Walking Around di Negeri Orang…

Ini cerita tentang Perjalananku saat menyempatkan diri berjalan kaki di negeri orang..  Sendiri….

Enggak takut…? Alhamdulillah enggak… Jalan sendiri membuat diri lebih bisa memutuskan berapa lama kita mau berjalan, dimana kita mau berhenti untuk mengamati sekeliling dengan lebih intens.., atau mau motret…  Juga kapan kita mau berbalik arah..  Memang harus extra hati-hati..  Jangan terlihat mencolok, terutama dengan pakaian dan bawaan…  Aku biasanya kalau jalan hanya bawa sling bag yang kecil, buat bawa dompet dengan isi sedikit uang, ID Card plus kartu untuk urusan bayar membayar, untuk berjaga-jaga.  Juga bawa handphone (ini wajib lah yaa…) dan kamera..  Bila kita tidak bisa berbahasa negeri itu.., sebaiknya kita tidak pergi terlalu jauh dari hotel tempat kita menginap..  Dan ingat lah tanda-tanda dari apa yang kita lalui, agar tidak getting lost, alias nyasar..  Dan jangan lupa, ingat juga baik-baik nama hotel tempat kita menginap.. Kalau bisa sebelum jalan, minta kartu nama hotel sama petugas reception, simpan di tas atau dompet.. Untuk situasi emergency…

Berlin 1a

Jalan kaki yang pertama aku lakukan di sore hari menjelang senja di sebuah  kota yang pernah dibelah dua oleh kekuasaan sekutu dan komunis…  Di kota ini bangunan baru dan bangunan lama, berdampingan, tanpa membuat yang satu terlihat lebih hebat..

Sebenarnya saat itu tubuh sudah sangat lelah, karena pengaruh jet-lag dan sudah melakukan berbagai kegiatan sejak pagi…  Tapi karena mata tak mau dipejam..  Pikiran juga terus melayang pada alm Mama, yang saat itu sedang koma…  Tak tahan bediam diri, aku lalu memutuskan untuk keluar dari hotel tempat menginap… Kemana?  Menyusuri Landsberger Allee...

Landsberger Allee  adalah sebuah jalan yang berada di daerah yang agak berbukit.   Itu jalan yang besar… Di tengah-tengahnya terdapat jalur trem..  Bagian yang menurun mengarah ke pusat kota, sudah ku lalui saat naik bus menuju dan keluar dari hotel.. Jadi aku memutuskan untuk bergerak ke  arah  sebaliknya..

Di kota ini banyak sekali orang bersepeda… Hampir di seluruh ruas jalan di kota ini ada jalur khusus untuk bersepeda.., demikian juga di  Landsberger Allee..  Bahkan di hotel tempat ku menginap juga tersedia sepeda yang bisa disewa…  Tapi karena sedang berada di tempat asing, tak mau mencari masalah yang tak perlu, belum lagi baju yang kupakai gamis, aku memilih untuk walk on foot..  Lagi pula aku memang senang berjalan kaki…, sama seperti aku menyukai bersepeda…

Berlin 3a

Apa yang aku lihat, aku rasakan saat berjalan kaki di sini….?  Udara di sini begitu bersih…, begitu nyaman…  Langit begitu biru…  Aku belum pernah melihat warna langit sebiru itu di negeri kita.. Mungkin karena udaranya bersih, jauh dari pencemaran..  Juga karena di sini posisinya sub tropis dan sedang summer… Matahari yang mulai redup, lampu-lampu mulai menyala, juga trem yang mundar mandir… , memberi pesona tersendiri…     Pemandangan yang  cantik…

Jalan kaki yang kedua kulakukan di Paris….  Di pagi hari sebelum keberangkatan pulang…

Kondisi alm Mama yang saat itu sedang koma, membuat aku selama di sana bangun jam 3 pagi…, untuk menelpon adik-adikku melalui Line.. Karena jam 3 pagi di Eropa, sekitar jam 10 di Indonesia.. Setelah menelpon, biasanya aku sudah tidak bisa tidur lagi.. Meski hanya baru tidur sekitar 4 atau 5 jam…

Paris1a

Pagi itu aku memutuskan untuk berjalan kaki,  lagi-lagi sendiri…    Aku  berjalan  dalam keremangan pagi Kota Paris…  Di sela-sela bangunan-bangunan tua yang catik dan…….., hampir mirip….  😀  Kota masih sepi…  Udara sejuk… Hembusan angin kadang membuat tubuh menggigigil kedinginan..  Tak nampak sisa kemeriahan Paris di malam hari…  Hanya ada satu dua orang melakukan jogging…  Sesekali aku bertemu dengan petugas kebersihan… Ada juga pegawai caffee yang sedang melakukan persiapan untuk memulai usaha di pagi hari…  Aku berjalan ke arah Arc de Triomph…   Rasanya sudah tahu arahnya dari hotel… 😀

Setelah berjalan hampir 20 menit…, akhirnya gerbang besar yang dibangun Napoleon itu nampak hadir di ruang pandang ku… Di sela-sela bangunan cantik dan pepohonan…  Saat mendekat , ke open space di pinggir Champ Elysee, tempat terdekat untuk memandang Arc de Triomph, aku menghitung, dan berusaha mengingat bahwa aku 2 kali menyeberangi jalan…  Kenapa…? Karena Arc de Triomph adalah center dari tata ruang yang radial, membuat gedung-gedung di sisi kanannya berbentuk segi tiga…, meruncing di depan Arch de Triomph…

Paris3 a

Di  taman-taman di sekitar Arc de Triomph banyak sekali merpati di pagi hari… Aku tak melihat mereka saat ke sana sehari sebelumnya di siang hari..  Aku lalu  duduk-duduk di kursi yang ada di taman tersebut..   Menikmati pagi, udara segar, dan pemandangan tinggalan seorang Napoleon Bonaparte..   Traffic yang masih sepi.., juga pengunjung (hanya ada 1 orang turis Korea yang juga duduk-duduk di taman yang sama), membuat aku leluasa menikmati  suasana, dan memotret…  Sempat berdiri berlama-lama di tepi taman, di ujung Champ Elysee… Membayangkan betapa visionernya seorang Napoleon…

Puas duduk-duduk, mengamati dan memotre…, aku memutuskan untuk segera kembali ke hotel..  Karena takut terlambat buat sarapan dan membuat teman-teman lain menanti-nanti..  Aku kembali ke arah diri ku datang… Dua kali menyebrang jalan, lalu berberbelok ke arah aku datang… Tapi kok rasanya jalannya beda yaa…   Lebih kecil…, dan ada outlet Mc D.. Itu gak ada di jalan saat aku pergi…  Hiksss….    Aku lalu mengintip melalui lorong-lorong di sela-sela bangunan.. Mencari tanda-tanda di jalan sebelah… Akhirnya ketemu… 😀  tapi, karena tata ruangnya berbentuk radial dengan Arc de Triomph sebagi pusatnya…, jarak yang harus ku tempuh agar bisa sampai ke jalan ku semula jadi lebih jauh…  😀

Alhamdulillah bisa sampai di hotel kembali tepat waktu… Bahkan sampai di tempat sarapan lebih pagi dari teman-teman lain.. Bisa lebih dulu melihat-lihat croisant mana yang mau disantap…. :D***

Trocadero

Teman-teman pasti tahu Tour d’ Eiffel  alias Menara Eiffel…  Iya, semua makhluk romantis di muka bumi ini, apa lagi perempuan, pasti ingin ke Paris dan memandang Tour d’ Eiffel dengan orang tercinta..   haallllaaahhhhh…. Tapi klo Trocadero, pernah dengar atau baca…?

Aku tahu kata Trocadero itu pertama kali sekitar 18 tahun yang lalu dari judul lagunya Potret, yang ini..

Jadi dari lagu itu aku tahu Trocadero itu sebuah tempat di Paris.. Tapi kagag tahu di sebelah mana..  Selama ini gak pernah cari tahu… 😀  Apa lagi tempat itu gak pernah disebut dalam buku Da Vinci Code yang setting-nya Paris banget… 😀

Jadi saat Perjalananku ke Paris beberapa bulan yang lalu, saat tour guide, perempuan Perancis yang fasih berbahasa Indonesia bilang, “Di sebelah kanan kita adalah Jardins du Trocadéro”, aku mikir…, yang mana yaa…  Saat itu aku ngeliat gedung, dengan sayap kembar dan sebuah caroussel di depan salah satu sayapnya..

Palais de Chaillot a

Belakangan aku mencoba mencari tahu, apa itu Trocadero, dan menemukan informasi ini

Jadi gedung besar dengan sayap kembar itu adalah Palais de Chaillot..  Dulunya di tempat itu ada yang namanya Trocadéro Palace yang dihancurkan dan kemudian dibangun menjadi Palais de Chaillot,..  Tapi taman air mancur di depan Palais de Chaillot, tetap bernama Jardins du Trocadéro, alias taman Trocadero…

Trocadero a

Jadins du Trocadero dan Palais de Chaillot dilihat dari Tour d’ Eiffel

Saat bus memutar ke jalan di  bagian belakang gedung, si tour guide bilang, “silahkan turun kita akan ke Palais de Chaillot, anda bisa melihat salah satu pemandangan tercantik..”
Trocadero 1a

 

Dari tempat bus di parkir aku berjalan menuju sebuah plaza yang besar…  tak ada anak tangga yang berarti dari jalan.. Sehingga aku tak sadar, tak terpikir kalo aku saat  itu bukan sedang berada di atas permukaan tanah yang disemen..,  tapi aku berada di atas bangunan besar… di atas Palais de Chaillot.. Sayap sebelah kanan, yang berupa gedung tinggi besar adalah Musée de l’Homme

Apa siyy pemandangan cantik dari bagian atas Palais de Chaillot….???
Pemandangan menara Eiffel tanpa ada halangan apa pun…  Cantik banget…..

Eiffel a

Posisi menara Eiffel dengan  Jadins du Trocadero dan Palais de Chaillot yang secara simetris berhadap-hadapan, plus dibatasi sungai Seine, membuat Eiffel terlihat utuh dari Jadins du Trocadero dan Palais de Chaillot..  Sebaliknya Jadins du Trocadero dan Palais de Chaillot juga terlihat utuh dari Tour d’ Eiffel….  Saat aku ke sana siang hari, mungkin kalau ke situ malam, cantiknya lain lagi…  Cantik cahaya lampu…, the city of light….***

Simarjarunjung dan Tanah Karo Trip

Apa itu Simarjarunjung….?  Apa itu Tanah Karo..?

Simarjarunjung itu nama sebuah daerah di tepi Danau Toba, yang termasuk Kabupaten Simalungun.. Kata Papa, daerah Saribu Dolok, alias seribu bukit.. Sekitar 123 km dari Medan, ibu Kota Provinsi Sumatera Utara….   Daerah ini merupakan destinasi pariwisata yang tidak seramai Parapat..   Lebih sepi… Tak ada hotel-hotel, seperti yang berserakan di Parapat dan sekitarnya…  Jalur ini terkoneksi dengan Tanah Karo, di daerah Tiga Panah…

Tanjung Unta 1a

@ Tanjung Unta

Menyusuri jalur ini sebenarnya sudah lama aku idam-idamkan…  Sejak tahun 1993-an….  Saat aku bersama Papa, alm Mama dan adik ku Noy jalan-jalan ke Parapat, dan di perjalanan Papa bercerita tentang jalur tersebut…  Tapi karena kesibukan, kami tak sempat-sempat melakukannya..

Pardede Cottage a

@ Pardede Int’l Cottage – Parapat

Aku akhirnya menyusuri jalur ini pada bulan September 2014.. Dalam perjalanan kembali ke Medan setelah mengantarkan alm Mama ke tempat peristirahatannya di kampung kami, Sibadoar – Sipirok.  Kami sengaja pulang sambil berjalan-jalan untuk meringankan hati Papa, dan juga hati kami yang kehilangan alm Mama..,   Kami berangkat dari Sipirok hari Sabtu 20 September 2014 setelah magrib.. Kami sampai hari Minggu, 21 September 2014 jam 02 pagi di Parapat, dan menginap di Pardede International Cottage, yang berada di tepi Danau Toba.. Pagi hari, setelah sarapan, dan santai-santai sejenak..  Aku, Papa, David, Uli,  Ivo plus supir meneruskan perjalanan menuju Simarjarunjung

Tanjung Unta a

@ Tanjung Unta

Jalur ini memang memanjakan mata… Sepanjang mata memandang, warna yang dominan hijau dedaunan, birunya langit dan air Danau Toba.. Cantik… Kita juga bisa melihat apa yang Papa bilang Tanjung Unta..,  perbukitan yang menjorok ke Danau Toba dengan bentuk seperti punggung binatang unta..  Tak banyak pemukiman yang kami temui… Jadi jangan berharap ada tempat bisa duduk-duduk, sekedar untuk minum teh atau kopi…

ikan mas a

Ikan mas raksasa.. 😀

Dalam perjalanan kami melihat ada sebuah bangunan yang unik, berada di tengah-tengah kebun kopi.. Bentuknya seperti ikan mas.. Besar… Aku dan adikku Ivo, sengaja turun dan menghampiri tempat itu.. Tapi tak ada apa-apa.. Hanya bangunan yang tak terurus…, belum selesai pula… Enggak tau niatnya mau dijadiin apa..Sayang yaa..

Simarjarunjung a

@ Simarjarunjung – Saribu Dolok

Setelah berjalan sekitar 1 jam 30 menit, kami akhirnya sampai di daerah Simarjarunjung, udaranya sejuk… Pemandangan danau Toba yang hampir ditutupi kabut begitu cantik…  Beda memang dengan pemandangan dari Parapat… Di daerah Simarjarunjung ada tempat yang namanya Bukit Simarjarunjung.. Tempat kita bisa melihat the best view..

Simarjarunjung2a

@ Bukit Simarjarunjung

Di sini juga ada sebuah restaurant, yang diresmikan oleh alm Raja Inal Siregar, saat beliau masih menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara..  Restaurant yang sepertinya direncanakan menjadi resto international ini punya pemandangan yang indah dari jendela-jendelanya..  Tapi mungkin karena omzet yang tak terlalu besar, karena tak banyak pengunjung, penataannya ya so so..  Penataan ala tahun 1980-an…  Padahal makanan yang dihidangkan rasanya lumayan.. Apa lagi saat lapar dan udara dingin… 😀

Setelah perut kenyang…, mata pun puas memandang…, kami melanjutkan perjalanan…, menuju Tanah Karo, ke daerah di sekitar Kota Brastagi, melalui  daerah Tiga Panah.. Gak tau apa artinya.. Yang jelas di Tanah karo ini ada beberapa daerah yang juga bernama Tiga.., antara lain Tija Jumpa, Tiga Binanga.  Tiga Binanga itu sebuah kota kecil di lintasan Medan – Aceh Tenggara.  Alm Ibu dan keluarganya sempat tinggal di situ saat orang tuanya bertugas menjadi guru di sana..

Kebun strawberry a

@ Kebun strawberry, Tongkoh, Brastagi

Di Tanah Karo ini kami ke daerah yang bernama Tongkoh…   Menurut Ivo, adik ku yang salah satu usahanya adalah pupuk organik, Tongkoh ini merupakan daerah pertanian.., dan di sana juga ada kebun strawberry.. Jadi gak cuma ada di Lembang – Bandung dan di Bedugul – Bali…  Kebun strawberry yang kami datangi bernama Rini Colia..  Saat kami sampai di sana, hari hujan… Mulai dari gerimis sampai hujan lebat… Udara semakin segar dan dingin… Tapi ya itu…, jadi gak bisa metik sendiri..  Bisanya beli hasil panen yang sudah ada di pondok pemilik kebun…  Kalau gak harga strawberry dengan ukuran besar, IDR 100 K per kilogram..

