Putu Mayong……

“Mayyyoooonngggg…… Putu mayyyoooonnnggggggggggggg……………” “Maayyyyoooonnnngggg…..  Putu mayyyyoooonnnnggggggg…………….”  Adalah larik-larik teriakan yang acap ku dengar saat aku masih sangat belia…, di usia ku sekitar 5 sampai dengan 10 tahun…  Suara siapa, dimana, maksudnya apa…?

Penjual Putu Mayong…

Teriakan itu adalah teriakan perempuan keturunan Tamil (salah satu suku India, yang banyak di Medan) yang menjual kue putu mayong (= putu mayang), yang biasanya berdagang keliling di daerah pemukiman di kawasan Medan Baru, daerah rumah Nenek, tempat aku melewati sebagian masa kecilku…

Biasanya perempuan keturunan Tamil India itu membawa dagangannya yang diletakkan dalam tampah atau nyiru yang dilapisi lembaran-lembaran daun pisang… Saat jualan keliling daerah perumahan, tampah atau nyiru itu biasanya dijunjung di kepala… Adapun stok panganan yang mau dijual plus pelengkapnya dibawa dalam keranjan plastik yang dijinjing…

Apa itu putu mayong …? Putu mayong adalah jajanan khas masyarakat keturunan India di Medan, berupa kue dari tepung beras yang diolah sedemikian rupa dan dikukus sehingga bentuknya seperti segumpalan bihun..  Bedanya dengan putu mayang yang sering kita temukan di daerah lain di Sumatera, Jawa dan Kalimantan, putu mayong warnanya putih, dan tidak dihidangkan dengan kinca alias cairan santan yang dicampur gula aren..

Terus dihidangkan dengan apa…?  Putu mayang yang rasanya tawar itu biasanya dihidangkan bersama cenil dan gula aren yang dicairkan… Apa itu cenil…? Cenil adalah hasil olahan singkong yang diberi pewarna makanan sehingga berwarna pink..  Biasanya cenil dihidangkan dengan baluran kelapa parut…  Putu mayong dan cenil yang diberi cairan gula aren biasanya dihidangkan dengan wadah daun yang dibuat seperti pincuk…  Rasanya….? Uenaaaak…. Hehehehe…

Biasanya selain jual putu mayong, si penjual juga menyediakan lupis dan serabi..  Khusus serabi biasanya dihidangkan dengan kinca yang kental…

membungkuskan lupis dan serabi…

Pada saat ini putu mayong dan pedagangnya sudah tidak mudah untuk ditemui…  Bahkan dalam kunjunganku yang beberapa kali setahun ke Medan aku tak pernah melihatnya, apa lagi mendengar teriakan merdu “Mayoooonnnngggggg…………… Putu Mayooooooooooooooonnngggg……….”.  Terus terang aku rindu… Aku telah merasakan aneka ragam makanan yang jauh lebih bervariasi dalam rasa dan tampilan, tapi putu mayong dan cenil tetap menghuni lubuk hati ku…  Keduanya mampu membawa kenangan akan episode masa kecil yang bahagia di rumah Nenek di Medan Baru…

Naaahhhh…., pas hari lebaran, 31 Agustus 2011, aku maik motor dengan adik ku Ivo untuk suatu keperluan…   Gak jauh dari rumah, di traffic light di sekitar jalan Sei Wampu, kami melihat seorang perempuan Tamil melintas dengan menjunjung tampah dan membawa keranjang plastik di salah satu tangannya.., tapi tanpa suara…, tanpa teriakan apa pun..   Aku lalu menyapa…, menanyakan apa yang dia jajakan…  Dia bilang, “putu mayong”..  Aku lagsung meminta dia mencari tempat untuk berhenti dan membuka dagangannya.., sementara aku menepikan motor yang kami kendarai… Hehehehe… Sungguh hadiah lebaran yang istimewa… : Putu mayong dan cenil di hari lebaran…

Aku sempat bertanya, apa kah beliau sering lewat di jalan depan rumah tempat Paapa dan Mama ku tinggal…? Ternyata memang tidak, karena daerah itu memang tidak terlalu ramai.. Sudah banyak rumah yang jadi kantor, atau menjadi bagian dari gedung-gedung besar yang menghadap jalan Iskandar Muda..  Adapun rumah-rumah yang ada, lebih banyak berpagar tinggi, yang penghuninya pun tak pernah tampak batang hidungnya…, apa lagi mau jajan di depan rumah… Hmmmmm…, seperti kalau aku lain kaliingin makan cenil, aku harus mutar-mutar di sekitar Medan Baru yang masih berfungsi sebagai pemukiman yang ramah….. ****

all pics in this post were captured by my beloved sister, Ivo  Siregar..

One thought on “Putu Mayong……

  1. Ya ampun…inget kalilah dgn Ibu tukang mayong ini,dl jg slalu lewat di jln ayahanda,smg msh sehat ya bu

Comments are closed.