Menyusuri Sungai Rokan…

Sungai Rokan? Dimana itu…?
Sungai Rokan itu salah satu dari 4 sungai besar yang melintasi Provinsi Riau, dan bermuara di Selat Malaka.. Sungai Siak, Sungai Indragiri, Sungai Kampar dan Sungai Rokan…  Katanya siyyy dari keempat sungai tersebut, Sungai Rokan adalah yang terbesar dengan panjang mencapai 350km..

Ngapain nyusurin sungai…? Hari gini…? Kan udah tua…, gak muda lagi.. Udah gak masanya berpetualang…?
Hohohoho… Kata siapa..? Umur boleh nyaris fifty…, semangat untuk melihat sekitar teteuuupppp tinggi… 😀

Sebenarnya, ngapain siyyy nyusurin Sungai Rokan?
Saya, atasan saya, seorang senior dan rekan kerja pergi ke Desa Rantau Binuang Sakti, Kecamatan Kepenuhan, untuk melihat progress pembangunan fasilitas wisata religi di sana…  Menurut yang saya dengar, tempat ini merupakan daerah tempat lahir Syekh Abdul Wahab Rokan atau Tuan Guru Babussalam (Bessilam), seorang Ulama dan pemimpin Tarekat Naqsabandiyah..  Tempat ini direncanakan untuk menjadi daerah tujuan wisata religi…

Karena daerah tersebut baru saja usai banjir…, sehingga jalan darat yang ada tidak layak untuk dilalui…, maka kami harus melalui jalur sungai…Dari mana rutenya…?

Dari Pekanbaru naik mobil ke Pasir Pangaraian… Karena melalui jalur Petapahan, kami bisa sampai di Pasir Pangaraian lebih kurang 3 jam.. Kami berangkat sekitar jam 19.30 wib, sampai di Pasir Pangaraian sekitar jam 22.30 wib..  Di Pasir kami nginap…, besok pagi perjalanan dilanjutkan ke Koto Tengah, dengan waktu tempuh 1.5 jam..Dari Koto Tengah baru perjalanan dilanjutkan dengan jalur sungai…

Rokan1Rencananya kami akan menumpang boat milik Pemda, yang akan mengantar beras raskin..  Tapi apa daya, karena mesinnya ngadat, jadi kami harus pergi naik perahu pompong.. Perahu kayu, yang menggunakan tenaga diesel yang berbunyi pom pom pom pom…, sehingga disebut perahu pompong…  Berapa jam…? Berangkat karena meghilir, mengikuti arus sungai ke arah hilir, butuh waktu 3 jam…  Karena kami sempat menunggu upaya memperbaiki mesin boat…, kami akhirnya baru berangkat sekitar jam 11 siang…

Perahunya benar-benar imut-imut.. Jangan pikir perahunya berdinding yang bisa duduk dengan lega…   Ini perahu yang kalau tangan kita dijulurkan ke luar badan perahu, bisa langsung menyentuh air.. Kalau diisi manusia full, kapasitasnya kira-kira 10 orang..  Tapi kami berangkat berempat, ditambah pak Suhaeri dari Pemda Rohul plus Pak Kades dan tukang perahu, plus sekitar 10 goni beras raskin… 😀   Untungnya saat berangkat perahunya beratap.. Sebagian besar perahu di sungai ini tanpa atap.. Jadi penumpang langsung beratapkan langit… Kalau panas ya kepanasan…, kalau hujan, ya mandi hujan.. 😀

Gimana rasanya berada di perahu, yang kecil, di bawah terik matahari… Alhamdulillah, senang-senang aja tuuhhh… Kalau aku punya cukup informasi sebelum berangkat, tentu aku bersiap-siap dengan membawa topi pandan yang lebar, atau caping.. juga life vest… Tapi di tengah keterbatasan pun ternyata hati ini tenang saja…   Untung sun glasses yang memang selalu ada di tas tidak tertinggal..  Jadi agar terik matahari tak menyakitkan mata,  sun glasses segera dipasang..

Oh ya, sederet lagu yang ada di hp juga menjadi hiburan…  Bayangkan teman2.. Betapa nikmat dan santainya, duduk bersandar di dinding perahu yang tingginyasekitar sepinggang kita saat duduk, meletakkan tangan di tepi perahu untuk menjadi sandaran kepala… Daaaannn…. tidur sambil dibelai angin… 😀

Btw, bahagia rasanya di usia ku yang hampir 50 tahun Allah memberi jiwa yang bisa menerima situasi yang berbeda dengan yang biasa aku jalani…  Bersempit-sempit, nyaris sulit bergerak.., menyusuri sungai yang aku tak tahu berapa kedalamannya, tak membuat hati gelisah, sehingga membuat orang-orang di sekitar juga santai..  Mereka tak gelisah akibat kegelisahan seorang and only one emak-emak yang pergi bersama mereka…. 😀  Hal yang rasanya sangat berbeda dengan keadaan sekitar 25 tahun yang lalu, saat ketidaknyamanan bisa membuat air mata menitik..  Dita… , yang menyeretku untuk sampai ke Puncak Gunung Gede tahun 1988, dimana kah diri mu…? Hahaha…

