Sebuah postingan untuk memperingati WORLD WATER DAY tahun ini, 22 Maret 2017.
Beberapa waktu yang lalu, Rudi Fajar, seorang teman, adik kelas di SD sampai SMA, memasukkan diriku di komunitas yang beliau gagas dan pimpin. Group yang berkomunikasi di WhatsAp itu bernama Exploring Riau Community, disingkat XRC.

captured by Nono
Komunitas XRC adalah kumpulan orang-orang yang bermukim di Riau, Kota Pekanbaru khususnya, yang berminat, mencintai pariwisata, yang ingin mengeksplor obyek-obyek wisata di Provinsi Riau. Sebagai orang yang pernah bekerja dan punya passion di bidang pariwisata, hobby nge-blog juga, jelas menjadi bahagian dari komunitas ini sesuatu yang menarik.
Beberapa hari setelah bergabung di komunitas XRC, dilemparkan lah ide untuk berwisata ke Sungai Subayang.
Apa dan dimana lokasi Sungai Subayang ?
Sungai Subayang yang merupakan bagian hulu Sungai Kampar Kiri tersebut berada di Desa Tanjung Balit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar. Sungai ini merupakan salah satu sungai penting, yang kuantitas dan kualitas airnya sangat menentukan kehidupan di sekitar Sungai Kampar. Untuk teman-teman ketahui, Sungai Kampar adalah salah satu dari 4 sungai besar di Provinsi Riau, yang bermuara ke Selat Malaka. Di bagian yang lebih hilir sungai inilah terjadinya gelombang Bono yang unik, gelombang yang besar dan panjang, sehingga para perselancar bisa memanfaatkannya untuk surfing.
Untuk sampai ke Sungai Subayang, kita dapat memulainya dari Desa Gema, yang berjarak lebih kurang 90 km jalan darat dari Pekanbaru ke arah Lipat Kain.

Pemandangan Sungai Subayang dan Kawasan Rimbang Baling dari Tepian di Desa Gema
Di sekitar Sungai Subayang terdapat kawasan Rimbang Baling, kawasan yang hutannya dipertahankan oleh masyarakat adat. Rimbang Baling merupakan salah satu penyumbang oksigen yang utama bagi wilayah Sumatera Tengah, teruama ketika musim kelima, musim asap, menyergap Provinsi Riau dan sekitarnya. Hal ini terjadi karena masyarakat adat di kawasan Rimbang Baling tetap mempertahankan hutan adat, dan hidup dari budidaya karet ( Hevea brasiliensis). Rimbang Baling juga catchment area yang menentukan kuantitas dan kualitas air Sungai Subayang, sehingga perlu dijaga kelestariannya.
Apa daya tarik Sungai Subayang ?
Di Sungai Subayang pengunjung bisa menyusuri sungai naik piyau alias sampan bermotor ke arah Rimbang Baling pulang pergi. Ada 2 jenis piyau di situ, piyau Johnson dan piyau Robin, sesuai dengan nama mesinnya. Piyau Johnson berukuran sedikit lebih besar, sedangkan piyau Robin lebih kecil, namun lebih gesit. Bila sungai sedang surut, dan piyau melintasi daerah yang sangat dangkal, penumpang piyau bahkan bisa menikmati acara mendayung ! 😀

Piyau
Hutan Rimbang Baling yang alami, hijau dan asri, serta desa-desa dengan aktivitas kehidupannya merupakan pemandangan yang bisa dinikmati selama berpiyau menyusuri sungai. Pengunjung juga dapat menikmati pemandangan Batu Belah dan singgah di Pulau Pidu, sebuah sedimentasi pasir dan kerikil di tengah-tengah sungai. Pengunjung juga bisa menikmati pertunjukan kesenian rakyat di desa Batu Songgam, serta berbagai kuliner lokal.

Berkumpul di Bandar Serai, The Meeting Point
So, pada hari Minggu tanggal 05 Maret, jam 06.30AM, sebagaimana ditetapkan, kami para peserta, sekitar 200 orang, sudah berkumpul di Kawasan Bandai Serai yang menjadi meeting point. Karena gak berani nyetir keluar kota, dan juga karena aku nyetirnya pelan, aku terpaksa ikut dengan peserta lain. Alhamdulillah, Rudi Fajar menawarkan aku untuk ikut bersama keluarganya. Dan alhamdulillah juga diantara peserta juga ada 2 teman seangkatanku di SMA, Cing-cing dan Nono. Jadi tambah seru.

