Setelah melakukan berbagai persiapan di sela-sela kesibukan kerja… Akhirnya tanggal 6 Februari 2016 Perjalanan ke Penang pun dimulai… Ceritanya dimulai dari keberangkatan dari Medan aja yaa… Gak usah dari Pekanbaru, kepanjangan… 😀
Menurut schedule, Air Asia QZ106 yang aku, Papa dan adikku Ivo tumpangi akan berangkat jam 07.30. WIB, berarti kami sudah harus di bandara jam 05.00-an WIB. Secara bandara Kualanamu lumayan jauh dari rumah kami di daerah Medan Baru, kami memutuskan untuk ke bandara dengan Railink, kereta api yang khusus melayani rute Stasiun Merdeka Medan – Bandara Kualanamu pp. Kasihan kan ponakanku Aldy kalau terkantuk-kantuk di jalan karena harus mengantar kami sebelum subuh… Terlalu beresiko.. Kalau mau hemat sihh mendingan naik Damri, sebenarnya… Ongkos Damri dari Carre Four Medan Fair Plaza, yang dekat rumah, ke Kualanamu, kalo gak salah Rp.20.000,- per orang. Kalau naik kereta api railink, ongkosnya Rp.100.000,- per orang. Tapi karena berangkatnya subuh, dan ingin lebih safe, kami memilih naik railink. Trip yang pertama, jam 04.00 WIB.. Jam berapa dari rumah? Jam 03.15 WIB… Ayam berkokok aja kalah… 😀
Kami sampai di Kualanamu jam 04.40 WIB. Karena sudah melakukan online check-in tanggal 5 Februari sebelum tidur, di counter check-in, kami tinggal ambil boarding pass. Prosedurnya tetap sama, nunjukin kode booking dan nyerahin passpor. Enaknya zaman sekarang, kita gak perlu nge-print tiket. Cukup nunjukin kode booking.. Tapi klo di Luar Negeri, paket data kita gak aktif, lupa pula nge-save softcopy tiket, cuma punya kode booking, bisa deg-degan juga… 😀
AA QZ106 berangkat sedikit terlambat…, sekitar 20 menit-an.. Setelah terbang sekitar 45 menit, kami mendarat di Bandara Internasional Bayan Lepas.. Bandaranya rapi…, dan menjelang pintu keluar tersedia rak-rak berisi brosur-brosur tentang obyek wisata, juga kalender wisata Penang.. Kita bisa ambil for free… 😀

KOMTAR, Kompleks Tun Abdul Razak
Dari bandara, kami memutuskan untuk memulai petualangan dengan naik bus ke Kompleks Tun Abdul Razak (KOMTAR), pusat pertokoan modern di kawasan Georgetown, ibukota negara bahagian Pulau Penang. Di KOMTAR ini juga terdapat terminal bus yang menghubungkan berbagai daerah di Pulau Penang. Bus yang kami naiki, bus 102 jurusan Airport – KOMTAR – Teluk Bahang. Berapa ongkosnya…? RM 3.4 per orang atau sekitar Rp.11.250,-. Untuk jarak berapa km? Gak tau, tapi dengan bus yang lumayan cepat, waktu tempuh Airport – KOMTAR sekitar 45 menit..
Dari KOMTAR agar tak terlalu lelah nyari-nyari alamat Me.n.U.Cafe & Lodge, penginapan yang sudah dipesan melalui agoda.com, kami memutuskan untuk naik taxi. Untuk ke penginapan yang berlokasi di Steward Lane (Lebuh Steward) Nomor 34 Georgetown itu, Taxi minta RM 12, minimum payment..
Ternyata supir yang kami temui di antrian taxi di KOMTAR itu harus usaha extra untuk bisa mengantarkan kami ke Me.n.U.Cafe & Lodge , karena ada pengaturan baru arah jalan. Lorong-lorong diatur jadi lorong sahala, alias jalan searah… Padahal Lebuh Steward itu berada persis di belakang kuil Kuan Yin, kuil Budha yang menghadap ke jalan Kapitan Keling, salah satu jalan utama di Georgetown.

