tati ngeliatnya…. !! Kayaknya perlu dilakukan edukasi niyyy supaya tidak terulang lagi… Supaya di tahun2 yad gak musingin lagi…

Pic diambil dari sini

Monogami dan Poligami…

Beberapa hari yang lalu dalam percakapan by phone dengan seorang teman perempuan yang sepantaran dan juga belum menikah…

Teman : Kak, apa pendapat kakak tentang poligami…?

Tati : Maksudnya?

Teman : Iya, apa pendapat dan pikiran kakak tentang poligami..?

Tati : Kamu baru nonton Ayat-ayat Cinta, ya?

Teman : Kakak ni…! Ditanyain malah nanya lagi…! Gimana siyyy…?

Tati : Aduuuuuhhh, gimana yaa? Secara aku dibesarkan dalam keluarga yang menjunjung tinggi azaz monogami, jadi konsep poligami gak ada di semesta pikiran ku

Teman : Terus menurut kakak, siapa yang mau mengawini kita2 yang belum menikah di usia segini ini…?

Tati : Maksud kamu…?

Teman : Coba kakak lihat kenyataan… Laki2 seumuran kita umumnya udah menikah. Kalau pun belum, mereka akan mencari perempuan yang usianya lebih muda.. Lebih segar, lebih cantik…!! Duda…? Sama aja kak… Mereka juga akan mencari perempuan2 yang lebih muda dari kita… Jadi siapa yang mau menikahi kita? Apa kita mau sampai mati seperti ini…?

Tati tercenung mendengar ucapan sang teman yang berapi2… Berusaha mencerna ucapan2nya dengan baik…

Tati : Kok kesannya desperate ya…?

Teman : Bukan desperate kak… Ini kenyataan hidup..

Tati : Entah lah…!! Memang kalau dilihat2 kenyataannya begitu ya.. Tapi semua yang terjadi dalam hidup kita atas seizin dan sepengetahuan Alloh.. Jadi pasti ada hikmahnya.. Lagi pula apa semua lelaki memandang perempuan itu dari fisiknya? Aku pikir banyak juga laki2 yang membutuhkan mitra dalam hidupnya.. Cuma kita belum ketemu aja.. He must be somewhere out there Buat aku siyy tetap poligami itu masih belum suatu pilihan hidup, rasanya. Karena menurut aku lembaga perkawinan itu terlalu sempit kalo diisi oleh tiga orang atau lebih.. Pasti akan ada pihak yang merasa tersakiti, karena yang namanya manusia itu kan sulit untuk bisa adil..

Teman : Tapi kalo semua pihak ikhlas kan gak ada masalah, kak..?

Tati : Ikhlas…? Berbagi suami..? Menurut aku harta benda adalah hal2 yang relatif lebih mudah untuk dibagikan.. Tapi suami, ayah anak2 kita…? Rasanya sulit ya… Kecuali mungkin kita sudah tidak mampu lagi mengurus dan melayani suami, poligami bisa jadi menjadi suatu pilihan… Atau mungkin karena kondisi seperti yang terjadi dalam Ayat2 Cinta..

Teman : Kakak lihat “tokoh A” yang berpoligami..? Setelah reda berita yang simpang siur, toh mereka tenang2 aja tuh.. Menurut aku gak apa2 kok kak.. Asal laki2nya benar2 mampu apa lagi punya pemahaman agama yang kuat.. Malahan mungkin dia bisa mendidik kita jadi istri yang solehah..

Tati : Entah lah yaa… Setiap orang kan berhak punya pendapat dan pikiran yang berbeda… Btw, kamu lagi punya hubungan dengan suami orang..?

Teman : Kakak ini…..!!!!

Tati : Terus…, kenapa gitu ngotot banget nanya-nya…? Hehehe…

Keberagaman di Kampus..

ira.jpgTulisan ini diinspirasi oleh aktivitas Ira, ponakan Tati, akhir2 ini… Nona yang satu ini sekarang kelas 3 SMU, sedang siap2 buat ujian akhir, dan itu artinya doski juga mulai nyari2 tempat kuliah.. Secara Nona yang satu ini doyannya masak dan gosip2i.., doski pengennya kuliah di bidang kuliner atau klo enggak di bidang komunikasi..