Sebahagian Anggota XRC yang Ikut Berwisata ke Sungai Subayang
Setelah berjalan lebih kurang 1.5 jam, dan sempat singgah di Masjid Raya Lipat Kain, kami sampai di Desa Gema. Tapi karena hampir seminggu sebelum tanggal 5 Maret 2017 hampir seluruh daerah di Indonesia Bagian Barat mengalami hujan terus menerus, Sungai Subayang mengalami peningkatan muka air yang signifikan. Bahkan arus sungai menjadi sangat deras. Keadaan tersebut membuat resiko menyusuri sungai dengan piyau ke kawasan Rimbang Baling dan Desa Batu Songgam menjadi sangat beresiko. Apa lagi diantara peserta banyak juga yang perempuan dan anak-anak.
Kondisi yang diluar ekspetasi ini membuat rencana yang sudah disusun XRC harus disesuaikan. Acara makan siang yang rencananya akan dinikmati di Desa Batu Songgam, dirubah menjadi di tepian Sungai Subayang di Desa Gema. Para peserta tetap bisa berpiyau tapi hanya dalam jarak yang lebih pendek, yaitu sampai ke lokasi Laboratorium Kualitas Air milik WWF. Tapi meski jarak itu tidak terlalu panjang, tapi kami bisa melihat betapa indahnya kawasan Rimbang Baling. Kami bahkan melihat pohon durian dan Sialang (Latin : Kompassia Exelca). Pohon Sialang adalah tanaman tempat lebah senang bersarang dan menghasilkan madu berkualitas sangat baik.
Meski perjalanan tak sesuai dengan rencana, tapi one day trip ke Sungai Subayang ini sangat menyenangkan dan berkesan. Ingin mengulang dan kembali ke sana ? Mengapa tidak ? Bahkan jadi semakin ingin mengambil paket Camping di Rimbang Baling. Ada yang mau bareng ? Yuuukkk !!
Diriku berharap, ecotourism dengan konsep desa wisata dapat dikembangkan di Desa Gema, Desa Batu Songgam dan desa-desa lain di kawasan Rimbang Baling. Agar masyarakat mempunyai alternatif sumber pendapatan, sehingga ketika harga karet jatuh, masyarakat tak perlu menebang pohon medang yang ada di hutan untuk diambil kulitnya,dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Agar kawasan Rimbang Baling, Sungai Subayang dan Sungai Kampar tetap lestari.***
Hai mbak salam kenal ya. sungainya cakep banget tuh mbak..asyik ya kalau jalan2nya bareng temen2
Hai juga…
Salam kenal juga, mba..
Terima kasih ya sudah blog walking ke ceritasondha.com
Alhamdulillah iya, senang banget bisa ramai-ramai ke Sungai Subayang yang luar biasa indah.
Semoga mba Ningrum bisa berkunjung ke Riau dan jalan-jalan ke Sungai Subayang juga yaa..
seru euy naik perahunya, tapi aku rada ngilu bayanignnya soalnya ukurannya kecil mak >.< ngeri kebalik kalo aku yg naikin haha 😀
Salam kenal mak Leeviahan..
Terima kasih sudah mampir..
Piyau, sebutan untuk perahu bermesin di Sungai Subayang, memang ukurannya langsing, sehingga gesit bila harus bergerak melawan arus..
Insya Allah gak kebalik.. Saya yang bisa digolongkan gerombolan si berat aja masih bisa duduk dengan nyaman di atas piyau..
Dan buat pengunjung (bukan penduduk setempat), disediakan life vest..
Tapi karena kemaren jumlah peserta lebih banyak dari jumlah life vest, maka kami memutuskan untuk mengalah dan menikmati berpiyau tanpa life vest..
Alhamdulillah aman….
Sungainya gedhe banget hehe. Maklum saya tingal di Jawa dan sungainya kecil2 😀
Seru banget mbak bisa eksplorasi sungai sekaligus hutan rimbanya, moga suatu saat saya jg bisa 🙂
Salam kenal mba April.
Terima kasih sudah singgah di ceritasondha.
Sungai2 di Sumatera apa lagi di Kalimantan emang gede2, dan deras banget saat musim hujan, mba April.
Semoga mba juga bisa segera mrnikmati sungai dan hutan Sumatera..
sungai nya cakep juga tu. salam kenal mba
Salam kenal juga, bang Roy…
Terima kadih sudah jalan-jalan ke ceritasondha.com
Nama sungai yang saya tulis kali ini sama dengan alamat email abang..
Besar di tepian Subayang kah?
Apa ceritanya?
Bagi-bagi lahhh…
aih meringis ada musim kelima di Riau, musim asap…
Riau ini banyak potensi wisata unik yang belum banyak orang tau ya..
salut deh dengan komunitasnya, bawa pariwisata Riau supay dikenal orang banyak
Alhamdulillah tahun lalu musim kelima tak datang, kak Monda. Semoga tak pernah datang lagi..
Potensi wisata Riau memang luar biasa kak.. #ayokeriau
Alhamdulillah ada komunitas spt xrc, kak.
Ayo ke Riau, kak…