Buku George Town World Heritage. The Story of The Chinese in Nineteenth-Century Penang, dan rumah toko lama di Lebuh Steward
Belakangan saya tahu dari buku “George Town World Heritage Site, The Story of The Chinese in Nineteenth-century Penang “ yang ditulis Mark Thompson dan Karl Steinberg, kalau Kuil Kuan Yin, Lebuh Steward dan Lebuh Muntri merupakan salah satu alur awal Peranakan di Geortown. Bahkan di lebuh Steward terdapat houseshop alias ruko pertama di Georgetown. Saat ini ruko-ruko dimaksud berfungsi sebagai warung yang menjual barang harian dan minuman, termasuk minuman beralkohol… Hiks…
Setelah sampai di penginapan, kami bertiga langsung istirahat dulu.. Membayar waktu tidur malam sebelumnya yang terpotong karena harus berangkat sebelum subuh… 😀
Kami bangun sekitar jam 12.00-an WIB, alias jam 13.00-an waktu Penang.., ketika perut mulai menyanyikan lagu keroncongan, minta diisi.. Sebelum keluar dari penginapan, kami menanyakan pada petugas penginapan dimana kami bisa menemukan resto yang menjual makanan halal.. Jawabnya si penjaga hotel yang orang Thailand, di sekitar hotel tidak ada, karena ini kawasan Chinese.. Hikksss.. Dari depan penginapan, kami berjalan ke arah timur, ke Jalan Kapitan Keling..

Seven Terraces dan bangunan cantik di depannya
Sekitar 30 meter dari depan penginapan, kami menemukan Seven Terraces.. Sebuah bangunan berupa 7 buah rumah toko yang menyambung.. Bangunan yang didirikan di awal abad 20 ini mempunyai 7 teras yang menyambung dengan keramik yang cantik. Bangunan ini difungsikan sebagai hotel..
Di tepi jalan, tak jauh dari seberang Kuil Kuan Yin, kami bertanya pada seorang bapak yang sedang duduk-duduk sambil ngopi dengan teman-temannya yang berdarah India. Beliau mengarahkan kami untuk bergerak ke arah selatan sekitar 50 meter, ke Lebuh Chulia, lalu menyusuri jalan tersebut ke arah timur. Di ruas tersebut, menurut beliau ada beberapa resto India muslim… Beliau benar, di ruas jalan tersebut ada beberapa restoran India.., karena memang daerah itu adalah Little India-nya Penang..
Kami langsung berhenti di resto yang pertama kami temui.. Di pojokan Lebuh Chulia.. Masakan apa yang dijual….? Masakan India, pasti.. Ada nasi Briyani (asyyyiikkkk….!!), ada juga nasi putih dengan berbagai lauk yang diolah dengan bumbu khas India.. Buat diriku yang senang masakan Timur Tengah, rasanya seperti mendapat durian runtuh… 😀 Minuman yang ku pilih, es limau… Perasan jeruk limau, alias jeruk kesturi, dicampur air putih dan dikassi es batu.. Segerrrr… Sementara Papa dan Ivo memilih teh tarik…, yang menurut Papa enak banget…

Wonderfood, Museum yang memamerkan replika masakan-masakan khas Pinang dalam ukuran raksasa..
Setelah duduk sejenak kelar makan siang yang nikmat…, kami melanjutkan petualangan dengan berjalan kaki menyusuri Lebuh Chulia ke arah timur.., sampai di perempatan Beach Road alias Lebuh Pantai.. Di jalan Lebuh Pantai yang lebar, kami belok ke arah utara.. Kami mencari Penang Peranakan Mension, karena menurut buku Inside Guide South East Asia, museum tersebut berada di sekitar daerah tersebut.. Namun sebelum menemukan Penang Peranakan Mansion yang dicari, di sisi timur jalan tersebut kami justru melihat sebuah bangunan yang ditata cantik dan menarik.. Kami lalu menyebrang untuk melihat.. ternyata itu adalah Wonderfood, sebuah museum yang memamerkan berbagai replika makanan dengan ukuran yang besar… Karena prioritas utama kami adalah museum-museum heritage, kami meletakkan museum ini sebagai tempat yang akan kami kunjungi pada hari terakhir, kalau masih ada waktu… 😀

Wisma Kastam, gedung cantik dengan clock tower
Kami lalu melanjutkan petualangan menyusuri Lebuh Pantai, di sisi timur jalan.. Di sebuah jalan di sisi timur, kami melihat sebuah clock tower di atas sebuah bangunan.. Kami pikir itu Penang Clock Tower, yang merupakan salah satu must see, sehingga kami belok ke timur, ke arah Lebuh Pengakalan Weld – outer ring roadnya Georgetown.. Ternyata bukan.. Itu clock tower dari, sebuah bangunan tua, yang saat ini digunakan untuk Wisma Kastam.. Kami sempat menyusuri Jalan Pengkalan Weld sepanjang satu block.., sampai akhirnya kami bertemu seorang penduduk lokal, dan menunjukkan arah ke Lebuh Gereja, atau Church Street, lokasi Penang mansion.. Dua block ke barat, lalu satu block lagi ke utara dari tempat kami bertemu dengan pemberi informasi tersebut.. Biar gak bingung, teman-teman bisa lihat Peta Georgetown di sini…