Peternakan Gundaling a

@ Peternakan Sapi Perah Gundaling, Brastagi

Dari Tongkoh kemana lagi…? Ke peternakan sapi perah Gundaling… Sayangnya saat kami sampai di sana sudah terlalu sore, jadi produk olahan susu berupa yoghurt dalam ukuran kecil yang untuk sekali minum sold out…  Karena aku, David dan Ivo lagi gak pengen minum susu sapi segar, jadi hanya Uli dan Papa yang minum… Kami menonton saja… 😀  Peternakan ini sebenarnya sudah bersiap untuk jadi tempat wisata.. Ada tempat pengunjung duduk-duduk menikmati produk olahan.., juga ada fasilitas toilet yang bagus.. Hanya tidak cukup terjaga kebersihannya..

Dari peternakan sapi perah Gundaling kami sempat singgah di permandian Lau Si Debuk-debuk… Tapi hanya Papa yang mencoba menikmati.. Anak-anaknya gak ada yang mau ikutan, karena ramai banget..  jadi tak lama di sana, kami pun segera pulang ke Medan, dan singgah makan malam di Green Hill Sibolangit…

Senangnya bisa berjalan bersama Papa.. Sayang bang Rio gak ikut.. Si bungsu Nora dan Ananda sengaja pulang dengan kendaraan terpisah, karena Ananda ingin main dulu di Parapat.  Semoga ada kesempatan berikutnya untuk jalan-jalan bersama keluarga… Ke desa Tongging di Tanah Karo, kayaknya asyik tuuhhh… ****

Some of pictures have captured by  my sissy, Uli Siregar.  Tq dear..

Makan Bareng…

Postingan ini ditulis dari hasil dengar curhatan sohib-sohib… Curcol tentang perasaan yang “sakitnya tuuhh di sini” sambil nunjuk dada….   😀  Perasaan yang pernah juga aku rasakan, dulu…  Mungkin teman-teman juga pernah merasakan…  Perasaan apa siyyy…? Perasaan gak nyaman… Hahahaha…

Makan barengOrang-orang yang bekerja, seperti diriku, dan mungkin juga teman-teman, makan siang kan biasanya dilakukan  di luar rumah.. Bisa di kantin kantor…, di resto atau food court…  Ada juga siyy yang bawa lunch box…  Makannya biisa sendiri atau bareng-bareng dengan teman temin…

Buat sebagian orang, makan sendiri, terkadang bisa menimbulkan rasa gak nyaman, apa lagi kalo di resto atau food court..  Apa lagi di negeri kita, duduk makan sendiri di tempat umum, acap kali terasa seperti makhluk yang tak mampu bersosialisasi, sehingga tak punya teman, bahkan untuk makan… hiks...   Dan makan bareng-bareng, sambil ngobrol juga memang rasanya lebih menyenangkan…, karena sudah takdirnya manusia itu makhluk sosial, butuh bergaul, butuh orang lain di sekitarnya…

Karena kedua alasan itu, kita selalu berusaha mencari teman saat makan di luar rumah…  Tapi ternyata makan bareng orang lain, yang bukan keluarga itu juga tidak mudah… 😀  Kenapa…? Karena manusia lain, meski itu teman, adalah makhluk lain yang punya hati dan pikiran yang berbeda… Belum tentu sama pikiran dan perasaannya soal hak dan kewajiban… 😀

Maksudnya….?

Maksudnya ketika kita makan bersama di resto atau food court, pasti lah akan ada biaya yang harus keluar untuk membayar makanan yang dimakan..  **nenek-nenek juga tau… hehehehe*  Naaahhh, kalo makan bareng, sering pula, siapa yang harus membayar?

Kita, yang katanya orang timur, penuh tenggang rasa, sering kali belum bisa bersikap seperti orang Belanda yang hanya membayar apa yang mereka makan..  Kita merasa gak enak kalau bersikap begitu.. Sekan tak ada basa basi…  😀  Tapi kan kita juga gak bisa sering-sering mengeluarkan uang hasil kerja keras kita untuk membayari makan orang lain, yang juga punya uang…

Kalau makannya di food court yang self service, ambil makanan, lalu langsung ke kasir…, itu akan lebih mudah… Setiap orang tinggal bayar, apa yang dia ambil…  Tapi kalau makanannya diorder, dihidangkan, lalu tagihannya mucul dalam satu tagihan…., ini yang jadi masalah…

Sebenarnya, hal ini gak perlu jadi masalah.., kalau yang makan bareng itu sama-sama memakai perasaan dan pikiran… Bisa dengan membayar apa yang dimakan dan minum, bisa dengan membagi sama besar seluruh tagihan, bisa juga dengan gantian membayar..  Tapi kita kerap berurusan dengan orang-orang yang memakai perasaan dan pikiran hanya untuk hal-hal yang terkait dengan dirinya, hal-hal yang menguntungkan dirinya, saja… 😀

Aku dulu pernah merasakan, ada teman yang selalu makan bareng, tapi hampir gak mau mengeluarkan uang untuk apa yang dia makan..  Bahkan pernah satu kali saat makan bareng, dia mengeluarkan uang yang bahkan tak cukup untuk membayar apa yang dia makan dan minum.. Jadi secara halus dia suruh aku nombokin apa yang dia makan..  Kalo bang Haji Rhoma Irama bilang, terlalu……  😀  Kalau temanku itu gak punya duit, aku dengan sangat senang hati, nombokin.. Tapi saat itu, teman ku itu jauh, jauh, jauh lebih berpunya dari diriku, yang saat itu adalah PNS yang baru pulang tugas belajar… Nyaris bangkrut, booo…. Hehehe… Capek berurusan dengan teman yang begitu, aku memutuskan untuk kabur dari pergaulan yang satu itu…  Memang gak bagus jadinya… Tapi dari pada bikin hati gak nyaman terus menerus.. Kabur adalah pilihan terbaik… 😀

Naahhh, curhatan teman-teman baik ku kali ini juga begitu.. Kami biasa main dan makan bareng, biasa berbagi rezeki.., meski hanya sepotong kue, atau sebungkus keripik..  **Aiihhh jadi ingat ada yang dengan wajah sumringah mengantarkan 2 buah lepat pisang ke ruang kerjaku minggu lalu… Terima kasih kak In.. Aku sayang sama kakak.. Sungguh…* Kami malah biasa rebutan bayar, kalo pergi makan bareng.  Bukannya apa-apa, karena kami bisa saling merasakan bahwa uang yang kami miliki itu diperoleh dengan bekerja, dengan keras bahkan..  Kalau kita sebagai pribadi, masing-masing mendapatkan uang dengan bekerja keras, bukankah teman yang lain juga mendapatkannya dengan bekerja keras.. Bagaimana bisa kita menikmati hasil kerja keras teman kita tanpa memberi secara seimbang…?

Teman-teman ku itu, yang akhir-akhir ini sering makan bareng dengan orang lain cerita… “Sondha gak tau aja… Sekarang ada tricknya menghindari bayar makan…  Ada 2 cara, terbaru ‘Ndha.. Yang pertama, pura-pura ngobrak ngabrik tas…, tapi gak selesai-selesai… Entah apa yang diobarak-abrik… Yang kedua, nelpon berlama-lama.. Padahal entah iya nelpon entah tidak…  Sampai kita niyy gerah, akhirnya ambil inisiatif untuk membayar.. padahal hari-hari sebelumnya kita juga yang bayar.. Keterlaluan nggak tuuhhhh…?”  Hmmmmm….  Teman ku itu melanjutkan, “Ada lagi yang bisa dengan tambeng dan tebal muka, tetap cuek dan pura-pura tak dengar, meski sudah dibilang bahwa kali ini giliran dia yang bayar…”  **gubbbbrrrrraaaaakkkkkssssss*

Hmmmmm….. Mungkin memang sudah waktunya untuk lebih selektif dalam memilih teman makan bareng…  Sudah saatnya gak perduli meski orang mencap kita dengan stempel yang aneh-aneh.. Yang penting hati kita nyaman..   Kalau orang yang suka gak fair dalam urusan bayar membayar itu ngajak makan, bilang aja lagi diet.. Hahahahaha...

Atau kalau memang harus makan bareng juga dengan mereka, karena kan gak mungkin juga selamanya bisa menghindar, begitu tagihan makanan datang, kita keluarkan saja uang sedikit diatas jumlah harga makanan dan minuman yang kita nikmati saja…  Sisanya, suruh yang lain bayar, sesuai dengan yang dia makan….  Peduli amat mereka bilang apa..  Karena hati kecil masing-masing sebenarnya tahu kok, yang benar itu seperti apa..  ***

Musée du Louvre

Musée du Louvre alias Museum Louvre merupakan tempat yang must visit bagi pencinta budaya dan seni…  Kayaknya gak sah klo orang ke Paris gak nginjek Louvre…  Tapi, klo mau ke sana, sediain  waktu khusus…  Dengan bangunan yang gede banget, kompleks istana yang dibangun oleh beberapa raja, dari beberapa generasi.. dengan koleksi yang buanyak banget…, sehari gak cukup buat menikmatinya.. Apa lagi hanya sekitar 1 – 2 jam seperti ku…  Katanya siyy butuh seminggu buat bisa menikmati seluruh ruang dan koleksi di Louvre… Berkemah aja kali di halamannya yaa… 😀

Louvre a

Tapi meski singkat, dan semoga bisa kembali lagi, segera…  Ada rasa senang tersendiri bisa berkunjung ke sini…  Kenapa…? Karena bisa ketemu kembaran yang beda beberapa abad…. Maksudnya…?

Maksudnya, alhamdulillah bisa melihat lukisan asli karya Leonardo Da Vinci yang sohor banget, Monna Lisa..  Karena lukisan itu, senyum misterius itu, memberi inspirasi kepada almarhum Mama, untuk memberi nama tengah ku.. Monalisa..

Saat aku pergi ke sana, alm Mama sedang dalam keadaan koma, akibat serangan stroke yang ketiga..  Tadinya aku berharap beliau bisa sembuh, sehingga diriku bisa berbagi cerita, bahwa aku sudah melihat lukisan asli yang menjadi sumber inspirasinya..  But she never woke up…  Aku hanya bisa bercerita pada beliau yang tak bisa merespon apa pun…  dan beliau tak pernah bisa merespon ceritaku, karena beliau tak pernah sadar sampai beliau pergi untuk selamanya.. **miss you, Mom*

Karena Perjalananku yang sangat singkat.., tujuan ku masuk ke museum ini benar-benar hanya untuk melihat Monna Lisa.. Si cantik ini bermukim di Dennon Wing Lantai 1, salah satu sayap di sisi selatan Louvre..  Untuk masuk ke Louvre,  tiketnya klo gak salah ingat sekitar Euro $ 12, sekitar IDR 200 K.. Saat kami datang, alhamdulillah antrian untuk masuk gak panjang.., juga antrian untuk beli tiket..

Buku Paris a

Sebelum masuk ke Museum, diriku sempat singgah ke Toko Buku Louvre yang ada di hall, dekat tempat pembelian tiket..  Hall  berada di bawah pyramid kaca yang cantik.   Pyramid itu berfungsi sebagai atapnya, dan salah satu sisi pyramid menjadi  jalan masuk dan jalan keluar museum..

Dalam kunjungan yang singkat ke Paris, karena hanya singgah dalam perjalanan pulang, kami tidak bisa bersantai-santai, sehingga aku saat itu tidak sempat nyari toko buku untuk membeli buku-buku yang bisa jadi kenang-kenangan.. Di toko buku Louvre itu aku nemu 4 buku cantik yang bisa jadi kenang-kenangan.. Satu buku tentang Louvre, 1 buku tentang Kota Paris, 1 buku sketsa Kota Paris, dan 1 buku cerita bergambar dengan judul “Who Stole Monna Lisa?”.  Buku tentang Kota Paris, yang di dalamnya dilengkapi dengan gambar2 berbagai sudut Kota Paris dalam ukuran poster aku beli 2 buah, 1 buat diriku, 1 buat Papa..  Harganya macam-macam..  Buku  “Who Stole Monalisa?” itu harganya klo gak salah sekitar Euro $ 8.  Klo yang 3 buku lagi, harga per piece antara Euro $ 30 – 40, saat itu sekitar IDR 400K – IDR 700 K.

Untuk bertemu dengan Monna Lisa, butuh sedikit usaha.. Perlu bertanya pada beberapa petugas yang banyak menyebar.. Apa lagi kami jalan sendiri tanpa guide..  Ada hall-hall panjang yang diisi dengan koleksi patung-patung yang harus dilewati..

Monna Lisa 1a

Akhirnya… akhirnya sampai juga di ruang yang berisi koleksi  lukisan dari pelukis Itali..  si Cantik ini diletakkan di panel yang dilindungi kaca di tengah-tengah ruangan..  Dikasi semacam pembatas yang berjarak sekitar 1,5 meter dari  panel, sehingga pengunjung tak bisa mendekat..Sepertinya ini upaya pencegahan agar si cantik tak lagi diculik, seperti yang sudah pernah terjadi..

Ada hal mengejutkan saat melihat si cantik ini… Selama ini aku berpikir ukurannya sebesar poster…, minimal 120 cm x  80 cm..    ternyata ohh ternyata kecil saja…  hanya 77 cm x 53 cm..  Pantas gampang banget buat dibawa kabur… 😀

Saat mengunjungi Monna Lisa, teman-teman jangan berharap bisa berfoto santai dengannya yaa..  Apa lagi hanya berdua.. 😀 Fans- nya banyak banget… Orang-orang berkerumun di depannya…  Kayaknya lukisan ini dehh yang paling dilihat orang…   Jadi untuk bisa berfoto berdua saja dengannya hampir-hampir mustahil..  Ada saja tubuh orang terlihat di foto-foto kita..  Untuk mengambil posisi berfoto tepat di depan saja tak mudah.. Berfoto dari posisi agak menyamping pun sudah cukup laah…  Kalau mau foto dengan posisi yang memuaskan hati, harus usaha extra.., salah-salah malah jadi sikut menyikut dengan pengunjung lain.. Tak usah lah…  Tak bisa berlama-lama menatap si Monna Lisa, aku segera bergerak menikmati lukisan-lukisan cantik dan berukuran besar di dinding-dinding hall yang luas.. Hall yang panjang dan tinggi, dengan langit-langit yang juga sangat cantik… Ada yang dipenuhi mural.., ada yang dihiasi lampu-lampu…  Benar-benar menunjukkan kemewahan…. **Dalam hatiku muncul tanya, uang dari mana membuat ini semua…? Uang rakyat Perancis membayar pajak, plus uang daerah jajahan zaman dulu kah? Hmmmmm*

Diriku berharap, segera ada kesempatan lain bisa berkunjung ke Paris… Kunjungan yang santai, sehingga bisa menikmati sudut-sudut Kota Paris yang benar-benar cantik.. Bisa berkunjung lagi ke Louvre dan menikmati sebanyak mungkin ruang-ruang dan koleksi yang ada di situ.. **Kerja, kerja, kerja… Berhemat, hemat, hemat… nabung, nabung, nabung...*

Oh ya…, ngomong-ngomong soal story behind the object di museum ini…, informasi yang ditampilkan boleh dibilang sangat sedikit…  Jadi bila kita adalah penikmat seni, pencinta budaya dan sejarah…, sebaiknya sebelum masuk ke Louvre, kita udah baca dulu buku All the Louvre…, atau baca-baca di internet.., sehingga kita bisa lebih memaknai apa yang kita datangi, apa yang kita lihat…  ***

La Cité de la Musique

Apa itu La Cite’ de la Musique…? Itu nama sebuah tempat di Paris, tepatnya di La Villette quarter, 19th Arrondissement, Paris.   Artinya, Kota Musik..