Nurul

Aku dan Nurul…

Kami sampai di Desa Rantau Binuang Sakti sekitar jam 2 siang.. Pak Aslimuddin, senior di kantor yang sebelumnya beberapa kali menjadi camat, mendadak didapuk oleh Pak Kades untuk memberi kata sambutan menggantikan Pejabat Kabupaten yang seharusnya menyerahkan raskin ke masyarakat.. Pejabat tersebut seharusnya satu perahu dengan kami, namun karena sesuatu dan lain hal tak jadi datang..  😀  Sementara pak Aslimuddin memberi kata sambutan, aku duduk sebentar di tangga rumah salah seorang penduduk yang kami tumpangi sholat.. Ibu-nya Nurul, guru PAUD di desa, pemilik rumah bilang, “Ini air baru surut, bu.. Kemaren-kemaren, kalau mau nyuci ya dari pintu rumah saja.. Gak perlu turun dari rumah…” Hmmmm….

Dari desa, kami ke lokasi yang berjarak sekitar 1.5km diantar ojek…  Hmmm… naik ojek bukan cuma takut becheq.., tapi takut jatuh dan bisa bikin kaki patah… Karena jalannya benar-benar hancur akibat banjir besar dan lama…

Puisi Sungai Rokan a

Kehidupan di Sungai Rokan

Selesai ngeliat dan bikin dokumentasi apa yang kami tinjau.. Ngpbrol dengan penanggung jawab pekerjaan, kami segera kembali ke desa untuk pulang… Harus segera.. Karena berperahu untuk pulang butuh waktu lebih lama, karena mudik…, melawan aliran air sungai..  Prediksi tukang perahu butuh waktu 4 jam…

Kami berangkat dari Desa Rantau Binuang Sakti jam 16-an.. Dengan perahu yang berbeda…, perahu lain yang ditugaskan mengambil sisa raskin yang masih tertinggal di tempat kami naik perahu..  Kali ini perahunya tanpa atap..  Dan tiga orang ada penumpang lain, salah satunya seorang ibu pengumpul ikan salai (ikan asap), yang akan membawa dagangannya ke pasar di Koto Tengah.. (Bayangkan betapa hebatnya ibu ini… Menyusuri sungai di malam hari untuk menjual ikan salai, demi menghidupi keluarga… A tough woman..!! )

Perjalanan pulang, memberi nuansa yang berbeda.. Rasanya alam lebih ramah karena matahari tak lagi terik.. Juga lebih banyak kehidupan di pinggir-pinggir sungai…  Sebelum senja tiba, aktivitas di desa-desa yang dilalui lebih nampak.. Ada orang yang mandi, mencuci… Ada juga sampan-sampan kecil di tepian, yang ternyata orang menjala ikan… Ada bapak-bapak, ibu-ibu, bahkan anak usia sekolah.. Dan saat matahari telah sempurna tenggelam, masih ada saja orang-orang yang menjala ikan..

Pemandangan ini membuat aku merasa betapa beruntungnya aku.. Pulang kantor di sore hari, bisa pulang dengan santai.. Masuk rumah, nyalain pengatur suhu.., mengambil minuman yang sejuk, juga toples camilan, lalu nonton TV, atau baca buku…  Sementara di bahagian lain negeri ini, orang-orang masih mencari makan dengan menjala ikan di sungai…

Ingat minuman dingin dan cemilan, bikin perut yang keroncongan bernyanyi makin dasyat… Karena di desa gak ada yang jual makanan…, sedangkan nasi bungkus bekal saat berangkat sudah habis dalam perjalanan menuju Rantau Binuang Sakti.. Untung ada sawo pemberian ibu Nurul… Lumayan bisa ganjal perut sedikit… 😀 Alhamdulillah.. terima kasih ibu Nurul..

Puisi Sungai Rokan...

Puisi Sungai Rokan…

Pemandangan menjelang senja dan saat senja tiba di tepi sungai Rokan juga memberi nuansa yang lain… Cantik…  Alam seakan melantunkan puisi bagi para penikmat kecantikannya… Sementara ketika mentari telah lelap sempurna…, alam pun memberikan keindahan yang berbeda… Bisa kah teman-teman rasakan…, berada di atas perahu dalam kegelapan malam, tanpa cahaya lampu yang selalu menyertai kita…? Hanya cahaya bintang gemintang yang menerangi, serta suara mesin perahu dan gemercik air tersibak perahu…

Sesekali senter tukang perahu menyala,  menjawab cahaya senter dari penjala ikan yang meberi tahu keberadaannya, agar perahu diperlambat, sehingga riaknya tak menggangu aktivitas si penjala ikan..  Bahkan di sungai, dalam malam pun ada tata krama, ada sopan santun, ada sikap saling menghargai, ada toleransi..

Alam selalu punya pesona bagi mereka yang mau membuka mata dan hati untuk merasakan kecantikannya… ***