Rumah Baba Nyonya
Setelah berjalan ke sekitar 10 menit, kami sampai ke Lebuh Gereja.. Di sisi utara jalan, kami menemukan sebuah ruko yang di dindingnya tertulis Penang Heritage Trust (PHT), ternyata itu kantor NGO yang bergerak untuk mempromosikan koservasi warisan budaya dan menyelamatkan gedung-gedung bersejarah yang ada di Pulau Penang.
Di seberang kantor PHT, terdapat bangunan besar… Saat kami dekati, dari pintu yang terbuka di balik pagar, terlihat kalau di dalam bangunan itu adalah tempat sembahyang pribadi, milik sebuah keluarga.. Tapi pagarnya tidak terbuka… Diujung pagar, terdapat pintu gerbang yang terbuka lebar.., ternyata itu adalah pintu masuk ke halaman depan Penang Peranakan Mansion, alias rumah Baba dan Nyonya.. Mansion tersebut tidak menghadap jalan yang berada di sisi utara gedung, melainkan menghadapa ke arah barat, ke halaman samping, yang saat ini berfungsi sebagai lapangan parkir. Di sisi dalam gerbang, terdapat patung perunggu seukuran manusia dengan raut wajah dan pakaian ala Eropa..

Untuk bisa menikmati keindahan rumah peninggalan Baba dan Nyonya yang berlokasi di 29 Church Street (Lebuh Gereja), 10200 Penang ini, setiap pengunjung harus membayar tiket masuk RM.20 atau Rp.66.200,- di nilai tukar Malaysia Ringgit Rp.3.310,- . Untuk anak-anak yang berusia di bawah 12 tahun, harga tiket masuk RM.10, sedangkan untuk pengunjung senior, di atas usia 70 tahun (kalau gak salah ingat), harganya tiket RM.17. Sehingga untuk bertiga, kami membayar tiket RM.57 atau Rp.188.670,- Harga yang menurut diriku sangat worthy. Setelah membeli tiket, kita tidak diberi lembaran karcis, melainkan sepotong sticker bberwarna biru dengan tulisan “Penang Peranakan mansion” yang harus ditempel di baju selama berkunjung.. Setelah selesai, kalau mau tetap dipakai, juga boleh… 😀

dengan guide Peranakan Mansion
Penjualan tiket dilakukan di dalam rumah, di sisi selatan ruang pertama yang kita temui begitu kita melalui pintu utama… Oh ya, selama berkunjung di Peranakan Mansion, kita ditemani oleh guide yang disediakan pengelola museum.. Free of charge.. Bahasa Inggris dan Melayu guide-nya bagus, dan dia juga sangat menguasai tentang apa-apa yang ditampilkan di museum ini…
Siapa sih sebenarnya Baba dan Nyonya, pendiri dan pemilik rumah ini…?
Baba adalah Chung Keng Quee, seorang milioner philantropis, alias penderma di zamannya. Beliau migran Cina yang datang ke Pulau Penang di usia 20 tahunan atas permintaan ibunya, untuk menyusul ayah dan saudara lelakinya yang sudah lebih dahulu merantau ke Malaysia dan tak pernah ada kabarnya.. Lelaki yang lahir tahun 1821 kemudian bergabung dengan ayah dan saudaranya melakukan bisnis timah dan tembakau di daerah Perak, Malaysia.
Pada tahun 1877 Chung Keng Quee ditunjuk menjadi Kapitan Cina oleh Pemerintah Britih yang berkuasa di Malaysia saat itu. Sebagai seorang philantropis, Keng Quee mendirikan dan membiayai operasional berbagai tempat ibadah, mendrikan sekolah-sekolah. Lelaki yang meninggal pada tahun 1901 ini mempunyai 4 orang t’sais – istri sah (termasuk istri pertama yang ditinggal di Cina untuk merawat ibunya), 1 orang t’sip – istri tak resmi (yang memberinya satu anak perempuan), 10 anak laki-laki dan 5 anak perempuan. Kerajaan bisnis beliau dilanjutkan oleh anak keempat beliau, Chung Thye Phin.
Apa yang bisa kita lihat saat berkunjung ke rumah cantik yang diberi nama Hye Kee Chan oleh pemiliknya ini….?
Rumah Baba dan Nyonya sepenuhnya menunjukkan Peranakan style, perpaduan budaya Cina, British dan lokal. Rumah ini terdiri dari rumah utama 2 lantai, temple atau tempat sembahyang keluarga yang bisa diakses dari rumah utama melalui lorong khusus, dapur, dan ruang-ruang yang dimanfaatkan menjadi museum perhiasan dan museum embroidery alias sulaman, koleksi anggota keluarga Baba dan Nyonya..