Alhamdulillah Perjalananku pada akhir Agustus 2014 yang lalu sampai ke tempat ini..  Tempat yang luar biasa..  Tempat bisa jadi inspirasi bagi negeri yang menghargai seni pertunjukan, musik khususnya, yang ingin industri musiknya berkembang dengan luar biasa…  untuk hal ini, kata “baik” rasanya gak cukup

Ya, di tempat ini ada tempat pertunjukan musik, mulai dari pagung di ruang terbuka, tempat festival musik bisa diadakan.. Ada amphi teater, untuk pertunjukan musik di ruang tertutup.  Juga ada museum musik yang berisi berbagai peralatan musik sejak abad ke 15.. Bahkan dilengkapi dengan perpustakaan dan sebuah toko cantik yang menjual buku-buku musik, buku tentang musik dan koleksi-koleksi CD..  Tempat ini dirancang oleh arsitek Christian de Portzamparc , dan dibuka untuk umum mulai tahun 1995.

Museum Musik 2a

Tempat ini benar-benar keren bagi pencinta musik sejati.. Must visit kalo ke Paris…  Apa lagi lingkungan di sekitarnya nyaman banget deehhh, banyak bistro-bistro cantik…

Museum ini sesungguhnya tidak terlalu luas… Tapi menampilkan banyak koleksi di ruang yang bertingkat-tingkat… Mungkin untuk menjaga agar kondisi koleksinya bisa terjaga dengan baik…, ruang-ruang di sini pencahayaannya agak minim… Dan karena saat aku berkunjung, tak banyak pengunjung lain, ada rasa sepi.., rada-rada seram… Apa lagi petugas juga tak banyak…  😀

Di museum ini, story behind the object semua menggunakan bahasa Perancis..  Tapi jangan takut..  Di pintu masuk museum kita akan diberi peralatan pembantu, berupa ear phone dan sebuah alat seperti remote TV yang memuat sederet tombol-tombol bertuliskan angka.. Sebelumnya kita akan ditanya, bahasa apa yang akan kita gunakan.. Pilihannya hanya 2.. Bahasa Inggris atau Bahasa Perancis..  Kagag ade pilihan Bahasa Indonesia, apa lagi Bahasa Batak, Bahasa Melayu, Bahasa Jawa atau Bahasa Sunda… Hahahaha… just kidding  Jadi kalau kita melihat sebuah koleksi yang dipamerkan, dan kita ingin tahu apa siyy benda itu, kita tinggal menekan tombol yang bertuliskan angka sesuai dengan angka yang terdapat di deskripsi objek berbahasa Perancis.  Keren yaa… Jadi kita bisa menikmati seluruh koleksi secara personal.. Kita mau berlama-lama melihat sebuah koleksi dan mengulang-ngulang mendengar penjelasannya, atau mau selintas saja, terserah kita…

Apa yang aku lihat di museum ini…?

Koleksi di museum ini disusun menurut jenis dan periode waktu…

Piano a

Di ruang awal, ada koleksi alat musik yang digunakan pada abad ke 15, sejenis piano atau generasi awal dari alat musik sejenis piano..  Bentuknya macam-macam…  Juga ornamen penghiasnya.. Benar-benar benda seni yang menunjukkan betapa artistiknya seniman Perancis di masa itu.. Betapa mewahnya kehidupan bangsawan Perancis.. lupakan sejenak tentang catatan sejarah, bahwa di luar istana rakyatnya menderita

Museum Musik 3a

Ruang-ruang selanjutnya memamerkan koleksi berbagai alat musik gesek, petik, tiup… Ada biola Stradivarius dari zaman ke zaman.., Gitar.. Bass, Flute, akordeon, juga harpa2 yang cantik…  Sungguh koleksi yang memanjakan mata, dan memperkaya khasanah…

Musik modern a

Di lantai lebih atas, yang lebih sepi lagi… Ada koleksi alat musik modern.. Modern dibanding abad ke 15.. hehehe.. Dibanding zaman sekarang maahh, jadul… 😀  Ada juga mesin perekam jaman Opung-opung kita.. Ngeliatnya langsung kebayang  mainframe, alias komputer jadul, yang gedenya sebesar kamar entah berapa kali  berapa..

Setelah sampai di lantai tersebut, jangan balik arah kalau mau keluar… Ikutin saja jalurnya yang sudah diatur di museum ini… Kenapa…? Karena menjelang pintu keluar kita bisa melihat koleksi World Music.. Ya, peralatan musik dari berbagai belahan dunia selain Eropa..  Kita bisa melihat alat musik Timur Tengah, Asia Timur dan Afrika..  Alat-alat musik ini terkesan sederhana dibanding alat-alat musik  Eropa yang mewah, yang berkembang di seputar istana-istana kerajaan Eropa…  Tapi sungguh, alat musik-alat musik itu cantik dalam kesederhanaannya…  Menunjukkan local genius.. Pengenalan yang luar biasa terhadap alam.., karena ada yang terbuat dari cangkang makhluk laut, kulit hewan.. Kita harusnya bangga…

World Music a

Ngomong-ngomong, kapan ya di Indonesia akan dibuat Museum Musik yang memamerkan koleksi peralatan musik dari berbagai etnis di Indonesia…? Pasti butuh komitmen yang luar biasa untuk membangunnya.. Karena, bangsa yang Bhinenna Tunggal Ika ini terdiri dari banyak etnis, dengan keragaman budaya yang luar biasa.., pasti punya banyak alat musik yang cantik… Buat bekal pengetahuan untuk generasi penerus, yang mungkin beratus tahun dari sekarang, seharusnya itu layak dilakukan..  Tapi melihat generasi sekarang yang didominasi oleh tentera perut.., rasanya entah laahhhh…. uuuppppsssss…, stop rasa putus asa.. just do our best ajah…***

Museum Charlie Checkpoint

Museum Charlie Checkpoint  adalah sebuah museum yang berlokasi  di Friedrichstraße 43-45, D-10969 Berlin-Kreuzber, Jerman…   Jerman…? Iya, Alhamdulillah diriku menginjakkan kaki di tempat itu pada bulan Agustus 2014..

Checkpoint Charlie 2a

Ya…, dalam hidup kadang ada banyak kejutan yang hadir tanpa direncanakan..  Aku tak pernah merencanakan untuk menginjakkan kaki di Jerman pada tahun 2014..  Aku hanya merencanakan untuk pergi ke Tanah Suci.. Tapi Allah menentukan lain… Di tahun 2014, aku alhamdulillah bisa pergi ke Tanah Suci daannn, aku juga sampai ke Jerman.  Alhamdulillah..

Museum Charlie Checkpoint  berada di pusat kota tua Berlin..  Daerah yang merupakan  perbatasan Berlin Barat dan Berlin Timur… Dulunya  di lokasi ini terdapat pintu keluar-masuk Berlin Barat – Berlin Timur, tempat pemeriksaan di perbatasan,  yang dinamakan Charlie Point.     Sekarang hanya nampak sisa-sisa tembok di beberapa lokasi..   Sisa-sisa tembok itu pun banyak yang diambil  dan dijadikan souveniers, dengan label “Berlin Wall”.    Tempat yang dulu merupakan lokasi pemeriksaan, sekarang  menjadi tempat berfoto bagi turis yang datang.., tentu dilengkapi dengan petugas yang berpakaian ala tentara Amerika Serikat..  Untuk berfoto ddi tempat itu, lengkap dengan didampingi sepasang “tentara”,  kalau gak salah ingat, dipungut bayaran  Euro $ 3.. Sekitar IDR 50 K..  Ya, samalah dengan biaya 2 kali berfoto dengan si Bapak Kuping Panjang… 😀

Checkpoint Charlie 1a

Museum Charlie Checkpoint  didirikan pada tahun 1962 oleh Dr. Rainer Hildebrandt, pejuang hak azazi manusia..  Bermula hanya dari 2,5 ruang untuk display tentang Tembok Berlin yang saat itu baru dibangun (Tahun 1953), museum ini berkembang, tidak lagi hanya menunjukkan tentang perjuangan orang-orang yang berusaha menyebrangi Tembok Berlin, tapi juga tentang Perjuangan Hak Azazi di muka bumi ini…

Entah mengapa, masuk ke museum ini ada suasana tegang…, kaku…  Ada sederet peraturan di pintu masuk…  Ada kamera  pengawas dimana-mana..  Entah kenapa, aku tidak aware kalau di museum ini tidak boleh memotret…  Dendanya (kalau gak salah ingat, lagi) Euro $ 300, setara dengan 5 Jeti..   Jadi lah aku motret-motret… Pas dikasi tahu salah seorang teman serombongan, huuuuuhhhh rasanya stress…. Gimana enggak stress, bisa lenyap uang jajan untuk selama perjalanan..  Dan begitu menghirup udara di luar gedung museum, rasanya lega…. Hahahaha…

Checkpoint Charlie a

Museum ini punya story line yang bagus, menurut aku…  Informasi dan koleksi yang di-display cukup runut… , meski dalam ruang-ruang yang sempit dan bertingkat-tingkat…  Di situ dipamerkan berbagai wahana yang digunakan orang-orang yang berusaha melarikan diri dari Jerman Timur ke Jerman Barat..  Ada yang sembunyi di dalam kap mobil VW, ada yang diluncurkan dengan menggunakan tali… Yang jelas dari apa yang dipamerkan itu kita bisa merasakan betapa kuatnya keinginan orang-orang itu keluar dari wilayah Jerman Timur, wilayah Komunis… Ada apa? Tentu karena merasa tertekan,  tidak aman, tidak nyaman..  Mungkin rasa tertekan ini begitu kuat, sehingga melihat barang-barang yang menjadi saksi bisu perjuangan mereka pun menimbulkan rasa tertekan…

Di bahagian yang baru dari museum ini dipamerkan tentang berbagai perjuangan untuk menegakkan Hak Azazi manusia.. Ada patung Mahatma Gandi (bahagian dada ke atas), ada foto-foto dan cerita tentang berbagai pejuang Hak Azazi Manusia dari berbagai belahan dunia, termasuk Aung San Suu Kyi.. Ada juga paparan tentang berbagai agama dan kepercayaan, dalam upaya agar manusia bisa saling menghormati dan menghargai..  Intinya museum ini berpesan agar Manusia di dunia ini hidup saling menghargai antar agama-agama yang ada,  berusaha mewujudkan Perdamaian Abadi dan hidup dengan Etika Global (Global Ethic).

Bila teman-teman punya kesempatan ke Berlin.., berkunjunglah ke tempat ini..  Agar  bisa mendapat gambaran betapa mengerikan hidup dalam negara yang diktator…  Betapa indah kebebasan, saling menghargai…  Semoga kita bisa belajar untuk melakukan sesuatu demi kebaikan umat manusia, bukan untuk kepentingan pribadi, golongan.. Apakah itu kelompok berdasarkan ras, etnis, mau pun agama..  Semoga yaa…  ***

Iga Bakar Cobek

Beberapa waktu yang lalu, seorang teman baik di kantor, kak Indria ngajak pergi maksi..  Kemana?  Hmmm seperti biasa, ibu yang jahil ini, sukanya ngasi saya kunci mobil, biar saya yang nyetir.., lalu dia bilang , kiri, kanan, lurus… 😀

Kali ini dia menggiring saya ke jalan Rajawali…  Ujug-ujug, setelah melewati lampu merah, saya disuruh belok kanan, parkir di depan sebuah ruko.. Saya lalu tanya, ini jual apaan, kak?  Kak Indria bilang, ayo aja lah… Pokoknya pasti suka..Hmmmmmm…

Tempat makan ini, meski di ruko, penataannya seperti warung…   Hanya ada 8 meja plastik dengan masing2 4 kursi.. Gak ada penataan yang memberi kesan istimewa..  Biasa banget…

Begitu masuk, kak Indria langsung mesan, 2 porsi iga bakar cobek + nasi, dan 2 porsi es teler… Aku mikir, buset daahh…, gak kebanyakan niyy mesannya…? 😀

Iga Bakar Cobek1Yang datang duluan…, es teler… Dalam mangkok ukuran yang lumayan banyak… 😀  Itu pikiran sebelum dicicipin… hehehehe..  Begitu dirasa…., mikirnya mau bawa pulang beberapa bungkus, ahhhhh… :D.  Es tellernya yang dikasi nama es teler cihuy ini uenak… Alpukat, nangka dan parutan kelapa mudanya, banyak… Gak pelit…  Semangkok tuhhh, gak berasa habisnya… hehehe…

Sebelum es teler lenyap masuk perut…, iga bakar dan nasi putihnya datang…  Apa siyy iga bakar cobek itu…?  Iga sapi, dibumbu sedemikian rupa, dan dibakar dalam cobek yang terbuat dari tanah liat…    Iga di dalam cobek imut-imut dengan kuah masih mendidih plus serakan rawit dan potongan tomat di atasnya, sungguh menggoda mata…:D  Saat dicicipin…, hmmm bumbunya sedap…  Tapi kalau aku perhatiin, yang dihidangin itu belum beneran iga.. Karena klo iga kan tulangnya tipis-tipis.. Tulang yang di dalam cobek itu bulat…   Tapi terlepas dari itu, dagingnya empuk, bumbunya juga mantap…

Setelah kunjungan yang pertama itu, aku ada 2 kali makan ke Iga Bakar Cobek ini..  Masih tetap belum kebagian iga alias ribs yang tipis2 itu… 😀  Mudah-mudahan kebagian klo berkunjung lagi…. 😀

Museum Batak

Tanggal 22 Desember 2014 yang lalu aku  ke Medan untuk menemani Papaku pulang kampung ke Sipirok.. Ya, tanggal 24 Desember 2014, tepat 100 hari kepulangan alm Mama, dan Papa ingin berziarah…  Jadi kami, aku, Papa adikku Ivo dan ponakan ku Ananda, berangkat ke Sipirok tanggal 23 Desember 2014.

