Arti Sebuah Nama..

Nama menurutku adalah pemberian orang tua yang tak hanya melekat pada jazad seorang anak manusia sejak dilahirkan ke muka bumi, tapi nama melekat juga di ruh, bahkan mungkin sampai di hari akhir nanti.

Nama adalah identitas, doa dan harapan orang tua pada anaknya.

Sebagai identitas, untuk mengetahui asal usul keturunan, beberapa suku atau etnis menggunakan family name atau nama keluarga alias marga.  Suku Batak, misalnya.

Sebagai keluarga  yang berdarah Batak, kami menggunakan family name, Siregar.  Family name itu tetap kami pakai,  meski terkadang membuat kami diberi cap sebagai pendatang di kota tempat kami menetap lebih dari 45 tahun.  Mengapa tetap dipakai, kan akan lebih mudah diterima di semua kalangan kalau gak pakai marga?  Ya, karena nama adalah identitas. Tetap memakai marga adalah cara kami menghargai leluhur yang telah membawa kami sampai pada tahap kehidupan yang sekarang ini.

Di dalam keluarga kami juga ada kebiasaan untuk memberikan nama leluhur kepada generasi yang lebih muda.  Abang sepupuku, cucu laki-laki paling tua dari Opung kami, diberi nama Pieter.  Itu adalah nama Opung Godang kami, alias ayah dari Papaku.  Adik perempuanku bernama Uli, mengambil nama dari ibunya Mamaku, Mastora Ulina boru Siregar.

Putra pertama kakakku diberi nama Parlindungan, yang merupakan gelar adat alm ibu. Putra kedua kakakku diberi nama Barumun, itu gelar adat opung kami.  Putra ketiganya diberi nama Sornong, itu nama buyut Papaku. Sedangkan putri kakakku diberi nama Ira Menmenita. Menmen itu adalah nama kecil ibunya Papaku.

Kebiasaan itu dilanjutkan adik-adik dan ponakanku.  Putra pertama adik laki-lakiku, David, diberi nama Arden Thomann Denaldy Siregar.  Arden Toman adalah nama Papa kami.  Putra ketiganya diberi nama Abner Harryndra.  Harry adalah nama abang Papa kami. Nama Harry juga diberikan ponakanku, Parlindungan, pada putra pertamanya, Harry Muhammad Kartawidjaja.. Sedangkan puteri satu-satunya David, diberi nama Ajere, diambil dari nama saudara perempuan buyut kami, Anjere.  Adik perempuanku Uli, memberikan nama buyut kami, Samuel, pada anak lelakinya. Uli juga memberikan nama mama kami pada putrinya.

Nama-nama yang sama berulang-ulang digunakan dalam keluargaku.  Untuk mengenang kehadiran orang-orang yang disayangi.

Bagaimana dengan nama diriku?  Sondha Monalisa Siregar.

Sondha bukan nama yang umum dipakai dalam keluarga Batak.  Yang biasa itu, Sondang.  Menurut alm Mama, Sondha itu adalah nama teman sekolahnya, sosok yang cantik, lembut dan baik hati dalam kenangan alm Mama.

Monalisa ? Ya, nama itu diambil alm Mama dari masterpiece karya Leonardo Da Vinci yang saat ini dipamerkan di   Denon Wing, di Musèe du Louvre.  Sepertinya saat Mama memberikan nama itu padaku beliau belum tahu ada begitu banyak dugaan-dugaan tentang sosok yang menjadi inspirasi sang maestro.  Bahkan ada dugaan bahwa Monalisa adalah versi perempuan dari sang maestro.

Sepertinya Mama berharap anak perempuannya yang paling besar ini menjadi perempuan yang cantik, lembut dan baik hati.  Semoga diriku bisa.   I miss you, Mom.  Rest in peace
Sebenarnya, diriku punya nama yang lain.  Nama yang diberikan oleh seorang pemilik pesantren di pinggiran Kota Bogor sekitar 30 tahun yang lalu.  Tapi nama yang indah itu, Sofia, tak pernah diriku pakai, karena aku menghormati orang tuaku dan tetap memakai nama pemberian orang tuaku.  Nama yang digunakan dalam semua dokumen yang ada di sepanjang hidupku.  Nama Sofia itu tetap ku simpan di dalam hati.

Lalu, apa sih arti sebuah nama?

Shakespeare bilang, “Apalah arti sebuah nama. Bila setangkai mawar diberi nama yang lain, dia akan tetap mawar  karena baunya tetap wangi.”

Jadi menurut Shakespeare, yang penting itu sikap, perilaku manusia, bukan namanya.

Bagiku, nama yang indah, berisi identitas, harapan dan doa itu juga penting.  Sama penting dengan sikap dan perilaku.   Dan buat ku yang juga penting adalah nama itu sesuatu yang harus dijaga.   Perjalanan hidup acap kali tak memungkinkan kita untuk benar-benar bersih, tanpa noda.   Semoga Allah memberi kita hidayah dan kekuatan iman di sepanjang perjalanan hidup, sehingga kita mampu memegang nilai-nilai dan mengambil pilihan-pilihan yang bisa membawa kita mendekati keadaan saat kita dilahirkan.  Kalau pun ada khilaf, semoga bisa segera kembali dan husnul khotimah. Aamiin ya Rabbalalaamiin ***

screenshot_2017-03-10-18-40-34-1.png

Kampoeng Sasirangan

Seperti kita tahu Indonesia adalah surga di Khatulistiwa.  Penuh keragaman, bukan hanya flora dan fauna, tapi juga suku dan budaya. Teknologi sebagai salah satu unsur kebudayaan suatu etnis, antara lain tercermin dari kain tradisional.

Di Indonesia, umumnya kain tradisional merupakan hasil tenun, hasil mbatik,  dan hasil ikat  celup (tie dye).

wp-image-574674184jpg.jpgDi daerah luar Pulau Jawa, umumnya kain tradisional adalah hasil tenun, misalnya ulos hasil karya halak Batak, tenun Silungkang karya urang Minang, tenun Siak karya anak Melayu, songket Palembang karya Wong Kito  Galoh,  Tapis dari Lampung, sarung Samarinda karya perantau Bugis yang tinggal di Samarinda, juga tenun karya etnis Sasak dari Lombok.  Tekniknya berupa menyusun helai demi helai benang menjadi lembaran-lenbaran kain, dengan berbagai motif dan hiasnya, dengan bantuan alat tenun bukan mesin.

Mbatik adalah teknik menghias kain, dengan menggunakan canting dan malam,  bukan membuat kain.  Canting alat untuk menorehkan malam atau lilin pada kain, untuk membentuk garis dan pola-pola yang ingin ditampilkan, untuk kemudian dicelup dalam larutan pewarna.

Mbatik sebenarnya budaya Jawa, namun seiring dengan ditetapkannya batik sebagai World Heritage, dan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Internasional, penggunaan batik menjadi booming.  Memakai batik menjadi trend, bahkan menjadi pakaian kerja di berbagai perusahaan dan instansi pemerintah.  Lalu hampir semua daerah di Indonesia, meski tidak punya budaya mbatik, membuat batik dengan motif khas daerah.  Karena bukan bahagian dari budaya, tidak mudah membangun sentra batik di luar Jawa.  Oleh karenanya, banyak daerah di luar Pulau Jawa yang ingin membuat batik dengan motif khas daerah  melakukan pembuatan di sentra-sentra produksi Batik, seperti Pekalongan.

Teknik menghias kain yang lain lagi adalah tie dye, ikat celup.  Daerah di Indonesia yang terkenal dengan kriya tie dye adalah Palembang dengan kain Jumputan, dan Kalimantan Selatan dengan kain Sasirangan.

kampoeng-sasirangan1

Kampoeng Sasirangan – Sasirangan

Pada perjalanan ke Banjarmasin tanggal 13 – 15  Desember 2016 yang lalu, diriku sempat berkunjung ke kawasan di tepian sungai Martapura yang menjadi sentra produksi sasirangan, yang bernama Kampoeng Sasirangan.  Lokasinya di Jalan Simpang Sungai  Mesa Kabel, gak jauh dari  jembatan di Jalan Pahlawan Perintis Kemerdekaan yang melintasi Sungai Martapura.

Di daerah ini, kain-kain sasirangan di jual di rumah-rumah penduduk. Rumah-rumah papan khas tepian.  Seandainya ditata dengan lebih baik, kawasan ini akan bisa menjadi tujuan wisata, karena sentra produksi sasirangan bisa menjadi daya tarik.  Aku jadi ngebayangin betapa asyiknya bila setelah atau sebelum keluar masuk rumah-rumah yang menjual sasirangan, pengunjung bisa duduk-duduk di tepian sungai menikmati kuliner khas banjar yang terkenal nyaman (Bahasa Banjar : nyaman = enak).

Umumnya yang menjual kain sasirangan di daerah ini membuat sendiri barang dagangannya.  Jadi antara satu pedagang dengan pedagang yang lain warna, desain tie dye -nya tidak sama.  Bahkan pada penjual atau pembuat yang sama, belum tentu ada sasirangan yang persis sama.  Mengapa bisa begitu ? Karena meski ada pola yang disiapkan, sasirangan yang merupakan handmade bisa berbeda akibat kekuatan ikatan, lama perendaman dan berbagai faktor lain yang berpengaruh dalam proses pembuatan.

Penjual sasirangan yang daku datangi di tempat situ memberi nama tokonya Rose Sasirangan.  Penjualnya ramah dan baik hati.  Bahkan dia menunjukkan bagaimana cara membuat sasirangan.

kampoeng-sasirangan

Cara membuat sasirangan

Jadi untuk membuat sasirangan, pengrajin mengambar pola-pola yang ingin dibuat di kain berwarna putih.  Lalu pengrajin menjahitkan benang pada garis-garis yang sudah digambar di kain,   Lalu benang-benang itu ditarik, sehingga membentuk puntalan-puntalan kain.  Puntalan-puntalan tersebut lalu dililit pakai karet gelang sampai tertutup rapat, sehingga tidak terkena cairan pewarna saat dicelup.

Saat melihat-lihat sasirangan yang dijual di Rose Sasirangan, duhhh rasanya mabok.. Kain-kain dan kerudung yang dijual cantik-cantik banget.  Bingung mana yang mau dibawa pulang.  😀 Berapaan harganya?  Lupa berapa persisnya.  Klo gak salah yang bahannya sutra sekitar Rp.250.000,-, yang bahannya katun sekitar Rp.150.000,-an.  Kalau kerudung, harganya sekitar Rp.50.000,-an.

Btw, sasirangan yang aku beli di Kampoeng Sasirangan itu bukan sasirangan pertamaku.  Sasirangan pertamaku pemberian dari kak Sartidja, oleh-oleh beliau saat mudik ke kampung leluhurnya di Kalimantan Selatan beberapa tahun yang lalu..

Buat teman-teman yang berkunjung ke Banjarmasin, jangan cuma nyari permata yaaa.  Cari juga sasirangan, salah satu kekayaan budaya bangsa kita. Beli yang banyak. Kirim ke aku satu. 😀  Wajib beli yaa, karena  kalau bukan kita, siapa lagi yang mengapresiasi dan mencintai karya anak bangsa, dan juga budaya negeri kita.  ***

Bagaimana Rasanya ?

Temans, postingan kali ini adalah sebuah tulisan tentang perasaan. Tapi sungguh bukan sebuah tulisan yang baper, bawa perasaan.  Alhamdulillah setelah perjalanan yang cukup panjang, nyaris setengah abad, insya Allah, diriku sudah mulai bisa menerima dan mensyukuri apa yang ada di diriku, yang ada di hidupku saat ini.  Tulisan kali ini adalah jawabanku atas sebuah pertanyaan yang disampaikan seorang teman tadi malam, saat diriku dan beberapa teman kumpul-kumpul di Wang Bistro, sebuah resto di kawasan lama Kota Pekanbaru.

bagaimana-rasanyaDi sela-sela percakapan ramai-ramai, temanku bertanya, “Ndha, apa rasanya gak punya anak?”  gubbbbrrrrraaaaaakkkksssss 😀

Hmmmm….  Petanyaan yang bagi kebanyakan orang bisa berkesan tak berperasaan.  Tapi  aku yakin pertanyaan temanku itu pertanyaan yang tulus.  Pertanyaan yang hadir karena rasa ingin tahu.  Diriku bisa melihat ketulusan itu dari sorot matanya saat bertanya.   Dan diriku juga mengerti kalau temanku yang usianya 2 tahun lebih tua dari diriku itu adalah sosok yang secara duniawi memang bisa dibilang tak pernah tak punya. Lahir, besar dalam keluarga berada, menikah dengan laki-laki yang juga berada, punya anak.  Dia mungkin tak pernah merasakan tak punya, sehingga ingin tahu bagamana rasanya tak punya. 😀

Apa rasanya gak punya anak ?  Apa yaaa….?

Dulu saat belum menikah dan melihat teman-teman punya anak,  aku sempat terpikir, “Mereka punya anak.  Ada yang mendoakan kalau nanti mereka sudah meninggal.  Lalu, siapa yang akan mendoakan diriku, kalau aku tak punya anak ?”

Tapi punya anak kan gak segampang beli boneka.  Datang ke toko, pilah pilih, bayar, lalu bawa pulang.  😀  Anak harus dirawat, diisi jiwa dan pikirannya, agar dia bisa menjadi manusia yang utuh pada waktunya.  Dengan kehidupanku yang saat itu melajang, dan selalu mengisi waktu dengan bekerja dan bepergian, aku gak berani untuk mengadopsi anak.    Gak usahkan anak, kucing dan ikan aja aku gak berani pelihara di rumah.  Takut mati kalau ditinggal-tinggal.

So saat itu  aku berpikir kalau mau punya anak, ya menikah.  Tapi  menikah kan bukan cuma urusan bertemu seseorang, lalu bareng-bareng pergi ke KUA.  Menikah butuh 2 manusia, 2 hati, 2 pikiran yang mau berkomitmen untuk berjuang bersama membangun sebuah kehidupan bersama, sampai maut memisahkan.   Butuh orang yang frekuensi berpikirnya sama dengan diri kita, agar bisa conneted meski sebagai dua individu punya banyak perbedaan.

So, jadilah aku menunggu untuk punya anak dari pernikahan.  tapi penikahan datang padaku di usia yang sudah tidak muda.  Masa dimana jam biologis tak lagi seproduktif di usia muda.  Saat menikah, sebenarnya aku dikarunia seorang anak dari pernikahan terdahulu lelaki yang menjadi jodohku.   Sungguh mendapatkan bonus berupa anak adalah salah satu hal yang aku syukuri saat itu.   Tapi dengan berakhirnya pernikahan,  membuat diriku tak sempat mengurus dan merawatnya.

Setelah perjalanan yang panjang,  berkutat dengan berbagai pikiran selama bertahun-tahun, aku akhirnya sampai pada pemikiran bahwa bagaimana  pun perjalanan di masa lalu, keadaanku saat ini tak lepas dari ketentuan Allah SWT, izin Allah.  Ini lah keadaan yang terbaik bagiku saat ini.  Pasti ada hikmahnya.  Harus disyukuri, tak perlu bersedih, tak perlu berduka.    Lagi pula saat ini aku punya 13 keponakan dan 4 cucu dari kakak, abang dan adik-adikku.  Mereka mewarnai hidupku, membuat hidupku meriah.  Semoga rasa cinta dan kasih sayang antara diriku dengan mereka cukup kuat, sehingga tetap ada, meski diriku kelak sudah tak lagi bersama mereka.

Jadi apa rasanya tak punya anak bagiku?  Gak ada rasa apa-apa juga.  Yang ada rasa baik-baik saja.  Alhamdulillah.  ***

Berkapal ke Siak

Setelah lebih dari 2 tahun tidak ke Siak Sri Indrapura.  Alhamdulillah akhir pekan kedua di Februari 2017 ini aku kembali melakukan perjalanan ke sana,  ibu kota Kabupaten Siak, Provinsi Riau.  Kota yang berjarak 102 km dari Kota Pekanbaru.  Sebuah kota sejarah  yang tumbuh pesat setelah otonomi daerah diberlakukan.

Ngapain ke Siak? Jalan- jalan dan hunting foto di kawasan Pasar Siak.  Kebetulan akhir pekan kali ini bertepatan dengan saatnya Cap Go Mei, perayaan minggu kedua setelah Lunnar New Year atau Imlek  bagi  keturunan Chinesse.

Ceritanya pertengahan minggu lalu, teman saat kuliah di Bogor, Itaw, yang tinggal di Jakarta nanya apakah ada event Cap Go Mei di Siak, karena dia pengen hunting foto.  Dia sendirian,  gak bareng teman-temannya, karena teman-temannya  yang biasa sama-sama hunting foto pada pergi ke Singkawang untuk memotret suasana Cap Go Mei di sana. Acara Cap Go Mei di Singkawang sangat terkenal dan jadi event  yang menarik bagi penggemar photography, bahkan dari manca negara..   Menurut Itaw dia ingin memotret suasana  Cap Go Mei di tempat yang enggak mainstream, yang belum banyak di-explore para photographer, maka dia milih Siak.  Itaw juga nanya apa aku mau bareng muter-muter di Siak. Tentu saja aku mau, selain buat motret, juga bisa nyari bahan untuk ceritasondha.com.  Secara aku kerja sampai hari Jum’at sore, aku nyusul hari Sabtu pagi, naik kapal, karena Itaw ke Siak bawa mobil lengkap dengan supir hari Jum’at siang..

Dulu, selain di Pelabuhan Sungai Duku, untuk ke Siak, penumpang juga bisa naik di pelabuhan Pelita Pantai,  di ujung Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru.  Tapi itu dulu banget. Lebih dari 6 tahun yang lalu.  Agar sesuai rencana, dan gak kesiangan, Jum’at 10 Februari 2017 malam,  diriku ditemani keponakanku pergi ke Pelabuhan Pelita Pantai untuk menanyakan apakah ada kapal  yang berangkat dari situ.  Kalau ada, jam berapa berangkatnya.  Menurut petugas keamanan posko tentara yang ada di dekat pelabuhan, tiap jam 08.00 pagi ada kapal berangkat.  Kapal yang sama akan singgah ke Pelabuhan Sungai Duku untuk mengambil penumpang.

cerita-sondha-pelabuhan-pelita-pantai-pekanbaru

Pelabuhan Peita Pantai, Pekanbaru

So, di Sabtu pagi yang hujan, jam 07.30 diriku diantar kakak dan keponakanku ke Pelabuhan Pelita Pantai.  Pelabuhan ini hanya sebuah bangunan kayu, sebuah pelabuhan yang dikelola Primkopad.

cerita-sondha-tiket-kapal-kapal-pekanbaru-siak

Saat sampai di sana, diriku diarahkan untuk menghampiri penjual tiket.  Seorang lelaki separoh baya, di belakang meja kayu tua.  Beliau menanyakan tujuanku. Saat kukatakan mau ke Siak, dia menyebutkan Rp.80.000,- sebagai harga tiket.   Saat aku menyerahkan selembar uang Rp.100.000,-, beliau dengan sigap memberiku kembalian uang Rp.20.000,-.  Beliau kemudian menanyakan namaku dan menuliskannya di lembar bahagian dalam tiket yang terdiri dari 2 halaman, satu putih dan satu merah.  Lembar merah diambil sebagai arsip perusahaan pemilik kapal SB. Siak Wisata Express, PT. Dharma Gati.

Kapal ke Siak hanya sebuah kapal tanpa atap. Jadi selama perjalanan penumpang  akan bisa menikmati matahari pagi dan elusan angin.  Asyiik yaaa …  Tapi gak asyik juga klo naik kapalnya siang, saat hari panas dan matahari lagi ingin menunjukkan senyum cemerlang. 😀 Karena saat diriku berangkat cuaca hujan, maka bagian atas kapal ditutup dengan terpal berwarna hijau.  Buat aku yang enggak suka suasana terkungkung, terpal di sisi kapal dimana aku duduk, aku singkapkan sedikit. Gak apa-apa kena riap-riap hujan sedikit. 😀

cerita-sondha-kapal-pekanbaru-siak

Kapal, tepatnya ferry kali ya, yang melayani jalur Pekanbaru – Siak berkapasitas 30 orang penumpang termasuk supir. Para penumpamg duduk di kursi-kursi kayu yang berbaris 8, masing-masing baris bisa muat 3 – 4 orang.

