Berlumpur di Aek Latong

Hari Kamis 26 Juni 2008, jam 12.30-an pesawat Linus yang membawa Tati dari Pekanbaru mendarat di Medan. Ternyata Enek (Mamanya Tati) dan Mami Uli beserta pasukan sudah beres-beres… So, menjelang magrib kita bergerak menuju Sipirok..

Kita bergerak dengan 2 mobil. Di mobil pertama penumpangnya adalah Enek, Tati, Samuel, Mbak Mintje (yang bantu-bantu ngurus Enek), penumpang di mobil kedua Mami Uli, Esther, Ananda, Monnic dan Kak Evi (baby sitter-nya Monnic). Di tengah jalan, Ananda pindah ke mobil pertama.

Dari Medan sampai Tarutung jalannya ok, meski ada beberapa lubang2 di beberapa ruas jalan.. Tapi begitu keluar dari Tarutung, mulai deehhh…. Jalannya ancur dan berkabut pula… Sejak kita dari Medan, kita udah rada confused, dari Tarutung ke Sipirok apa mau lewat jalur Pahae atau mau lewat Sibolga-Padang Sidempuan. Jalur Pahae jalannya rusak, terutama di Aek Latong. Sedangkan jalur Sibolga-Padang Sidimpuan jarak tempuhnya lebih jauh dan jalannya sempit…

Papi David dan rombongan yang berangkat sehari sebelumnya sempat terjebak di situ. Ada beberapa truck yang nyangsang di lumpur dan gak kuat nanjak, akibatnya mobil lain gak bisa lewat. Sementara mesin derek yang memang disediakan pemerintah di jalur tersebut pada waktu itu sulit difungsikan karena hujan yang turun terus menerus membuat petugas sulit bekerja.

Rombongan Papi David yang terdiri dari Mami Nana, Aldy, Abner, Ajere, Baby sitter-nya Ajere, Akung & Uti (orang tuanya Mami Nana), Amanda (adik bungsunya Mami Nana), terjebak di situ selama beberapa jam.

Ajere yang baru berusia 2 bulan 3 minggu, terpaksa dibungkus popok tebal-tebal dan selimut karena dingiinnn banget…. Umur 2 bulan aja dia udah dibawa Papi-nya off road. Benar-benar boru hasian Papi. Hehehe.. Untungnya kondisi Ajere prima, jadi  di cuaca yang sangat dingin tidak berdampak apa-apa pada kesehatannya.. Ajere benar-benar orang Sipirok… biar masih bayi juga gak apa-apa dibawa berdingin-dingin di alam terbuka..

Aldy dan Abner…? Jangan ditanya… Kata Papi David mereka malah sorak-sorakan waktu melintasi lumpur.. Mereka bilang, “Asyik ya Pi, kita off-road.. Coba kalo mobil kita yang di Samarinda bisa kita bawa ke sini, pasti asyik banget off-road-nya…!!”. Dasar barudak…, mereka gak tau kalo Uti aja ketar ketir sampai tensinya naik.

Naahhhh giliran rombongan kita niyy… Kita cemas, karena nggak bisa ngebayangin akan ngedorong Enek di kursi roda melintasi Aek Latong, kalo ternyata jalurnya macet karena lumpur dan hujan. Tapi sms Odang menjelang kita masuk Tarutung membuat kita memutuskan menempuh jalur Tarutung-Pahae-Sipirok, karena pantauan Odang malam itu jalur Aek Latong lancar…

Ternyata oh ternyata, saat kita sampai di Aek Latong sekitar jam 04.30 pagi, ada dua buah bus besar yang menuju arah Tarutung yang nyangsang di Lumpur. Kedua bus tersebut menutup kedua jalur yang ada… Waduuuuhhhhh…. Kita kebingungan… Mau ngasi tau Odang, gak ada sinyal sama sekali… Akhirnya kita berdiam di dalam mobil menunggu matahari terbit, sambil membiarkan anak-anak tetap terlelap…