Poda na 5

Semula kami berencana akan berangkat pagi-pagi sekali dari Medan, agar bisa singgah di Pematang Siantar untuk membeli Roti Ganda, minum teh dan makan roti bakar di kedai kopi Sedap, serta singgah di Balige   untuk berkunjung ke Museum Batak.   Namun karena sebelum berangkat Papa mengajak kami membeli mesin potong rumput pesanan salah seorang kerabat di kampung,  jadi lah kami berangkat jam 11 siang dari Medan.   Karena kami jalannya santai, dan pakai singgah makan siang di Tebing Tinggi, kami sampai di Pematang Siantar sekitar jam 4 sore,  dan tak bisa sampai ke Balige pada jam museum masih buka..  😀

Kami akhirnya menggeser rencana untuk ke museum tersebut.   Jadinya saat pulang dari Sipirok tanggal 26 desember 2014.  Hari itu kami berangkat dari Sipirok jam 06.30 pagi.  Agar aman melewati Aek Latong, kami membawa supir tambahan, salah satu tetangga di kampung, untuk menyetirkan mobil sampai di Balige dan sekitarnya.  Maklum lah, kami pergi berempat…  Nyetirnya gantian.., kalo enggak Ivo, ya diri ku..   belajar jadi supir medan, coy…!!!   Karena enggak tega ngeliat Papa nyetir jarak jauh di usia beliau yang menjelang 77 tahun..  Meski beliau merasa masih kuat nyetir…., dan merasa lebih jago nyetir di medan-medan yang menantang dibanding kami, putri-putrinya.. Hehehehe…

Gerbang a

Berangkat pagi tanpa mandi, hanya cuci muka, sikat gigi dan bebersih sekedarnya… 😀  Kami bisa sampai di Sipaholon, pinggiran Kota Tarutung sekitar jam 09.30 pagi..  Di situ kami mandi pagi di permandian air panas, air belerang, sekaligus brunch.. Puas mandi dan makan, kami lanjut perjalanan, dan sampai ke Balige jam 11 siang.

Di Balige kami langsung menuju Museum Batak yang berlokasi di Desa Pagar Batu, tak jauh dari tepian Danau Toba.. Museum Batak ini merupakan bahagian dari TB Silalahi Center…  Semacam sebuah pusat kebudayaan Batak  yang didirikan oleh Jenderal TB Silalahi di kampung beliau, Desa Pagar Batu, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir.. TB Silalahi Center merupakan sebuah kawasan yang lokasinya tidak jauh dari Danau Toba..  Di kawasan itu terdapat Museum TB Silalahi, Museum Batak, Huta Batak..  Ada juga beberapa sarana pendukung…  Terus kami kemana aja…?

Museum TB Silalahi 2 a

Begitu masuk, kami menuju gedung yang  kami temui pertama kali saat masuk ke kawasan…  Museum TB Silalahi..  Apa isinya…?  Di bagian depan terdapat deretan foto-foto presiden Indonesia, dari pertama sampai akhir…  Lalu, dilanjutkan dengan cerita tentang riwayat hidup seorang TB Silalahi, dan koleksi-koleksi pribadi, seperti pakaian untuk berbagai kesempatan, jam tangan, pena, handphone, ijazah dan diploma-diploma serta berbagai penghargaan..  Juga souveniers dari berbagai negara yang pernah dikunjungi dan cendera mata yang pernah diberikan kolega-kolega beliau dari berbagai negara…

Huta Batak a

Keluar dari Museum TB Silalahi, kami menuju Huta Batak…   Apa itu Huta Batak…? Itu sebuah kawasan, yang di dalamnya ada 7 unit rumah adat Batak yang sudah tua…  Tapi masih cantik dan sangat terawat..  Miniatur perkampungan orang Batak..  Di situ juga ada 2 unit kuburan batu..  Ada juga pangulu balang di pojok kawasan huta Batak, dan ada si Gale-gale di depan salah satu rumah Batak…

Apa itu Pangulu Balang…?  Temen-teman baca sendiri ya di pic ini…  Biar jelas…  😀 Pangulu Balang 1

Ngomong-ngomong soal Pangulu Balang…, Papa ku pernah membuat tulisan tentang kampung kami Sibadoar yang hikayatnya  juga punya Pangulu Balang.. Tulisan itu bisa teman-teman bisa lihat di Cerita Rakyat Tentang Marga Siregar dan Bonabulu Huta Sibadoar (11). Tapi ini aku kutipkan…

Huta Sibadoar “tempo doeloe” ada penjaganya yang dikenal dengan nama “pangulubalang”, konon satu-satunya huta di Luat Sipirok na mar pangulubalang. Pangulubalang adalah patung batu (di gorga) bentuk manusia mini. Konon patung itu sebelumnya “di-isi” dengan jasad manusia yang sengaja dikorbankan dan diolah sedemikian rupa khusus untuk membuat “pangulubalang”. Pangulubalang pada saat-saat tertentu (periodik) di-pele (diberi makan) oleh majikannya yang menunya berupa padi yang digonseng (bertih), telur ayam kampung, dll. Seandainya majikannya terlambat ma-mele (memberi makan), ada harapan telur ayam sekampung yang sedang dierami akan “bayuhon” (tidak jadi menetas) karena sebelumnya telah disantap oleh pangulubalang. Roh manusia yang jasadnya ada dalam pangulubalang, dipercaya dapat berfunggsi sebagai penjaga huta. Jika ada musuh (zaman doeloe sering kejadian) mau menyerbu masuk huta, ataupun akan timbul wabah kolera (begu attuk) dan lain-lain bencana, maka sebelumnya oleh pangulubalang akan diberikan peringatan-peringatan dini dengan tanda-tanda umpamanya, semut-semut merah bermunculan disekeliling huta secara menyolok, dan atau tanda-tanda alam lainnya yang tidak lazim, bahkan katanya suara-suara aneh yang bersumber dari pangulubalang. Berdasarkan ini semua (majikannya biasanya cepat tanggap) orang sekampung dapat mengambil tindakan berjaga-jaga (mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya).

Terus apa itu si Gale-gale..? Si Gale-gale 2a

Si Gale-gale itu patung untuk menghibur orang yang mengalami kesedihan karena kematian anggota keluarganya.. Patung itu bisa beergerak.., menari mengikuti musik.. Kalo dulu digerakkan oleh roh yang dipanggil oleh datu..  Kalo sekarang digerakkan secara mekanik…  Di Huta Batak ini, si Gale-gale ditampilkan setiap 30 menit, kalau tidak salah..  Pengunjung bisa duduk-duduk di kursi-kursi yang terbuat dari semen di seberang rumah yang ada si Gale-galenya..  Tapi kalau mau, penonton juga bisa ikut menari.. 😀

Si Gale-gale 3 a

Oh ya, di dekat gerbang Huta Batak juga ada rumah adat Toraja… Mengapa? Karena katanya suku Toraja yang berada di wilayah Sulawesi Selatan itu punya kedekatan budaya dengan suku Batak..

Halaman Museum Batak a

Dari Huta Batak, kami berjalan menuju Museum Batak.. Karena  Huta Batak berada di belakang Museum TB Silalahi, yang sejajar dengan Museum Batak, jadi lah kami menyusuri halaman belakang Museum Batak…  Ada apa di sana? Ada patung yang menggambarkan aktivitas panen raya.., dan ada papan catur raksasa, yang tinggi buah caturnya setengah tinggi orang dewasa… Yaa…, orang Batak memang identik dengan catur dan domino.. 😀

Museum Batak a

Apa yang ada di dalam Museum Batak…? Banyak…. 😀  Selain memberikan berbagai informasi dan memamerkan benda-benda yang menggambarkan 7 unsur kebudayaan (Sistem bahasa, Sistem peralatan hidup dan teknologi, Sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, Sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial,  Ilmu pengetahuan, Kesenian, dan Sistem kepercayaan, atau agama) dari berbagai etnis Batak (Toba, Angkola, Pakpak, Mandailing dll), di museum Batak juga ada bahagian yang menggambarkan sejarah perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII, sejarah masuknya agama Kristen ke Tanah Batak, juga tentang interaksi antar agama yang ada di masyarakat Batak.

Di Museum ini juga dijelaskan tentang filosofi hidup orang Batak seperti CICAK.. What….?   Iya Cicak.. makanya di rumah-rumah adat batak, atau peralatan orang-orang Batak sering terdapat ornamen berbentuk cicak..  Apa artinya…? Dalam masyarakat Batak hewan ini adalah hewan yang mempunyai filosofi terutama dalam pergaulan. Kepercayaan para leluhur mengatakan bahwa setiap etnis Batak harus dapat bergaul dengan siapa saja tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam satu lingkungan.  Filosofi ini juga ditanamkan dari orang tua kepada anak-anaknya yang hendak merantau ke suatu daerah, anak-anak tersebut harus dapat menyesuaikan diri (adaptasi) dengan pemukiman barunya dan orang-orang disekitarnya, seperti halnya hewan cicak yang dapat menempel di dinding bangunan apa saja tanpa harus takut dan tertutup dari lingkungan di sekitarnya.

Di dekat pintu keluar Museum Batak juga terdapat tampilan tentang Poda Na Lima, yaitu prinsip hidup orang Batak yang 5.. Paias Rohamu (Bersihkan Hatimu), Paias Pamatangmu (Bersihkan Tubuhmu), Paias Paheonmu (Bersihkan Pakaianmu), Paias Jabumu (Bersihkan Rumahmu), Paias Paharanganmu (Bersihkan Halaman Rumahmu).  Di situ juga ada tampilan Nasehat Leluhur Tanah Batak, Carilah Rezeki dan Peruntungan, Carilah Kesempurnaan Hidup, Carilah Kehormatan dan Kemuliaan.. Kalau pesan-pesan ini dilakukan dengan konsep religi…, rasanya pesan-pesan ini akan menjadi pegangan yang sangat indah… Nasehat leluhur Batak a

Oh ya, makam Sisingamangaraja XII juga terdapat di kawasan ini, di bahagian depan..  Tapi kami tidak sempat singgah.. Karena tanpa sadar kami sudah menghabiskan waktu 4 jam di tempat ini.. Tak terasa..Karena tempat ini memang sangat layak untuk dikunjungi…  Tempatnya nyaman.. Story line museum-nya bagus..  Informasi-informasi yang disampaikan sangat banyak dan jelas..  Tempat ini sangat layak untuk dikunjungi, bukan hanya bagi yang di dalam tubuhnya mengalir darah Batak..  Tapi bagi mereka pencinta Budaya dan Sejarah…

Dari informasi yang saya dengar di sana, Museum ini merupakan Museum milik pribadi (non pemerintah) yang terbaik di Indonesia.  Saya gak bisa kasi komentar tentang hal ini.. Secara saya baru mengunjungi 4 museum pribadi saja di Indonesia, yaitu  museum ini, Museum Rahmat di Medan,  Museum Sapoerna di Surabaya. dan Museum Kata di Belitung Timur.  Tapi memang informasi yang ada di Museum Batak ini jauh lebih kaya dan dalam maknanya, karena menyangkut sebuah etnis..  Dan menurut saya, story behind the object yang ditampilkan juga jauh lebih bagus dibanding Musee’ de Louvre di Paris..  Sungguh… Dan sebagai peminat sejarah dan budaya, berkunjung ke tempat seperti ini buat Papa dan kami anak-anaknya merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan..   Semoga kami bisa segera jalan-jalan bersama Papa lagi, segera…  Doain ya teman-teman.. ***

Kata Pengantar Kamus Angkola Indonesia Cetakan Ke2

Teman-teman, ini saya salinkan Kata Sambutan yang ditulis ibu Susan Rodgers untuk Kamus Angkola Indonesia Cetakan Ke-2.  Beliau adalah  seorang antropolog berkewarganegaraan Amerika, yang pernah melakukan penelitian tentang Budaya Batak.  Beliau pencinta Budaya Batak, dan bersama beberapa temannya menetap di Sipirok pada tahun 1970-an saat melakukan riset untuk program masternya.  Dan beliau sangat fasih berbahasa Angkola.  Sepertinya Bahasa Angkola adalah bahasa kedua beliau setelah bahasa ibunya, Bahasa Inggris.  Saya bisa melihat itu saat beliau berkomunikasi dengan Papa saya, pada waktu kami bertemu di bulan Juni 2013 di Medan.  Hal itu sempat membuat saya merasa malu… 😀

Susan Rodgers 1aKebetulan saya menjadi jembatan proses komunikasi antara Papa saya dengan ibu Susan, yang telah diberi marga Siregar oleh tetua Adat Sipirok pada tahun 1970-an (makanya saya memanggil beliau dengan BOU dalam komunikasi-komunikasi kami).  Saya biasanya ditugaskan menyampaikan pikiran dan pendapat Papa saya ke ibu Susan dalam bentuk email.  Juga menyampaikan permohonan agar beliau bersedia memberi kata pengantar untuk kamus ini.  Begitu juga sebaliknya.  Jadi Kata Sambutan beliau yang aslinya dalam Bahasa Inggris, dikirimkan ke saya untuk diteruskan ke Papa untuk kemudian dilampirkan di bahagian awal kamus.  Dan versi Bahasa Indonesia yang juga ditampilkan di awal kamus, adalah terjemahan yang sudah beliau periksa dan mendapat pesetujuan..  Untuk teman-teman ketahui, beliau meminta softcopy draft kamus dikirimkan kepada beliau sebelum beliau menulis kata pengantar.  Jadi ada proses yang beliau lakukan sebelum menulis kata pengantar ini..

Mengapa saya menyalinkan Kata Sambutan ini di blog saya…?  Agar kita, terutama generasi muda Angkola bisa melihat, memahami bahwa Bahasa Angkola itu pernah begitu maju.. Kemajuan itu pasti disebabkan adanya orang-orang cerdas, orang-orang intelek..

Selamat menikmat…  Semoga terinspirasi…

 KATA SAMBUTAN EDISI KEDUA

 Sekali lagi ini merupakan suatu kehormatan bagi saya diminta untuk  membuat Kata Sambutan pada Kamus Angkola/Indonesia yang  sekarang hadir dalam edisi kedua dengan revisi penambahan 500  kata baru. Seperti yang pernah saya sampaikan pada tulisan pembuka saya di edisi pertama kamus ini, yang terbit tahun 2004 lalu, kamus  seperti ini akan sangat dibutuhkan oleh orang Tapanuli dan Angkola  di berbagai kota, para generasi muda yang ada di daerah tersebut, dan dalam jagad keilmuan seperti linguistik, antropologi, sastra dan lmu  pengetahuan sejarah di Indonesia dan seluruh dunia. Kamus ini disusun dengan cermat setelah dilakukan kerja lapangan dan  pengujian dari buku-buku penting yang berkaitan dengan pembuatan  kamus ini, seperti novel berbahasa Angkola yang terbit tahun 1920an  yaitu novel Sitti Djaoerah,  yang tentunya tidaklah dibuat hanya untuk  menjadi buku yang menyimpan banyak kata namun dibiarkan berdebu  di rak buku.  Kiranya, kamus seperti Kamus Angkola/Indonesia ini dapat  menjadi katalisator yang memperkaya khasanah Bahasa Indonesia  dalam  kehidupan masyarakat saat ini dan juga masyarakat  dari berbagai  latar belakang.

Kamus seperti ini juga dapat membantu para siswa disekolah.   Mereka dapat menemukan betapa banyaknya buku-buku bahasa  Angkola di Tapanuli dan Medan yang dibuat selama masa  penjajahan  Belanda, sejak tahun 1910an sampai awal tahun  1940an.  Saya sangat berharap  buku-buku luar biasa sejenis  ini juga dapat dicetak ulang.

Selain itu, kamus yang luar biasa dan memuat ilmu pengetahuan luas  seperti kamus ini, memiliki sisi estetik berbahasa orang Sumatera yang  baik, juga dapat membantu para sarjana kita di Indonesia. Dan lebih  dari pada itu,  kamus ini juga bisa melestarikan kembali atau  menjaga  naskah-naskah penting pada masa lampau.  Pada masa dahulu itulah bahasa seperti  bahasa Angkola Batak  digunakan secara intensif pada novel, koran, buku  pelajaran dan  cerita rakyat. Karya sastra dengan bahasa daerah seperti inilah  yang kurang dikenal sekarang, bahkan di Indonesia.  Novel modern berbahasa  Indonesia seperti novel M. Rusli  Siti Nurbaya  dan novel milik Sipirok sendiri,  Azab dan Sengsara (oleh Merari Siregar) merupakan bacaan populer  untuk  para pembaca umum dan siswa sekolah menengah,  namun novel berbahasa Angkola dan novel berbahasa jawa  (misalnya) tidak dikenal luas.  Kamus seperti inilah yang dapat membantu para pembaca  mencerna bahasa  atau kata yang ada dalam buku atau novel  terbitan  lama tersebut, yang tidak hanya dapat mengetahui  sekedar  katanya saja tapi juga sisi estetik dari  makna kata  atau bahasanya bagi seluruh pembaca di Indonesa maupun  di dunia.