Apa serunya naik kapal ke Siak? Selain bisa menikmati hembusan angin seperti yang sudah kusebut, naik kapal membuat kita bisa menikmati alunan arus sungai dan pemandangan tepian sungai yang didominasi warna hijau.   Sungguh itu nutrisi bagi jiwa, bagiku.

Oh ya,  kapalnya berlabuh dimana?   Di sepanjang perjalanan yang sekitar 2 jam, kapal bisa singgah di berbagai pelabuhan, untuk menurunkan dan menaikkan penumpang, termasuk Pelabuhan Sungai Duku, yang merupakan pelabuhan resmi.  Di Kota Siak Sri Indrapura, kapal berlabuh di pelabuhan milik pemerintah Siak yang lokasinya persis di samping Balai Kerapatan Adat, salah satu situs sejarah Kerajaan Siak.  Pelabuhan ini berjarak sekitar 500 meter ke Kompleks Istana Siak, dan sekitar 600 meter ke Pasar Siak yang merupakan Chinatown.  Buat para pencinta jalan kaki, jarak ini tergolong ramah.  😀  Jadi yang berkunjung ke Siak bisa jalan kaki mutar-mutar kompleks istana dan Pasar Siak.  Kalau malas jalan kaki, ada becak mesin yang bisa mengantar berkeliling Kota Siak.  Jadi banyak hal yang menyenangkan bila berkunjung ke Siak.  Mari ke Siak ! ***

Forgive and Forget

Merasa sakit karena perlakukan yang tak menyenangkan adalah hal yang bisa acap kali datang dalam perjalanan hidup.  Hanya kadarnya beda-beda.  Kalau kadarnya tinggi pakai banget, sakitnya bisa sampai ke hati dan menggelayut di diri.  Nah kalau sakit itu adalah hal yang acap kali, kan gak mungkin juga mau kita biarkan banyak beban menggelayut di diri di sepanjang sisa hidup.  Berat, booo !!!

Dari pengalamanku, memaafkan itu tak selalu menjadi kebutuhan orang yang sudah menyakiti kita, karena bisa jadi mereka gak sadar kalau mereka sudah menyakiti kita.  Kok bisa? Ya bisa, karena bisa saja cara pandang, nilai yang kita pegang berbeda dengan cara pandang dan nilai yang dia anut. Kan latar belakang, pengalaman bisa mempengaruhi cara pandang dan nilai yang dianut setiap manusia.  Jadi menurut aku,  yang butuh memaafkan itu adalah orang yang disakiti, agar rasa sakit yang menggelayut di diri bisa lepas.  Agar kita bisa melangkah lebih ringan di hari ini dan hari-hari mendatang.

Tapi memaafkan kan tidak semudah membalikkan telapak tangan.  Kalo mudah,  hadiahnya payung cantik.  😀   Tapi kalau bisa, insya Allah hadiahnya ketentraman hati, dan hari- hari yang lebih cerah setelahnya.

forgive-and-forgerKita sering mendengar ucapan FORGIVEN BUT NOT FORGOTTEN,  dimaafkan tapi tak dilupakan.  Ya, kita sering mengatakan kita memaafkan seseorang atas perbuatan yang menyakiti kita, tapi rasa sakit itu tetap tinggal di hati, mengendalikan cara pandang, cara pikit kita.

Gimana caranya bisa melupakan, kalau efek perbuatan orang tersebut besar terhadap hidup kita?  Apa lagi kita juga sering dengar orang bilang, agar kita memaafkan, melupakan yang buruk-buruk, dan tetap mengingat yang baik-baik.  Entah lah. Menurut aku  setiap pribadi dengan keunikannya akan punya cara sendiri untuk memaafkan, juga melupakan.  .  Termasuk diriku.

Setelah terluka oleh sesosok manusia, aku berusaha melanjutkan hidupku.  Meninggalkan semua di masa lalu.  Namun dalam satu priode yang cukup panjang, ada dan ada saja orang-orang yang menghubungiku, mencari tahu, mencari kebenaran.  Dan ketika data yang menunjukkan kebenaran itu aku berikan, orang-orang itu justru memposisikan diriku sebagai  orang yang perlu mengakui keberadaan mereka.  Duuhhh, capek dan menyakitkan.  Seperti masuk dalam gulungan ombak, bulak balik terbanting-banting karena hal yang sama.   Kondisi ini membuat hati  ini berkali-kali terluka, sehingga  sulit untuk memaafkan dengan sepenuh hati.

Beberapa bulan yang lalu,  kantor memfasilitasi pegawai yang ingin berkonsultasi dengan sebuah konsultan HRD untuk mengetahui potensi diri sekaligus kekurangan yang perlu diperbaiki untuk pencapaian-pencapaian yang lebih baik.  Aku dan juga beberapa teman mengambil kesempatan untuk berkonsultasi itu.  Tapi di awal pertemuan, aku menyampaikan kepada psikolog dari konsultan HRD itu, kalau aku ingin diberi juga masukan untuk hal-hal personal, yang aku rasa membebani bathinku beberapa tahun terakhir.

forgive-and-forget2Setelah mengikuti sederet test dan wawancara,  psikolog yang bersikap seperti teman itu bilang dari analisa terhadap hasil test dan wawancara ada sesuatu yang mengganjal di diriku, sesuatu dari masa lalu, dan itu terlihat dari hasil test dan wawancara  yang telah aku ikuti.  Psikolog lalu tanya, apakah aku masih menyimpan sesuatu dari masa lalu.  Aku lalu cerita kalau aku belum membersihkan laptopku dari surat-surat elektronik yang berisi data-data yang pernah dikirim berbagai pihak, aku menyimpan dengan tujuan berjaga-jaga.  Psikolog itu lalu bilang, “Kamu tahu enggak kalo otak manusia itu seperti magnet, akan menarik hal-hal yang terkait dengan apa yang ada di pikiran? Tanpa kamu sadari data-data yang kamu simpan untuk berjaga-jaga itu membuat otakmu mengirimkan sinyal keberadaan data-data tersebut.  Lalu Penguasa Semesta mengirim orang-orang yang membutuhkannya ke hadapanmu.”  Ucapan itu mengingatkan ku pada The Secret karangan  Rhonda Byrne yang kubaca beberapa tahun yang lalu.

Psikolog menyarankan diriku untuk membuang semua yang terkait dengan orang yang menyakitiku,  semua tanpa terkecuali.  Agar otakku tak lagi mengirim sinyal adanya keterkaitan, bahwa aku tak punya data tentang orang itu.  Agar Penguasa Semesta tak lagi mengirimkan padaku orang yang butuh pertolongan yang terkait dengan urusan yang satu itu.

Aku lalu melakukan apa yang disarankan psikolog.  Aku membersihkan semua tanpa sisa.  Alhamdulillah setelahnya semua jadi lebih baik.  Tak ada lagi yang mendadak menghubungi diriku untuk urusan yang satu itu lagi.  Dan semoga tak ada lagi.

Dari apa yang pernah aku alami, aku mengerti bahwa untuk memaafkan harus sepaket dengan melupakan Melupakan yang buruk, dan juga yang baik.  Meninggalkan semuanya, tanpa terkecuali,  di belakang.***

ceritasondha-satu-minggu-satu-cerita

Undangan di Doi Suthep

Sekitar 2 minggu yang lalu, seorang teman seangkatan di SMA Negeri 1 Pekanbaru menghubungi diriku, ngajak untuk ikut arisan, yang uangnya untuk biaya umrah bareng teman-teman. Ajakan untuk pergi umrah, mengingatkan diriku pada sebuah PERJALANAN yang menjadi penyebab diriku pergi umrah pada tahun 2014 yang lalu. Perjalanan yang mengantarkan aku untuk menerima undangan Allah untuk mengunjungi Baitullah. Perjalanan ke Doi Suthep.

Ceritanya di bulan Juni 2013, diriku pergi ke Bangkok untuk menghadiri sebuah event. Daku pergi bersama sahabatku, yang kukenal saat bertugas di Pemerintah Kota Pekanbaru, kak Viviyanti. Saat kami merencanakan perjalanan, kak Vivi mengajakku untuk meneruskan perjalanan ke Chiang Mai, Thailand Utara, karena di sana ada Worulak, sahabat kak Vivi saat kuliah di New Zealand.

So, setelah travelling beberapa hari di Bangkok, tanggal 18 Juni 2013 kami menempuh 685 km dengan terbang selama 2 jam dari Bandara Don Muang untuk sampai di Bandara Internasional Chiang Mai. Worulak dan suaminya menjemput kami di bandara.

Worulak meski bekerja di Chiang Mai, tapi tinggal dan menetap di Kota Lamphun, sebuah kota kecil 12 km di selatan Chiang Mai. Waktu tempuh Chiang Mai – Lamphun lebih kurang 35 menit dengan mobil pribadi. Jadi selama perjalanan di Chiang Mai, kami menginap di rumah Worulak di Lamphun.

Kami pergi ke Doi Suthep tanggal 20 Juni 2013.  Setelah dua hari sebelumnya kami isi dengan jalan-jalan ke Moslem District dan Night Safari serta keliling kota tua Lamphun.

Doi Suthep adalah daerah pegunungan, dengan jarak sekitar 37 km atau waktu tempuh sekitar 45 menit ke arah tenggara kota Chiang Mai.  Sama seperti kawasan puncak di Bogor, Doi Suthep berudara sejuk, dan didominasi alam hijau.  Di sana juga banyak yang jual buah dan sayur hasil budidaya masyarakat lokal, banyak juga yang jual jagung bakar, jagung rebus dan asinan.

ceritasondha-doi-suthep-1

Doi Suthep, Cable Car dan Tangga

Apa istimewanya Doi Suthep? Di Doi Suthep terdapat salah satu kuil yang diagungkan umat Budha di Thailand Utara, namanya Watt Phra Thatt Doi Suthep Ratcha Warawihan.  Kuil tersebut berada di bukit tertinggi di pengunungan Doi Suthep.  Untuk mencapai kuil tersebut dari jalan raya, ada dua akses, yaitu dengan cable car dan melalui ratusan anak tangga.  Untuk menghemat tenaga dan waktu, untuk naik kami memilih naik cable car.  Harga tiketnya sekitar TB 50 atau sekitar Rp.19.000,-.  Pulangnya menyusuri tangga.

ceritasondha-doi-suthep-2

Pagaoda Emas di What Phra That Doi Suthep

Apa yang bisa kita lihat di Watt Phra Thatt Doi Suthep Ratcha Warawihan? Di sana ada pagoda berlapis emas, yang di sisi depannya dipasang sebuah payung,  berwarna emas juga.  Dalam ritualnya para umat Budha yang berkunjung di Watt Phra Thatt Doi Suthep Ratcha Warawihan mengelilingi pagoda sambil membawa bunga lotus.  Dan setelah selesai berkeliling, mawar merahnya diletakkan di lantai di tepi pagar pagoda.

ceritasondha-doi-suthep-3

What Phra That Doi Suthep

Di kompleks kuil ini ada bangunan sarana prasarana kuil berarsitektur khas Thailand dengar ornamen-ornamen keemasan yang luar biasa cantik.  Di sana juga ada sebuah bangunan kecil berbentuk dome, tapi bersegi-segi.  Ada patung replika binatang di atasnya, dan di semua sisinya ada semacam laci-laci..  Setelah mengamati beberapa tulisan-tulisan dan foto-foto  yang ada di sisi -sisi luar “laci”, aku mengerti kalau laci-laci itu adalah tempat menyimpan abu jenazah.

Aku lalu berkeliling mengamati benda-benda, bangunan dan taman yang ada di kuil tersebut.  Puas berkeliling, sebelum pulang aku berdiri di pintu kawasan sembahyang di kuil, sekali lago mengamati gerak gerik umat Budha yang melakukan ibadah di sana.  Tiba-tiba aku menyadari bahwa mereka juga sedang melakukan “tawaf”.  Hanya saja lokasinya berbeda, benda yang dikelilingi berbeda, arahnya berbeda, caranya berbeda.

Umat Muslim bertawaf di Masjidil Haram di Mekah Al Mukaromah, umat Budha di Kuil.  Umat Muslim mengelilingi Ka’bah, umat Budha mengelilingi pagoda.   Umat Muslim bergerak melawan arah jarum jam, umat Budha bergerak serah jarum jam.   Umat Muslim mengelilingi Ka’bah 7 kali tanpa membawa apapun, umat Budha mengelilingi pagoda sambil membawa bunga lotus.

Kesadaran yang datang membuat diriku berpikir, Aku ini ngapain yaa? Aku pergi ke tempat umat Budha beribadah, melihat mereka melakukan “tawaf”, sementara diriku belum pergi ke Tanah Suci dan bertawaf di tempat seharusnya aku melakukan tawaf.”  Saat itu aku bertekad tak akan melakukan perjalanan lagi sebelum aku pergi Tanah Suci dan bertawaf mengelilingi Baitullah, kecuali perjalanan yang terkait dengan tugas dan urusan keluarga.

Kesadaran agar bersegera pergi ke Tanah Suci adalah undangan Allah SWT padaku untuk datang ke rumah-Nya.  Dan undangan itu sungguh disampaikan dengan cara yang luar biasa.  Alhamdulillah.  Dan Alhamdulillah juga Allah memberi diri ini rezeki untuk bertamu ke rumah-Nya 11 bulan kemudian.***

satu-minggu-satu-cerita

Pekanbaru Juga Seru !

Diriku baru bergabung dengan sebuah komunitas  1 Minggu 1 Cerita.  Komunitas yang mendorong anggotanya untuk menerbitkan 1 tulisan setiap 1 minggu di web atau blog pribadi masing-masing.  Tulisan itu temanya bebas, kecuali bila ada ketentuaan dari pengelola.  Daku kecebur di komunitas tersebut karena diseret-seret Teh Ani Sulaksani, si Ibu Pengembara. 😀 😀

Nah untuk minggu ini, Komunitas 1 Minggu 1 Cerita menetapkan tema Kampung Halamanku  Juga Seru! bagi para anggotanya.  Tema ini membutuhkan pemikiran buat diriku.  Bukan karena gak kenal kampung, gak pernah pulang kampung atau gak cinta kampung..  😀  Tapi justru karena sejak kecil terbiasa pulang kampung, punya banyak kenangan manis tentang kampung, cinta kampung dan selalu rindu kampung, maka selama 9 tahun 5 bulan punya blog, aku cukup sering menulis tentang Sipirok, kampung halamanku, tanah leluhurku.  Bahkan kata Sipirok menjadi Tags di Cerita Sondha.  Selama tahun 2017 yang baru 29 hari ini, di Cerita Sondha sudah ada 2 tulisan tentang Sipirok, yaitu Kuliner Sipirok, dan Sipirok, A Prospective Destination.  Karenanya untuk kali ini diriku menulis tentang  Kota Pekanbaru.

Ya, Pekanbaru adalah kampung halaman kedua bagiku.  Di kota ini aku dibesarkan sejak usia satu tahun.  Tempat aku menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja.  Tempat aku mengisi usia dewasa setelah kuliah di Bogor dan bekerja juga di Jakarta, lalu sekolah lagi ke Yogya.  Pekanbaru tempat aku hidup, bekerja, dan berkehidupan sosial.  Ya, Pekanbaru adalah kampungku, rumah bagi jiwaku, dan sampai saat ini Pekanbaru adalah tempat satu-satunya rumah yang kumiliki dari hasil kerja keras bertahun-tahun. 😀  Pekanbaru tempat aku kembali setelah bepergian kemanapun.  Makanya aku paling sebel dan geram, kalau ada orang yang merasa berdarah lokal lalu dengan seenak udelnya bilang aku adalah pendatang di Pekanbaru, hanya karena aku berdarah Batak.  Apa lagi klo yang ngomong itu gak lebih  lama tinggal di Pekanbaru dari diriku dan keluarga.  Rasanya diriku pengen ngebalas omongan gak enak itu dengan bilang, “Helloowww…. ! Kamu kali yaa,  yang pendatang !”  😀

Apa siyy serunya Kota Pekanbaru ?

Buat aku, pertama-tama  Pekanbaru itu seru karena aku banyak teman dan kenalan di sini.  Mulai dari teman keluarga, teman sekolah, teman kerja dan juga teman yang aku kenal dari teman-teman.  Karena perkembangan, Pekanbaru tidak lagi seperti dulu, ketika kita pergi ke berbagai sudut kota akan ada saja ketemu orang yang kita kenali dan mengenali kita.  Orang-orang lama Pekanbaru.

Kedua, Pekanbaru itu seru karena kotanya relatif nyaman.  Kota yang saat ini cukup besar, dan sudah semakin banyak fasilitas tersedia.  Namun Pekanbaru  terhitung kecil bila dibanding dengan Medan, Bandung, Surabaya.  Apalagi Jakarta, kota dimana langkah kita terbatas karena macet cet cet.  Di Pekanbaru kita masih gampang kalau mau pergi kemana-mana.  Gak terlalu butuh waktu panjang.

Pekanbaru juga seru karena penataannya yang cukup rapi, terutama di pusat kota.  Ada jalan-jalan dua arah yang lebar dan dibatasi jalur hijau yang asri.  Ada trotoar yang cukup nyaman untuk melakukan salah satu aktivitas kesukaanku, jalan kaki.  Di kawasan tertentu ada  jalur khusus untuk pengendara sepeda, meski pada hari kerja, jalur sepeda tersebut sering dijadikan tempat parkir oleh orang-orang yang masih kurang perduli.

Di Pekanbaru ada perpustakaan megah, dengan koleksi buku-buku yang banyak, pustaka milik pemeritah daerah Provinsi Riau.  Fasilitas yang bisa  bikin mabok kepayang para pencinta buku.

Naahhh itu kan serunya Pekanbaru untuk orang-orang yang tinggal dan besar di Pekanbaru.   Buat orang-orang yang berkunjung ?  Pekanbaru juga seru lho !   Seru banget !

Pekanbaru secara historis merupakan bahagian dari Kerajaan Siak Sri Inderapura.  Salah satu kerajaan Melayu di sekitar Selat Malaka.  Kerajaan yang besar dan jaya di masanya.  Oleh karenanya, ciri khas Melayu yang bernuansa Arab mewarnai Pekanbaru,  termasuk kulinernya.

Lokasi Pekanbaru yang strategis, dilalui oleh Sungai Siak yang berhilir di Selat Malaka.  Selat ini sejak berabad-abad merupakan  perairan  tersibuk di dunia, diarungi berbagai bangsa.  Hal ini membuat Pekanbaru juga didatangi dan dihuni oleh orang-orang dari Sumatera Barat, Batak, Jawa dan juga China.  Ditambah lagi,  adanya eksplorasi minyak bumi dan perkebunan sawit di sekitarnya, membuat Kota Pekanbaru didatangi orang-orang dari berbagai suku yang mencari peruntungan.  Maka jadilah kota ini kota yang plural, namun tak kehilangan akar budayanya.

Pluralitas yang ada di Pekanbaru menghadirkan warna yang khas pada kulinernya.  Ini adalah salah satu daya tarik  Kota Pekanbaru.  Kuliner apa saja ?

Untuk sarapan di Pekanbaru, kedai kopi menjadi pilihan utama.  Kedai kopi yang diwarnai budaya Chinese, sama sekali tidak hanya menghidangkan kopi. Ada banyak kedai kopi di seantero Kota Pekanbaru.  Beberapa di antaranya  telah ada puluhan tahun, seperti Kedai Kopi Kim Teng di Jalan senapelan, Kedai Kopi Laris di Jalan Karet dan Kedai Kopi King di Jalan Juanda.  Ketiga kedai kopi tersebut punya ke-khasan masing-masing.