Jam 05.30, saat matahari mulai terbit, Mami Uli mengajak Tati mencari Odang untuk meminta bantuan agar romobongan bisa dievakuasi.. Kami berdua lalu keluar dari mobil, berjalan kaki di bawah rintik hujan menyusuri turunan pertama yang berlumpur… Kami berdua melepaskan sendal2 kami, dan berjalan menginjak lumpur tanpa alas kaki. Tati melipat celana panjang sampai ke lutut.. Mami Uli…? Dia pakai rok jeans selutut…, kebayang gak siyy repotnya doski… Jangan Tanya betapa sulitnya berjalan di atas tanah berlumpur…, licin banget… Tati takut sekali, takut terjatuh lalu terbanting… I’m old now… Kayaknya tubuh udah gak kuat kalo kebanting-banting.. Sementara beberapa lelaki “tak berhati” meneriaki dan menyorak-nyoraki Tati dan Mami Uli yang berjalan tertatih2 di atas lumpur…

Kami berdua akhirnya bisa melewati 2 turunan dan 2 tanjakan dengan selamat… Jangan tanya bagaimana penampilan kita… Baju basah karena hujan bercampur keringat, kaki berlumpur… Udah gitu, ternyata handphone Mami Uli mati karena low batt, sementara hp Tati gak ada sinyal sama sekali. Jadi setelah melewati Lumpur, kami tetap belum bisa menghubungi Odang. Kami lalu mendekati sebuah mobil Sibual-buali kecil, yang sedang berhenti di ujung Aek Latong.. Ternyata si supir sedang menjemput seseorang. Kami lalu membujuknya untuk mengantarkan kami ke rumah Opung di Sipirok, yang cuma berjarak beberapa belas kilo. Si bapak supir meminta kami untuk membayar Rp.100 ribu. Karena gak punya pilihan kami pun mengiyakan..

Sampai di Sipirok ternyata Papa udah gak ada di rumah.. Biasanya Papa pagi-pagi pergi mandi air panas (air belerang) di Padang Bujur. Kita lalu memutuskan untuk pergi ke hotel Tor Sibohi, karena Papi David dan rombongan nginap di sana. Ternyata supir gak mau nganterin kita ke hotel karena dia katanya ada urusan lain. Kami lalu minta di turunkan di pertigaan Pasar Sipirok, lalu naik becak ke hotel Tor Sibohi… Waduuuhhh… Rasane rak keru2an… Dua emak-emak gendut duduk dalam becak yang sempit, mana kondisi kita berantakan banget… Menjelang sampai di pintu gerbang hotel, kita melihat sebuah Innova keluar dari hotel.. Insting Tati membuat Tati berteriak dan melambai-lambaikan tangan, padahal Tati gak tau mobil apa yang digunakan rombongan Papi David. Innova tersebut lalu menepi dan berhenti…, dan dari bagian tempat duduk pengemudi keluar…. PAPI DAVID… Udah lama banget gak ngalami rasa lega seperti ini saat menemukan salah seorang anggota keluarga kita.. Hehehe…

Papi David ternyata mau ke permandian air panas di Padang Bujur karena udah janjian dengan Odang di sana. Kami lalu dibawa ke sana. Papa lalu menyuruh Tulang Lubis dan Lukas (orang Lombok yang kerja pada keluarga kita dan ditugaskan menjaga rumah di Sipirok) menemani Mami Uli pergi ke tempat makan langganan Odang, membeli sarapan buat rombongan plus membawakan setermos air panas buat susu anak2 yang terkurung di Aek Latong. Tati dan Papi David menyusul ke Aek Latong setelah Odang dan Papi David selesai mandi, dan mengantarkan Odang pulang ke rumah.

Alhamdulillah, saat kita kembali ke Aek Latong jalan sudah terbuka kembali. Salah satu bus yang nyangsang di lumpur telah ditarik, sehingga mobil rombongan kita bisa melewati jalan yang dasyat tersebut. Rombongan langsung dibawa ke hotel Tor Sibohi yang udah kita reservasi.. Kita mutusin buat nginap di sana karena fasilitas di rumah Opung rasanya sulit buat menampung rombongan circus (anak-anak) yang rame banget..