Ada hal baru pada Kamus Angkola/Indonesia edisi kedua ini,  yaitu interaksinya  yang baik terhadap beragam daftar dan  level pidato (bahasa) Angkola.  Para peneliti kamus tidak hanya mencari dan merangkum  bahasa dan  percakapan Angkola sehari-hari tetapi juga  beragam hal mengenai seni  berpidato yang tinggi,  sahut menyahut osong-osong dan senandung ratapan  andung.  Dalam hal ini penulis menggambarkan secara mendalam tentang  novel-novel berbahasa Angkola yang terbit sejak tahun 1910an  sampai 1930an  (yaitu pada karya M.J. Sutan Hasundutan  Sitti Djaoerah, yang sudah disebutkan  diatas,  dan juga karya Sutan Pangurabaan Pane Tolbok Haleon). Mereka juga menggambarkan karya lama seperti milik Willem  Iskandar Si Bulus-Bulus, Si Rumbuk-rumbuk;  buku-buku sekolah dialek  Mandailing dasar yang pertama kali  diterbitkan pada tahun 1872. Buku tersebut sudah tersebar luas diseluruh Padangsidimpuan  dan Sipirok,  karena dialek Mandailing cukup dekat  dengan dialek Angkola.  Buku sekolah tersebut diajarkan pada generasi muda hingga  akhirnya dilarang  oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang  menganggap bahwa buku itu merupakan  buku pemberontaK—Belanda menganggap bahwa ayat-ayat yang ada pada Si Bulus-Bulus dikutip kembali secara rahasia di seluruh Tapanuli Selatan sebagai perkumpulan yang melawan dominasi  politik kolonial.  Setelah Revolusi Nasional, Willem Iskandar  tidak hanya membahas mengenai  lagu pujian untuk Tapanuli  Selatan  tapi juga tentang perjanjian ekonomi dan  politiknya yang kembali disusun.

Seperi kebanyakan kamus pada umumnya, Kamus Angkola/ Indonesia sebelumnya juga sudah pernah diterbitkan.  Angkola en Mandailing Bataksch-Nederlandsch Woordenboek karya  H.J. Eggink terbit tahun 1936 merupakan kamus Angkola klasik.  Tetapi sebagai seorang sarjana Belanda yang bekerja di zaman  kolonial, Eggink ternyata tidak menyentuh akses ke upacara horja   yang banyak menampilkan seni berpidato ritual yang tinggi.   Namun hal tersebut dialami oleh ke empat peneliti kamus  berikut ini;  Arden Siregar, gelar Baginda Habiaran;  Panangian Pane gelar Mangaraja Habonaran;  Dr. Aristides Marpaung; dan Parningotan Siregar gelar Baginda  Hasudungan Ompu Raja Oloan. Mereka menikmati upacara horja  itu secara langsung, karna mereka sendirilah si orator ulungnya.  Sayangnya sejak terbitan edisi pertama tahun 2004,  Mangaraja Habonaran, Dr. Aristides Marpaung dan Baginda  Hasudungan Ompu Raja Oloan telah meninggal dunia.  Beberapa warisan mereka akan selalu hidup pada proyek kamus  yang membanggakan ini, khususnya bagi generasi muda seluruh dunia.

Bapak Arden Siregar bergelar Baginda Habaran, yang berusia  74 tahun pada bulan Mei 2012, diberi kehormatan untuk membawa  hasil penelitian tim ke edisi kedua kamus ini. Sebagai pembaca, kami  berhutang rasa terimakasih kepada tim yang telah membantu  kami untuk menyambung kelezatan sebuah bahasa yang mana  novelis tahun 1920an Sutan Hasundutan pernah sekali berkata  “tabo”—benar-benar lezat!

Susan Rodgers, Ph.D. Professor, Anthropology, and W. Arthur Garrity, Sr., Professor Department of Sociology and Anthropology College of the Holy Cross Worcester, Massachusetts 01610 USA

Mengurus Izin Beredar Sparky…

Tanggal 23 Januari 2015 ini si Sparky, yang selalu mengantarkan ku dari rumah ke kantor dan ke tempat-tempat lain di sekitar Pekanbaru genap 7 tahun menjadi milikku.. Sudah tua juga, yaa… Biasanya kalau di neraga maju, kendaraan itu usia pakainya 5 tahun saja.. Setelahnya harus ganti…  Mau siyy ganti…, tapi entar dulu yaa…  ada prioritas lain juga yang harus diurus…  Sebagai PNS, yang pure, sudah beberapa tahun gak bisa nyambi seperti sebelum-sebelumnya, ya berat lah klo harus ganti mobil dan ngurus kepentingan lain di saat yang sama..  😀

sparkyIya…, jadi ingat asal usul si Sparky..  Si Sparky ini dibeli secara patungan dengan adik ku David Siregar.. David yang kasi uang mukanya, aku bayar sisanya dengan cara mencicil.. Sumber uangnya…, dari hasil kerja sebagai agen asuransi…  Yuuupppp, I was agent for a well-known insurance company for 5 years.. Lumayan yaaa… Tapi akhirnya gak bisa lagi meneruskan, karena kerjaan yang sekarang ini menyerap banyak waktu, pikiran dan tenagaku… 😀

Balik ke pokok bahasan.. Untuk sebuah kendaraan bisa beredar di jalan umum, sang pemilik harus membayar Pajak Kenderaan Bermotor..  Biasanya ada dua jenis tuuhhh… Pajak tahunan dan pajak 5 tahunan..

Pajak 5 tahunan biasanya diikuti dengan penggantian Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau plat…  Untuk mengurus pajak jenis ini, mobil harus dicek nomor mesin dan nomor body-nya…  Kalau untuk pajak tahunan, lebih simple.. Hanya bawa dokumen-dokumen, seperti salinan Surat Bukti Pemilik Kenderaan Bermotor (BPKB), plus nunjukin yang aslinya, Surat Tanda Nomor Kenderaan (STNK) yang asli dan salinan, juga KTP asli dan salinan pemilik kenderaan..

Jadi klo ulang tahun kepemilikan mobil, itu artinya saatnya bayar pajak.. Klo telat dendanya besar.. Kalo gak bayar, ya mobil gak boleh beradar di jalan.. 😀

Sejak tahun kedua membayar pajak Sparky…, aku melakukannya sendiri..  (pajak tahun pertama (tahun pembelian), kan diurus oleh dealer…).  jadi aku bisa merasakan bagaimana layanan pengurusan pembayaran pajak ini semakin mudah dan cepat…

Dulu, setelah ngantri di loket kita akan dikasi form yang harus kita isi.. Kadang ngisinya juga bingung… 😀  Tapi sekarang lebih mudah.. Caranya… ?

PERTAMA, Bawa aja semua dokumen-dokumen asli ke kantor SAMSAT… Fotocopy dokumen-dokumen tersebut di jasa layanan fotocopy yang ada di samping kantor SAMSAT tersebut.  Mereka akan membuat salinan sesuai kebutuhan… Upahnya hanya Rp.3.000,-.

KEDUA, Bawa ke loket pendaftaran…  Dari loket pendaftaran kita akan dikasi formulir yang sudah berisi data kita dan mobil kita.. jadi gak perlu nulis lagi… 😀

KETIGA, Dari loket pendaftar kita disuruh ngambil nomor antri di mesin yang tersedia.. Ada 3 (pilihan) kalau tak salah.. Antrian pajak tahunan, pajak 5 tahunan, dan penerbitan STNK baru..  Setelah dapat nomor antrian, silahkan duduk manis di kursi-kursi yangtersedia di depan loket.. Ruangannya luas dan sejuk.. Jumlah kursi cukup banyak… 😀

KEEMPAT, Saat nomor antrian kita dipanggil ke loket yang sesuai dengan jenis pajak yang akan kita bayarkan, serahkan semua dokumen yang ada di tangan kita.. Lalu mereka akan mengecek data kita di komputer.. Menyebutkan besaran pajak yang harus kita bayar..Setelah kita bayar di tempat tersebut, mereka akan memprint STNK baru, yang merupakan bukti bahwa kita sudah bayar pajak.. SELESAI..

Simple dan cepat.. Pagi ini, mungkin kebetulan karena yang antri gak banyak.. Waktu yang aku habiskan untuk menyelesaikan urusan pajak ini gak sampai 15 menit.. Keren kan…?

Buat DISPENDA PROVINSI RIAU dan SAMSAT KOTA PEKANBARU, 2 thumbs up…  Masyarakat senang lah.., Mau bayar pajak (nyerahin duit buat daerah) gak perlu ngabisin banyak waktu, apa lagi harus pakai calo..

Semoga kedepannya bisa bayar online yaa.. Terus tinggal bawa bukti pembayaran online ke kantor SAMSAT buat ambil print out STNK baru..  Semoga-semoga…

Sate Karang…

Ini cerita tentang kunjungan yang dilakukan pertengahan April 2014… Udah lama yaaakkk….  Iya niyy teman-teman, hampir 3 tahun aku sibuk dengan pekerjaan dan melakukan banyak perjalanan, tapi banyak juga yang belum ditulis..  Ini sedang diusahakan menulisnya satu per satu… Agar bisa berbagi cerita dan informasi…, dan siapa tahu ada yang nawarin buat travelling turs nulis… Hahahaha… Amiin…  😀

So, apa ceritanya niyyy  si sate Karang…?

Diriku mengenal sate karang kira-kira 14 tahun yang lalu… Lamenye sudaahhhhh…. cakap Melayu  Saat itu aku lagi sekolah di Yogya, kost di Pogung, dan berteman dengan Anna, yang juga berasal dari Pekanbaru, Mimi, teman kuliah S1 Anna, dan Veni Moenif, our rantang…  Kami biasa pergi makan malam bareng, terutama nge-capjay di Jl. Kaliurang di sekitar Graha Saba..

Suatu malam, gak lama setelah magrib.. Anna dan Mimi datang ke tempat kost, terus bilang, “Kak Sondha, makan sate kerang yuukkk” (demikian pendengaranku menangkapnya saat itu).  Begitu aku mengiyakan ajakan mereka, kami pun keluar rumah, dan menjemput Veni di kos-kosan.  Anna menggonceng Veni.  dan Mimi bilang dia aja yang bawa motorku, karena aku gak tahu lokasinya..  Btw, itu bukan motorku.., itu mootor pinjaman dari adik ku David, dink… :D.  Saat itu aku herannya, kenapa Mimi bilang aku gak tahu lokasinya yaa.. Bukannya sate kerang sepertinya ada dekat jembatan sebelum Hotel santika..   Tapi karena berpikir mereka tahu tempat makan yang baru, aku manut aja…

Tapi ternyata jalannya enggak ke arah tugu…  tapi ke arah selatan Kota Yogya…, yang lama-lama ngebingungin aku..  Aku kehilangan orientasi… Secara udah malam, gelap…  Aku lalu nanya ke Mimi, emang mau keman siyyy.. Dengan nyebelinnya, Mimi bilang, “Diam aja lah, kak.. Pokoknya enak…”   Bussseeetttt daaahhhh….  😀

Tapi saat aku amat-amati, kok sepertinya kami itu di Kota Gede yaa..  Karena ada beberapa bahagian jalan di  Kota Gede yang khas, dan aku ingat..  Saat aku tanya lagi, apa kami mau ke sate kelatak, Mimi  sambil ketawa-ketawa bilang bukaann… Sepertinya dia menikmati kebingungan ku… Aseeeemmmmmm….

Setelah naik motor sekitar 30 menit… Jauh euyyyy… motor akhirnya dihentikan.. Di pinggir lapangan… Bikin diriku makin bingung, dan bertanya-tanya, apa iya ada jual seafood di pojok negeri dalam gelap gulita begini… Hehehehe…  Aku akhirnya nanya sama Mimi dan Anna, kami ini sedang dimana, dan mau makan apaan…

Sate KarangBocah-bocah gendeng itu sambil senyum-senyum bilang, “Kak Sondha, ini di pinggir lapangan di Kota Gede.  Kita mau makan sate Karang… ” Oaaalllaaahhhhhh…. Salah dengar…, aku pikir sate kerang…  😀

Aku lalu bilang, apa hebatnya siyy niyy sate sampai dibela-belain pergi jauh-jauh naik montor, malam-malam pula…  Para bocah gendeng itu bilang, ayo dicoba aja… 😀 Yoo wissss, aku nurut aja… Juga pesanannya apa, aku nurut ajaaaa…

Kami lalu duduk di tikar di pinggir lapangan.., tanpa atap.. Klo ujan, ya sudah kehujanan…  Aku lalu mengamati.., di pinggir lapangan, gak jauh dari tempat kami duduk, ada 3 buah gerobak.. Yang satu gerobak tukang sate, lengkap dengan bara buat bakar sate..  Yang satu aku lihat sepertinya tukang lontong…, soalnya sibuk motong-motongin lontong daun.. Gerobak yang satu lagi jual wedan ronde…

Saat makanan yang dipesan, dihidangkan, aku terheran-heran.. Kok banyak banget piringnya… Ada yang isinya sate, ada yang isinya lontong dengan kuah lodeh tempe..  Juga ada wedang ronde… Aku nanya sama para bocah gendeng, kenapa mesannya banyak banget..  Kan gak semua harus makan sate trus makan lontong juga… Kesannya kok kita kaum gembili banget…. 😀 Para bocah gendeng itu ngakak… Mereka lalu menjelasakan klo itu lah istimewanya Sate Karang…  Sate dihilangkan dengan lontong yang disiram sayur lodeh… Oaalllaahhhh…. Ngono toohhh…

Tapi memang rasa satenya enak… Dagingnya lembut dan bumbunya juga berasa.. Lontong daunnya juga lembut, kuah lodehnya lumayan enak…  Buat orang Sumatera, yang makanannya biasa berbumbu, lodeh ala Jawa yang bumbunya tipis, memang tak terlalu istimewa…   Tapi karena unik, Sate Karang ini jadi selalu terkenang-kenang.. Apa lagi saat pertama kali, kayak dibawa kemana gitu… 😀

So, karena selalu terkenang-kenang, setelah kembali ke Pekanbaru di akhir tahun 2001, dan lumayan sering ke Yogya, aku kadang terpikir juga untuk kembali menikmati Sate karang..  tapi baru dua kali kembali ke sana..  Sekitar akhir Maret Tahun 2011, dan Pertengahan April 2014..

Akhir Maret Tahun 2011, aku pergi lapangan di Kota Gede itu dengan Ika dan Ika, staff-nya mba Widya Nayati, yang saat itu Kepala Pusat Studi Kebudayaan.  Kami pergi malam hari, khusus ke sana…   Sedangkan pertengahan April, aku pergi dengan salah satu kenalan, sesama peserta rapat, yang berasal dari Pontiianak, dan kami perginya sore hari…  Pada tahun 2014, tempat duduk pembeli sate udah dikasi terpal…, sehingga kalau hujan ndak kehujanan…  Tahun 2011, seingatku belum..