Kedai Kopi Kim Teng, menyediakan kopi yang luar biasa juga aneka roti.  Beberapa tahun terakhir, Kedai Kopi Kim Teng bahkan menjadi food court yang menyediakan berbagai menu, seperti dimsum, mie pangsit dan aneka mie.   Kedai Kopi Laris juga punya kopi yang sangat enak, kopi yang dihidangkan berasal dari biji kopi yang baru dipanggang.  Salah satu makanan khas di Laris adalah soto ayam kampung.  Bubur ayam merupakan hidangan utama di Kedai Kopi King.  Diriku gak pernah bosan dengan kuliner yang satu ini.  Jadi makanan wajib ketika tubuh butuh sesuatu yang bisa membangkitkan ekstra energi di pagi hari.

Selain ketiga kedai kopi  yang sudah well-known tersebut, di Pekanbaru juga ada Kedai Kopi Liana.  Aapa istimewanya kedai kopi ini? Kedai kopi ini menyediakan aneka hidangan yang berbahan utama mie sagu.  Mie sagu merupakan salah satu bentuk hasil olahan dari tanaman sagu (Metroxylon sagu) yang banyak terdapat di wilayah Pesisir Provinsi Riau.

pekanbaru-juga-seru-cerita-sondha

Sarapan lain yang khas Melayu adalah roti canai.  Saat ini ada 2 penjual roti canai yang maknyus banget.  Kedai Canai Kuansing di jalan Diponegoro Ujung, dan Kedai Canai Tuan Prata di Jl. Mendut Pekanbaru.  Oh ya, Tuan Prata juga menyediakan teh tarik dan luti gendang, roti khas Pulau Tarempa, yang dulunya bahagian dari Provinsi Riau, namun sekarang menjadi bahagian Provinsi Kepulauan Riau.

Selain mie sagu dan roti canai, ada kuliner untuk sarapan yang sangat khas Melayu, bubur lambuk.  Bubur ini hampir sama dengan bubur Manado yang sudah well-known, terbuat dari beras yang dimasak dengan air yang cukup banyak, lalu dicampur dengan sayur-sayuran.  Khusus untuk bubur lambuk, sayur-sayurnya berupa tanaman khas wilayah Riau, seperti sayur paku (Diplazium esculentum),  dan ditambahkan dengan ikan bilis (Mystacoleucus padangensis) goreng.  Setahu diriku sampai saat ini belum ada tempat makan atau kedai kopi yang menyediakannya.  Kalau mau, harus pesan.  Setahu diriku yang menerima pesanan bubur lambuk adalah ibu Dinawati, salah satu pengurus Ikaboga Riau, pemilik usaha bolu mojo Al Mahdi di Jalan Rajawali Pekanbaru.

Saat ini ada beberapa kedai kopi baru yang juga menyediakan berbagai sarapan yang khas Pekanbaru denga penataan ruang yang lebih nyaman, Kedai Kopi Coffee Two di Jalan Setia Budi, misalnya. Jadi kalau teman-teman ke Pekanbaru, tinggal pilih mau sarapan dimana. 😀

Untuk maksi, masakan khas melayu adalah asam pedan ikan patin (Pangasius hypophthalmus) atau asam pedas ikan baung (Bagrus nemurus).  Ada banyak restoran yang menghidangkan masakan ini,  Dari warung sederhana, sampai restoran canggih dengan tempat yang nyaman.  Restoran yang terkenal dengan masakan asam pedas patin adalah Rumah Makan Haji Yunus di Jalan Kaharuddin Nasution, tak jauh dari Bandara Sultan Syarif Qassim.  Atau Rumah Makan Khas Melayu di sekitar bandara.

Kalau mau menikmati ikan asam pedas patin yang dijual oleh masyarakat lokal, teman-teman bisa nyoba di Rumah Makan Si Tjuik.  Rumah makan ini dulu lokasinya unik, di dekat pelabuhan container PT. Chevron.  Sekarang lokasinya sudah di jalan besar, di Jl. Yos Sudarso, Rumbai.

Untuk kue-kue khas Melayu adalah kue Bolu Kembojo, atau yang populer dengan Bolu Mojo, dan kue bangkit.  Ada banyak pengusaha UMKM yang menjual kedua jenis kue ini.  Bolu Mojo adalah sejenis kue basah, sedangkan kue bangkit adalah cookies yang berbahan baku tepung sagu. Favorite keluargaku adalah bolu kembojo buatan Mie mie di Jalan Pepaya.  Kenapa ? Selain rasanya memang enak, ukurannya juga kecil-kecil.   Pas untuk satu kali makan.  Sedangkan kue bangkit favorite kami kue yang dibuat kelompok usaha Kembang Sari.  Kuenya renyah dan wangi karena dikasi parutan kulit jeruk purut.

Oh ya di Pekanbaru juga ada yang jual kue-kue khas Banjar alias wadai.  Namanya warung Papadaan.  Lokasinya di Jalan Hang Tuah, di seberang SD Teladan.  Di sini juga menyediakan Soto Banjar dan Nasi Kuning dengan Ayam Masak Habang (ayam masak merah) khas Banjar.

Ada lagi yang selalu bisa didapatkan kalau berkunjung ke Pekanbaru.  Durian.  Ya durian selalu ada di Pekanbaru.  Ada banyak warung-warung di sekitar Hotel Pangeran di Jalan Sudirman yang menyediakan durian, lengkap dengan ketan sebagai teman untuk disantap.  Kalau ingin bawa pulang durian, teman-teman bisa minta penjual mengupas durian yang sudah dibeli, lalu dikemas sedemikian rupa di dalam kotak sehingga layak untuk dibawa.  Atau kalau mau lebih praktis, bisa dengan membeli lempok alias dodol durian.  Ada banyak toko yang menjual makanan khas Riau ini.

Dengan kulinernya yang luar biasa, siapa yang bisa bilang Pekanbaru gak seru ? Yuukkk ke Pekanbaru !!!  ***

minggu-1-2017

Kuliner Sipirok

Akhir pekan tanggal 13 – 15 Januari 2017, diriku ke Sipirok, lagi. Padahal  tanggal 29 Desember 2016 sampai dengan 02 Januari 2017 yang lalu diriku juga ke Sipirok buat libur akhir tahun dengan keluarga.  Ngapain bulak balik ke Sipirok?  😀  Kalau dipikir capek, memang sihh pergi yang pertama belum hilang capeknya.  Tapi kali ini aku pergi menemani kakakku  Lintje buat ziarah ke Sibadoar.  Lagian, kalau urusan pulang ke Sipirok kayaknya rasa capek gak ada.  Hihihihi. Padahal pinggang berdenyut-denyut nihhh !!

Oh ya, buat teman-teman ketahui, Sipirok itu adalah nama kecamatan, yang terdiri dari  6 kelurahan dan 34 desa.  Kalau diriku dan keluarga pulang ke Sipirok, itu artinya kami pulang ke rumah peninggalan ompung kami dari pihak Papa, yang berlokasi di Pasar Sipirok, kelurahan yang menjadi pusat Kecamatan Sipirok.  Di Pasar Sipirok tersebut berada kantor Kecamatan Sipirok, kantor Polsek Sipirok, kantor Koramil Sipirok, kantor Kejaksaan Sipirok, sekolah dari tingkat SD, SMP, SMA dan SMK, juga pasar serta pusat aktivitas ekonomi masyarakat di Kecamatan Sipirok.  Kampung leluhurku dari pihak  Papa yang bermarga Siregar adalah Desa Sibadoar, 3 km ke arah Timur Laut dari Pasar Sipirok.  Sedangkan kampung asal leluhur Mama yang bermarga Harahap adalah Desa Hanopan, 16 km ke arah Timur Laut dari Pasar Sipirok.   Jadi jangan bingung dengan istilah Sipirok, dan Pasar Sipirok ya teman-teman.

Oleh-oleh dari perjalanan kali ini, diriku ingin cerita tentang kuliner Sipirok. Topik tentang Kuliner Sipirok dengan scope yang lebih kecil, Panganan Khas Sipirok, pernah diriku bahas sebelumnya, namun tulisan kali ini scopenya lebih luas, tidak cuma tentang kue-kuean, tapi juga tentang makanan, lauk pauk dan sayuran.

Kita mulai dari kue-kuean dulu yaaa.

penjual-kue-sipirok

Panggelong Apri hasibuan dan Pedagang kue di Pasar

Dulu saat saya masih bocah cilik, kue-kue di daerah Pasar Sipirok hanya dijual pada hari Kamis, hari pasar di  Pasar Sipirok.  Poken Kamis, demikian masyarakat menyebutnya.

Poken Kamis adalah pasar terbesar, teramai di Kecamatan Sipirok.  Para pedagang dan pembeli dari berbagai kelurahan dan desa di Sipirok tumplek blek di sini, bikin macet sampai sekitar jam 2 siang.  Hari lain tetap ada pasar di Pasar Sipirok, tapi hanya sekedar  menyediakan kebutuhan harian penduduk di sekitar Pasar Sipirok.  Pasar yang agak ramai berlangsung secara bergilir tiap hari di  kelurahan atau desa di Kecamatan Sipirok.  Misalnya pada hari rabu, pasar yang disebut Poken Arba (Pasar Rabu dalam bahasa Batak Angkola) berlangsung di Desa Arse, sebuah desa yang berjarak 14 km di Timur Laut Pasar Sipirok.  Desa yang gak jauh dari Hanopan, kampung leluhurku dari pihak Mama.

Tapi sekarang tiap hari ada yang menjual kue-kue tradisional khas Sipirok.  Ada yang menjual di pasar, dan juga ada di dua warung atau toko kecil  di jalan lintas Padang Sidempuan – Tarutung.  Pedagang petama, Panggelong Apri Hasibuan, di jalan Tarutung No. 52 Banjar Toba, Sipirok.  Pedagang yang kedua (maaf gak sempat motret warung dan mencatat namanya), lokasinya sekitar 1 km dari Panggelong Hasibuan, dekat masjid Sipirok Godang.

Kue apa saja yang bisa ditemuin di Sipirok?  Sesuai dengan hasil bumi Sipirok, beras, ketan,  dan gula aren atau gula bargot kata orang Sipirok, maka kue-kue khas Sipirok berbahan baku betas atau ketan dengan gula aren ditambah variasi pisang dan kelapa parut atau santan. Apa aja kuenya?

panggelong

Panggelong

Panggelong,  terbuat dari adonan tepung ketan/pulut yang dicampur dengan gula aren, lalu digoremg, lalu dicelup ke cairan gula aren.

golang-golang

Golang-golang

Golang-golang, terbuat dari adonan tepung ketan dengan gula aren, dibuat seperti gelang-gelang kecil, digoreng.

paniaram

Paniaram

Paniaram, campuran tepung beras dan gula aren dipanggang seperti serabi.  Tapi lebih padat, lebih alot.. 😀

Lapet (lepat) beras, adonan tepung beras dengan gula aren dan santan, dibungkus dengan daun pisang, dikukus.  Adonan yang sama ada juga dimasukkan ke dalam bambu yang telas dilapis dengan daun pisang, lalu dibakar, namanya lemang daun.

lapet-pisang

Lapet Pisang

Lapet (lepat) pisang, adonan tepung beras dengan gula pasir dan santan, dikasi irisan pisang, dibungkus dengan daun pisang, lalu dikukus.

itak

Itak pohul pohul

Itak Pohol-pohul.  Ini adalah kue khas orang Batak sekali.  Biasa dihidangkan di acara-acara adat, seperti menyambut bayi yang baru lahir, acara masuk rumah baru, juga  acara penghiburan setelah meninggalnya anggota keluarga.  Itak terbuat dari tepung beras yang dikukus sebentar, lalu dicampur dengan irisan gula aren dan kelapa parut, dibentuk dengan cara digenggam kuat-kuat sehingga berbentuk kepalan tangan, lalu dikukus.

Kembang loyang manis/asin.  Kembang loyang adalah adonan tepung beras.  Untuk yang manis dicampur dengan gula pasir dan wijen.  Selanjutnya cetakan berbentu kembang yang diberi tangkai dicelupkan ke adonan tersebut, sehingga adonan menempel, kemudian cetakan tersebut dimasukkan ke penggorengan yang sudah berisi minyak panas.  Adonan yang masak akan lepas dari cetakan dan membentuk kue yang berbentuk kembang.  Untuk yang rasanya asin, adonan tepung beras ditambahkan dengan bumbu-bumbu daun jeruk, daun seledri, ketumbar atau merica, daun jeruk, juga udang halus, seperti membuat adonan bakwan.

Kue angka 8 sangat khas Sipirok, kayaknya gak ada di tempat lain.  Kue ini terbuat dari campuran tepung beras dan tepung ketan juga gula pasir.  Adonan lalu dibuat panjang-panjang dibentuk seperti angka 8, kemudia digoreng.  Setelah dingin, kue dibalur dengan bubuk gula putih, seperti donat.

Selain kue-kue yang sudah disebut di atas, yang selalu ada dalam panganan di Sipirok adalah lomang (lemang) dan wajik, yang keduanya terbuat dari  ketan. Lemang dibuat dari ketan dikasi santan yang dimasukkan ke bambu dilapisi daun pisang,  kemudian dipanggang di atas bara.  Sedangkan wajik dibuat dari ketan yang ditanak dengan gula aren dan santan.   Setelah masak dicetak di nampan yang diaLas dengan daun pisang atau plastik agar tidak lengket.

Sekarang kita bicara tentang makanan utama..

ikan-mas

Ikan mas goreng dan gulai ikan mas

Sesuai dengan lokasi yang jauh dari laut,  alam Sipirok yang pegunungan, membuat sungai-sungainya curam berbatu-batu dan  berair deras sehingga tak banyak ikan.  Ikan hanya ada di tempat-tempat tertentu, di lubuk-lubuk.  Sumber protein masyarakat di Sipirok adalah daging kerbau (Bubalus bubalis)  dan ikan mas (Cyprinus Carpio sp.)  hasil peliharaan di kolam.   Kolam ikan di Sipirok biasanya bukan kolam air deras, tetapi sawah yang yang secara periodikal dialihfungsikan sebagai kolam.  Untuk menghasilkan ikan dengan ukuran yang layak untuk dimakan, dibutuhkan waktu yang cukup lama, bahkan lebih dari setahun.  Lama yaakkkk...  Btw, orang Batak kayaknya gak doyan ikan gurame ya?  Entah lahh.  Tapi memang untuk acara-acara adat di masyarakat Batak, ikan yang digunakan ya ikan mas.  Biasanya diarsik.  Hmmm… enak banget… Kata orang-orang sangkin enaknya, mertua lewat gak keliatan.   Ya, enggak keliatan laahh, wong saat nikah sama anaknya mertua udah gak ada.  😀 😀

olahan-kerbau

Sup tulang kerbau dan daging panggang

Untuk daging, enggak tahu kenapa di Sipirok adanya daging kerbau. Termasuk untuk dipotong pada acara-acara adat.   Yang dipelihara orang-orang juga kerbau.  Untuk penyediaan daging kerbau di Pasar Sipirok, biasanya dilakukan oleh keluarga Pardede, yang sudah jadi Partiga-tiga Juhut di Sipirok dari generasi ke generasi.  Tiga itu artinya pasar, partiga-tiga artinya pedagang, juhut artinya daging.  Partiga-tiga Juhut artinya pedagang daging.

Kerbau diolah menjadi masakan apa di Sipirok? Karena udara yang dingin, di Sipirok tulang dan daging kerbau biasanya dijadikan sup.  Aihhh jadi ingat saat-saat pulang kampung ketika masih kecil.  Sup adalah menu yang wajib hadir di meja makan di rumah Opung.  Sup daging dengan kentang dan wortel mengepul-ngepul.  Nikmat banget  !!  Nah di salah satu rumah makan yang terkenal dan sangat representatif di Sipirok, Rumah makan Siang malam, daging kerbau dipanggang, lalu dimasak asam pedas pekat dengan irisan bawang dan tomat yang banyak. Enaknya, gila !!!  Bikin nagih. Sedangkan tulang kerbau dibikin sup, bahkan sumsum yang di bagian engsel, bisa dinikmati dengan menggunakan sedotan.  Tapi menu yang satu ini saya gak makan.  Takut kolesterol !

gulai-daun-ubi-tumbuk

Gulai Daun Ubi Tumbuk

Bagaimana dengan menu sayurnya? Yang selalu hadir di meja makan di rumah-rumah di Sipirok adalah sayur bolgang alias sayur rebus, yang terdiri dari berbagai macam sayur.  Daun singkong, rimbang, terong ijo dan lain-lain dicampur jadi satu.  Rasanya enak, karena sayur-sayur tersebut biasanya baru dipetik.  Bahkan dulu di rumah Ompung, ketika akan masak,  baru sayur dipetik di kebun  milik Ompung di daerah Pasar Malam, yang gak jauh dari rumah.

Selain sayur bolgang, menu sayur yang menjadi trade mark orang Batak adalah Gulai Daun Ubi Tumbuk.  Gulai ini dibuat dari daun ubi muda alias bagian pucuk, ditambah dengan rimbang, honje atau kecombrang (Etlingera elatior) ditumbuk sampai setengah halus di alu yang terbuat dari kayu.  Kalau almarhum Mama bahkan menambahkan daun pepaya muda pada campuran tersebut.  Untuk meningkatkan  daya tahan tubuh, menurut beliau.  Setelah setengah hancur, campuran sayur tersebut dimasak dengan santan dan ditambahkan dengan ikan salai atau ikan asap.  Jangan tanya rasanya.  Juaaarrrraaaaa  !!!!

Kok jadi bikin pengen pulang kampung lagi yaaa ?? Padahal badan masih belum hilang pegalnya.  😀  ***

Sipirok, A Prospective Destination

Sipirok..  Buat peminat wisata mungkin kata yang asing.  Mungkin tidak bagi penggemar kopi di Indonesia.  Dan pasti tidak,  bagi mereka yang di tubuhnya mengalir darah Batak.

sipirok1

Mengapa mungkin tidak asing bagi penggemar kopi di Indonesia? Karena tahun 2014 yang lalu masyarakat Sipirok  mengadakan Festival Kopi Sipirok, dalam upaya mengangkat nama kopi hasil budidaya masyarakat di Sipirok.  Bahkan di kawasan Tanjung Duren, di Jl. TB Simatupang,  Jakarta, salah satu pengusaha asal Sipirok  memasarkan kopi Sipirok di cafe miliknya yang diberi nama Sipirock Coffee

Mengapa Sipirok pasti tidak asing bagi yang berdarah Batak?  Karena Sipirok adalah salah satu daerah di Tapanuli yang sudah berkembang lama, diperkirakan  sebelum abad ke-13.  Daerah yang menjadi persinggahan utama di jalur Lintas Sumatera sejak zaman dulu, selain Kota Sibolga, salah satu kota pelabuhan di pantai barat Pulau Sumatera.  Mengingat suku Batak adalah masyarakat yang mobile,  perantau yang gigih, baik untuk menuntut ilmu, maupun untuk berkarya dan mencari nafkah ke sepenjuru negeri, bahkan ke manca negara, melintasi Siporok dalam perjalanan merantau ataupun pulang adalah bahagian dari perjalanan suku Batak bila menempuh jalan darat.

Selain itu,  Sipirok juga daerah asal dari banyak orang yang telah meninggalkan jejak luar biasa di berbagai bidang. Ada nama Sutan Pangurabaan, seorang tokoh jurnalistik dan media cetak  di Tapanuli pada awal abad 20.  Beliau juga pendidik, pengusaha, pendiri Muhammadiyah di Sipirok.  Beliau juga ayah Armijn Pane dan Sanusi Pane, 2 Sastrawan Indonesia Angkatan Pujangga Baru.

Ada beberapa tokoh nasional di era Orde Baru yang berasal dari Sipirok, antar lain Arifin Siregar yang pernah menjadi Direktur Bank Indonesia, Hasjrul Harahap, mantan menteri Kehutanan RI.  Raja Inal Siregar, Gubernur Sumatera Utara  era 1988 – 1998 juga berasal dari Sipoirok, Desa Bunga Bondar tepatnya.

