Ini lanjutan postingan Mangadati edisi pertama.. Tati gak bisa cerita detil tentang semua kegiatan yang dilakukan, karena selama acara berlangsung berhari-hari Tati lebih banyak berada di hotel Tor Sibohi, menemani Mama yang karena kondisi kesehatannya hanya mengikuti acara2 utama aja. Tapi Tati udah minta Papa buat menulis tentang semua kegiatan yang telah dilakukan untuk Tati posting di blog-nya Papa, agar dapat berguna bagi kaum batak muda yang berada jauh dari daerah asalnya.
Sehari setelah Mami Nana diangkat anak oleh keluarga Pardede, yaitu tanggal 28 Juni 2008, keluarga tersebut melakukan acara paborhaton boru (melepas anak perempuan/pengantin perempuan). Setelahnya di Sibadoar, di halaman depan rumah Buyut (Tulang) Tati, alm Samuel Siregar gelar Baginda Parhimpunan, yang sekarang dihuni oleh sepupunya Papa, Uda Kahar, dilakukan pemasangan taraktak (tenda) dan beberapa persiapan pesta.
Lalu tanggal 30 Juni setelah beberapa acara adat, diadakan acara adat penyambutan Mora. Yaitu ritual menyambut keluarga orang tua pengantin perempuan di ujung jalan masuk rumah. Untuk acara penyambutan tersebut Papa dan sepupunya Uda Kahar menggunakan pakaian adat batak lengkap dengan pernak perniknya. Lalu Papa dan Uda Kahar yang ditudungi payung kuning diiringi oleh rombongan keluarga kami berjalan dari depan rumah Tulang (buyut) yang Sibadoar ke ujung jalan. Di sana pakaian adat lengkap yang dipakai Papa dan Uda Kahar dilepas dan dipakaikan ke Akung, ayahnya Mami Nana, dan Tulang Pardede (ayah angkat Mami Nana), yang menjadi Mora keluarga kami. Lalu 1 set pakaian lagi yang telah dipersiapkan dipakaikan ke Tulang Dani (adik Mama) yang juga merupakan Mora keluarga kami.

Papa bergerak dari rumah Tulang (buyut) menuju ujung jalan depan rumah buat menyambut Mora yang baru, Akung dan Uti (orang tua Mami Nana), serta Tulang Pardede (ayah angkat Mami Nana) dan Tulang Dani (adik Mama) yang juga menjadi Mora keluarga kami.

Menyambut Mora di ujung jalan dengan manortor (perhatikan arah telapak tangan yang menghadap atas, yang artinya menyambut)
Setelah rombongan Mora berpakaian lengkap, mereka dibawa menyusuri jalan ke arah rumah. Uniknya perjalanan ini dilakukan dengan cara manortor diringi musik batak lengkap dengan penyanyi-nya, sedangkan keluarga kami selaku tuan rumah berjalan mundur sambil manortor mulai dari tempat bertemu Mora sampai dengan depan rumah. Rombongan tuan rumah tidak diperkenankan berjalan membelakangi Mora, yang posisinya begitu dihormati. Setelah rombongan Mora sampai di traktak di halaman rumah, dilakukan lagi serangkaian acara penyambutan mereka.

Rombongan Mora (L-R : Tulang Pardede, Akung, Uti dan Tulang Dani) berjalan menuju rumah Buyut sambil manortor (lihat arah telapak tangan yang menghadap bawah, yang artinya memberi)

Rombongan kelurga kami menyambut dan mengiringi Mora ke rumah buyut dengan cara manortor sambil berjalan mundur dari ujung jalan sampai dengan ke rumah. Segitu terhormatnya posisi Mora sehingga kita tidak diperkenankan berjalan membelakangi mereka.
Lalu, di hari yang sama dilakukan acara Marosong-osong, yang dilengkapi dengan ritual membawa sepasang anak kecil yang punya hubungan pariban yang dipakaikan perlengkapan pengantin Batak berkeliling kampung. Katanya siyy ini semacam upacara meminta pada Yang Maha Kuasa agar kampung ini diberkahi generasi penerus yang banyak dan hebat.
Tati 30 tahun yang lalu juga pernah mengikuti upacara Marosong-osong, waktu itu keluarga Tati mengadakan horja (pesta) dalam rangka peresmian bale (bangunan beratap tak berdinding yang memayungi makam beberapa orang leluhur keluarga Tati, lengkap dengan pasangan-pasangannya, termasuk makam Opung Helena boru Pardede). Foto Tati 30 tahun yang lalu itu yang Tati upload di postingan yang ini.
Keesokan harinya, tanggal 1 Juli 2008, pagi-pagi sekali dilakukan upacara pemotongan kerbau, yang dagingnya akan dimasak dan dimakan pada pesta di siang harinya. Kerbau ini juga menandai pengesahan pemberian marga Pardede pada Mami Nana dan pemberian gelar bagi beberapa anggota keluarga, termasuk Papi David.
Siangnya pasangan pengantin dibawa ke rumah peninggalan Opung di Sipirok. Di sini mereka disambut oleh seluruh anggota keluarga dalam tarian tor-tor, suatu cara menyampaikan restu bagi pasangan pengantin. It’s really beautiful tradition.. Air mata Tati aja sampai menetes melihatnya..
Setelahnya mereka menerima nasihat dari para orang tua, dan diberikan nasi upah-upah, yaitu nasi yang dilengkapi dengan ayam lengkap, ikan, udang dan telur dan dihidangkan di daun pisang yang utuh dengan pelepahnya. Semua unsur yang ada di nasi upah-upah punya makna berupa nasihat dan harapan bagi pasangan pengantin.
Semoga perkawinan Papi David dan Mami Nana bahagia sampai di akhir hayat
Semoga melahirkan generasi penerus yang lebih baik dari generasi sebelumnya
Semoga membawa kebahagiaan bagi keluarga besar kedua pihak
Semoga segalanya indah, seindah tradisi yang telah diajarkan oleh leluhur kita….
Amin…
wowo..seru banget acaranya..
huee brp lama dimedan wo?
asik ya liburan…
aku juga pengen pulang liburan:((
pasti ada oleh2 dunks?:p
ayo lempar kesini wo:))
————————-
Sondha :
Wowo-nya Zikra cuti 5 hari kerja plus 2x wiken plus bolos sehari, jadi totalnya pergi selama 10 hari… Hehehe… Oleh2..? Ya itu pics yang heboh dan masih ada beberapa pics indah yang belum diupload.. Tunggu aja, ya… Hehehe..
Pulang liburan..? Ayo ke sini… Bubur ayam kings dan mie sagu cemara menunggu.. Hehehe
hua mau mau mau..
*jingkrak jingkrak kayak orang gila*
tapi zikra n bunda br pulang lebaran kayaknya huaa:((
wah wo asik bgt total2nya liburan hahaha..
emg cuek aja wo drpd stres mikirin org aneh dktor mending liburan aja ya gak?:))
sisaor mambate horbo
hai Tati.., seprti dugaanku sebelumnya, ternyata kita memang berada dlm
lingkungan yg ‘ngga jauh2’ juga. om kamu Dani teman baik ku dari kecil dulu sampe tamat..hhmm SMP deh. ga tau tuh kakaknya yg mana yg jadi mama kamu soal nya salah satu kakak nya yg mantan perawat dulu sempat juga ngeoperasi tanganku waktu accident di SMP -1 dulu. salam buat om dani yaa..
anhar