Begitu ngeliat Papi David, Enek langsung ngomel-ngomel.. Enek bilang “Udah tau Mama mau datang, kok kamu gak nungguin di Aek Latong dari tadi malam…?!!” Hayaaahhhh…. Dasar ibunda Ratu… Kita memang paling cemas dengan kondisi Mama, karena setelah serangan stroke setahun yang lalu Mama belum pernah berjalan sejauh ini.. Mana Mama tuh hanya bisa menggunakan closet yang duduk, karena lutut kanan gak bisa ditekuk.. Bisa ngitung gak siyyy kira2 ada berapa tempat makan di sepanjang jalan antara Medan-Sipirok yang punya closet duduk? Kebayang gak siyy gimana kalo Mama harus terkurung di Aek Latong berjam-jam…? Alhamdulillah perjalanan kami berakhir dengan baik, meski ada sedikit petualangan.. Hehehe..

Ini foto-foto Aek Latong yang Tati ambil saat mau kembali ke Medan, tanggal 4 Juni yang lalu. Menurut Pak Zuharnen dosen Tati di penginderaan Jauh UGM, yang pernah survey di daerah ini, Aek Latong merupakan daerah sesar, sehingga selalu terjadi pergeseran kulit bumi, ditambah lagi dengan gempa beberapa waktu yang lalu, plus hujan yang turun… Mantap sudah… (ini ucapan Samuel yang logatnya Samarinda banget, kalo berkomentar tentang sesuatu yang luar biasa… hehehe..). Tapi kejadian ini tidak membuat kapok untuk tetap kembali dan kembali ke Sipirok, atau malah mengambil jalan muter lewat Sibolga-Padang Sidimpuan.. Kami tetap cinta Sipirok dan jalur perjalanan Tarutung-Pahae-Sipirok alias lewat Aek Latong .. Hehehe..

14 thoughts on “Berlumpur di Aek Latong

  1. huhuhuhu seru bangeeettt travelling plus offroad! Bulan depan mkn aku mau ke PKU trus ke bukit tinggi….mau motret2 sama temen2……mudah2an bisa ketemuan.. 😀

  2. Mudah2an ya…. Karena rencananya pada saat long weekend bulan Agustus yad, saya mau ke Samarinda dengan Papa.. Hehehe.., malu deh rasanya cerita kalo mau jalan2 lagi… Hehehe

  3. kapan berakhirnya derita aek latong ya ito? Inang bulan Juni lalu ke Medan dan lewat rute baru. Sidimpuan-Sipirok-Sibadoar-Bungabondar-Simangambat dan berakhir di Pangaribuan.Sayangnya jalan lewat ini hanya bisa dilalui 1 mobil.
    Ditunggu berita &foto Sipirok berikutnya.
    Jkt 07-07-08

    —————
    Sondha : Kalo saya gak salah dengar, untuk mengatasi masalah di Aek Latong perlu dibangun jembatan sejenis cable bridge yang menghubungkan 2 bagian yang paling stabil di ruas tersebut. Dan itu butuh biaya yang besar buanget.. Mungkin hasil feasibility study-nya gak layak buat didanai kali ya, makanya belum dikerjakan..

    Kita juga dengar jalan alternatif lewat Pangaribuan tersebut, tapi karena gak pernah lewat jalur tersebut kita gak berani nyoba. Apalagi saat kembali ke Medan hari Jum’at 4 Juli yang lalu, rombongan kami 5 orang, yang semuanya perempuan, termasuk Ananda yang berusia 7 tahun dan Mama yang kesehatannya gak 100% baik. Untung 2 hari sebelumnya gak hujan sama sekali, jadi Aek Latong aman untuk dilewati. Itu pun dianterin supir saat nyebrang, karena Ivo, adik saya, gak berani nyetir di medan yang seperti itu.