Dimana Sipirok itu sebenarnya?

batu-nol

Sipirok adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.  Lokasinya 38 km dari Kota Padang Sidempuan, ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan sebelumnya. Berjarak sekitar 360 km ke arah selatan  Kota Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara,  dan sekitar 350 km ke arah Barat Laut Kota Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau.  Dari Kota Parapat yang berada di tepi Danau Toba, destinasi pariwisata utama di Provinsi Sumatera Utara, jaraknya hanya 180 km, dengan waktu tempuh hanya 4,5 jam.  Bahkan dari Bukit Tinggi, salah satu destinasi yang juga sudah terkenal di manca negara, jaraknya hanya 320 km, atau dengan waktu tempuh lebih kurang 7.5 jam.  Sipirok mempunyai lokasi yang strategis, dengan aksesibiltas yang sangat baik.

Saat ini Sipirok juga bisa diakses dengan pesawat udara melalui 2 bandara.  Yang pertama Bandara Dr. Ferdinand Lumban Tobing, di Pinang Sori, Sibolga, yang berjarak 90 km dan mebutuhkan waktu tempuh lebih kurang 2 jam 34 menit.  Yang kedua Bandara Silangit, yang berjarak 106 km dengan waktu tempuh lebih kurang 2 jam 40 menit.  Di kedua bandara tersebut setiap hari ada beberapa pesawat yang terbang  dari dan menuju Medan maupun Jakarta.  Sebenarnya ada bandara yang lebih dekat lagi ke Sipirok, hanya berjarak 37 km atau butuh waktu tempuh sekitar 51 menit, yaitu Bandara Aek Godang, tapi penerbangan ke bandara ini sepertinya belum sebanyak penerbangan ke Bandara Silangit dan Bandara Pinang Sori.

Sipirok terdiri dari 6 kelurahan dan 34 desa.  Dalam bahasa Batak Angkola, bahasa masyarakat setempat, Sipirok dikatakan sebagai  SIPIROK NAULI, BANUA NA SONANG,  NAPA-NAPANI SIBUAL-BUALI. Sipirok yang sejuk, negeri yang nyaman, di lembah Gunung Sibualbuali.

landscape-sipirok

Berada di kaki gunung,  di ketinggian  antara 700 – 1.700 meter di atas permukaan laut (dpl),  membuat Sipirok mempunyai udara yang sejuk dan segar, air yang jernih dan dingin, serta pemandangan yang indah.  Di Sipirok terdapat sebuah danau, Danau Marsabut, dan juga Cagar Alam Dolok Sibualbuali, yang merupakan hutan konservasi yang kaya akan keragaman flora dan fauna.  Di Sipirok juga terdapat 2  mata air panas (hot spring water) yang dikelola oleh masyarakat menjadi permandian, yaitu Aek Milas Sosopan dan Aek Milas Padang Bujur.  Sat ini infrastruktur jalan ke berbagai kelurahan dan desa di Sipirok relatif baik, juga jaringan listrik dan jaringan telepon seluler.

aek-milas-padang-bujur

Hot Water Spring : Aek Milas Padang Bujur

Karena Sipirok berada di antara wilayah Batak Toba, yang didominasi pemeluk Kristen, dengan wilayah Mandailing, yang didominasi pemeluk Islam, membuat Sipirok punya cerita yang panjang tentang kehidupan bertoleransi antara Islam dan Kristen.  Mungkin hanya di Sipirok, prinsip darah lebih kental dari pilihan agama menjadi pegangan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.  Ya, di Sipirok dalam sebuah keluarga, bisa ada anggota keluarga yang menganut agama Islam, dan anggota keluarga yang lain menganut agama Kristen, dan tetap hidup dalam rasa saling menghormati dan menyayangi.  Prinsip ini yang membuat masyarakat di Sipirok tak mengenal daging babi sebagai bahan makanan sebagaimana masyarakat di daerah Tapanuli Utara.  Prinsip ini juga yang membuat anggota keluarga yang muslim, bisa makan dengan tenang di rumah keluarga dan kerabatnya yang non muslim.  Prinsip ini juga bila ada pesta adat, meski tuan rumahnya non muslim, pemotongan kerbau, pengolahan makanan dilakukan oleh anggota masyarakat yang muslim.

Kelurahan Pasar Sipirok merupakan pusat kegiatan masyarakat  di wilayah kecamatan Sipirok, baik aktivitas pemerintahan tingkat kecamatan, pusat perdagangan lokal, juga pusat pendidikan lokal. Di Pasar Sipirok terdapat kantor camat, kantor polsek, pertokoan, juga sekolah mulai dari tingkat TK, SD, SMP dan juga SMA.  Bahkan di desa Paran Julu, sebuah perbukitan yang berjarak sekitar 2,5 km dari Pasar Sipirok terdapat SMA Negeri 2 Plus, yang dibangun oleh Yayasan Pendidikan Marsipature Hutana Be, sebuah yayasan yang dibangun oleh anak-anak Sipirok yang berhasil dan berjaya di rantau.

Berpuluh bahkan lebih dari seratus tahun menjadi pusat aktivitas masyarakat lokal, membuat Pasar Sipirok menjadi kota kecil yang sangat nyaman.  Bahkan jejak-jejak kemakmuran yang dicapai oleh anak-anak Sipirok yang merantau, maupun yang beraktivitas di daerah, terlihat dari rumah-rumah tua yang masih terlihat cantik, meski beberapa diantaranya tak terawat lagi.

rumah2-tua

Alam yang luar biasa segar dan indah, kehidupan masyarakat yang menghargai keragaman, rumah-rumah tua yang cantik, kerajinan tangan yang berbasis budaya, seperti ulos serta tuku dan bulang, kuliner lokal, merupakan potensi yang bisa dikembangkan untuk menjadi destinasi wisata.  Bukan destinasi wisata dimana para wisatawan datang bergerombol, membuat dan menikmati keriuhan, tapi wisata bagi mereka yang ingin menikmati ketenangan, tempat istirahat bagi mereka yang telah lelah bekerja di kota-kota besar, tempat beristirahat bagi mereka yang purna tugas, atau pensiun (retirement).  Sebuah prospek untuk menghidupkan ekonomi masyarakat, membangun daerah.

Sungguh aku membayangkan bila diberi umur panjang, aku akan mengisi sebagian hari-hari tuaku dengan tinggal di rumah peninggalan ompungku di Sipirok, sebuah rumah kayu tua berwarna coklat  yang hangat.  Aku akan bisa menikmati pagi dengan berjalan kaki pagi di sekitar persawahan, mandi di permandian air panas, mengisi siang dan malamku dengan membaca, menulis dan berkontemplasi,  sambil sesekali menyusuri kampung-kampung tua yang penuh sejarah di kaki perbukitan di Gunung Sibuabuali.***

Lok Baintan, The Genuine Floating Market

Di minggu ketiga Desember 2016, tepatnya tanggal 13 – 15, diriku mendapat kesempatan berkunjung ke Kota Banjarmasin, ibukota Provinsi Kalimantan Selatan. Kami berangkat ke Banjarmasin tanggal 13 sore jam 15an WIB, sampai di Banjarmasin jam 22.30 WITA.  Kenapa milih penerbangan sore?  Karena dari hasil surfing di internet, tiket pesawat Pekanbaru – Banjarmasi pp yang total waktu perjalanan relatif singkat, menggunakan  maskapai terbaik di Indonesia,  dan harga tiket yang masuk rentang budget tersedia, ada di sore hari.  Tiket untuk jalur yang sama, penerbangan pagi,  harganya hampir dua kali lipat.  Dari waktu yang tersedia, kami memutuskan untuk menyelesaikan tugas pada tanggal 14, lalu pada tanggal 15, sebelum pulang dengan pesawat sore kami menyempatkan untuk ke Lok Baintan.
Teman-teman pernah dengar frasa Lok Baintan?

Kalo kita tanya mbah Google, dalam 0,36 detik, ada 38.800 web yang memuat frasa Lok Baintan. What a populat phrase !!

lok-baintan

Lok Baintan

Lok Baintan adalah nama daerah yang dilalui oleh Sungai Martapura, di Kalimantan Selatan. Sungai Martapura dengar lebar sekitar 100 – 200 meter berhilir di Sungai Barito, sungai terlebar di Indonesia.  Di daerah ini sungai adalah sarana transportasi, jalan raya. Banyak rumah masyarakat menghadap sungai, juga warung dan toko-toko lokal.  Sungai adalah pusat aktivitas masyarakat. Sungai juga menjadi tempat bertemu masyarakat dan melakukan jual beli. Mereka melakukannya dari atas perahu yang menjadi kendaraan mereka. Mereka membentuk pasar yang mobile di sungai, pasar terapung.  Kalau teman-teman ingat tayangan RCTI sejak tahun 1990an yang menunjukkan ada pasar terapung, yaaa itulah Lok Baintan…

Info dari supir mobil rental yang mengantar kami selama di Banjarmasin, ada dua pasar terapung di kota ini. Pasar Terapung Lok Baintan dan Pasar Terapung Siring. Pasar Terapung Siring berlangsung di Sungai Martapura di ruas pusat kota Banjarmasin. Pasar ini hanya ada pada akhir pekan, dan di tepian lokasi pasar terapung ini ada menara pandang tempat pengunjung bisa menikmati pemandangan pasar dari atas.  Adapun Pasar Terapung Lok Baintan berlangsung setiap hari, karena memang merupakan aktivitas masyarakat. Their nature. Itu lah sebabnya diriku menyebut Lok Baintan sebagai The Genuime Floating  Market. Pasar Terapung yg asli…!!!

Dua Floating Market yang pernah saya kunjungi sebelumnya adalah Damnoen Saduak, berlokasi 95 km barat daya Kota Bangkok di Thailand, atau sekitar 1.5 jam perjalanan dengan mobil dari Kota Bangkok, dan Lembang Floating Maket yang berlokasi 17 km di itara Bandung, atau 1 jam 10 menit dengan mengendarai mobil.

Lembang Floating Market jelas an artificial one. Dibuat di sebuah situ, yang masyarakat di sekitarnya tidak punya budaya berperahu, apa lagi melakukan transaksi jual beli di atas air.  Sehingga di Lembang Floating Market yang sesungguhnya adalah pusat jajan yang dibuat sedemian rupa, dimana sebagian pedagangnya jualan di perahu yang di parkir di pinggir situ, pembelinya di daratan. 😃  Buat diriku, Floating Market-nya siyy gak terlalu menarik, tapi tempe mendoan dan combro yang dijual di situ, reseuuuppp. 👍

damnoen-saduak1

Damnoen Saduak Floating Market

Damoen Saduak Floating Market, sepertinya juga agak-agak artifisial. Kenapa? Karena sungainya hanya kanal-kanal yang berbentuk grid.  Lebar kanal hanya sekitar 2 meter.   Kalo lagi ramai, bisa macet karena penumpukan arus. Bahkan perahunya sampai berdempet-dempetan.  Barang yang dijual di sini sepenuhnya souvenier buat para turis, buah-buahan dan kuliner.  Penjual ada yang di atas perahu, ada yang di toko-toko kecil yang berderet -deret rapi di tepi kanal. Bahkan di tepi kanal juga ada eye catcher, seorang lelaki muda duduk berkalung ular besar berwarna kuning.  Sereeeemmmm!

Menurut pikiranku, Pasar Terapung Damnoen Sadduak  memang dibuat sebagai daya tarik wisata yang memanfaatkan potensi lokal,  kanal-kanal yang merupakan “jalan raya” serta masyarakat yang memang terbiasa berperahu untuk mobilitas mereka. Pengunjung bisa naik perahu yang didayung secara manual, dengan biaya klo gak salah ingat 150 Thailand Bath per orang, atau setara dengan Rp.56.120,-

Oh ya, selain lelaki berkalung ular, heboh karena traffic jump di kanal-kanal, yang diriku ingat dari Damnoen Sadduak adalah es kopyor yg enak banget, dihidangkan dalam batok kelapa muda,  dijual di salah satu los di tepian. 👍

Kembali ke Lok Baintan…

klotok

Klotok

Untuk sampai ke Lok Baintan  butuh usaha, karena jaraknya 16 km  atau waktu tempuh 45 menit ke arah hulu,  menggunakan klotok, sejenis perahu beratap rendah, kapasitas 8 orang.  Perahu ini menggunakan mesin untuk bergerak, bunyi mesinnya tok klotok klotok.  😀

Dan katena pasar terapung Lok Banutan berlangsung setelah subuh sampai sekitar jam 8 pagi, untuk bisa melihat pasar terapung Lok Baintan, pengunjung harus berangkat dari tepian di Banjarmasin setelah subuh.  Artinya berangkat dari hotel sebelum subuh.  Jam 4.00 pagi. Maling juga kalah..😀

Kebetulan pak Tezar, pemilik mobil yang kami sewa punya kenalan pemilik klotok yang biasa membawa pengunjung  pasar terapung. Beliau memberikan nomor telepon pak Adriani pemilik klotok yang bersandar di depan Warung Soto pak Amat di bawah jembatan di tengah kota Banjarmasin dan telpon pak Hajun pemilik klotok yang bersandar di depan Masjid Sultan Suriansyah.  Kami memilih untuk memesan klotok pak Adriani, karena paling mudah diakses dari hotel tempat kami menginap, jaraknya hanya 6.5 km atau waktu tempuh 16 menit.  Sedangkan ke dermaga masjid Suriansyah jaraknya 10 km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit.  Berapa harga sewa kelotok?  Menurut info pak supir sekitar  Rp.350.000,- Rp.450.000,- per round trip, alias pulang pergi.  Tapi dengan pak Adriani, kami dikasi harga Ro.250.000,- pulang pergi. Oh ya, kalau teman-teman mau pergi, mesan klotok harus satu hari sebelumnya.  Jangan nyari klotok subuh-subuh di tepian, belum tentu ada.

Jadilah tanggal 15 Desember pagi sebelum subuh, kami sudah bergerak ke warung soto pak Amat di pinggir  Sungai Martapura. Sebelum naik ke klotok pak Adriani, sholat subuh dilakukan di mushala tak jauh dari warung soto.

Klotok milik pak Adriani, sebagaimana klotok-klotok lain yang mundar mandir di Sungai Martapura, adalah perahu beratap rendah, yang untuk masuk kita harus merunduk, dan untuk bergerak di dalamnya kita harus berjalan dengan.menggunakan lutut. 😓  Hanya pada dua bagian perahu  kita berdiri tegak, di haluan dan buritan.  Secara berada dalam ruang beratap rendah selalu menghadirkan rasa terkungkung bagi diriku, aku memilih duduk di buritan klotok, menikmati angin menyapa diri, sambil mengamati fenomena tepian yang samar-samar di subuh hari.

lok-baintan2

@ Lok Baintan Floating Market

Setelah perjalanan selama hampir 45 menit, dan matahari mulai naik di timur, kami melintas di bawah sebuah cable bridge. Dari situ kami mulai melihat  satu per satu perahu hadir.  Hampir semua perahu dikendarai oleh satu orang, dan itu perempuan.

Melihat kedatangan klotok yang kami tumpangi, para pedagang berperahu datang menghampiri, menawarkan dagangan-dagangan mereka. Apa yang mereka tawarkan?

Bermacam-macam barang dagangan.  Ada sayuran hijau, ada singkong, petai dan jengkol.  Ada buah-buahan lokal, yang beberapa tak pernah diriku lihat sebelumnya, seperti  buah mentega (bentuknya bulat dengan warna kulit agak merah jambu, rasanya so creamy),  buah yang warnanya merah seperti buah renda, tapi isinya seperti manggis, manis.  Ada juga buah seperti mangga yang banyak dijual di parapat, berserat, rasanya manis.  Ada jeruk yang besar, seperti jeruk bali.

lok-baintan1

Pedagang @ Lok Baintan

Apa lagi yang dijual? Berbagai macam makanan dan wadai alias kue-kue khas Banjar, seperti pais (lepat pisang dan kelapa parut),  pundut (semacam lontong yang dimakan dengan sambal udang halus), bingka, dan entah apa lagi. Bahkan ada pedagang yang menjual gorengan dengan membawa kompor lengkap dengan tabung gas warna ijo di perahunya.  Pokoknya bikin panik pengunjung yang tukang makan seperti diriku, karena gak tau mana yang mau dibeli dan dimakan. Semua bikin ngiler!! 😂😂😂

Oh ya, bagi pengunjung yang berbelanja cukup banyak dan butuh wadah buat bawa belanjaan pulang, para pedagang berperahu menyediakan keranjang anyaman yang dihargai Rp.5.000,- per buah untuk ukuran kecil dan Rp.10.000,- per buah untuk ukuran besar.  Kalau di Tapanuli keranjang seperti yang dijual di Pasar terapung Lok Baintan ini disebut hadangan. Biasanya dipakai buat bawa beras ke acara-acara adat, seperti acara duka cita dan pesta pernikahan.

wp-image-859196616jpg.jpg
Diriku membeli sebuah keranjang ukuran besar untuk membawa buah-buahan yang unik dan gak ada di Pekanbaru sebagai oleh-oleh. Alhamdulillah keranjangnya cukup kuat ditenteng 2 kali  naik turun pesawat, karena transit.  Meski saat duduk di ruang tunggu bandara sempat dengar orang-orang duduk di sekitar diriku bertanya siapa yang bawa buah apa, yang baunya semilir-semilir tercium wangi..  😊

Oh ya, di Pasar Terapung Lok Baintan para pedagang menawari pengunjung untuk naik perahu, merasakan berkeliling, ikut berjualan di perahu.  Agar bisa difoto oleh travelmate kita. Iya, yang moto teman kita, atau bisa juga dengan bantuan tongsis, karena di sini belum ada penyedia jasa motret di atas perahu. 😃  Berapa yang harus dibayar untuk ikut berperahu?   “Terserah ibu saja” jawab pengendara perahu saat ditanya. Tapi dari pengamatan di lapangan, rata-rata pemgunjung membayar Rp.25.000,- per orang. Untuk berapa lama? Gak ada aturan resmi. Umumnya 10 – 30 menit.

Setelah menikmati suasana pasar terapung sekitar 2.5 jam, naik perahu, belanja buah-buahan dan berbagai makanan, pak Adrini pengemudi klotok yang kami tumpangi menguatkan tenaga klotoknya, bergerak ke arah kami tadi datang. Ya, saatnya untuk pulang.

Selama perjalanan pulang, diriku tetap berdiri di buritan kapal, menyandar ke pingguran atap klotok.   Menikmati suara riak air, hembusan angin dan pemandangan pemukiman di sepanjang tepian.  Sungguh semuanya memberikan kesejukan bagi bathin ini yang selalu rindu dengan hal-hal yang natural, alami.

Sebagai catatan, saat kami ke Lok Baintan, meski tidak di hari libur, cukup banyak pemgunjung. Ada sekitar 10 klotok.  Ada turis dari Inggris yang  ngobrol dengan ku saat klotok kami sempat berdampingan, dan dari bahasa yang terdengar juga ada turis Malaysia.  Artinya, Pasar Terapung Lok Baintan  ini meski secara akses butuh perjuangan untuk dicapai, tapi peminatnya banyak. Bagi diriku  justru lokasinya yang remote, ada sensasi menyusuri sungai dengan klotok jadi nilai tambah, mungkin begitu juga  bagi para wisatawan lain.

So, bagi daerah yang daya tarik wisatanya berada di lokasi yang cukup remote, selagi ada kendaraan yang nyaman yang bisa digunakan oleh para wisatawan, perjalanannya juga punya daya tarik tersendiri, tetaplah bersemangat untuk mengembangkannya. Karena keterbatasan justru bisa menjadi tantangan yang menarik bagi para traveller.. ***

#lokbaintan #martapura #banjarmasin #kalimantanselatan #southborneo #floatingmarket #pasarterapung

Mengejar Matahari

mengejar-matahari

Enter a caption

Kali ini diriku mau cerita tentangone day travelling bersama 11 orang teman-teman peserta Diklat JFPM Spasial di weekend kedua diklat yang dilakukan di Yogyakarta.   Kami Mengejar Matahari 😀  Menyaksikan matahari terbit di Punthuk Setumbu dan Gereja Ayam, serta menyaksikan matahari tenggelam di Istana Ratu Boko.  Perjalanan ini dipilih dengan pertimbangan untuk waktu yang sama, lebih banyak tujuan wisata yang bisa dinikmati, dibanding kalau kami pergi ke Kali Biru di tepi Waduk Sermo di Kabupaten Kulon Progo.