Oh ya, berapa harga se porsinya aku sudah gak ingat… Gak nyatat… 😀

Bagi teman-teman yang mau ke sana…, gak usah bingung… Ada banyak petunjuk jalan menuju Kota gede dari Pusat kota Yogya.. Sampai di Kota Gede, teman-teman tinggal tanya dimana Lapangan Karang.. Tapi ya itu… Nyarinya jangan siang2.. Satenya jualan sejak sore hari, sekitar jam 17-an, sampai malam…

Selamat berburu Sate Karang…

Anna, Mimi dan Veni, para bocah gendeng (saat itu), I miss you so much… ***

Kamus Angkola – Indonesia

Ini Kamus Angkola -Indonesia, cetakan ke-2, hasil karya Papa ku dan teman-temannya…   Salah satunya adalah almarhum Opung Baginda Hasudungan Siregar, salah seorang raja adat dari Bunga Bondar..

Kamus Papa

Pada cetakan ke-2 ini terdapat tambahan sekitar 500 kosa kata terhadap kamus cetakan yang pertama…   Dan dalam proses penyusunannya, Papa bekerja sendiri karena ketiga teman beliau sudah mendahului beliau…

Susan RodgersKata Pengantar di Kamus Cetakan ke-2 ini, sama seperti di cetakan pertama, diberikan oleh namboru bule :D, Prof. Susan Rodgers, seorang pencinta budaya Batak dari College of Holy Cross..  Alhamdulillah pada tahun 2013 yang lalu saya sempat mendampingi Papa bertemu dengan beliau yang singgah di Medan, saat beliau dalam perjalanan ke Bali untuk mendampingi mahasiswanya melakukan study tentang kain tradisional..

Sebenarnya ada satu kerja besar lagi yang harus dilakukan…. Apa? Menyusun versi sebaliknya… Kamus Indonesia – Angkola…  Tapi Papa kayaknya belum punya semangat ke arah sana…  Sepertinya dikerjain oleh seorang teman baiknya membuat beliau sebel, dan belum pulih…

Ceritanya, setelah kamus beliau jadi, salah seorang kenalan baik, dongan sahuta, yang saat itu berkiprah di lembaga legislatif di kampung minta agar Papa memperbanyak kamus tersebut untuk didistribusikan ke sekolah-sekolah di Kabupaten Tapanuli Selatan, dan akan mendapat penggantian uang cetaknya dari dana APBD setempat.. Papa lalu menyerahkan beberapa ribu eksemplar ke orang tersebut, tapi sampai hari ini, ketika orang itu sudah tak lagi menjadi anggota legislatif, uang pengganti cetak itu tak pernah kembali..  😀  Sempat siyy Papa minta temannya yang lain lagi untuk ngecek ke Pemda, apakah memang sudah ada anggaran untuk itu dan bagaimana perkembangannya..  Menurut teman Papa itu, uangnya sudah dianggarkan, bahkan sudah lama dicairkan…   entah siapa lah yang menerimanya.. 😀  Tapi hasil pengecekan Papa ke beberapa kenalannya yang berkiprah di dunia pendidikan di huta, sekolah mereka ada menerima kamus tersebut..

Kami, anak-anak Papa,  sudah bilang ke Papa untuk mengikhlaskan saja.. Yang penting kan bukunya sudah sampai di sekolah-sekolah., semoga bisa bermanfaat bagi generasi muda di sana…  Beliau setuju, dan berusaha melupakan uang beliau sekian puluh juta tak kembali…  😀  Tapi ada yang tinggal di pikiran dan hati beliau… Beliau bilang, “Ngerinya negeri kita ini ya…. Orang tak lagi menghargai karya orang lain, yang dibuat bertahun-tahun dengan penuh cinta dan dedikasi…  Meski itu orang yang dia kenal..”

Ahhhh kalimat beliau itu membuat ingatanku melayang pada pemandangan yang sering ku lihat saat pulang ke rumah…  “Papa yang selalu membaca berbagai literatur bahasa Angkola, lalu mencatat kosa kata baru yang beliau temukan, mencari maknanya…  Lalu dengan tekun menghadapi laptop (mula-mula dulu komputer) di meja kerjanya menyusun kata-kata demi kata…  Dan itu bertahun-tahun”

Tapi aku yakin, suatu saat kamus ini akan jadi sesuatu yang sangat berharga di dunia pendidikan, dunia sastra Angkola..    We proud of you, Pa…***

PS ;  Buat teman2 yang ingin mengoleksi kamus ini, bisa menghubungi saya di FB : sondha. Harga Rp.150rb/eksemplar + ongkir (ongkir  dapat teman-teman cek di sini http://www.jne.co.id/)  ***

Berhati-hati…

dandelionsJangan biarkan diri kita menerima pemberian dari orang-orang yang kita tahu tidak menjalankan kewajiban untuk menafkahi keluarganya…  Karena itu berarti kita mengambil apa yang seharusnya menjadi hak orang lain…

Jangan kita berbangga hati dicintai oleh seseorang, yang kita tahu seharusnya bertanggung jawab atas kesejahteraan, kebahagiaan hidup orang lain..  Karena sesungguhnya kita mengambil apa yang seharusnya menjadi hak orang lain…

Mari berhati-hati… Agar kita tidak menjadi orang yang ikut serta menyakiti hati orang lain..  Mari berhati-hati agar kita tak menari di atas derita orang lain…***

Menyusuri Sungai Rokan…

Sungai Rokan? Dimana itu…?
Sungai Rokan itu salah satu dari 4 sungai besar yang melintasi Provinsi Riau, dan bermuara di Selat Malaka.. Sungai Siak, Sungai Indragiri, Sungai Kampar dan Sungai Rokan…  Katanya siyyy dari keempat sungai tersebut, Sungai Rokan adalah yang terbesar dengan panjang mencapai 350km..

Ngapain nyusurin sungai…? Hari gini…? Kan udah tua…, gak muda lagi.. Udah gak masanya berpetualang…?
Hohohoho… Kata siapa..? Umur boleh nyaris fifty…, semangat untuk melihat sekitar teteuuupppp tinggi… 😀

Sebenarnya, ngapain siyyy nyusurin Sungai Rokan?
Saya, atasan saya, seorang senior dan rekan kerja pergi ke Desa Rantau Binuang Sakti, Kecamatan Kepenuhan, untuk melihat progress pembangunan fasilitas wisata religi di sana…  Menurut yang saya dengar, tempat ini merupakan daerah tempat lahir Syekh Abdul Wahab Rokan atau Tuan Guru Babussalam (Bessilam), seorang Ulama dan pemimpin Tarekat Naqsabandiyah..  Tempat ini direncanakan untuk menjadi daerah tujuan wisata religi…

Karena daerah tersebut baru saja usai banjir…, sehingga jalan darat yang ada tidak layak untuk dilalui…, maka kami harus melalui jalur sungai…Dari mana rutenya…?

Dari Pekanbaru naik mobil ke Pasir Pangaraian… Karena melalui jalur Petapahan, kami bisa sampai di Pasir Pangaraian lebih kurang 3 jam.. Kami berangkat sekitar jam 19.30 wib, sampai di Pasir Pangaraian sekitar jam 22.30 wib..  Di Pasir kami nginap…, besok pagi perjalanan dilanjutkan ke Koto Tengah, dengan waktu tempuh 1.5 jam..Dari Koto Tengah baru perjalanan dilanjutkan dengan jalur sungai…

Rokan1Rencananya kami akan menumpang boat milik Pemda, yang akan mengantar beras raskin..  Tapi apa daya, karena mesinnya ngadat, jadi kami harus pergi naik perahu pompong.. Perahu kayu, yang menggunakan tenaga diesel yang berbunyi pom pom pom pom…, sehingga disebut perahu pompong…  Berapa jam…? Berangkat karena meghilir, mengikuti arus sungai ke arah hilir, butuh waktu 3 jam…  Karena kami sempat menunggu upaya memperbaiki mesin boat…, kami akhirnya baru berangkat sekitar jam 11 siang…

Perahunya benar-benar imut-imut.. Jangan pikir perahunya berdinding yang bisa duduk dengan lega…   Ini perahu yang kalau tangan kita dijulurkan ke luar badan perahu, bisa langsung menyentuh air.. Kalau diisi manusia full, kapasitasnya kira-kira 10 orang..  Tapi kami berangkat berempat, ditambah pak Suhaeri dari Pemda Rohul plus Pak Kades dan tukang perahu, plus sekitar 10 goni beras raskin… 😀   Untungnya saat berangkat perahunya beratap.. Sebagian besar perahu di sungai ini tanpa atap.. Jadi penumpang langsung beratapkan langit… Kalau panas ya kepanasan…, kalau hujan, ya mandi hujan.. 😀

Gimana rasanya berada di perahu, yang kecil, di bawah terik matahari… Alhamdulillah, senang-senang aja tuuhhh… Kalau aku punya cukup informasi sebelum berangkat, tentu aku bersiap-siap dengan membawa topi pandan yang lebar, atau caping.. juga life vest… Tapi di tengah keterbatasan pun ternyata hati ini tenang saja…   Untung sun glasses yang memang selalu ada di tas tidak tertinggal..  Jadi agar terik matahari tak menyakitkan mata,  sun glasses segera dipasang..

Oh ya, sederet lagu yang ada di hp juga menjadi hiburan…  Bayangkan teman2.. Betapa nikmat dan santainya, duduk bersandar di dinding perahu yang tingginyasekitar sepinggang kita saat duduk, meletakkan tangan di tepi perahu untuk menjadi sandaran kepala… Daaaannn…. tidur sambil dibelai angin… 😀

Btw, bahagia rasanya di usia ku yang hampir 50 tahun Allah memberi jiwa yang bisa menerima situasi yang berbeda dengan yang biasa aku jalani…  Bersempit-sempit, nyaris sulit bergerak.., menyusuri sungai yang aku tak tahu berapa kedalamannya, tak membuat hati gelisah, sehingga membuat orang-orang di sekitar juga santai..  Mereka tak gelisah akibat kegelisahan seorang and only one emak-emak yang pergi bersama mereka…. 😀  Hal yang rasanya sangat berbeda dengan keadaan sekitar 25 tahun yang lalu, saat ketidaknyamanan bisa membuat air mata menitik..  Dita… , yang menyeretku untuk sampai ke Puncak Gunung Gede tahun 1988, dimana kah diri mu…? Hahaha…

Nurul

Aku dan Nurul…

Kami sampai di Desa Rantau Binuang Sakti sekitar jam 2 siang.. Pak Aslimuddin, senior di kantor yang sebelumnya beberapa kali menjadi camat, mendadak didapuk oleh Pak Kades untuk memberi kata sambutan menggantikan Pejabat Kabupaten yang seharusnya menyerahkan raskin ke masyarakat.. Pejabat tersebut seharusnya satu perahu dengan kami, namun karena sesuatu dan lain hal tak jadi datang..  😀  Sementara pak Aslimuddin memberi kata sambutan, aku duduk sebentar di tangga rumah salah seorang penduduk yang kami tumpangi sholat.. Ibu-nya Nurul, guru PAUD di desa, pemilik rumah bilang, “Ini air baru surut, bu.. Kemaren-kemaren, kalau mau nyuci ya dari pintu rumah saja.. Gak perlu turun dari rumah…” Hmmmm….

Dari desa, kami ke lokasi yang berjarak sekitar 1.5km diantar ojek…  Hmmm… naik ojek bukan cuma takut becheq.., tapi takut jatuh dan bisa bikin kaki patah… Karena jalannya benar-benar hancur akibat banjir besar dan lama…

Puisi Sungai Rokan a

Kehidupan di Sungai Rokan

Selesai ngeliat dan bikin dokumentasi apa yang kami tinjau.. Ngpbrol dengan penanggung jawab pekerjaan, kami segera kembali ke desa untuk pulang… Harus segera.. Karena berperahu untuk pulang butuh waktu lebih lama, karena mudik…, melawan aliran air sungai..  Prediksi tukang perahu butuh waktu 4 jam…

Kami berangkat dari Desa Rantau Binuang Sakti jam 16-an.. Dengan perahu yang berbeda…, perahu lain yang ditugaskan mengambil sisa raskin yang masih tertinggal di tempat kami naik perahu..  Kali ini perahunya tanpa atap..  Dan tiga orang ada penumpang lain, salah satunya seorang ibu pengumpul ikan salai (ikan asap), yang akan membawa dagangannya ke pasar di Koto Tengah.. (Bayangkan betapa hebatnya ibu ini… Menyusuri sungai di malam hari untuk menjual ikan salai, demi menghidupi keluarga… A tough woman..!! )

Perjalanan pulang, memberi nuansa yang berbeda.. Rasanya alam lebih ramah karena matahari tak lagi terik.. Juga lebih banyak kehidupan di pinggir-pinggir sungai…  Sebelum senja tiba, aktivitas di desa-desa yang dilalui lebih nampak.. Ada orang yang mandi, mencuci… Ada juga sampan-sampan kecil di tepian, yang ternyata orang menjala ikan… Ada bapak-bapak, ibu-ibu, bahkan anak usia sekolah.. Dan saat matahari telah sempurna tenggelam, masih ada saja orang-orang yang menjala ikan..

Pemandangan ini membuat aku merasa betapa beruntungnya aku.. Pulang kantor di sore hari, bisa pulang dengan santai.. Masuk rumah, nyalain pengatur suhu.., mengambil minuman yang sejuk, juga toples camilan, lalu nonton TV, atau baca buku…  Sementara di bahagian lain negeri ini, orang-orang masih mencari makan dengan menjala ikan di sungai…

Ingat minuman dingin dan cemilan, bikin perut yang keroncongan bernyanyi makin dasyat… Karena di desa gak ada yang jual makanan…, sedangkan nasi bungkus bekal saat berangkat sudah habis dalam perjalanan menuju Rantau Binuang Sakti.. Untung ada sawo pemberian ibu Nurul… Lumayan bisa ganjal perut sedikit… 😀 Alhamdulillah.. terima kasih ibu Nurul..

Puisi Sungai Rokan...

Puisi Sungai Rokan…

Pemandangan menjelang senja dan saat senja tiba di tepi sungai Rokan juga memberi nuansa yang lain… Cantik…  Alam seakan melantunkan puisi bagi para penikmat kecantikannya… Sementara ketika mentari telah lelap sempurna…, alam pun memberikan keindahan yang berbeda… Bisa kah teman-teman rasakan…, berada di atas perahu dalam kegelapan malam, tanpa cahaya lampu yang selalu menyertai kita…? Hanya cahaya bintang gemintang yang menerangi, serta suara mesin perahu dan gemercik air tersibak perahu…

Sesekali senter tukang perahu menyala,  menjawab cahaya senter dari penjala ikan yang meberi tahu keberadaannya, agar perahu diperlambat, sehingga riaknya tak menggangu aktivitas si penjala ikan..  Bahkan di sungai, dalam malam pun ada tata krama, ada sopan santun, ada sikap saling menghargai, ada toleransi..

Alam selalu punya pesona bagi mereka yang mau membuka mata dan hati untuk merasakan kecantikannya… ***

The Story of Holly Land Trip

Ini tulisan tentang perjalanan yang diriku lakukan bulan Mei 2014 yang lalu…  Perjalanan ke tanah suci.  Ke Madinah al Munawaroh lalu ke Mekah al Mukkaromah.  Semoga bisa jadi masukan bagi teman-teman, terutama yang awam, yang ingin berumroh.