Top left : center courtyard; Topt rigth : tangga cantik di sisi timur; Below left : British Dining Room; Below right : Chinese dining room;
Begitu kita melewati pintu masuk rumah utama , kita bisa melihat bahwa susunan ruang-ruang di rumah ini simetris, dengan courtyard di tengah-tengah rumah.. Interior bangunan ni diisi dengan berbagai barang, termasuk kolom-kolom besi berukir cantik buatan Walter Macfarlane & Co dari Glasgow. Kaya banget ya…. tahun 1800-an aja barang-barangnya udah diimpor dari Scotland..
Di sisi selatan lantai 1 rumah utama terdapat dua dining room dan 1 living room untuk tamu-tamu Baba dan Nyonya. Dining room yang berhadapan langsung dengan central coutyard adalah dining room buat keluarga dan relasi-relasi lokal. Di dinding kiri dan kanan meja makan terdapat kaca-kaca besar, yang membuat tuan rumah yang duduk di kepala meja bisa melihat seluruh aktivitas di ruang tersebut.. Di sisi timur ruang makan besar ini, terdapat ruang makan yang lebih kecil. Ruang makan yang tertutup dan diisi dengan interior bernuansa Eropa ini diperuntukkan untuk menjamu para relasi berdarah Eropa.

Top left : love chair; Top middle : meja rias Nyonya; Top right : Baba & Nyonya’s bed room; Below left ; kamar anggota keluarga yang sudah menikah; Below middle : koleksi boneka Eropa milik putri Baba & Nyonya; Below right : Bed room dan koleksi pakaian putri-putri baba & Nyonya
Di belakang Chinese dining room, dibatasi dengan partisi kayu yang cantik, terdapat tangga kayu berukir untuk naik ke lantai 2. Tangga yang digunakan untuk pengunjung saat ini, karena tangga cantik di sisi timur rumah ditutup untuk umum. di lantai 2 terdapat 4 kamar.. Kamar di sisi barat laut merupakan kamar untuk Baba dan Nyonya, kamar di timur laut untuk anggota keluarga yang menikah. Kamar di sisi tenggara dan barat daya adalah kamar untuk anak-anak perempuan.. Semua kamar bernuansa merah, warna khas Chinese.
Antara kamar-kamar tersebut dihubungkan dengan ruang duduk bagi keluarga, serta selasar-selasar. Di ruang di bahagian barat lantai 2 terdapat kursi yang bentuknya unik.. Terdiri dari 2 kursi ysng bersatu, dengan posisi yang berlawanan.. Yang duduk di kursi itu, posisinya akan berhadapan.. Konon, kursi adalah tempat Baba dan Nyonya bercengkrama..

Koleksi peralatan makan milik Nyonya
Apa lagi yang bisa dilihat di lantai 2 rumah utama? Koleksi kristal dan peralatan makan Nyonya.. Peralatan makan, sebahagian bermotif Phoenix dan Peony, motif khas China, yang diimpor dari Tung Chih pada periode 1862 – 1874 dan dari Kuang Hsu pada periode 1875 – 1908. Koleksi yang sangat indah.. Oh ya, Baba dan Nyonya juga punya perlengkapan makan dari perak.. Peralatan makan dari perak ini akan membaut makanan yang dihidangkan berubah warna, bila makanan tersebut mengandung racun.
Setelah mengitari seluruh bagian rumah induk dan beristirahat sejenak di koridor terbuka di sisi selatan rumah (koridor yang menghubungkan rumah utama dengan bahagian-bahagian lain), kami melanjutkan kunjungan ke Temple keluarga, yang berada di timur rumah utama, melalui lorong kecil..