Hari Sabtu yang lalu.. sore2 sekitar jam 16-an Ira pergi ke sekolahnya lagi buat ujian masuk universitas swasta terkenal di Yogyakarta. Dia milih fakultas komunikasi (klo gak salah). Buat ikut ujian itu setiap peserta harus membayar Rp.150.000,-. Menurut Tati itu masih wajar lah.., secara universitas itu kan sekolah swasta. Dan klo petugasnya pelaksananya juga datang dari Yogya kan butuh biaya transportasi dan akomodasi yang gak sedikit..

Beberapa hari sebelumnya Ira juga ikut ujian masuk salah satu universitas negeri di Jawa Barat. Ira ujian untuk masuk fakultas komunikasi. Nah untuk ikut ujian masuk yang diselenggarakan di Pekanbaru ini, setiap peserta harus bayar Rp.500.000,- Bayangin…., buat ujian masuk aja mesti bayar Rp.500.000,-. Terus gimana donk dengan anak2 dari keluarga yang pas2an atau bahkan anak2 dari keluarga ekonomi lemah…? Mana bisa ikut ujian…

dsc00059.jpgHal ini membawa pikiran Tati ke pertengahan tahun 2004… Waktu itu Olan, abangnya Ira, lulus di fakultas teknik sipil di universitas negeri di kota gudeg. Olan lulus ujian masuk yang diselenggarakan perwakilan universitas tersebut di Pekanbaru. Untuk registrasi sebagai mahasiswa Olan harus membayar sekitar Rp.13 juta-an. Sebenarnya siyy Olan pengennya kuliah di institut teknologi negeri terkenal di kota kembang. So, dia juga ikut ujian masuk institut tersebut. Ujiannya di kota kembang. Naah.., pengumuman lulus ujian masuk institut tersebut dijadwalkan setelah masa registrasi universitas yang di kota gudeg. Olan kebingungan… Kalo gak daftar, takut ternyata gak lulus di institut teknologi. Mau daftar takut uang Rp.13 juta-an melayang, karena kalo membatalkan uang registrasi tidak bisa ditarik kembali.

Keluarga mendorong Olan untuk melakukan registrasi di universitas di kota gudeg karena dia kan belum tentu lulus di institut teknologi di kota kembang. Ternyata Olan juga lulus di institut teknologi impiannya itu… Dan untuk registrasi di institut tersebut Olan dikenai biaya hampir Rp.40 juta. Nahhhh Olan benar2 kebingungan deeh… Dia gak mau kehilangan uang Rp.13 juta-an. TIGA BELAS JUTA RUPIAH… lebih kurang sama dengan gaji setahun Pegawai Negeri Sipil Golongan III/a. Tapi Olan juga gak mau meninggalkan kesempatan untuk kuliah di institut impiannya…

Mama Olan mendorong anaknya mengejar impian dan tidak usah memikirkan uang Rp.13 juta-an yang akan hilang lenyap tak berbekas… Karena pilihannya kali ini akan menentukan masa depannya, kebahagiannya… Olan akhirnya memilih untuk mengejar mimpinya kuliah di institut teknologi di kota kembang. Namun itu pun ternyata gak mudah buat dia… Selama beberapa minggu Olan mengalami diare tanpa sebab yang jelas… Setelah konsultasi ke dokter, ternyata itu dipicu oleh rasa tertekan karena menghabiskan uang lebih dari Rp.60 juta-an (uang registrasi 2 universitas, uang SPP dll dll) untuk memulai kuliah… Setelah Mama-nya menjelaskan bahwa semua dana yang keluar telah dipersiapkan melalui asuransi pendidikannya… Barulah Olan merasa tenang, merasa tidak terlalu membebani orangtua.