Asmaulhusna1a


Perjalanan umroh yang pertama ini sangat berarti bagi diri ku.  Karena sebenarnya aku sudah mulai punya Tabungan Haji sejak tahun 2005.

Saat itu sesuai dengan pendapatan, aku setiap bulan menyisihkan sebahagian untuk tabungan haji. Namun karena selama beberapa tahun, sejak awal tahun 2007 aku mencicil si sparky, maka tabungan haji itu pun terlupakan.  Justru kakak ku yang juga mulai buka tabungan haji pada tahun yang sama dengan ku, pergi haji pada tahun 2010..

Perjalanan hidup yang bergelombang membuat aku rindu untuk pergi ke Baitullah.

Aku lalu bilang ke kakakku, bagaimana kalau kami pergi umrah bersama.. Tapi kakak ku bilang, sebaiknya  aku menggenapi dulu tabungan haji ku untuk bisa mendaftar, sehingga bisa dapat nomor porsi..  Setelahnya baru, kami pergi umrah…  Jadilah di akhir tahun 2013 aku fokus untuk menggenapi tabungan haji ku..  Lalu mendaftar…  Alhamdulillah wa syukurillah…. Meski aku harus mengantri selama 15 tahun, bila kuota haji masih seperti tahun- tahun ini, aku tetap bersyukur…  Ada teman-teman yang menyarankan agar pendaftaran haji reguler yang ku lakukan itu, dialihkan saja ke ONH Plus, biar lebih cepat.. Antriannya katanya hanya 5 tahun.. Tapi aku sampai saat ini masih bertahan di kelompok reguler, karena aku ingin kalau pergi haji bisa 40 hari.. Belum mau pergi haji hanya 2 mingguan di sana…  Pengen berlama-lama di sana…  Semoga Allah membuka pintu rezeki bagiku agar bisa segera pergi haji,  yaaa….

Lalu mulai awal tahun 2014, aku dan kakak ku mulai mencari-cari informasi tentang travel umroh.., serta mencari-cari kemungkinan waktu untuk aku cuti dari kantor.. Karena tugas ku di kantor itu ada sepanjang tahun…  😀  Tapi dari hasil diskusi dengan pimpinan ku, beliau menyarankan aku untuk berangkat setelah bulan Maret..  Dan setelah mencocokan paket-paket yang ditawarkan dengan kesesuaian jadwal, kami memutuskan untuk ambil paket yang berangkat di awal Mei 2014…

Apa pertimbangan untuk mengambil paket tersebut…?  Ada beberapa hal…

Pertama, agen dari travel umroh yang ada di Jakarta itu kenalanku..  Meski gak terlalu akrab, tapi kami kenal cukup baik..

Kedua, paket yang ditawarkan 15 hari.. Itu paket yang terlama dari yang ditawarkan travel-travel yang aku lihat-lihat..
Aku dan juga kakak ku menginginkan kita selama mungkin di tanah suci.. Toh, pimpinan ku mengizinkan.. 😀

Ketiga, karena itu paket promo, jadi harganya relatif murah dibanding paket-paket yang aku lihat..

Lalu apa saja yang aku siapkan sebelum berangkat umroh..? Selain menyiapkan hati, tentunya…

Sebagai perempuan…, aku harus mempertimbangkan siklus biologis ku…  Karena dengan waktu yang hanya 15 hari pulang pergi, tentu aku ingin bisa full beribadah..  Jadi sebulan sebelum berangkat aku pergi ke dokter obgyn, alias spesialis kandungan..  Kebetulan oleh menantu kakak ku, yang bekerja di Rumah Sakit Awal Bross Panam, Pekanbaru, aku direkomendasikan ke dokter kandungan perempuan, yang berjilbab syar’i..  Alhamdulillah beliau sangat membantu.., bahkan beliau memberikan pin BB nya agar bisa dihubungi bila kita butuh masukan…  Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap kondisiku, dan hasil diskusi kami,  si ibu dokter memberi aku resep pil KB.. Jumlah yang diberikan tidak 30 butir, tetapi lebih untuk mengantisipasi perlunya meningkatkan dosis, karena pertimbangan kondisi tubuh ku..

Bagaimana dengan pakaian…? Sesuai dengan masukan dari sahabat-sahabatku yang sudah pergi umroh, aku tidak membawa banyak baju.. Jadi apa saja yang aku bawa…?

Beberapa lembar baju yang bahannya sangat ringan (aku bawa empat lembar)  plus legging bahan kaus yang menyerap keringat;  Sekitar 2 buah baju dengan bahan katun;  4 buah mukena (atasannya saja) yang ringan dan adem, plus sajadah kecil; 1 gamis putih dan 1 buah mukena putih, niatnya buat saat umrah.  Tapi ternyata gak harus kok…Jilbab atau kerudung cukup 3 buah saja, termasuk yang dipakai saat berangkat;
Beberapa kaus kaki; Sepatu sendal yang nyaman buat jalan kaki;  Sling bag (tas sandang menyilang badan) yg kecil,
yang tidak menghalangi saat berdesak-desakan saat tawaf dam umrah, dan gak perlu dilepas saat sholat.  Tas ini buat menyimpan dompet, dan buku cacatan doa; Biasanya travel memberikan sling bag, tapi buat aku rasanya kebesaran.. Menghalangi kalau gak dilepas saat sholat. Tas kain untuk bawa Al Qur’an dan tempat air minum. Kantong tempat sepatu; Sun glasses, lip balm, cream pelembab kulit, tissue basah, tissue kering, dan toilet paper (kertas untuk alas duduk di toilet umum); Beberapa buah gantungan baju, seperti yang biasa kita dapat dr laundry. Jadi gak merasa rugi kalo harus ditinggal saat pulang; 😀 dan beberapa perlengkapan pribadi lainnya…

Kok jilbab cuma tiga…? 😀

Jadi selama di tanah suci, kita kan aktivitasnya hanya mundar madir ke masjid Nabawi dan masjdil Haram.. Kalau ada yang mau dibeli biasanya juga dalam perjalanan menuju atau sepulang dari sholat di masjid.  Jadi busana yang nyaman adalah, baju yang ringan, lalu pakai mukena yang juga ringan, plus kaus kaki…  Jadi baju katun yang dua dan jilbab itu dipakainya saat travel membawa kita berkunjung ke berbagai masjid, saat di Madinah.. Juga saat diajak berkunjung ke Jeddah.., dan saat kembali ke tanah air..   Baju yang ringan, seperti juga pakaian dalam, mudah dicuci dan dijemur di kamar mandi hotel.. Kalau mau nge-laundry juga bisa siyy… Tapi saran saya, gak perlu kita bawa mukena cantik yang bordirnya besar-besar.. Beraaattt….. 😀

Oh ya di pesawat perlu bawa apa aja?

Saran saya, bawa koper buat cabin deehhh… Apa aja isinya? Baju ganti 1 stel, peralatan bersih-bersih diri, juga handuk kecil.. Di tas tangan sediain tissue kering, tissue basah, kertas alas duduk di toilet, shawl, kaus kaki tebal, dan klo saya bawa sarung tangan tebal untuk saat tidur di pesawat biar gak kedinginan. Bawa juga cemilan kesukaan,
atau lauk kering kesukaan.. Buat mengganjal perut kalau menu yang dihidangkan gak cocok di lidah… 😀

Sesuai jadwal, kami, aku, kak Lintje, Kak Yai dan Olan, putra kak Lintje berangkat tanggal 2 Mei 2014 sore ke Jakarta. Menurut jadwal kami tanggal 2 Mei sekitar jam 23-an akan berangkat dari Jakarta menuju Jedah via Kuwait. Kenapa ke Jakarta?  Karena travel umroh yang akan membawa kami base-nya di jakarta. Dan kenapa via Kuwait? Karena paket 15 hari itu menggunakan Kuwait Airlines..

Ternyata begitu kami landing di jakarta, kami diberi tahu bahwa pesawat Jakarta – Kuwait ditunda keberangkatannya sampai besok pagi, jam 06.00. Dan seluruh penumpang akan diinapkan di salah satu hotel di Jakarta.  Hmmmm…. Secara kami tidak menyiapkan koper untuk dibawa di cabin, kami terpaksa membongkar koper untuk mengambil baju tidur dan beberapa perlengkapan pribadi untuk keperluan menginap… Kejadian yang sama berulang saat kami dalam perjalanan pulang setelah umrah…  Penerbangan Kuwait Air Kuwait – Jakarta di-delay sekian jam, sehingga kami harus diinapkan di hotel di dalam bandara di Kuwait City.

Berdasarkan pengalaman ini, saya menyarankan teman-teman yang akan pergi ke luar negeri dan akan transit, membawa koper kecil di cabin yang berisi perlengkapan pribadi kalau mendadak harus menginap.. 😀

So, setelah mengambil beberapa perlengkapan, kami pun bergabung sama puluhan orang lain calon penumpang Kuwait Air yang didelay.. Ramai banget.., karena ada juga rombongan besar yang akan ziarah ke Jerusalem.  Ada 3 bus besar yang disediakan untuk mengangkut kami ke Hotel Aston di Kawasan Pluit.  Memang, airlines menyediakan fasilitas, tapi rasanya capek lho.. Apa lagi bersama saya ada 2 orang kakak yang tak muda lagi usianya.
Dan salah satu kakak saya, punya masalah dengan saraf di tulang belakang, yang membuat beliau jalan agak bungkuk dan tak selincah orang muda.

Keesokan paginya, jam 3 pagi kami sudah dibangunkan. Karena jam 4an sudah harus ke bandara lagi..

Saat kami berangkat, ternyata kami dari Pekanbaru ada 6 orang. Yang 2 lagi sepasang suami istri. Rombongan lain sebagian besar berasal dari Purworejo, dan ada juga beberapa orang dari Jakarta. Rombongan dari Purworejo dipimpin langsung oleh agen travel yang di Purworejo, yang kebetulan seoramg ustad.  Beliau beserta istrinya lah yang memimpin rombongan kami.  Alhamdulillah setelah beberapa hari bersama, mereka mengetahui keadaan kakak saya, mereka kemudian justru menjaga kami, terutama pada saat sai…  Bu ustad tetap mengiringi saya dan kakak saya, meski kami berjalan sangat pelan, karena kakak saya sempat tertatih-tatih di beberapa putaran terakhir, namun tak mau menyerah untuk menggunakan kursi roda.  Bu Ustad akhirnya bilang, di awal perjalanan mereka tidak mengetahui kondisi kakak saya itu, tidak ada yang menyampaikan kepada mereka.. Sehingga ketika boarding di Bandara Soettta dan turun naik di Bandara Kuwait, mereka tidak sadar bahwa kami berjalan sangat perlahan, dan sempat merasa tidak nyaman karena hampir tertinggal oleh rombongan. Merasa diabaikan…

Sebenarnya ada beberapa hal yang menjadi catatan buat teman-teman bila ingin mengambil paket umroh..  Terutama yang masih awam, seperti kami…

Pertama, tanyakan betul jalur perjalanan.. Saat presentasi, kami diberi tahu bahwa perjalanan kami Jakarta – Kuwait,
lalu langsung Medinah.  Sebagai orang awam kami berpikir dari Kuwait kami akan terbang ke Medinah.  Ternyata pesawat yang mendarat di Medinah itu hanya Saudi Air. Jadi yang bukan Saudi Air mendaratnya di Jeddah..
Dari Jeddah ke Medinah itu jalan darat sekitar 5 jam. Hal ini sebenarnya tidak masalah kalau ada pemahaman sejak awal… Tapi kami tahunya hanya beberap hari menjelang keberangkatan.  Bahkan kami tidak diberi tahu bahwa penerbangan itu tidak langsung dari jakarta ke Kuwait, melainkan singgah dulu beberapa jam di Bandara KLIA, Kuala Lumpur, tanpa penumpang turun dari pesawat.  Demikian juga saat pulang.

Kedua, pastikan betul lokasi hotel tempat kita akan menginap.  Berapa jaraknya  dari Masjid Nabawi, mau pun Masjidil Haram.Kalau kita dengan usia relatif muda, dan fisik sehat, jalan 400 meter pulang pergi 4 kali sehari , 2 kali di terik cuaca padang pasir, in sha Allah tidak apa-apa.  Anggap saja olah raga… Tapi buat yang usianya tak lagi muda,
dan untuk berjalan pun tak semudah yang sehat, ini adalah hal yang betul-betul perlu dipertimbangkan.  Bila kita  rasanya butuh hotel yang lebih dekat dari yang ditawarkan travel, tanyakan kemungkinan untuk meng-upgrade hotel.
Karena ternyata umumnya travel bisa menyediakan fasilitas tersebut. Apa lagi bila kita itu perginya bersama keluarga atau teman, yang akan sekamar bersama-sama.. Kalau dianggap bikin repot, karena ada rombongan yang terpisah,
itu bukan alasan yang kuat, karena selama di Madinah dan Mekah, di luar kegiatan umrah dan ziarah ke masjid, kita lebih banyak melakukan aktivitas pribadi, ke masjid.

Kalau bisa hotel itu cukup dekat, sehingga bila kita sedang menunggu waktu sholat berikutnya tapi mendadak ingin ke toilet, atau wudhlu batal, kita bisa kembali ke hotel.  Hal ini terutama di Masjid Nabawi.  Karena toilet perempuan di masjid Nabawi lokasinya jauh di bawah, dan ada dua tingkat. Terlalu beresiko untuk turun ke sana sendiri, apa lagi di malam hari.  Sedangkan di Masjidil Haram, kalau ingin ke toilet saya keluar dari masjid, pergi ke mall yang dipojok
di depan Masjidil Haram.  Di lantai 2 ada toilet wanita.  Kebetulan setiap  saya ke sana petugasnya seorang TKW dari Indonesia, yang ramah, bernama Patma.

Apa yang saya jalani selama umroh…?
Apa yang saya rasakan…?
Saya sharing di postingan berikutnya ya teman-teman..
Ini sudah sangat larut.. Dan saya sedang berada di Pasir Pangaraian,
ibu Kota Kabupaten Rokan Hulu, . ***

Tuku dan Bulang…

Apa itu TUKU…? Apa itu BULANG….?

Buat teman-teman yang tidk berasal dari Tanah Batak, tuku dan bulang adalah hal yang asing.. Kecuali teman-teman punya pergaulan dan pernah diundang ke pesta-pesta pernikahan yang menggunakan adat Angkola dan Mandailing..

Buat diri ku yang berdarah Batak Angkola…, bulang bukan hal yang asing.. Karena di usia belia, sekitar 10 tahun, aku pernah memakainya dalam salah satu horja (acara adat) yang diadakan keluarga ku..  Meski kadang suka salah sebut dengan bulung.. 😀  Padahal artinya beda banget… Bulung artinya daun…

Tuku Bulang 1

So…., apa itu Tuku dan Bulang…?