Bat Temple @ Rumah Baba dan Nyonya
Temple keluarga Baba yang menghadap ke utara, juga mempunyai central courtyard. Temple ini dinamakan Bat Temple, karena memang menjadi rumah bagi kelelawar di plafond di sisi utara temple. Temple ini bertiang dan berpintu kayu yang dihias dengan ukiran-ukiran yang cantik dan sangat detil.. Berbeda dengan rumah yang didominasi warna merah, temple ini didominasi warna coklat tua dan sedikit warna cyan.. Temple ini merupakan tempat untuk menghormati roh para leluhur keluarga Baba yang telah mendahului..
Dari Bat Temple, kami melanjutkan kunjungan ke dapur keluarga Baba, yang berada di barat daya mansion, tepatnya di belakang kantor museum. Untuk sampai ke dapur ini, pengunjung harus melalui sebuah lorong di sisi barat bangunan Strait Jewelary Museum..

Dapur Nyonya
Dapur Nyoya berukuran sangat besar.. Fungsinya dapur tersebut bukan hanya tempat memasak, tapi juga berfungsi sebagai ruang makan sehari-hari, tempat menyimpan peralatan makan keluarga, bahkan apotik keluarga.. Hebatnya, koleksi barang-barang di dapur tersebut masih sangat lengkap…
Dari Dapur Nyonya, kami melanjutkan perjalanan ke bangunan di sisi barat rumah utama, di selatan dapur. Bangunan ini terdiri dari 4 ruangan. Dua ruangan memanjang, yang satu dijadikan Strait Jewelary Museum, satunya menjadi Embroidery Museum. Dua ruangan lagi adalah lobby, dan ruang yang menjadi akses keluar dari Strait Jewelary Museum, sekaligus tempat menjual souvenir.

Koleksi Strait Jewelary Museum
Strait Jewelary Museum memamerkan koleksi lukisan, peralatan untuk menginang (makan sirih), koleksi souveniers dan perhiasan-perhiasan koleksi anggota keluarga Baba dan Nyonya. Barang-barang tersebut menunjukkan betapa mewahnya kehidupan keluarga Baba dan Nyonya, terutama para perempuannya. Perhiasan dan koleksi souvenier mereka terbuat dari logam mulia dan batu permata yang sangat indah.. Perhiasan tersebut mencerminkan budaya Peranakan.., karena ada sunting, yang merupakan hiasan perempuan Melayu, ada perhiasan perempuan khas Cina, dan ada juga perhiasan ala Eropa.. Mengingat koleksi museum ini sangat-sangat berharga, pengelola meuseum ini membuat sistem pengamanan yang ketat, termasuk penjaga keamanan yang ramah, namun dilengkapi senjata api.

Koleksi Busana Keluarga Baba dan Nyonya
Apa yang dipamerkan di Embroidery Museum…? Baju-baju, tas, sepatu dan sandal, serta perlengkapan kamar tidur dan hiasan dinding yang penuh sulaman cantik, yang menunjukkan betapa makmurnya keluarga Baba dan Nyonya. Semua begitu cantik, bahkan pantas untuk digunakan pada masa kini.
Oh ya…, seluruh bahagian Peranakan mansion ini mempunyai lantai yang terbuat dari tegel yang sangat cantik.., khas kolonial.. Diriku sampai gak bisa menahan diri untuk “melantai’ agar bisa dipotret di situ…
Kami mengakhiri kunjungan di Pinang Peranakan Mansion dengan hati senang.. Sungguh, mengunjungi Peranakan Mansion dan menikmati koleksi-koleksi yang dipamerkan di situ, merupakan aktivitas memanjakan mata, hati dan pikiran.. Memberikan wawasan tentang kehidupan para perintis di Pulau Penang.. Tentang mereka yang tetap membawa budaya yang diwarisi dari leluhur, menerima budaya tempat mereka menetap, juga menyerap budaya yang dibawa para relasi mereka, membaurkannya menjadi sebuah budaya yang luar biasa indahnya.., budaya Peranakan..

Oh ya, apa souveniers yang bisa dibeli di sini…? Duplikat perhiasan.., daaaannn…, buku Penang Peranakan Mansion.. Berapa harganya, RM.85 atau Rp.281.350,- Harga yang menurutku sangat pantas untuk sebuah buku yang cantik dan berisi…
Kami lalu melanjutkan perjalanan, tetap berjalan kaki.. Sebelum sampai ke hotel kami sempat singgah ke sebuah toko buku yang cantik di sebiah pojok di Jalan Kapitan Keling, di seberang Kuil Kuan Yin..
Setelah beristirahat, setelah magrib, kami menutup hari pertama perjalanan di Penang dengan makan malam di tepi pantai di kawasan Geurney. Kawasan modern Pulau Penang, di luar Georgetown..***
Like this:
Like Loading...