Untuk mengantar jalan-jalan, kami menyewa mini bus kapasitas 14 orang.  Mobil rental ini kami dapat berdasarkan rekomendasi mba Esti pengelola diklat.  Berapa biayanya? Rp.700.000,- untuk pemakaian mobil seharian, termasuk biaya bahan bakar dan upah supir.

Punthuk Setumbu itu nama apa?  Dimana lokasinya?

Punthuk Setumbu itu nama sebuah bukit dimana pengunjung bisa menyaksikan matahari terbit dengan latar Gunung Merapi, Gunung Merbabu dan Candi Borobudur.  Tempat ini bersama beberapa daya tarik wisata lain di  Yogya dan sekitarnya menjadi lokasi syuting sequel kedua AADC.

Punthuk Setumbu yang berada di Kelurahan Karangrejo hanya berjarak sekitar 4 km dari kompleks Candi Borobudur.   Kalau dari Hotel Cakra Kusuma tempat kami dikostkan?  Lumayan jauh.  Sekitar 41,1 km dengan waktu tempuh sekitar 1 jam.

Mengingat matahari terbitdi Yogya dan sekitarnya berlangsung sekitar pukul 04.30 pagi, kami harus berangkat dari Hotel Cakra Kusuma jam 03 lewat dikit.  Artinya jam 02 lewat sudah harus bangun dan mandi.  Kan gak mau jalan-jalan seharian tanpa mandi. Bisa pingsan orang-orang semobil.  Sangkin khawatir telat, Pak Mustakin, salah seorang teman kami, bangun jam 12 malam, dan tanpa liat-liat jam, beliau langsung mandi.  Untuk melihat matahari terbit di Punthuk Setumbu memang butuh perjuangan.  😀

tiket-punthuk-setumbu

Tiket masuk Punthuk Setumbu

Setelah sempat mampir di salah satu SPBU untuk sholat subuh, kami sampai di kaki bukit Punthuk Setumbu sekitar jam 04.30 pagi.  Termasuk telat, karena matahari sudah hampir terbit.  Setelah beli tiket masuk seharga Rp.15.000,- per orang, kami terpaksa langsung mendaki bukit.  Gak sempat foto-foto dulu di kaki bukit.  hiks

Mendaki bukit Punthuk Setumbu, butuh stamina yang lumayan.   Diriku yang selama diklat tiap pagi jalan kaki sekitar 45 menit, sempat keder juga.  Gimana gak keder?  Aku sebelumnya nyaris gak pernah dengar nafasku bunyi ngik ngik ngik, bahkan beberapa tahun yang lalu pada saat kena asma pun nafasku hanya sekali dua berbunyi.  Rasa takut itu sempat menjalar kuat di diri, takut jantungku ternyata benar-benar tidak kuat.   Aku lalu memperlambat langkah, agar kerja jantung bisa lebih pelan.  Alhamdulillah setelah memperlambat langkah, detak jantung jadi lebih tenang.  Bunyi napas tak semeriah semula.

punthuk-setumbu-1

Saat kami sampai di puncak Punthuk Setumbu, matahari sudah mulai menampakkan diri.   Gunung Merapi dan Gunung Merbabu terlihat berdiri dengan gagah perkasa.  Di depannya, samar-samar terlihat Candi Borobudur.  Sungguh pemandangan yang indah.  Pemandangan yang memanjakan rasa.  Aku seketika sadar pemandangan ini adalah pemandangan yang pernah aku lihat di sampul National Gegraphic Traveller beberapa tahun yang lalu.

punthuk-setumbu-2Kami berada di Punthuk Setumbu sekitar 1 jam, menikmati pemandangan matahari terbit dan perlahan-lahan naik, menepis kabut, membuat terang semesta.  Sayang pelataran untuk melihat kurang luas, sehingga harus berebut untuk mendapat view terbaik.  Sayang juga aku belum punya lensa kamera yg lebih canggih sehingga belum bisa menzoom Candi Borobudur lebih besar. (Kerja, kerja, kerja.. Nabung, nabung, nabung. :D)

Saat kami bersiap-siap untuk turun ke kaki bukit, untuk menyambung perjalanan ke Gereja Ayam dengan mobil, seorang bapak yang tak muda lagi usianya menghampiri, menyarankan kami untuk jalan kaki memyusuri hutan menuju Gereja Ayam, dan menawarkan diri untuk menunjukkan jalan.   Bapak itu ternyata penduduk setempat yang menjadi local guide.. Ketika kami bilang kendaraan kami menunggu di parkiran di kaki bukit, dia menyarankan kami untuk menelpon supir, dan meminta supir untuk menunggu kami di parkiran Gereja Ayam.  Karena ternyata ada 2 parkiran yang berbeda lokasi dan arahnya, si bapak mengarahkan supir untuk menunggu di parkiran jembatan bambu… Berapa harga jasa si bapak sebagai guide? Berdasarkan hasil kesepakatan, Rp.50.000,-

otw-gereja-ayamGereja Ayam yang berada di Bukit Rhema memang tak jauh dari Punthuk Setumbu, masih berada di kelurahan yang sama, Kelurahan Karangrejo.  Bahkan saat melihat pemandangan Gunung Merapi dan Candi Borobudur, di pojok kiri bawah terlihat bangunan tersebut.

Apa itu Gereja Ayam?  Buat penonton AADC2, tentu bangunan tersebut tak asing, meski mungkin tak familiar dengan namanya.  Menurut cerita si bapak local guide, gereja alias rumah doa ini dibangun dengan bentuk merpati, burung lambang perdamaian, yang dilengkapi dengan sebuah mahkota di kepalanya.  Namun karena bahagian “badan” terlihat besar,  lebih tebal, sehingga lebih terlihat seperti tubuh ayam, maka orang-orang menyebutya sebagai Gereja Ayam. 

Bahagian tengah mahkota dari bangunan berbentuk unik ini merupakan sebuah teras atau pelataran kecil, yang bisa dikunjungi.  Karena posisinya tinggi, dari mahkota ayam, pengunjung bisa melihat pemandangan di sekitarnya, termasuk pemandangan Gunung Merapi, Gunung Merbabu dan Candi Borobudur.  Pemandangan cantik, dan bentuk bangunan yang unik inilah yang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk  datang ke tempat ini.

Oh ya, oleh pihak yang membangun, gereja ini diharapkan menjadi rumah doa bagi segala bangsa,  dan diperuntukkan terutàma untuk membantu penyebuhan orang-òrang yang mengalami ketergantunģ  NAPZA, bekerja sama dengan yayasan Bethesda di Yogyakarta.

gereja-ayamSetelah sepakat dengan harga, kami lalu melanjutkan perjalanan ke Gereja Ayam dengan dipandu bapak local guide.  Kami jalan kaki menyusuri hutan, menuruni Punthuk Setumbu, mendaki Bukit Rhema. Perjalanan yang menyenangkan, karena sudah lama banget gak ke hutan, menyusuri kehijauan.  Setelah berjalan sekitar 20 menit, kami sampai di Bukit Rhema, di sekitar “ekor ayam” 😀

Untuk bisa melihat Candi Borobudur dari “mahkota ayam”, kita harus masuk ke bangunan gereja, menaiki 3 lantai melalui tangga kayu yang sempit, yang hanya bisa dilalui satu orang sekali jalan, gak bisa papasan.  Dan karena “mahkota” tersebut relatif sempit, dengan kapasitas maksimal 10 orang, maka bila kita berkunjung di akhir pekan atau hari libur, yang naik ke mahkota ayam tak bisa berlama-lama di sana.

Pemandangan Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Candi Borobudur dan sekitarnya dari mahkota ayam, lebih rendah dari pada saat memandang dari Punthu Stumbu, dan tentu lebih terang karena memang saat berkunjungnya lebih siang dari pada saat berkunjung ke Punthuk setumbu.  Tapi over all, pemandangannya nyaris sama.  Setelah foto-foto secukupnya, kami segera turun dari mahkota ayam, lalu foto-foto dan duduk-duduk di halamannya yang luas dan sejuk.  Sebelum meninggalkan Bukit Rhema, kami sempat menghampiri warung yang ada di tepi jalan Bukit Rhema, membeli beberapa potong pisang goreng dan bakwan..

Perjalan turun dari Gereja Ayam menuju parkiran menyusuri jalan desa yang di kiri kanannya dipenuhi pohon-pohon bambu.. Hanya bisa dilalui pejalan kaki dan motor,  untuk mobil sepertinya  melalui jalur yang lain.  Udaranya segar, sejuk dan nyaman..  Jalur yang juga menyentuh hati, karena bertemu dengan penduduk setempat yang sederhana, berjalan tanpa alas kaki sambil membawa bakul di punggung dengan bantuan kain gendong…

Sebelum melanjutkan perjalanan, dan naik ke mobil, kami menikmati sarapan berupa nasi goreng dalam kotak yang disiapkan petugas hotel Cakra Kusuma.  Kami menikmatinya di Pos Kamling  Desa, sebelum menyebrangi jembatan bambu menuju parkiran mobil.  Sarapan yang istimewa, karena makan di udara yang segar, diiringi suara gemercik air di kali.  Kalau sudah begini, memang hanya ada dua rasa makanan : enak atau enak banget. 😀  Alhamdulillah.

Selesai makan, kami melanjutkan perjalanan.. Kami singgah ke Borobudur, lalu mengikuti Lava Tour di Merapi, makan siang di Kaliurang, dan berkunjung ke Museum Ulen Sentalu, sebelum akhirnya ke Istana Ratu Boko.  Untuk kegiatan Lava Tour dan kunjungan ke Museum Ulen Sentalu, nanti dibuat tulisan tersendiri yaa.. Karena dalam 1 tahun terakhir diriku 3 kali mengikuti Lava Tour, dan belum dibuat jadi satu tulisan pun.. Demikian juga ke Ulen Sentalu, dalam satu tahun terakhir diriku berkunjung ke sana dua kali.  Dan yang terakhir kalau tidak salah hitung  merupakan kunjungan keempat. 😀

Istana Ratu Boko adalah sebuah kawasan situs arkeologi yang berada di perbukitan di sisi timur Kota Yogyakarta.  Menghadap ke Barat, dengan susunan batu-batu kuno yang cantik, tempat ini menjadi tempat yang luar biasa untuk menikmati matahari masuk ke peraduan.  Sebagai obyek wisata, Kawasan Istana Ratu Boko ini dikelola bersama Candi Prambananm yang lokasinya tak jauh.  Bahkan pengunjung bisa beli tiket terusan Candi Prambanan dan Istana Ratu Boko.

Di film AADC, situs ini juga jadi lokasi. Tapi tidak untuk melihat sunset, melainkan jadi tempat ngobrol Cinta dan Rangga.

Sebenarnya ini kali kedua diriku mengunjungi tempat ini.. Kali pertama di akhir Maret Tahun 2010.  Datangnya ke sorean, nyaris senja.  Langit mendung dan kemudian hujan turun. Tempat ini jadi sepi sekali. Hanya ada aku, mba Ika teman yang bekerja di Pusat Studi Kebudayaan UGM, dan petugas keamanan Kompleks Ratu Boko yang menemani kami.  Saat itu, Istana Ratu Boko terasa sangat kuno.  Serem….!! 😀

ratu-bokoKali ini aku dan teman-teman sampai ke kompleks Istana Ratu Boko sekitar jam 5 sore.  Saat mentari masih bersinar, meski tak garang.  Kami bisa melihat-lihat bahagian candi yang bertebaran.  Aktivitas yang juga dilakukan para pengunjung lain, yang cukup ramai sore itu.  Ya, Kawasan Istana Ratu Boko sepertinya sudah berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau, tempat wisatawan dan juga masyarakat menikmati sore hari.

Puas berkeliling, sebahagian kami mengambil posisi naik ke bangunan candi yang tinggi.  Duduk-duuduk di pinggirnya menunggu matahari tergelincir pelan-pelan.  Sayangnya, menjelang matahari benar-benar masuk ke peraduan, awan datang menutupi.  Jadilah kami hanya bisa melihat warna langit yang perlahan berubah menjadi kuning, jingga dan akhirnya semakin gelap. Belum rezeki bagi saya dan teman-teman untuk melihat keindahan matahari terbenam dengan sempurna di tempat ini.Semoga ada kesempatan lagi yaa. ***

#punthuksetumbu #gerejaayam #bukitrhema #borobudur #ratuboko #yogyakarta #travellers #ceritasondha #myjourney

Diklat JFP Madya Spasial

Tanggal 10 sampai dengan 28 Oktober 2016 yang lalu diriku mendapat kesempatan kembali ke Yogya untuk waktu yang lumayan lama..  TIGA MINGGU..  Waktu yang sebenarnya gak cukup panjang bagi diriku untuk menikmati Yogya yang Selalu DiHati

Iya buat aku, tiga minggu di Yogya gak lama… Secara diriku pernah di Yogya selama 6 bulan  buat ikut kursus PUSPICS.. Lalu sekitar 2 tahun 6 bulan untuk menyelesaikan pendidikan Pasca Sarjana Penderaan Jauh di lingkungan Fakultas Geografi UGM…

Ngapain 3 minggu di Yogya…? Ikut diklat alias pendidikan dan pelatihan..  Diklat Fungsional Perencana Madya Bidang Spasial..

Diklat apa siyy itu, kok istilahnya bikin kepala nyut nyut nyut..??  😀 😀

Diklat Jabatan Fungsional adalah diklat yang harus diikuti oleh seorang Aparatur Sipil Negara untuk menduduki Jabatan Fungsional.

Apa itu jabatan fungsional ?

Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. *sorry guys, ini asli copy paste dari salah satu peraturan*. Jabatan Fungsional Perencanaan itu jabatan fungsional yang bertugas di bidang perencanaan pembangunan, yang secara berjenjang terdiri dari Perencana Pertama, Muda,  Madya  dan Perencana Utama.

Khusus diklat untuk Jabatan Fungsional Madya, diklat dibagi dalam 3 bidang, yaitu ekonomi, sosial dan spasial.  Ketiga diklat itu sama-sama mengajarkan perencanaan, bedanya pada persentase materi tentang pendekatan perencanaannya yang berbeda. Bidang sosial, sekitar 60% dari materi yang diajarkan adalah perencanaan dengan menggunakan pendekatan sosial.  Bidang ekonomi, lebih kurang 60% dari materinya adalah perencanaan dengan menggunakan pendekatan ekonomi, sedangkan bidang spasial, lebih kurang 60% materinya adalah perencanaan dengan menggunakan pendekatan keruangan atau spasial.

Diklat jabatan fungsional perencanaan madya spasial, sebagaimana madya sosial dan ekonomi, diadakan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.  Dan sesuai dengan bidangnya, diklat JFP Madya Spasial dilakukan bekerjasama dengan Magister Perencanaan Kota dan Daerah Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik, UGM.  Itulah yang menjadi penyebab diriku kembali ke Yogya selama tiga minggu… 😀

img1476928711078

@ MPKD, Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fak Teknik UGM

Sebelum ikut diklat ini, diriku sudah rada-rada senewen…Karena menurut seorang teman yang sudah duluan ikut diklat, namun untuk bidang yang berbeda, selama diklat tiap hari ada tugas yang harus dikumpulkan sehari kemudian sebelum jam 05 pagi. Sumpe gw keder dengernye..!! Gimana enggak…? Masa-masa begadang buat bikin tugas sudah berlalu seiring pertambahan usia… Ditambah dengan diriku beberapa tahun terakhir sudah memberlakukan prinsip “Tugas kantor kerjakan di kantor, gak boleh dibawa pulang.  Kalo ada kerjaan yang belum selesai saat jam kantor usai, lembur aja.. Tapi gak boleh dibawa pulang”.

Dan.. akhirnya tanggal 09 Oktober tiba.. Saatnya aku terbang ke Yogya untuk mengikuti diklat…  Aku berangkat bareng dengan salah satu peserta Diklat yang juga berasal dari Pekanbaru, tapi dari instansi yang berbeda.  Karena pesawat yang terbang direct dari Pekanbaru ke Yogya adanya jam 08 pagi, jadilah jam 10 lewat diriku dan teman seperjalanan sudah menginjakkan kaki di Yogya dan melihat salam “Sugeng Rawuh” di pintu ruang kedatangan bandara Adi Soetjipto.   Ada rasa senang…, rasa yang selalu menghampiri diri bila kembali ke Yogya…  Mungkin karena  #Yogya #SelaluDiHati..

Diklat kali ini pesertanya 23 orang, dari berbagai provinsi di 5 pulau besar di Indonesia.  Dari Pulau Sumatera ada yang dari Sumut, Sumbar,  Riau, Jambi dan Bengkulu.  Dari Pulau Jawa ada yang dari Jabar, Jateng dan Jatim.  Dari Kalimantan ada yang dari Kalsel dan Kaltim.  Dari Kalimantan ada yang dari Sulsel dan Sulteng. Daannn ada Elvira dari Papua. Kami benar-benar  presentasi keragaman Indonesia..  Ini yang paling diriku suka kalau ikut diklat yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, jadi punya kesempatan bertemu, berkenalan, menjalin silaturahmi dengan teman-teman dari daerah lain, yang suku, latar belakang dan budayanya berbeda…

Selama diklat kami di”kos”kan pihak MPKD sebagai pelaksana diklat di Hotel Cakra Kusuma, di Jl. Kaliurang Km. 5.2.  Gak jauh dari kampus UGM… Gak jauh juga dari tempat kosku saat kuliah dulu..  Senang donk, bisa kembali ke daerah yang dikenal…? Senang banget.. 😀

Di “kos-kosan” ini diriku dijodohkan oleh mba Esti, pihak MPKD yang mengurus diklat, untuk sekamar dengan dengan mba Widia dari Pemko Sungai Penuh, Provinsi Jambi selama diklat berlangsung.