Tuku itu topi kebesaran adat batak Mandailing dan Angkola, biasa dipakai pengantin pria…  Sedangkan Bulang itu hiasan kepala yang dipakai pengantin perempuan…

Sebenarnya pakaian pengantin Batak Angkola dan Mandailing bukan hanya Tuku dan Bulang…, tapi ada perlengkapan lainnya.. Apa aja?  Gelang besar yang dipakai di lengan atas pada pengantin laki-laki, dan lengan bawah pada pengantin perempuan.  Pada pengantin perempuan juga ada hiasan dada, berupa deretan logam berhias yang disusun di atas kain beledru…, Ada juga penutup kuku, berupa logam yang dibentuk seperti kuku yang panjang dan berhias..  Oh iya, pengantin laki-laki dan perempuan juga dihias masing-masing dengan sepasang pisau yang bernama rencong dan tapak kuda.. Rencong…? Kaya orang Aceh yaa…  Hmmm…,  perlu dicari tahu niyyy, apa ada kedekatan budaya di antara suku2 ini…

Ceritanya, beberapa bulan terakhir,  aku sering melihat status ito Ardiyunus Siregar, seorang teman di FB yang berasal dan tinggal di Sipirok, yang menyiratkan kalau beliau adalah pembuat Tuku dan Bulang..  Aku ingin melihat kerajinan yang merupakan bagian dari budaya ku sendiri… Konyol rasanya ketika aku pergi kemana-mana, melihat berbagai aktivitas yang menyangkut kerajinan rakyat sebagai warisan budaya, tapi aku malah belum sempat melihat warisan budaya ku sendiri… 😀  Jadi saat  akhir Desember 2014 aku pulang ke Sipirok untuk menemani Papa ziarah ke makam Mama dalam rangka 100 hari kepergian beliau, aku berniat untuk melihat pembuatan Tuku dan Bulang..

Masih dalam perjalanan ke Sipirok, aku berusaha menghubungi ito Ardiyunus Siregar, meminta kesediaan beliau untuk memberi diriku kesempatan untuk melihat aktivitas pembuatan Tuku dan Bulang..  Alhamdulillah beliau bersedia..  Beliau bilang rumahnya, tempat membuat kerajinan Tuku dan Bulang, berada di Jalan Padang Bujur..  Jalan itu gak asing buat kami sekeluarga..  Karena kalau lagi pulang kampung kami selalu ke Padang Bujur untuk mandi air panas..  Namun sebagaimana alamat sebagian rumah-rumah di kampung, tidak ada nomor rumah.., hanya ada ancer2nya saja…  😀

Dalam perjalanan menuju ke air panas di Padang Bujur buat mandi pagi,Papa menunjuk sebuah rumah yang kami lewati.. Papa bilang. “Itu rumah teman alm tulang Sahrin.  Sebelum tulang mu meninggal dia suka ke situ buat mancing.  Papa beberapa kali diajak ke situ, tapi belum sempat.”

Songket1

Habis mandi air panas, Papa membantuku mencari alamat tersebut…  Tapi sepertinya tak ada yang bisa memberi informasi..  Kami lalu singgah di tempat kerajinan tenun motif Angkola binaan Indosat yang juga ada di Jalan Padang Bujur.. Kami bertanya-tanya di situ, tapi mereka juga tidak bisa memberi jawaban..  Aku kembali bertanya ke ito Ardiyunus, ternyata rumahnya ya itu, yang sering dikunjungi alm tulang Syahrin.  What a small world yaa…

Aku akhirnya berkunjung ke rumah itu.. Ditemui ito Ariyunus dan istrinya.. Mereka menunjukkan berbagai hsil pekerjaan mereka yang masih dalam proses..  Mereka juga menunjukkan bagaimana mengerjakannya…  Sungguh butuh keterampilan…  Tidak ada pola (pattern) yang diikuti… Semua motif mengikuti kebiasaan dan pikiran pengrajin..  Menurut ito Ardiyunus, dia mewarisi keterampilan itu dari ayahnya, yang juga pengrajin tuku dan bulang..  Dan menurut beliau hanya sedikit jumlah pengrajin Tuku dan Bulang yang masih ada di Sipirok.. Beliau saja hanya punya 3 orang pekerja..  Dengan 3 orang pekerja, beliau bisa menyelesaikan 1 set tuku dan bulang dalam waktu 3 hari kerja..

Tuku dan Bulang

Saat saya bertanya tentang filosofi yang ada pada motif-motif yang terdapat pada Tuku dan Bulang, ito Ardiyunus bilang dia juga belum paham.. Ada generasi muda yang mau belajar tentang hal ini…? Semoga ada yaa..  Supaya bisa lebih diapresiasi…

Tapi dalam candanya ito Ardiyunus bilang, “Bulang itu hadiah orang Batak buat boru (anak perempuan)nya.., sekaligus menunjukkan martabat kepada keluarga menantunya.. Karena pada zaman dulu, Bulang itu bulan gold plated, sepuhan, tapi emas beneran.. Dan lucunya, diserahkannya borunya kepada menantunya, tapi si boru dibekali satu set pisau..” Hahahaha…

Dengan perkembangan zaman…., dimana generasi muda banyak yang keluar dari kampung untuk bersekolah, lalu menetap dan bekerja di rantau, siapa yang akan mewarisi budaya yang agung ini yaa…?  Aku sempat mendiskusikan hal ini dengan ito Ardiyunus dan istrinya..  Juga sharing tentang peluang mengembangkan usahanya ini sebagai aktivitas ekonomi kreatif.. Misalnya dengan membuat inovasi berupa barang-barang yang bisa menjadi souvenir..  Semoga Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, mau membuka mata dan hati untuk melihat pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai kesempatan untuk membangun daerah dan mensejahterakan rakyat…  Apa lagi daerah ini berada di jalur yang strategis…, di antara 2 destinasi yang banyak diminati wisatawan, Danau Toba dan Bukit Tinggi..  Belum lagi oarang-orang Batak yang merantau entah kemana-mana, pasti ingin pulang kampung untuk berlibur dan mengenalkan kampung mereka pada anak cucunya…

Buat teman-teman yang berminat untuk melihat proses pembuatan tuku dan bulang saat berkunjung ke Sipirok, atau mau pesan, silahkan hubungi ito Ardiyunus di FB-nya ardiyunus.siregar.  Atau bisa juga menghungi saya,  saya dengan seizin ito Ardiyunus akan memberikan nomor telpon beliau… ***

Ke Negeri Laskar Pelangi… (2)

Ini cerita tentang perjalanan hari ke dua dan hari ketiga kunjungan ke Belitong…, Negeri Laskar Pelangi…  Lanjutan dari tulisan yang ini

Hari kedua adalah hari bekerja…  Pada hari kedua ini dilaksanakan Rakorbang di Aula Kantor Bupati Belitung..  Jadi gak ada acara jalan-jalan.. Dari pagi sampai malam, urusan kerjaan…, bareng-bareng dengan teman-teman dari SKPD lain dan juga teman-teman dari Bappeda Provinsi Riau..

Apa yang berkesan dari rapat ini… ?  Ada dua…

Yang pertama, saat menunggu acara dimulai, ada pertunjukan musik daerah, yang dimainkan oleh 2 orang bapak-bapak tua…  Saat aku pasang fotonya di FB, ada teman yang komen.. “Kenapa yang main musik meuni aki-aki?”.. Hahahaha…

Kesan yang kedua…, snack yang disediakan pantia isinya hanya kue2 yang manis.. dan salah satunya donat… Kesannya daerah ini gak punya cukup kekayaan kuliner kue-kuean… Gak seperti di Riau.. Kue-kuenya macam-macam…, dan enak-enak… dasar si perut karet

Rumah Makan Pribumi a

Tapi saat makan siang, aku sempat diajak keluar dari tempat rapat sama salah satu Kepala Dinas, yang dulu pernah jadi atasan ku.. Makan kemana? Rumah Makan Pribumi..

Rumah Makan Pribumi, penataannya benar-benar seperti rumah makan tradional.. Seperti ruang tamu sebuah rumah yang dibuka jadi tempat makan.. Lokasinya di Jalan Penghulu No. 21 Tanjung Pandan.  Apa yang dihidangkan di sana…? Ikan laut yang disemur…  Daging kepiting yang diorak-orik dengan telur.. Sementara cangkang kepiting diisi dengan campuran tepung, telur yang dibumbu, lalu dikukus dan digoreng.. Rasanya enak.. Tapi harga makanan di sini mehong…. Untuk makan 3 orang dan 4 gelas es jeruk, tagihannya sekitar IDR450K..  Mehong-nya makin kerasa bila dibanding dengan RM Timpo Dulu..  Di hari ketiga, aku ke sana dengan 6 orang teman, tagihannya hanya sekitar IDR300K..

Oh ya, saat rapat aku juga bertemu dengan teman-teman dari instansi yang ngurus Pariwisata dari Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Sumatera Selatan..  Saat rapat, Yoen Roesli bersama temannya, memberi saran agar aku pergi ke Belitung Timur..  Karena di situlah Negeri Laskar Pelangi yang sebenarnya…  Temannya Yoen, perempuan dan masih muda itu ternyata  Kepala Bappeda Kabupaten Belitung Timur.  Beliau juga merekomendasikan kenalannya yang menyediakan rental mobil sekaligus menjual paket wisata.. Namanya pak Robby, nomor telponnya 081929642156.

Selesai rapat, aku menghubungi pak Robby untuk tahu berapa harga yang dia tawarkan.. Sewa mobil avanza, IDR600K, include BBM.  Klo plus makan dan lain2, harganya bisa dinego…   Karena menurut aku harganya pantas.. Aku lalu menghubungi teman-teman dari Dinas CK, siapa tahu mereka mau sharing..  Mereka serombongan, masih muda-muda, dan memang bilang berencana untuk pergi juga ke Belitung Timur di hari ketiga.. Ternyata mereka udah pesan mobil, dan mereka nawarin agar aku bergabung dengan mereka saja..

Mie Atep 1

Jadilah hari ketiga aku pergi ke Belitong Timur dengan teman-teman dari Cipta Karya..   Sebelumnya, kami singgah ke Mie Atep.. Mie yang kondang di Tanjung Pandan…  Mie ini berlokasi di Jl. Sriwijaya No, 27, di pusat kota.. Gak jauh dari Tugu Satam..  Apa istimewanya mie atep…  Klo yang pernah ke Medan dan menikmati mie Meng-meng…, ya kira-kira mie atep seperti itu.. Hanya mie medan kuahnya lebih kental karena pakai tepung maizena, kayaknya..  Dan mie Medan juga lebih spicy, karena kuahnya terbuat dari kaldu kulit udang…

Di Belitung Timur mau kemana aja siyy….??? Ada beberapa lokasi yang must visit di sini…  Semuanya berada di Kampung Gantong dan Kota Manggar..  Berapa jauh siyy perjalanan dari Tanjung Pandang ke Kampung Gantong, tempat tujuan pertama…? Lebih kurang 90-an kilometer..  Tapi jangan takut… Jalannya mulus… Gak ada lubang.. Ini yang membuat pariwisata bisa berkembang dengan baik di pulau ini.. Tak ada jalan yang buruk…  Ada hal yang unik… Karena film Laskar Pelangi membuat Belitung, terutama Kampung Gantong dan Kota Manggar, terkenal di Indonesia, bahkan di mancanegara, begitu kita memasuki wilayah Kabupaten Belitung Timur, nuansa pelangi terasa dimana-mana…  bahkan tiang listrik di sepanjang jalan menuju Kampung Gantong dan Kota Manggar juga dicat warna pelangi yang mejikuhibiniu..  😀

Kampung Gantong, menurut cerita supir yang sekaligus menjadi guide kami, adalah kampung Adrea Hirata, penulis buku Laskar Pelangi..  Menurut pak supir, semua teman-teman si Ikal yang ada di film tersebut juga tinggal di Gantong..

SD Muhammadiah Gantong a1

Apa yang bisa dilihat di Gantong…? Replika SD Muhammadiah Gantong, yang menjadi lokasi pembuatan film Laskar Pelangi..  SD yang berada di bukit berpasir, dengan dinding nyaris rubuh disangga 2 pokok kayu…  Di kaki bukit pasir juga terdapat susunan kayu-kayu.., tempat Ikal dan teman-temannya bermain..  Mengunjungi replika sekolah ini membuat kita bisa merasakan keterbatasan, yang justru menjadi tantangan bagi Ikal..   Oh ya… di kaki bukit pasir, dekat tempat parkir kendaraan ada mesjid mungil, berbahan kayu, lagi-lagi dengan nuansa pelangi..  Cantik..

Museum Kata a1

Dari Gantong kami melanjutkan perjalanan ke Museum Kata di Kota Manggar…  Apa isinya…? Foto-foto dan property  film Laskar Pelangi…  Cerita di balik buku Laskar Pelangi..  Dan sepertinya ada bagian yang ingin dijadikan tempat mengenalkan bukusebagai jendela dunia..  Di museum ini kami sempat duduk, menikmati suasana, dan memesan teh serta goreng pisang yang dibuat di dapur tradisional…   Dan bukan hanya kami yang melakukan itu, sebagian besar pengunjung yang ada di situ juga melakukannya…

Puas menikmati ruangan demi ruangan… tulisan demi tulisan…, juga duduk-duduk di bagian belakang Museum Kata, kami melanjutkan perjalanan ke Cafe Vega untuk makan siang..  Dalam perjalanan, kami singgah ke rumah milik bapak Basuki Tjahaja Purnama alias pak Ahok, yang dijadikan Sanggar Batik Simpor.. Namun lagi-lagi harga sepotong kain batik dengan bahan yang menurutku biasa, dibandrol IDR250K..   Mahal….

Cafe Vega a1

Sebenarnya kami ingin singgah juga di salah satu kedai kopi khas Manggar yang banyak terdapat di kota tersebut.. Tapi perut sudah terlalu lapar…, dan hari pun gerimis..  Jadi kami langsung ke Cafe Vega..  Apa istimewanya Cafe Vega?

Cafe ini berada di tepi danau yang dulunya merupakan galian timah…Danau yang salah satu ujungnya berakhir ke pantai Serdang..  Bahkan menurut pak supir, pemilik Cafe Vega ini dulunya juga pegawai PN. Timah..  Salah satu bangunan di Cafe Vega berbentuk seperi haluan kapal, menghadap ke danau.. Yang ingin berfoto ala Tictanic…., sile… 😀

Oh ya, di Cafe Vega ini, pada hari tertentu juga tersedia paket wisata Mangrove..  Di pelataran di halaman depannya juga ada yang menjual baju kaus dengan logo film Laskar Pelangi.  Katanya, penggunaan logo-logo ini sudah se-izin Andrea Hirata..

Pantai Samak

Usai makan…, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Serdang..  Pantai ini tak jauh beda dengan pantai-pantai lain di Indonesia… Pasirnya tak terlalu bersih..  Mungkin karena banyak vegetasi di sekitarnya..  Di pantai ini ada banyak perahu.., persis seperti jukung di Bali..   Uniknya, di bagian depan perahu terdapat kayu melintang, yang di sisi kanannya ada kayu berbetuk burung..  Kata pak supir, perahu di situ namanya perahu kater…  dan kayu melintang dengan kayu berbentuk burung itu adalah tempat melilitkan tali jangkar, saat perahu akan berhenti di tengah laut…

Puas melihat-lihat pantai…, dan gerimis mulai berubah menjadi hujan…  Kami melanjutkan perjalanan… Kemana…? Pulang ke Tanjung Pandan.. Tapi mutar-mutar dulu di Kota Manggar, tanpa turun dari mobil..  Kemana aja..? Melihat daerah kediaman Bupati Belitung Timur, Bapak Basuni, adiknya pak Ahok, di perbukitan yang menghadap ke laut.. Juga melihat bekas pemukiman pegawai PN. Timah..  Sempat singgah juga ke kelenteng yang juga berada di perbukitan…

Perjalanan sehari yang menyenangkan… ***