    Mudah2an segera ada solusi terhadap Aek Latong ya, sehingga kampung kita bisa punya aksesibilitas yang lebih baik, sehingga lebih maju perekonomiannya, dan para kaum muda juga mau kembali dan berkarya di sana. Horas…, Ito.

  4. Di jalur jalan Aek LAtong selain jalannya yang rusak, juga rasa kemanusiaan orang-orang yang ada disitu juga rusak sudah. tidak ada perasaan bahwa orang-orang yang melintas disitu yang terperangkap lumpur penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran, namun mereka tetap biarkan dan cuek secuek monyet-monyet yang ada dipohon sekitar hutan itu, KECUALI kalau sudah meminta tolong tapi harus dibayar. Padahal tanpa harus kita minta juga, seharusnya adalah rasa kemanusiaan dan etntunta siapapun yang merasa sudah ditolong pastilah memberikan ucapan terimakasih. Mudah-mudahan karakter orang-orang seperti ibi bukan karaketr orang Sipirok. Saya mengalami hal ini pada akhir bulan Maret 2009 yang lalu.
    Kalau menurut saya, untuk SUMUT dan TAPSEL tidaklah sesuatu yang sangat luarbiasa untuk menyelesaikan jalur jalan itu, namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah Apakah GUBSU dan BUPATI TAPSEL (Mr.Ongku Hasibuan Yth) concern dan empaty dengan masalah ini ? Mudah-mudahan dengan Bupati masa mendatang, nasib AEK LATONG dapat dirubah dan kita-kita yang pecinta Bonapasogit dapat melewati jalur Sipriok-Medan dengan nyaman. Semoga alam bersahabat dengan kita dan Tuhan melindungi kita, horas.
    (Bangun Siregar, SH. Putra asli Desa Hutaraja-Sipirok.Tinggal di Jakarta)

  5. benahi jalan AEK LATONG,,kasihan juga buat driver yang melintas disana..mereka benar-benar kerja keras untuk lalui jalan tersebut..Pemda &Pemerintah pusat harus merasakan lewati AEK LATONG agar tahu seperti apa wajah mereka kalau lewat sana..

  6. walau jalanya kacau…, perjalanan tahun ini cukup mengesankan. tapi pak…, tolong juga perbaiki. biar tambah berkesan

  7. saya tugas di gunung tua, seminggu sekali saya pulang ke medan bawa mobil. saya tahu kondisi di aek latong memang sangat mengerikan, tapi saya menyukai jalan dari sipirok. setiap minggu saya lewat aek latong. untuk melewati aek latong kita butuh cara mengemudi yang pass untuk medan dengan tanjakan yang curam. bila becek kita harus buat mobil zik zak untuk mendaki agar mampu sampai ke atas. pokoknya asik, pada kamu2 harus dicoba deh..

    • Secara geomorfologi, jalan ini berada di sesar (http://id.wikipedia.org/wiki/Sesar), sehingga selalu mengalami pergeseran.. Kalau mau jalannya tidak rusak terus menerus, sebaiknya dibuat jembatan yang menghubungkan dua titik yang stabil di sisi sebelum dan sesudah ruas ajaln yang selalu rusak. Otomatis dibutuhkan investasi yang cukup besar..

  8. Cukup sudah tragedi ALS yang merenggut belasan penumbang tewas,. tolong kepada pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, carikan alternatif jalan, kalo perlu pindahkan aja ke jalur lain. di Bandung aja rel kereta bisa melintasi dua gunung.

  9. pak SBY. sampai kapan aek latong bisa selesai. apakah harus ada korban susulan agar penduduk sumut berkurang ditelan aek latong, jika tidak bisa diperbaikin cari solusi. dipindah atau dibagaimanakan. apakah pak Aulia Pohan tdk mempunyai rasa kasihan terhadap kampung asalnya.

  10. Pingback: Tugu Batakland English School… | Sondha's Notes…

  11. emang jalan Pasid – Sibolga mulus…. cuma lebih lama menempuh perjalanannya dari pada lewat aek latong

Comments are closed.