Awalnya ada rasa khawatir sekamar dengan orang yang asing (lagi), secara pernah ikut diklat sebulan dan dapat teman sekamar yang cuek banget.. Yang bisa ninggalin handuk lembab di tempat tidur (tempat tidurnya single tapi dempetan), yang jemur pakaian dalam masih basah di lemari baju bercampur dengan baju bersih.. yang bulak balik menyalakan hairdryer di kamar mandi buat ngeringin pakaian dalam… Rasanya seperti tidur dan mimpi buruk gak kelar-kelar..  Hahaha 😀  Tapi… alhamdulillah, kali ini diriku beruntung…, dapat teman sekamar yang jiwanya seirama… Sama-sama santai, gak rapi-rapi banget, tapi kita juga gak jorok.  😀  Sama-sama bisa berbagi dan menikmati banyak hal bersama..  Dan di akhir diklat, menurut teman-teman peserta diklat yang perempuan, kami adalah teman sekamar yang paling kompak.. Alhamdulillah.. *Terima kasih sudah menjadi teman sekamar yang menyenangkan, mba Wid.. Saya jadi tambah teman, tambah saudara..*

Hari senin, 10 Oktober 2016, diklat dimulai… Pesertanya 23 orang, 12 orang ibu-ibu dan 11 orang bapak-bapak… Kok ibu-ibu dan bapak-bapak?  Karena memang pesertanya semua berusia  di atas 35 tahun…  Tapi alhamdulillah, meski udah pada bapak-bapak dan ibu-ibu, tapi semua bawaannya santai…, gak sok tua… Hehehe…  Alhamdulillah juga meski di antara peserta ada yang sudah pakar, ada yang sudah senior banget di pekerjaan…, tapi tetap pada humble…, sehingga menghadirkan suasan pertemanan yang menyenangkan…

Materi yang dipelajari…, ya tentang perencanaan dan pengendalian tata ruang, lebih ke kebijakan.  Gak sampai ke level teknis, yang sempat dicemaskan beberapa peserta. Tapi salah satu pengajar, Pak Bobby, yang juga ketua Program MPKD, merubah metode saat jam mengajar beliau.  Dari materi yang seharusnya diberikan di kelas, beliau rubah menjadi belajar di lapangan.  Beliau membawa kami ke kawasan pemukiman Code, pemukiman padat di pinggiran kali Code di pusat Kota Yogyakarta.  Ini menurutku salah satu kegiatan yang menyenangkan selama diklat.

img14804162434401

Belajar di Kawasan Permukiman Code

Alhamdulillah diklat JFPM Spasial ini gak seserem diklat JFPM yang diikuti temanku..  Boro-boro begadang ngerjain tugas, hampir setiap malam diriku dan mba Wid, teman sekamar mulai tidur jam 21.00-an, dan bangun jam 04.00 pagi…Kita-kita bisa jalan kaki setiap jam 5 pagi… Ada juga yang berenang pagi-pagi atau sore setelah kelas usai..  Hidup sehat, kita… !! Bahkan aku dan mba Widia sempat ngabur ke 21,  nonton petualangan Prof. Langdon di Inferno.  😀 Suasana seperti ini bisa kami jalani karena  dari awal tugas-tugas yang diberikan adalah tugas kelompok yang diselesaikan di jam-jam belajar, ditambah lagi semua peserta ikut diklat dengan semangat berlibur dan “kabur” sejenak dari rutinitas kantor… 😀 😀 😀

Hanya minggu pertama yang waktu terasa berjalan lambat…  Di minggu kedua dan ketiga waktu terasa seperti berlari… Mungkin karena di minggu kedua kita para peserta sudah akrab dan merasa seperti keluarga..   Gimana enggak, teman-teman yang mudik di akhir pekan kembali ke “kos-kosan” dengan membawa oleh-oleh makanan khas daerah masing-masing.. Sehingga minggu malam dan senin pagi selain menikmati makanan yang disediakan hotel, kami juga menikmati berbagai oleh-oleh.. Ada bandeng presto, lumpia, cake gandjalreel dari Semarang, ada bika ambon dan bolu meranti dari Medan, ada serabi notosuman dari Solo..  Ada juga amplang dari Banjarmasin yang jadi cemilan tambahan saat rehat diklat…  Meriah pokoknya…!!

Ada juga acara piknik bareng di wiken kedua yang dilakukan 12 orang peserta diklat yang gak mudik, termasuk diriku.. Kemana..? Ke obyek-obyek wisata yang dijadiin lokasi syuting AADC 2 :  Punthuk Setumbu, Gereja Ayam, Ratu Boko,  juga ke Borobudur, Prambanan dan Kaliurang.  Piknik yang seru karena dimulai jam 03.00 pagi..  Dan karena takut telat, ada yang sampai udah bangun jam 12 malam, dan main mandi aja tanpa lihat jam… Hahahaha… 

Over all… Diklat JFP Madya Spasial yang diriku ikuti sungguh menyenangkan…  Salah satu diklat yang asyik dari diklat-diklat yang pernah aku ikuti..  I’m gonna miss you mba Widia, Ika, teh Ani, kak Lita, mba Dewi, kak Linda, mba Nissah si Little Missy, Lupi, Vira, Erni, kak Poppy, Pak Pur si Kepala suku, Pa Moer, Pak Sorjum, Hapriadi, Pak Mustakin, Pak Tatag, Pak Fir, dan teman-teman yang tak tertulis namanya… Makasih juga mba Esti dan Pengelola Diklat…

Alhamdulillah 2 minggu setelah diklat usai, kami menerima kabar dari Mba Esti, bahwa seluruh peserta diklat lulus ujian kompetensi yang dilaksanakan di 2 hari terakhir diklat.  Tinggal  nunggu sertifikat dan Berita Acara Penetapan Angka Kredit (BAPAK) yang akan menjadi dokumen untuk usulan bisa memegang jabatan fungsional perencana.

Semoga diriku dan teman-teman peserta diklat bisa segera memegang jabatan fungsional perencana… Aamiin  ***

Beat Diabetes, A Note for 2016 World Health Day

07 April ternyata adalah Hari Kesehatan Dunia… dan untuk tahun 2016 ini World Health Organization (WHO) menetapkan tema “Stay Super, Beat Diabetes“..

2016 World Health Day

Kenapa WHO mengangkat tema Diabetes untuk peringatan hari kesehatan dunia tahun ini…?

Karena pada saat ini 1 dari 12 manusia di muka bumi terkena penyakit Diabetes..

Karena setiap 7 detik ada 1 kematian yang disebabkan Diabetes.., ada 5 juta kematian setiap tahun disebabkan Diabetes.

Karena 1 dari 2 orang yang mengidap Diabetes tidak menyadari kalau dirinya mengidap Diabetes..

Dan karena 77% pengindap Diabetes adalah penduduk negara-negara yang berpendapatan rendah sampai sedang, sehingga akan kesulitan biaya untuk mendapatkan perawatan…

Diabetes menurut informasi yang diriku baca, ada 2 type..

Type 1, Diabetes yang terjadi karena tubuh tidak memproduksi insulin, sehingga tubuh tidak mampu memproses gula dan tepung yang dikonsumsi untuk menjadi glukosa yang dibutuhkan sebagai sumber energi..  Diabetes Type 1 ini biasa ditemukan pada anak-anak dan orang muda..

Diabetes Type 2 terjadi karena gula darah atau glukosa dalam tubuh berada di atas normal.

diabetes-risk type 2

Untuk tahap awal, pankreas akan bekerja lebih keras untuk memproduksi insulin lebih banyak untuk mengimbangi.  Namun pada saatnya, pankreas tidak akan mampu lagi melakukan tugas tersebut.  Maka kerusakan organ tubuh akan mengalami kerusakan satu demi satu..  Gula darah yang berlebih dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain genetik dan life style, atau cara hidup.. Hal ini termasuk dari kebiasaan jenis makanan yang dikonsumsi, pola makan, aktivitas fisik yang rendah, juga tingkat stress yang berlebihan..

Keluargaku adalah keluarga yang bisa dibilang punya resiko lebih terkena Diabetes..  Almarhum Mama mengalami Diabetes di usia sekitar 50 tahunan.. Beliau bertahan sepuluh tahun menjadi pengidap Diabetes tanpa terlihat dampaknya.. Lalu.. di bulan Juni  tahun 2007, beliau mengalami stroke, yang belakangan menurut dokter adalah serangan kedua..  Serangan ini merubah kehidupan beliau…, TOTAL !!… Dari perempuan lincah, yang sering mengisi harinya dengan wara wiri mengurus anak-anak dan cucu, perempuan yang lincah berlari-lari mengejar bola di lapangan tenis…  Perempuan yang senang mengisi waktu dengan berjalan-jalan, termasuk menyusuri toko demi toko di mall-mall untuk mengisi waktu luangnya.. Menjadi harus duduk di kursi roda...

Mama

Perubahan ini menjadi pukulan yang besar, sangat besar buat beliau..  Meski Papa dan anak-anaknya berusaha membuat beliau tetap bisa menikmati hidupnya sebagaimana sebelum stroke menyerang, tapi beliau tak bisa lagi menikmati seperti sedia kala..

Perlahan-lahan, acara jalan-jalan di mall tak lagi menarik dan bisa menyenangkan hati beliau..  Bahkan beliau bilang, “Mama gak mau ke mall.. Nanti kalau ada kejahatan, ada bom, Mama gak bisa menyelamatkan diri Mama.  Kalian akan bingung siapa yang harus kalian selamatkan duluan.. Padahal kalian harus menyelamatkan diri kalian dan anak-anak kalian.”  **tears*   Hiburan yang bisa  menyenangkan hatinya adalah duduk di kursi di samping supir, jalan-jalan keliling kota 2 – 3 kali sehari..  (I miss driving you, Mrs. Ani..!!!)

Dan…. akhirnya di pertengahan tahun 2014, sepertinya beliau sudah tahu, bahwa tubuhnya tak lagi bisa bertahan.. Mama mulai membebaskan dirinya menikmati makanan, yang setelah stroke menyerang dia kendalikan dengan kuat.. Mulai meminta maaf kalau nanti dirinya tak lagi bisa menemani diriku… tears…. million tears are not enough to express my feeling when Mom told me those words

Dalam sebuah pemeriksaan glukosa di akhir Juli 2014, yang dia minta dokter rahasiakan dari kami hasilnya, namun dokter memberi tahu kami bahwa hasilnya tak baik dengan isyarat gelengan kepala, kami tahu kondisi beliau memburuk.  Tapi tetap tak menyangka bahwa saat perpisahan itu begitu dekat..  Semangat beliau sehingga bisa bertahan selama 7 tahun, membuat diriku berpikir beliau masih akan kuat bertahan beberapa tahun lagi..

Beberapa minggu setelah itu, stroke ketiga menyerang.. Kali ini langsung di otak belakang, membuat Mama kehilangan kesadaran.. Beliau bertahan selama 3 minggu, sebelum pergi selama-lamanya..

Diabetes begitu kejam bisa merubah hidup seorang anak manusia, merenggut kebahagian hidupnya dan keluarga..  Sesuatu yang harus diupayakan tak datang dalam kehidupan siapa pun…  Tapi… kebiasaan makan enak, kerja keras dengan lingkungan penuh tekanan, rasa lelah fisik dan mental yang membuat malas olah raga, membuat resiko terkena Diabetes menjadi besar…  Mampu kah diriku, mampukah kita menghindar dari ancaman penyakit yang satu ini…  Semoga… **

Penang Trip, 1st Day

Setelah melakukan berbagai persiapan di sela-sela kesibukan kerja…  Akhirnya tanggal 6 Februari 2016 Perjalanan ke Penang pun dimulai…  Ceritanya dimulai dari keberangkatan dari Medan aja yaa…  Gak usah dari Pekanbaru, kepanjangan… 😀

Menurut schedule, Air Asia QZ106 yang aku, Papa dan adikku Ivo tumpangi akan berangkat jam 07.30. WIB, berarti kami sudah harus di bandara jam 05.00-an WIB.  Secara bandara Kualanamu lumayan jauh dari rumah kami di daerah Medan Baru, kami memutuskan untuk ke bandara dengan  Railink, kereta api yang khusus melayani rute Stasiun Merdeka Medan – Bandara Kualanamu pp.  Kasihan kan ponakanku Aldy kalau terkantuk-kantuk di jalan karena harus mengantar kami sebelum subuh…  Terlalu beresiko..  Kalau mau hemat sihh mendingan naik Damri, sebenarnya…  Ongkos Damri dari Carre Four Medan Fair Plaza, yang dekat rumah, ke Kualanamu, kalo gak salah Rp.20.000,- per orang.  Kalau naik kereta api railink, ongkosnya Rp.100.000,- per orang.  Tapi karena berangkatnya subuh, dan ingin lebih safe, kami  memilih naik railink.  Trip yang pertama, jam 04.00 WIB..  Jam berapa dari rumah? Jam 03.15 WIB…  Ayam berkokok aja kalah… 😀

Kami sampai di Kualanamu jam 04.40 WIB.  Karena sudah melakukan online check-in tanggal 5 Februari sebelum tidur, di counter check-in, kami tinggal ambil boarding pass.   Prosedurnya tetap sama, nunjukin kode booking dan nyerahin passpor.  Enaknya zaman sekarang, kita gak perlu nge-print tiket.  Cukup nunjukin kode booking.. Tapi klo di Luar Negeri, paket data kita gak aktif, lupa pula nge-save softcopy tiket, cuma punya kode booking, bisa deg-degan juga… 😀

AA QZ106 berangkat sedikit terlambat…, sekitar 20 menit-an.. Setelah terbang sekitar 45 menit, kami mendarat di Bandara Internasional Bayan Lepas..  Bandaranya rapi…, dan menjelang pintu keluar tersedia rak-rak berisi brosur-brosur tentang obyek wisata, juga kalender wisata Penang.. Kita bisa ambil for free… 😀

KOMTAR

KOMTAR, Kompleks Tun Abdul Razak

Dari bandara, kami memutuskan untuk memulai petualangan dengan naik bus  ke Kompleks Tun Abdul Razak (KOMTAR), pusat pertokoan modern di kawasan Georgetown, ibukota negara bahagian Pulau Penang.  Di KOMTAR ini juga terdapat terminal bus yang menghubungkan berbagai daerah di Pulau Penang.  Bus yang kami naiki, bus 102 jurusan Airport – KOMTAR – Teluk Bahang.  Berapa ongkosnya…? RM 3.4 per orang atau sekitar Rp.11.250,-.  Untuk jarak berapa km? Gak tau, tapi dengan bus yang lumayan cepat, waktu tempuh Airport – KOMTAR sekitar 45 menit..

Dari KOMTAR agar tak terlalu lelah nyari-nyari alamat Me.n.U.Cafe & Lodge, penginapan yang sudah dipesan melalui agoda.com,  kami memutuskan untuk naik taxi.  Untuk ke penginapan yang berlokasi di Steward Lane (Lebuh Steward) Nomor 34 Georgetown itu, Taxi minta RM 12, minimum payment..

Ternyata supir yang kami temui di antrian taxi di KOMTAR itu harus usaha extra untuk bisa mengantarkan kami ke Me.n.U.Cafe & Lodge , karena ada pengaturan baru arah jalan.  Lorong-lorong diatur jadi lorong sahala, alias jalan searah…  Padahal Lebuh Steward itu berada persis di belakang kuil Kuan Yin,  kuil Budha yang menghadap ke jalan Kapitan Keling, salah satu jalan utama di Georgetown.

George Town & 1st Houseshop

Buku George Town World Heritage. The Story of The Chinese in Nineteenth-Century Penang, dan rumah toko lama di Lebuh Steward

Belakangan saya tahu dari buku “George Town World Heritage Site, The Story of The Chinese in Nineteenth-century Penang “ yang ditulis Mark Thompson dan Karl Steinberg, kalau Kuil Kuan Yin, Lebuh Steward dan Lebuh Muntri merupakan salah satu alur awal Peranakan di Geortown.  Bahkan di lebuh Steward terdapat houseshop alias ruko pertama di Georgetown.  Saat ini ruko-ruko dimaksud berfungsi sebagai warung yang menjual barang harian dan minuman, termasuk minuman beralkohol… Hiks…

Setelah sampai di penginapan, kami bertiga langsung istirahat dulu.. Membayar waktu tidur  malam sebelumnya yang terpotong karena harus berangkat sebelum subuh… 😀

Kami bangun sekitar jam 12.00-an WIB, alias jam 13.00-an waktu Penang.., ketika perut mulai menyanyikan lagu keroncongan, minta diisi..  Sebelum keluar dari penginapan, kami menanyakan pada petugas penginapan dimana kami bisa menemukan resto yang menjual makanan halal.. Jawabnya si penjaga hotel yang orang Thailand, di sekitar hotel tidak ada, karena ini kawasan Chinese.. Hikksss..   Dari depan penginapan, kami berjalan ke arah timur,  ke  Jalan Kapitan Keling..

Seven Terraces

Seven Terraces dan bangunan cantik di depannya

Sekitar 30 meter dari depan penginapan, kami menemukan Seven Terraces..  Sebuah bangunan berupa 7 buah rumah toko  yang menyambung..  Bangunan yang didirikan di awal abad 20 ini mempunyai 7 teras yang menyambung dengan  keramik  yang cantik.  Bangunan ini difungsikan sebagai hotel..

Di tepi jalan, tak jauh dari seberang Kuil Kuan Yin,  kami bertanya pada seorang bapak yang sedang duduk-duduk sambil ngopi dengan teman-temannya yang berdarah India.  Beliau mengarahkan kami untuk bergerak ke arah selatan sekitar 50 meter, ke Lebuh Chulia, lalu menyusuri jalan tersebut ke arah timur.  Di ruas tersebut, menurut beliau ada beberapa resto India muslim… Beliau benar, di ruas jalan tersebut ada beberapa restoran India.., karena memang daerah itu adalah Little India-nya Penang..

Kami langsung berhenti di resto yang pertama kami temui.. Di pojokan Lebuh Chulia.. Masakan apa yang dijual….? Masakan India, pasti.. Ada nasi Briyani (asyyyiikkkk….!!), ada juga nasi putih dengan berbagai lauk yang diolah dengan bumbu khas India..  Buat diriku yang senang masakan Timur Tengah, rasanya seperti mendapat durian runtuh… 😀 Minuman yang ku pilih, es limau… Perasan jeruk limau, alias jeruk kesturi, dicampur air putih dan dikassi es batu.. Segerrrr…  Sementara Papa dan Ivo memilih teh tarik…, yang menurut Papa enak banget…

Wonderfood

Wonderfood, Museum yang memamerkan replika masakan-masakan khas Pinang dalam ukuran raksasa..

Setelah duduk sejenak  kelar makan siang yang nikmat…, kami melanjutkan petualangan dengan berjalan kaki menyusuri Lebuh Chulia ke arah timur.., sampai di perempatan Beach Road alias Lebuh Pantai..  Di jalan Lebuh Pantai yang lebar, kami belok ke arah utara..   Kami mencari Penang Peranakan Mension, karena menurut buku Inside Guide South East Asia, museum tersebut berada di sekitar daerah tersebut..   Namun sebelum menemukan Penang Peranakan Mansion yang dicari,  di sisi timur jalan tersebut kami justru melihat sebuah bangunan yang ditata cantik dan menarik..  Kami lalu menyebrang untuk melihat.. ternyata itu adalah Wonderfood, sebuah museum yang memamerkan berbagai replika makanan dengan ukuran yang besar…  Karena prioritas utama kami adalah museum-museum heritage, kami meletakkan museum ini sebagai tempat yang akan kami kunjungi pada hari terakhir, kalau masih ada waktu…  😀

Wisma Kastam

Wisma Kastam, gedung cantik dengan clock tower

Kami lalu melanjutkan petualangan menyusuri Lebuh Pantai, di sisi timur jalan..  Di sebuah jalan di sisi timur, kami melihat sebuah clock tower di atas sebuah bangunan.. Kami pikir itu Penang Clock Tower, yang merupakan salah satu must see, sehingga kami belok ke timur, ke arah Lebuh Pengakalan Weld – outer ring roadnya Georgetown..  Ternyata bukan.. Itu clock tower dari,  sebuah bangunan tua, yang saat ini digunakan untuk Wisma Kastam..  Kami sempat menyusuri Jalan Pengkalan Weld sepanjang satu block.., sampai akhirnya kami bertemu seorang penduduk lokal, dan menunjukkan arah ke Lebuh Gereja, atau Church Street, lokasi Penang mansion..   Dua block ke barat, lalu satu block lagi ke utara dari tempat kami bertemu dengan pemberi informasi tersebut..  Biar gak bingung, teman-teman bisa lihat Peta Georgetown di sini…

Gerbang Rumah Baba Nyonya

Rumah Baba Nyonya

Setelah berjalan ke sekitar 10 menit, kami sampai ke Lebuh Gereja..  Di sisi utara jalan, kami menemukan sebuah ruko yang di dindingnya tertulis Penang Heritage Trust (PHT), ternyata itu kantor NGO yang bergerak untuk mempromosikan koservasi warisan budaya dan menyelamatkan gedung-gedung bersejarah yang ada di Pulau Penang.

Di seberang kantor PHT, terdapat bangunan besar… Saat kami dekati, dari pintu yang terbuka di balik pagar, terlihat kalau di dalam bangunan itu adalah tempat sembahyang pribadi, milik sebuah keluarga..  Tapi pagarnya tidak terbuka…  Diujung pagar, terdapat pintu gerbang yang terbuka lebar.., ternyata itu adalah pintu masuk ke halaman depan Penang Peranakan Mansion, alias rumah Baba dan Nyonya..  Mansion tersebut tidak menghadap jalan yang berada di sisi utara gedung, melainkan menghadapa ke arah barat, ke halaman samping, yang saat ini berfungsi sebagai lapangan parkir. Di sisi dalam gerbang, terdapat patung perunggu seukuran manusia dengan raut wajah dan pakaian ala Eropa..