Bagaimana pun Olan termasuk anak yang beruntung… Bagaimana dengan anak2 lain yang berasal dari keluarga dengan level ekonomi pas2an atau bahkan kekurangan…? Bagaimana mereka bisa mengakses pendidikan yang berkualitas yang akhir2 ini membutuhkan biaya yang sangat tinggi… ? Kok kesannya pendidikan berkualitas hanya tersedia untuk orang2 berkantong tebal..? Bukankah pendidikan merupakan jalan untuk memperbaiki taraf kehidupan? Bagaimana mereka bisa memperbaiki taraf kehidupannya kalau akses mereka terhadap pendidikan yang berkualitas sangat terbatas…

Tati jadi ingat masa2 kuliah di Bogor… Masa2 yang sangat menyenangkan karena hidup dalam keberagaman… Saat itu mahasiswa baru tingkat persiapan dibagi dalam sepuluh kelompok. Di setiap kelompok, mahasiswa dgn nomor induk terkecil berasal dari DI Aceh (sekarang Nanggroe Aceh Darussalam), sedangkan mahasiswa dgn nomor induk terbesar berasal dari Indonesia Bagian Timur atau anak2 lulusan sekolah Indonesia di luar negeri. Jadi setiap kelompok merupakan cerminan Indonesia yang Bhinneka Tungal Ika. Dan mahasiswanya benar2 heterogen.. Ada mahasiswa yang berasal dari desa, ada yang berasal dari metropolitan, bahkan ada yang besar dan tumbuh di luar negeri. Ada yang anak petani, anak pegawai sampai dengan anak menteri bahkan anak presiden. Bahkan ada mahasiswa yang untuk bayar kuliah perlu keringanan dengan membawa surat keterangan tidak mampu…

Tapi gak masalah tuh…, kampus bisa menerima siapa aja tanpa melihat status ekonomi keluarga dan asalnya. Saat itu kami benar2 merasakan keberagaman di Kampus IPB, Kampus Rakyat.. Keberagaman yang memperkaya cara pandang tentang orang lain, keberagaman yang memperkaya wawasan kita..

Masih adakah keberagaman itu di kampus2 di negeri ini…? Masih ada kah keberagaman saat kampus dijalankan nyaris sebagai sebuah bisnis..? Masihkah pendidikan bisa menjadi sebuah cara untuk memperbaiki tingkat kehidupan di negeri yang kita cintai ini…?

Btw Tati sempat kaget lho waktu ujian Matematika Dasar I. Kaget karena petugas pengawas ujian yang mengulurkan kertas absen ke Tati adalah Mamik Suharto, yang waktu itu masih mahasiswa Jurusan Statistika. Bayangin, pengawas ujian anda adalah putri presiden yang selama ini wajahnya hanya anda lihat di media massa atau di buku2. Tati rasa kejadian seperti ini hanya terjadi di lingkungan kampus yang menghargai keberagaman, keheterogenan… Kalo enggak, mana mungkin kita2 yang berasal dari daerah dengan latar belakang keluarga biasa2 aja bisa ujian diawasi putri presiden Indonesia, yang zaman itu begitu diangungkan..?

Titik Api..

Berita di koran lokal, Riau Pos, hari ini 20 Februari 2008 adalah sebagai berikut :

Hampir seluruh kabupaten dan kota di Riau saat ini ditemukan titik api. Jumlah titik api (hotspot) yang dipantau satelit National Oceanographic and Atmospheric Administration (NOAA) 18, di Sumatera saat ini terpantau 163 titik api. Sebanyak 89 di antaranya atau lebih dari separuh, ditemukan di Riau.

Berdasarkan data NOAA 18 yang dihimpun Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Pekanbaru sekitar pukul 13.50 WIB Selasa (19/2), penyebaran hotspot di Riau cukup merata. Angka ini juga mengalami lonjakan fantastis dibanding sehari sebelumnya yang hanya ditemukan 37 titik.

Pantas aja ya pagi2 bau asap udah tercium.. Pantas aja udara terlihat gelap.. Bahkan matahari dan bukan terlihat merah…

Para pemilik modal yang berkuasa, please pertimbangkan lah kami2 ini, yang juga warga negara sama seperti anda. Anda tau kan kalo ada banyak anggota masyarakat yang untuk makan aja susah, apalagi mesti keluar duit buat beli obat karena mengalami ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)?

Anda tau gak, kalo menikmati segarnya udara pagi merupakan kebahagian yang luar biasa…? Coba pagi2, Anda bangun lalu keluar ke halaman rumah sembari membawa secangkir teh anget atau kopi.. Kemudian injakkan kaki anda di rumput yang berembun, dan tarik nafas dalam2… Hmmmmmmm…. Anda akan bisa merasakan kedamaian yang luar biasa…