Tati sedang leyeh-leyeh di akhir pekan.. Tiba-tiba telpon berbunyi.. Dari seorang teman di masa lalu.., masa remaja… Setelah sedikit preambul, teman itu bercerita tentang rencananya untuk kembali menetap di kota ini. dan menyatakan keinginannya untuk berteman kembali..
Entahlah…. Tati rasanya tidak ingin kembali menjalin pertemanan… Cukuplah hanya sebagai seorang kenalan… Persahabatan yang dulu rasanya begitu tulus rasanya telah lenyap bersama ucapan-ucapannya beberapa tahun yang lalu. Saat itu Tati baru memulai karir di lingkungan pemerintah dan bersiap-siap untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sedangkan dia saat itu sudah menjadi pengusaha yang sukses luar biasa…
Teman : Lu ngapain siyy jadi PNS? Gak rugi tuhh? Berapa lah gajinya?
Tati : Kadang kita harus mengambil keputusan dengan pertimbangan yang tidak cuma semata rupiah.
Teman : Tapi akhirnya gue bisa lihat bahwa kecerdasan lu gak ada gunanya. Lu juara kelas selama bertahun-tahun. Tapi sekarang, penghasilan gue lebih tinggi dari lu. Gue lebih kaya dari lu. Jadi enggak ada gunanya lu pintar.
Gubraaaaakkkk…. Rasanya ajaib banget orang ini bisa ngomong begitu. Padahal seisi kota saat itu sedang berbisik-bisik tentang kelakuannya, dan Tati beserta beberapa teman dekatnya selalu membela dia kalo ada orang-orang yang berusaha mencari informasi tentang dia dan sepak terjangnya…
Tati : Kok lu mikirnya gitu siyy…?
Teman : Ya, iya lah… Apa lagi, coba? Mana waktu kita sekolah, lu dan teman-teman kita yang lain adalah anak-anak yang dimanja sama orang tua, punya segala macam. Gue buat punya aja mesti merengek-remgek dulu sama orang tua. Sekarang gue punya segalanya… Jadi gue lebih hebat dari elu, kan?
Subhanallah….
Tati : Teman, gue minta maaf kalo apa yang sudah gue peroleh dari orang tua gue di masa muda membuat elu sakit hati. Gue gak pernah berniat membuat elu gak nyaman dengan itu semua. Soal pemikiran elu tentang ukuran kehebatan, ya terserah elu, karena masing-masing orang punya pikiran sendiri. Soal prestasi di masa sekolah.. Itu cuma hal kecil yang gak perlu dibesar-besarkan. Itu gak ada apa-apanya. Soal pilihan kerjaan, masing-masing kita punya pilihan, dan kebetulan pilihan gue adalah jadi Pegawai Negeri.
Tati lalu permisi pulang.. Berusaha untuk tidak sakit hati… Tati hanya berharap untuk tidak pernah bertemu dengannya lagi… Ternyata hari ini dia menelpon, menyeracau hilir mudik…. Mengajak kembali berteman seperti dulu… Walaahhh…. Mungkin dia sudah berubah ya… Tati tidak mendendam dan berharap sesuatu yang buruk terjadi atas dia, tapi kok rasanya hati ini gak ingin berurusan lagi dengan dia ya..
Tapi mungkin ini adalah coelan kecil untuk menguji seberapa jauh kesabaran Tati menghadapi “keajaiban dunia”.. I have to survive… And I will survive… Insya Alloh..