Brosur Peranakan Mansion

Untuk bisa menikmati keindahan rumah peninggalan Baba dan Nyonya yang berlokasi di 29 Church Street (Lebuh Gereja), 10200 Penang ini, setiap pengunjung harus membayar tiket masuk RM.20 atau Rp.66.200,- di nilai tukar Malaysia Ringgit Rp.3.310,- .  Untuk anak-anak yang berusia di bawah 12 tahun, harga tiket masuk RM.10, sedangkan untuk pengunjung senior, di atas usia 70 tahun (kalau gak salah ingat), harganya tiket RM.17.  Sehingga untuk bertiga, kami membayar tiket RM.57 atau Rp.188.670,-  Harga yang menurut diriku sangat worthy.  Setelah membeli tiket, kita tidak diberi lembaran karcis, melainkan sepotong sticker bberwarna biru dengan tulisan “Penang Peranakan mansion” yang harus ditempel di baju selama berkunjung.. Setelah selesai, kalau mau tetap dipakai, juga boleh… 😀

Guide Peranakan Mansion

dengan guide Peranakan Mansion

Penjualan tiket dilakukan di dalam rumah, di sisi selatan ruang pertama yang kita temui begitu kita melalui pintu utama…   Oh ya, selama berkunjung di Peranakan Mansion, kita ditemani oleh guide yang disediakan pengelola museum..   Free of charge..  Bahasa Inggris dan Melayu guide-nya bagus, dan dia juga  sangat menguasai tentang apa-apa yang ditampilkan di museum ini…

Siapa sih sebenarnya Baba dan Nyonya, pendiri dan pemilik rumah ini…?

Baba adalah Chung Keng Quee, seorang milioner philantropis, alias penderma di zamannya.  Beliau  migran Cina yang datang ke Pulau Penang di usia 20 tahunan atas permintaan ibunya, untuk menyusul ayah dan saudara lelakinya yang sudah lebih dahulu merantau ke Malaysia dan tak pernah ada kabarnya..  Lelaki yang lahir tahun 1821 kemudian bergabung dengan ayah dan saudaranya melakukan bisnis timah dan tembakau di daerah Perak, Malaysia.

Pada tahun 1877 Chung Keng Quee ditunjuk menjadi Kapitan Cina oleh Pemerintah Britih yang berkuasa di Malaysia saat itu. Sebagai seorang philantropis, Keng Quee mendirikan dan membiayai operasional berbagai tempat ibadah, mendrikan sekolah-sekolah.  Lelaki yang meninggal pada tahun 1901 ini mempunyai 4 orang t’sais – istri sah (termasuk istri pertama yang ditinggal di Cina untuk merawat ibunya), 1 orang  t’sip – istri tak resmi (yang memberinya satu anak perempuan), 10 anak laki-laki dan 5 anak perempuan.  Kerajaan bisnis beliau dilanjutkan oleh anak keempat beliau, Chung Thye Phin.

Apa yang bisa kita lihat saat berkunjung ke rumah cantik yang diberi nama Hye Kee Chan oleh pemiliknya ini….?

Rumah Baba dan Nyonya  sepenuhnya menunjukkan Peranakan style, perpaduan budaya Cina, British dan lokal.   Rumah  ini terdiri dari  rumah utama  2 lantai, temple atau tempat sembahyang keluarga yang bisa diakses dari rumah utama melalui lorong khusus, dapur, dan ruang-ruang yang dimanfaatkan menjadi museum perhiasan dan museum embroidery alias sulaman, koleksi anggota keluarga Baba dan Nyonya..

Interior Lantai 1 Rumah Baba dan Nyonya

Top left : center courtyard; Topt rigth : tangga cantik di sisi timur; Below left : British Dining Room; Below right : Chinese dining room;

Begitu kita melewati pintu masuk rumah utama , kita bisa melihat bahwa  susunan ruang-ruang di rumah ini simetris, dengan  courtyard di tengah-tengah rumah..  Interior bangunan ni diisi dengan berbagai barang, termasuk kolom-kolom besi berukir cantik buatan Walter Macfarlane & Co dari Glasgow.  Kaya banget ya…. tahun 1800-an aja barang-barangnya udah diimpor dari Scotland..

Di sisi  selatan lantai 1 rumah utama terdapat dua dining room dan 1 living room untuk  tamu-tamu Baba dan Nyonya.  Dining room yang berhadapan langsung dengan central coutyard adalah dining room buat keluarga dan relasi-relasi lokal. Di dinding kiri dan kanan meja makan terdapat kaca-kaca besar, yang membuat tuan rumah yang duduk di kepala meja bisa melihat seluruh aktivitas di ruang tersebut..  Di sisi timur ruang makan besar ini, terdapat ruang makan yang lebih kecil.  Ruang makan  yang tertutup dan diisi dengan interior bernuansa Eropa ini diperuntukkan untuk menjamu para relasi berdarah Eropa.

Bed rooms Peranakan Mansion

Top left : love chair; Top middle : meja rias Nyonya; Top right : Baba & Nyonya’s bed room; Below left ; kamar anggota keluarga yang sudah menikah; Below middle : koleksi boneka Eropa milik putri Baba & Nyonya; Below right : Bed room dan koleksi pakaian putri-putri baba & Nyonya

Di belakang Chinese dining room, dibatasi dengan partisi kayu yang cantik, terdapat tangga kayu berukir untuk naik ke lantai 2. Tangga yang digunakan untuk pengunjung saat ini, karena tangga cantik di sisi timur rumah ditutup untuk umum.  di lantai 2 terdapat 4 kamar.. Kamar di sisi barat laut merupakan kamar untuk Baba dan Nyonya, kamar di timur laut untuk anggota keluarga yang menikah.  Kamar di sisi tenggara dan barat daya adalah kamar untuk anak-anak perempuan.. Semua kamar bernuansa merah, warna khas Chinese.

Antara kamar-kamar tersebut dihubungkan dengan ruang duduk bagi keluarga, serta selasar-selasar.   Di ruang di bahagian barat lantai 2 terdapat kursi yang bentuknya unik..   Terdiri dari 2 kursi ysng bersatu, dengan posisi yang berlawanan.. Yang duduk di kursi itu, posisinya akan berhadapan.. Konon, kursi adalah tempat  Baba dan Nyonya bercengkrama..

Koleksi Kristal dan Perlengkapan Makan Nyonya

Koleksi peralatan makan milik Nyonya

Apa lagi yang bisa dilihat di lantai 2 rumah utama? Koleksi kristal dan peralatan makan Nyonya..   Peralatan makan, sebahagian bermotif Phoenix dan Peony, motif khas China, yang diimpor dari Tung Chih pada periode 1862 – 1874 dan dari Kuang Hsu pada periode 1875 – 1908.  Koleksi yang sangat indah..  Oh ya, Baba dan Nyonya juga punya perlengkapan makan dari perak.. Peralatan makan dari perak ini akan membaut makanan yang dihidangkan berubah warna, bila makanan tersebut mengandung racun.

Setelah mengitari seluruh bagian rumah induk dan  beristirahat sejenak di koridor terbuka di sisi selatan rumah (koridor yang menghubungkan rumah utama dengan bahagian-bahagian lain), kami melanjutkan kunjungan ke Temple keluarga, yang berada di timur rumah utama, melalui  lorong kecil..

Bat Temple

Bat Temple @ Rumah Baba dan Nyonya

Temple keluarga Baba yang menghadap ke utara, juga mempunyai central courtyard.  Temple ini dinamakan Bat Temple, karena memang menjadi rumah bagi kelelawar di plafond di sisi utara temple.  Temple ini bertiang dan berpintu kayu yang  dihias dengan ukiran-ukiran yang cantik dan sangat detil..  Berbeda dengan rumah yang didominasi warna merah, temple ini didominasi warna coklat tua dan sedikit warna cyan..  Temple ini merupakan tempat untuk menghormati roh para leluhur keluarga Baba yang telah mendahului..

Dari Bat Temple, kami melanjutkan kunjungan ke dapur keluarga Baba, yang berada di barat daya mansion, tepatnya di belakang kantor museum.  Untuk sampai ke dapur ini, pengunjung harus melalui sebuah lorong di sisi barat bangunan Strait Jewelary Museum..

Dapur Nyonya

Dapur Nyonya

Dapur Nyoya berukuran sangat besar.. Fungsinya dapur tersebut bukan hanya tempat memasak, tapi juga berfungsi sebagai ruang makan sehari-hari, tempat menyimpan peralatan makan keluarga, bahkan apotik keluarga..  Hebatnya, koleksi barang-barang di dapur tersebut masih sangat lengkap…

Dari Dapur Nyonya, kami melanjutkan perjalanan ke bangunan di sisi barat rumah utama, di selatan dapur.  Bangunan ini terdiri dari 4 ruangan.  Dua ruangan memanjang,  yang satu  dijadikan  Strait Jewelary Museum,  satunya menjadi Embroidery Museum.  Dua ruangan lagi adalah lobby, dan ruang yang menjadi akses keluar dari Strait Jewelary Museum, sekaligus tempat menjual souvenir.

Strait Jewelary Museum

Koleksi Strait Jewelary Museum

Strait Jewelary Museum memamerkan koleksi lukisan, peralatan untuk menginang (makan sirih), koleksi souveniers dan perhiasan-perhiasan koleksi  anggota keluarga Baba dan Nyonya.  Barang-barang tersebut menunjukkan betapa mewahnya kehidupan keluarga Baba dan Nyonya, terutama para  perempuannya.  Perhiasan dan koleksi souvenier mereka terbuat dari logam mulia dan batu permata yang sangat indah.. Perhiasan tersebut mencerminkan budaya Peranakan.., karena ada sunting, yang merupakan hiasan perempuan Melayu, ada perhiasan perempuan khas Cina, dan ada juga perhiasan ala Eropa.. Mengingat koleksi museum ini sangat-sangat berharga, pengelola meuseum ini membuat sistem pengamanan yang ketat, termasuk penjaga keamanan yang ramah, namun dilengkapi senjata api.

Embroidery Museum

Koleksi Busana Keluarga Baba dan Nyonya

Apa yang dipamerkan di Embroidery Museum…? Baju-baju, tas, sepatu dan sandal, serta perlengkapan kamar tidur dan hiasan dinding yang penuh sulaman cantik, yang menunjukkan betapa makmurnya keluarga Baba dan Nyonya.  Semua begitu cantik, bahkan pantas untuk digunakan pada masa kini.

Oh ya…, seluruh bahagian Peranakan mansion ini mempunyai lantai yang terbuat dari tegel yang sangat cantik.., khas kolonial.. Diriku sampai gak bisa menahan diri untuk “melantai’ agar bisa dipotret di situ…

Kami mengakhiri kunjungan di Pinang Peranakan Mansion dengan hati senang.. Sungguh, mengunjungi Peranakan Mansion dan menikmati koleksi-koleksi yang dipamerkan di situ, merupakan aktivitas  memanjakan mata, hati dan pikiran..  Memberikan wawasan tentang kehidupan para perintis  di Pulau Penang..  Tentang mereka yang tetap membawa budaya yang diwarisi dari leluhur, menerima budaya tempat mereka menetap, juga menyerap budaya yang dibawa para relasi mereka, membaurkannya menjadi sebuah budaya yang luar biasa indahnya.., budaya Peranakan..

Penang Peranakan Mansion Souvenier

Oh ya, apa souveniers yang bisa dibeli di sini…? Duplikat perhiasan.., daaaannn…, buku Penang  Peranakan Mansion.. Berapa harganya, RM.85 atau Rp.281.350,-  Harga yang menurutku sangat pantas untuk sebuah buku yang cantik dan berisi…

Kami lalu melanjutkan perjalanan, tetap berjalan kaki.. Sebelum sampai ke hotel kami sempat singgah ke sebuah toko buku yang cantik di sebiah pojok di Jalan Kapitan Keling, di seberang Kuil Kuan Yin..

Setelah beristirahat, setelah magrib, kami menutup hari pertama perjalanan di Penang dengan makan malam di tepi pantai di kawasan Geurney.  Kawasan modern Pulau Penang,  di luar Georgetown..***

Penang Trip, A Plan…

Buat orang Medan, Penang itu adalah tempat berobat, sebagaimana Malaka bagi orang Pekanbaru…  Ya, kedua kota itu memang menyediakan jasa layanan kesehatan yang baik, sehingga menjadi alternatif bagi orang-orang di kedua kota tersebut yang tak puas atau ragu dengan pelayanan kesehatan yang ada…

Penang

@ Bayan Lepas Int’l Airport

Kok milihnya Penang untuk tujuan perjalanan di long weekend plus  cuti 4 hari kali ini…?  Kesannya gak cinta Indonesia…  Kan banyak daerah di Indonesia yang juga menarik…?? 😀 Apa mau lihat-lihat layanan rumah sakit di sana, karena sekarang bekerja di bagian manajemen rumah sakit….?  Enggak… Sama sekali enggak… 😀

Terus kenapa milihnya Penang…?

Karena aku belum pernah ke Penang…   Emang kenapa kalo belum pernah ke Penang….??  Enggak kenapa-napa…  Tapi, sekitar tahun 1997, saat aku baru jadi PNS dan ditugaskan mencatat surat-surat masuk, aku melihat sebuah surat undangan semacam kegiatan konferensi untuk Kepala Bappeda Kotamadya Pekanbaru, (saat itu masih Kotamadya istilahnya, setelah otonomi daerah istilahnya sudah Kota).  Di salah satu booklet yang dilampirkan di undangan tersebut dinyatakan seperti ini leih kurang :

“Kenapa orang harus datang ke Penang…? Karena di  Penang banyak sekali bangunan-bangunan tua yang cantik… Yang dibangun Cina Peranakan, Pemerintah Kerajaan Inggris, komunitas India, dan juga Melayu.  Bangunan-bangunan tua yang tetap terjaga dan cantik.. Daerah dengan kekayaan budaya  karena merupakan culture pot…”

Insight Guide

Insight Guides

Statement saat itu terekam dalam benakku…  Berkunjung ke Penang adalah sebuah keinginan, yang tetap tersimpan hampir 20 tahun…

Keinginan untuk pergi ke Penang bertambah setelah membolak balik buku Insight Guides  South East Asia pemberian bou Susan Rodgers saat kami bertemu bulan Juni 2013 yang lalu..

Kesempatan untuk pergi ke Penang akhirnya muncul saat aku lihat ada hari libur hari Senin tanggal 8 Februari 2016..  Libur hari senin artinya, long weekend..  Supaya punya waktu agar longgar, aku mengajukan cuti pada hari Sabtu tanggal 6 Februari, hari Selasa – Kamis, tanggal 9 – 11 Februari. Total 4 hari.. Itu   jatah cuti tahun 2015 yang belum diambil…

Karena aku merasa lebih nyaman tidak  jalan sendiri ke tempat yang baru,  aku mengajak adikku Ivo..Delapan tahun yang lalu,  Ivo pernah tinggal di Kedah sekitar 2 tahun, jadi Penang bukan daerah yang asing buat Ivo..  Kami lalu menanyakan apakah Papa mau ikut dengan kami…  Papa mau banget…, apa lagi saat Ivo bilang, kakak pengen ngeliat-liat museum dan heritage di Penang…

Perjalanan yang aku dan Ivo rencanakan  adalah perjalanan ala backpacker…  Murah meriah, dan seru..  Sebelum berangkat, aku dan Ivo melakukan beberapa persiapan…

Pertama-tama, Aku harus mengurus perpanjangan passportku yang habis masa berlakunya pada   bulan Oktober  2015.  Ivo juga. Aku mengurus passport secara online..   Untuk urusan yang ini, nanti daku buat postingan sendiri aja yaa..  Yang jelas biayanya gak mahal, Rp.360.000,-, termasuk biaya adinistrasi bank.

Lalu aku memesan tiket Pekanbaru – Medan untuk hari Jum’at tanggal 5 Februari 2016.   Dapat tiket di harga Rp.1.060.900,-.  Harga tiket peak season.. Menjelang Imlek, jalur penerbangan Pekanbaru  – Medan memang selalu penuh, karena warga Chinese di Kota Pekanbaru dan sekitarnya sebagian besar adalah Chinese dari Medan, mereka biasanya pulang ke Medan untuk family gathering..  Untuk tiket pulang tanggal 11 Februari, aku dapat di harga  Rp.498.000,-

Tiket Medan – Penang pp untuk aku, Ivo dan Papa, diurus oleh Ivo. Kami dapat tiket Air Asia, untuk 3 orang pulang pergi, harganya lebih kurang Rp.2.700.000,-  Berangkat tanggal 6 Februari jam 08.30 WIB, dan pulang tanggal 9 Februari jam 09.00 PM waktu Penang.  Oh ya, kami mengambil non bagage tiket.., karena kami rencananya hanya membawa 2 koper untuk dibawa ke cabin saja..

Untuk akomodasi, aku mencari alternatif  di agoda.com.  Karena daerah yang ingin kami jelajahi adalah ibukota Pulau Penang, Georgetown, dan karena rencana awal 2 ponakanku Aldy dan Ananda juga akan ikut, aku mencari pengnapan di daerah Georgetown yang menyediakan family room.  Dan aku menemukan Me.n.U.Cafe & Lodge.  Untuk berjaga-jaga, takut tak merasa nyaman, aku hanya mereserve untuk 1 malam saja..  Biayanya RM 210, sekitar Rp.630.000,- (2 hari sebelum kami berangkat, rate 1 RM = Rp.3.310,- )

Apa saja yang aku bawa untuk perjalanan 4 hari tersebut….?

Untuk pakaian, di koper aku hanya membawa 2 buah rok,  satu warna biru tua, satu ungu muda.. 5 buah blus.. 1 manset buat blus ungu yg tipis, 5 buah legging, plus pakaian dalam secukupnya..  Untuk alas kaki, aku hanya bawa 1, sepatu keds pinky ….  Tidak bawa yang lain.., karena tidak ada ruang di koper untuk itu..   Pakaian dari Pekanbaru, ditinggal dan dicuci di Medan..

Untuk dokumentasi, aku membawa kamera SLR dan juga kamera pocketku yang sudah bertahun-tahun memberikan hasil memuaskan.. Aku juga membawa tongsis, untuk memudahkan klo ingin ber-selfie atau ber-wefie.. Selain itu aku juga membawa si lapie, untuk memudahkan berbagai urusan..  Tak lupa, aku juga membawa si buku Insight Guide.. Mereka semua dikemas dalam si backpack hejo..  Sedangkan untuk tiket, passport, dompet dan telepon, aku menyiapkan sling bag kecil..

So…, semua persiapan ke Penang sudah okay.. Cerita perjalanannya.., di next post ya teman-teman..

Museum Sumpah Pemuda

Teman-teman  Warga Negara Indonesia,  yang mejalani pendidikan di Indonesia, tahu donk tentang Sumpah Pemuda….?  Keterlaluan, kalau gak tahu…  Hehehehe…  Secara cerita tentang sumpah yang satu ini disampaikan ke kita melalui pelajaran Sejarah dan pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) berkali-kali selama 12 tahun mengikuti pendidikan Dasar sampai Menengah… 😀  Masih ada gak siyy pelajaran ini sekarang…?

Ceritanya pada tanggal 11 Mei 2015 sampai dengan 10 Juni 2015, diriku mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang Perencanaan Pembangunan Daerah yang diadakan Pemerintah Daerah tempatku bekerja, bersama Lembaga Penyelidikan dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis – Universitas Indonesia (LPEM – FEB UI).  Pelatihan dilaksanakan di gedungLPEM FEB UI di Kampus UI Salemba.  Akomodasi kami disediakan di hotel Ibis Kramat Raya…  Jadi selama sebulan Kramat dan Salemba menjadi wilayah beredar diriku dan teman-teman.. 😀

Museum Bag DepanSekitar hari kedua pelatihan, salah satu narasumber, klo gak salah namanya Pak Budi, nanya dimana kami diinapkan.  Saat kami jawab  kami diinapkan di Hotel Ibis Kramat, beliau bilang, “Yang di sebelah Museum Sumpah Pemuda, ya?” Upppssss….  Ternyata, Museum Sumpah Pemuda itu hanya beda satu kavling dari tempat kami menginap.. Bahkan atapnya menjadi pemandanganku saat melihat ke luar jendela kamarku, kamar 612..

