Ini lanjutan dari tulisanku beberapa bulan yang lalu tentang perjalanan ke Kota Siak Sri Indrapura, kota kecil di tepian Sungai Jantan atau Sungai Siak, sungai terdalam di Indonesia. Kota ini merupakan ibukota Kabupaten Siak, salah satu kabupaten penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia beberapa dekade ini (Baca : Berkapal ke Siak).
Kunjungan pada pertengahan Februari 2017 bukan kunjungan pertama bagi diriku. Entah kunjungan yang keberapa diriku tak ingat. 😀 (Baca : Ke Siak Sri Indrapura (Lagi…..!!!), Having Lunch di Siak, dan Muter2 di Siak). Lalu apa istimewanya kunjungan kali ini? Kunjungan kali ini, yang diriku lakukan bersama Wati, teman kuliahku di Kampus Rakyat, bertujuan untuk menikmati perayaan Cap Go Mei di Siak, di pasar yang merupakan Chinatown alias Pecinan Siak. Kenapa di Siak? Karena Wati yang senang motret ingin hunting foto di daerah Pecinan yang justru belum banyak diliput, gak kayak di Singkawang, yang sudah jadi mainstream bagi para pecinta fotografi.

Upper Left : Tandu Sang Dewa, Upper Rght : Tatung, Bottom : The Gate of Hock Siu Kong with Sungai Jantan as view
Pecinan di Kota Siak Sri Indrapura berada di Jalan Sultan Ismail, di tepi sungai. Berdampingan dengan komplek istana peninggalan Kerajaan Siak Sri Indrapura. Lokasi Pecinan ini berhadapa-hadapan dengan bangunan benteng peninggalan Belanda, yang berada di seberang sungai. Di Pecinan ini terdapat Klenteng Hock Siu Kong, yang berdiri sejak tahun 1898. Klenteng yang menjadi pusat aktivitas ibadah dan budaya masyarakat Cina di Siak.
Bagaimana bisa Pecinan mempunyai lokasi yang begitu strategis? Menurut salah seorang pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Siak, yang secara tak sengaja bertemu di salah satu kedai kopi di Siak, Kawasan Pasar Siak merupakan wilayah yang diberikan Sultan Siak kepada pedagang yang datang dari Negeri Cina. Pedagang yang sengaja diundang Sultan untuk menetap di Siak untuk mengajarkan rakyatnya bagaimana cara berdagang. Selain untuk memudahkan masyarakat mendapatkan berbagai kebutuhan yang perlu didatangkan dari luar daerah, bahkan dari luar negeri. Sebagai bentuk apresiasi, sekaligus untuk memudahkan memantau pendatang dari Negeri Cina, Sultan memberikan lahan di tepi sungai bagi mereka. Sultan yang berwawasan luas, dan menghargai keragaman.

Deretan Rumah Toko Berwarna Merah, dan keranjang khas Chinesse
Beberapa tahun terakhir ini, dalam rangka meningkatkan pariwisata daerah, Pemerintah Kabupaten Siak semakin berupaya mengangkat warisan budaya (heritage) kerajaan Siak Sri Indrapura menjadi daya tarik wisata, termasuk juga kawasan Pecinan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Siak adalah menata kawasan Pecinan, sekaligus membangun turap di tepi sungai untuk tempat masyarakat menikmati indahnya tepian sungai. Pemerintah juga memfasilitasi para pemilik rumah toko di kawasan pecinan untuk mencat bangunan mereka dengan warna merah, dan kombinasi hijau dan kuning sebagi penambah cantik.

Kawasan Turap Tepian Sungai Jantan
Kawasan yang berwarna merah memang sungguh memikat mata, dan luar biasa menarik untuk difoto. Kecantikan kawasan ini semakin menawan saat senja dan malam tiba, ketika lampion-lampion menyala. Lampion-lampion yang bergantungan di langit-langit emperan toko dan pada tali-tali yang dibentang di atas jalan raya.

The Lampions
Selain menikmati kecantikan kawasan Pecinan yang merah, apa lagi yang bisa dinikmati di sini? Kuliner, pastinya. Kuliner khas Chinesse, berupa mie, kwetiau dan bihun, yang bercampur cita rasa Melayu dan Sumatera Barat banyak dihidangkan di kedai-kedai kopi, yang merupakan budaya di hampir seluruh wilayah Pesisir Timur Sumatera. Untuk makan berat, kita bisa menikmati aneka masakan dengan bahan ikan sungai dan udang galah. Menurut pejabat yang sempat ngobrol dengan diriku itu, tak ada kedai kopi di Siak yang menjual makanan tak halal. Tapi mengingat semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan wajibnya mengkonsumsi makanan halal, selain membina peningkatan kualitas dan keragaman kuliner khas daerah, kiranya Pemerintah juga perlu memfasilitasi kedai-kedai kopi di kawasan Pecinan untuk mendapatkan sertifikat halal dari instansi yang berkompeten untuk menerbitkannya.
Oh ya, apa lagi yang aku temukan saat mutar-mutar dari pagi sampai malam di kawasan Pecinan di Siak saat perayaan Cap Go Mei? Ya, keragaman agama dan budaya yang saling menghargai. Arak-arakan barongsai yang sejak pagi mengelilingi Pecinan, berkunjung ke rumah-rumah toko untuk mengusir roh jahat, mengundang roh baik, mengirim doa-doa, meyalakan petasan, diistirahatkan saat azan berkumandang di Masjid Raya Syahbuddin Siak yang berada di kawasan Pecinan. Arak-arakan dilanjutkan setelah adzan dan waktu sholat dzuhur usai. Kehidupan bertoleransi yang indah.

Masjid Raya Syahbuddin, dengan lampion-lampion di latar depan
Mari berkunjung ke Siak, teman-teman. Mari menikmati keagungan warisan budaya Kerajaan Siak serta keragaman yang telah hadir di negeri ini sejak berabad yang lalu..***
Bagus bgt ya disana, penasaran dgn kerajaannya sama pecinannya
Silahkan berkunjung ke Siak, kak Noni. Kerajaan Siak punya hubungan yang kuat dengan kerajaan Deli dan juga kerajaan Melayu di semenanjung Malaysia..
Kuliner chinese peranakan dengan pengaruh Sumatera Barat pasti enak-enak ya 🙂