So…, pada hari Kamis tanggal 14 Mei 2015, yang kebetulan hari libur, aku memutuskan untuk berkunjung ke tetangga tersebut…  Tapi apa daya, karena hari libur, Museum ditutup…  sad  Dan aku baru bisa kembali ke Museum tersebut hari Sabtu, tanggal 06 Juni 2015, di hari-hari terakhir di Jakarta…

Museum Sumpah Pemuda dari kamar ku nampak terdiri dari satu bangunan yang cukup besar, dan satu bangunan tambahan di bagian belakang dan sebuah taman alias ruang terbuka di depannya…

Apa yang dipamerkan di Museum Sumpah Pemuda…?

Ruang UtamaDi teras museum terdapat beberapa patung setengah badan dari tokoh-tokoh Sumpah Pemuda, antara lain Prof. M. Yamin dan Dr. Leimena…  Dari catatan di dinding sisi utara teras museum terdapat keterangan bahwa Gedung Ex-Indonesisch Club-Gebouw ini dipugar pada 5 April – 20 Mei 1973 oleh Pemda DKI.  Menurut bincang=bincang dengan petugas museum tersebut, pada saat ini museum itu dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Bangunan induk museum ini terdiri dari 2 ruangan di sayap selatan, 3 ruangan di sayap utara, dan dua ruang besar di tengah..  Pintu masuk museum membawa kita masuk ke ruang tengah.. Yang di dalamnya ada patung-patung yang mengambarkan aktivitas para pemuda penggagas Sumpah Pemuda..

Dari ruang tengah ini kita bisa bergerak ke ruang selatan, di situ ada deskripsi tentang Jong Java, Jong Sumatera dan lain-lain. Ada juga patung pemuda yang lagi mendengar radio, media komunikasi yang menebarkan semangat persatuan saat itu..

Museum Bag Dalam

Di ruang belakang di bagian tengah ada patung-patung yang menggambarkan pemimpin sidang pemuda, juga ada patung WR Supratman yang memainkan biola.. Di dinding-dinding di ruangan tersebut terdapat salinan undangan kerapan pemuda, undangan hasil rapat pemuda, serta notasi dan teks lagu Indonesia Raya..

Sumpah Pemuda

Di ruangan-ruangan di bagian utara rumah, terdapat ruang yang bercerita tentang WR Supratman, juga terdapat biola milik beliau, serta deskripsi biola beliau…

WR Supratman1

Di ruang terdepan di sisi utara terdapat display dari tulisan-tulisan para pemuda pencetus Sumpah Pemuda.. Tulisan-tulisan yang seharusnya disosialisasikan saat ini untuk menumbuhkan kembali semangat kebangsaan, semangat untuk membangun bangsa dan negeri kita, yang hanya bisa dilakukan salah satunya dengan menghentikan perilaku korup yang telah begitu merajalela, dan nyaris mendarah daging…

Tanah Air

Tulisan KH. Dewantoro

Api Sumpah Pemuda

Apa yang terdapat di bangunan tambahan gedung ini…? Selain kantor, terdapat juga ruang tentang sejarah kepanduan di Indonesia…, kepanduan yang merupakan salah satu wadah untuk membangun rasa cinta tanah air bagi para pemuda..  Sedangkan di ruang terbuka, selain terdapat Monumen Sumpah Pemuda yang berupa sebuah tangan kanan yang terkepal, juga terdapat dinding direlief berupa diorama Proklamasi..

Museum Kepanduan

Oh ya…   Berapa harga tiket masuk ke museum ini…?  Mahal kah…   Tidak…, hanya Rp.2.000,- (Dua Ribu Rupiah), saja.  Rasanya tidak mahal untuk masyarakat dari berbagai kelas ekonomi, terutama para pelajar dan mahasiswa..  Pada saat kunjungan diriku yang kedua, aku bahkan bertemu dengan rombongan pelajar salah satu SMA di Jakarta yang sedang touring mengunjungi museum-museum sejarah yang berada di sekitar Jakarta Pusat..  Menurut diriku, itu proses belajar yang keren…  Karena insya Allah akan lebih bisa dihayati, dirasakan, dibanding bila mereka hanya mengetahui dari buku-buku pelajaran sejarah..

Buat teman-teman yang akan berkunjung ke Jakarta, apa lagi akan membawa anak-anak berlibur ke Jakarta, mari berkunjung ke museum Sumpah Pemuda..  Agar tidak datang pada saat museum sedang tutup, silahkan lihat info museumnya di sini… ***

#CintakuNegeriku #CintaMuseum #WonderfulIndonesia #PesonaIndonesia

L Cheese Family Gathering di Echo Valley

Tanggal 16 Maret 2015 yang lalu adalah hari ulang tahun berdirinya L Cheese Factory, a premium cheese cake shop di kota kami, Pekanbaru.  Tahun pertama ulang tahun toko diadakan di L Cheese.. Tahun lalu, tahun kedua, acara ulang tahun diadakan di Grand Ballroom Hotel Aryaduta, dengan mengundang vendors dan customers untuk makan malam..

L Cheese 2nd Anniversary

L Cheese 2nd Anniversary

Naaahhh… untuk ulang tahun ketiga ini, kakak ku jauh-jauh hari udah bilang kalo ulang tahun ketiga L Cheese akan dirayakan bersama karyawan, dalam bentuk liburan sama-sama plus outbound.  Dan kakak ku sudah wanti-wanti agar aku menyisihkan waktu agar bisa ikut..  Baik laahhhh… 😀

Liburan kemana…? Ke Lembah Harau, di tepi Kota Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat. Lembah yang dikelilingi tebing-tebing yang cantik dengan beberapa titik air terjun.  Di lembah itu ada resort yang bernama Echo Valley. Kenapa namanya Echo Valley alias lembah bergema…? Karena di seberang jalan masuk ke Echo Valley Resort terdapat dinding tebing yang kalau kita berteriak di depannya, suara kita akan bergema… Aaaaaaaaaaaa….. Uuuuuuuuu….. 😀   Diriku sebenarnya pernah ke tempat ini awal tahun 2010 saat liburan bareng sahabat-sahabatku, para mantan preman Sosek tahun 1988 – 1992-an,  tapi saat itu gak masuk ke Echo Valley.  Hanya singgah dan putu-putu… Kami saat itu nginap di Bukittinggi..

L Cheese Family Gathering

L Cheese Family Gathering

So…, tanggal 15 Maret 2015 jam 06.30, halaman rumah kami yang sebagian sudah dialihfungsikan menjadi L Cheese Factory sudah ramai dengan karyawan L Cheese, plus Deni dan teamnya dari Optima, yang akan mengurus outbound…  Sekitar jam 09-an, setelah ice breaking, rombongan yang berjumlah sekitar 43 orang berangkat dengan menggunakan satu bus..  Sementara ponakan ku #3 Olan plus istrinya Lianda Marta, menyusul sore hari, karena ada kegiatan lain yang harus mereka hadiri terlebih dahulu..

Kami sampai di Lembah Echo sekitar jam 04 sore, setelah perjalanan penuh warna.. Hehehe…  Iya penuh warna.., karena supir bus yang kami hire ternyata butuh pembinaan tentang Sapta Pesona.  Si supir berlaku seenaknya terhadap kami.   Dia merokok di dalam bus, tanpa perduli terhadap kenyamanan, kesehatan penumpang yang dia bawa.  Dia gak perduli di dalam bus itu ada bang Harry dan Aufaa yang masih balita, yang daya tahannya tentu belum seperti orang dewasa.

Bahkan si supir tidak mau menghentikan bus untuk berhenti di restoran Terang Bulan di Lubuk Bangku, yang menjadi pilihan kami untuk makan siang.  Alasannya, bus yang dia bawa harus makan di restoran yang berlokasi di seberangnya.   Hellooowwww…  Dia pikir dia bawa bus dengan penumpang umum, dimana supir punya kekuasaan mutlak untuk mengatur dimana dan kapan mau berhenti.  Kalau kami gak mau ikut kemauannya, dia tetap akan parkir di depan restoran pilihannya tersebut, dan kami dipersilahkan untuk menyeberang.  Untuk teman-teman ketahui, jalan yang harus kami, 43 orang termasuk 2 anak balita, itu adalah jalan lintas Sumatera yang lalu lintasnya padat, terutama di akhir pekan.  Sumpe gw pengen nabok…..!!!!

Echo Wall & Terang Bulan

@ Echo Wall & Terang Bulan

Tapi hikmah dari berurusan dengan supir yang belum tersentuh Sapta Pesona itu adalah, kalau kita akan menyewa bus, harus bikin kontrak yang jelas dengan pemilik bus, atau travel yang menyediakan jasa penyewaan bus. Lengkap dengan uraian tentang waktu penggunaan, kondisi bus yang kita inginkan, etika supir dan kernet yang kita kehendaki, serta konsekuensi kalau salah satu pihak melakukan pelanggaran terhadap perjanjian.

Lanjut ke cerita perjalanan…  😀

Karena tinggi bus kami melebihi portal di  jalan masuk lembah Harau, rombongan kami harus berjalan kaki sekitar 500 -800 meter untuk sampai ke Echo Valley Resort.  Buat kami para Ompung-ompung, pilihannya naik ojeg..  Jadilah diriku dan kakak-kakakku naik ojeg. Khusus diriku ada bonus…, gendong Aufaa, putra kedua Parlin, keponakanku, yang baru berusia 14 bulan saat itu.  Jadi aku rada-rada bawel deh sama si abang ojeg.. Hahahaha…

Echo Valley Resort nyaris gak terlihat dari jalan raya…  Hanya ada sebuah bangunan kayu di bahagian depan, yang berfungsi sebagai front office.. Namun tak terlihat pertugas yang ready..  Performancenya memang tak seperti hotel berbintang atau resort-resort di destinasi wisata terkenal..  Tak nampak petugas berseragam…  😀 Sehingga kita tak bisa mengenali yang mana petugas resort.. Selama kami menginap di situ, hanya satu wajah yang saya kenali..

Echo Valley

Echo Valley

Dari tepi jalan, untuk sampai ke resort kita harus berjalan kaki menyusuri jalan setapak… , atau kalau agak-agak berani naik motor tukang ojeg atau petugas hotel.. Kenapa aku bilang agak-agak berani…? Karena lumayan curam… 😀

Echo Valley

Echo Valley

Tapi, begitu melalui jalan masuk yang menanjak, kita akan menemukan kejutan… Kejutan apa….? Resort yang nyaman…

Echo Valley

Echo Valley

Ada 4 bangunan besar yang langsung muncul di hadapan.. 2 berbentuk rumah gadang, 1 bangunan yang membuat kita berpikir tentang Spanyol atau negara latin, dan satu bangunan dengan desain minimalis…  Selain itu ada beberapa bangunan-bangunan yang lebih mungil..  Oh ya…, kita juga akan menemukan meja kayu dan 2 buah bangku kayu tanpa sandaran yang nyaman di bawah pohon rindang, plus sebuah lingkaran dengan tempat api unggun di tengahnya…

Echo Valley

Echo Valley

Ya, ini memang resort yang alami… Beda dengan resort-resort di Bali, yang cenderung lux..  tapi tempat ini nyaman banget… bahkan di siang hari, saudara-saudara tua, alias monyet akan muncul dan berkeliaran di sekitar bangunan..  So, jangan ninggalin barang sembarangan kalau gak mau dilariin saudara tua.. 😀 Meski resort ini lebih alami dibanding resort-resort di destinasi wisata yang lain, tapi fasilitas kamar, berupa tempat tidur dan kamar mandinya bagus.., kecuali mungkin di pondok-pondok yang kecil, yang sempat diriku intip pagi-pagi di hari kedua..  Ada air hangat…  Lantai kayu untuk rumah rumah dan kamar-kamar..  Soal harga dan contact person, teman-teman bisa lihat di web yang ini

Echo Valley

Echo Valley

Kalau teman-teman mau ke sini, jangan lupa harus bawa ransum yang cukup… karena lokasinya relatif yang remote dari kota, membuat makanan tak mudah ditemukan.. Pihak resort menyediakan sarapan, untuk lunch atau dinner ada by order.  Menunya standard..   Jangan lupa juga bawa sesuatu untuk mengatasi ulat bulu yang senang hadir di sekitar kita, akibat rindangnya pepohonan…  😀 Terus kami ngapain aja di sana… ?

Hujan di Echo Valley...

Hujan di Echo Valley…

Sore hari setelah sampai… Kami duduk-duduk di teras rumah Spanyol… Menikmati udara yang segar plus sejak karena hujan lebat… Ngobrol sambil mengawasi bang Harry dan Aufaa yang “merdeka” mundar mandir…  Bahkan Aufaa (saat itu berusia 14 bulan) yang berjalan aja masih belajar, sudah bulak-balik manjat tangga mezzanin yang ada di kamar tidur..  😀

@ Echo Valley

@ Echo Valley

Malam hari, kami makan di ruang makan, bangunan minimalis yang nampak di foto di atas.. Makanannya standard… Setelah selesai makan malam, menjelang jam tanggal 16 Maret 2015, dimulai acara ulang tahun L Cheese yang ketiga.. Acara dilakukan di ruang makan…, gak bisa disekitar api unggun, karena hujan terus sampai menjelang pagi..  Sayang, mataku saat itu benar-benar gak bisa diajak kompromi… Diriku tidur dengan nyenyak, meski sudah dibangunkan berkali-kali…  😀  Aku baru bangun sekitar jam 02 pagi.., kembali bergabung dengan keluarga, menikmati mie instant cup.. Untuk urusan mie instant ini, kakak ku sudah menyiapkan bekal 1 kardus besar, dan membawa kompor gas kecil, lengkap dengan panci untuk masak air dan tabung-tabung gas kecil.. 😀 Pesta mie cup usai sekitar jam 03 pagi..

@ Echo Valley

@ Echo Valley

Pagi hari…, kami menikmati sarapan yang disediakan pengelola Echo Valley..  Setelah acara foto-foto dan santai-santai sejenak, acara outbound dimulai..  Kami para ompung-ompung menunggu dan menyaksikan dari teras rumah Spanyol, sambil mengurus cucu-cucu..  😀  Sekitar jam 12-an, acara outbound dilanjutkan di air terjun yang ada tak jauh dari hotel.., sekitar 2 km.  Untuk ke sana, kami menggunakan mobil yang dibawa oleh ponakanku # 3, Olan, plus dibantu mobil pengelola resort.  Outbond selesai sekitar jam 15an.. Kami kembali ke resort, bersih-bersih, lalu kembali ke bus dan melanjutkan perjalanan dengan makan malam di Bukittinggi..

L Cheese

L Cheese Big Family

Serunya family gathering keluarga besar L Cheese Factory.. Semoga outbound-nya bisa membuat Tim L Cheese bekerja dengan lebih baik, lebih kompak, agar L Cheese bisa memberi kebahagian yang lebih bagi customer dan semua pihak yang terkait dengan L Cheese…

L Cheese AnniversaryHappy 3 rd Anniversary, L Cheese… 

Semoga banyak kesuksesan dan kebahagian di tahun-tahun mendatang…

L Cheese Factory…, Make your heart say “cheese”

Ulos Angkola

Pulang kampung ke Sipirok dalam beberapa tahun terakhir selalu membuat hati dan pikiranku tergelitik… “Mau tau tentang apa lagi, yaa…?”

Yuupppp…  Besar di Pekanbaru, berada di lingkungan yang berasal dari berbagai suku,  lalu sekolah ke Bogor, dan sempat tinggal di 2 kota lain, bergaul dengan teman-teman dari berbagai daerah, membuat diriku di usia belia dan awal dewasa gak terlalu mau tahu tentang kampungku.. Tapi kemudian kesadaran bahwa budaya yang dimiliki leluhurku sungguh kekayaan yang tak ternilai, yang seharusnya aku kenal, aku pelajari, menggoda hati…  Makanya, bila ada kesempatan pulang kampung  aku berusaha melihat tinggalan budaya yang ada di kampungku..

Setelah mengunjungi ito Ardiyunus Siregar pengrajin Tuku dan Bulang  yang tinggal di desa Padang Bujur Sipirok, yang saya kenal melalui group orang-orang Sipirok di Facebook, kali ini saya berkenalan dan mengunjungi ito Advent Ritonga, seorang pengrajin ulos yang well-known.  Ito Advent Ritonga, yang formalnya hanya tamat Sekolah Dasar tapi sangat cerdas dan penuh bakat, menetap di Silangge, sebuah kampung yang berada sekitar 1 km dari jalan raya menuju Sipirok, kalau kita datang dari arah Medan.  Atau kalau dari rumah Ompungku sekitar 5 km-an.

Ulos 1

Ulos Angkola

Salah satu tulisan di dunia maya tentang Advent Ritonga bisa teman-teman lihat di sini

Aku sendiri sebelumnya enggak tahu dengan beliau dan nama besarnya.. Maklum kurang gaul.. Hahaha.. Tapi adikku Ivo, yang pernah menyusuri berbagai sentra kerajinan di Sumatera Utara, menyarankan aku mengunjungi pertenunan beliau kalau mau liat pengrajin Ulos.

By the way, anyway, busway…, teman-teman udah pada tahu kan apa itu ULOS…?

Ulos itu artinya secara harfiah kain, atau selimut..    Tapi biasanya pengertiannya dalam konteks adat..  Sedangkan untuk kain (bahan baju, sarung, kain panjang), kata yang dipakai adalah abit.  Ada juga yang menyebut ulos dengan istilah abit godang atau kain kebesaran, buka kegedean, lho.

Karena etnis Batak terdiri dari berbagai varian yang mempunyai budaya juga berbeda-beda…, maka ulosnya juga berbeda-beda, baik dari warna mau pun corak..  Sipirok, sebagai wilayah yang dihuni oleh masyarakat Batak Angkola, maka ulos di Sipirok adalah Ulos Angkola..  Ulos yang menggunakan lebih banyak warna..

Hari Jum’at 03. April 2015 kemaren, sore hari, dengan diantar kak Mega, anak Namboru (kakak Papa) yang menetap di Sipirok, diriku pergi ke Silangge, ke rumah ito Advent Ritonga, pengrajin Ulos itu..

Pertenunan Silangge

Pertenunan Silangge

Begitu sampai di rumah ito Advent Ritonga, mataku melihat di samping rumah beliau terdapat sebuah bangunan kayu, tempat bertenun, yang di atas pintunya terdapat tulisan yang mengatakan kalau pertenunan ini merupakan binaan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk pencelupan benang.  Tak sempat berbengong-ria, aku dan kak Mega langsung disuruh masuk ke ruang tamu rumah yang sekaligus berfungsi sebagai showroom sederhana..

Kak Mega langsung memperkenalkan diriku pada beliau, dan memberi tahu maksud kedatangan ku ke situ. Dan, ito Advent bilang, “Hu tanda do amangmu.  Ro do hami tu horja inatta na baru on”.  Artinya, “saya kenal dengan bapakmu, dan kami hadir saat acara adat pemakaman ibumu baru-baru ini”.  Hmmmmm.  Ini Sipirok, banyak orang yang saling kenal. Jadi hati-hati melangkah dan bicara.  Lebih hati-hati dari yang biasa dilakukan saat berada di luar sana.  😀

Silangge 1

dengan Ito Advent Ritonga, Pengrajin Ulos dari Silangge, Sipirok

Setelah ngobrol-ngobrol sambil melihat-lihat apa yang dipamerkan di situ, termasuk yang ada di dalam 2 lemari kayu besar dengan pintu-pintu berkaca, aku bertanya apa sesungguhnya makna yang ada di Ulos Angkola.

Menurut beliau Ulos Angkola merupakan ulos yang diberikan kepada pengantin Batak Angkola, dengan simbol-simbol penuh makna, penuh dengan pesan-pesan akan ajaran hidup yang harus dipelajari, dijalani orang Batak Angkola, terutama boru (anak perempuan).

Saya lalu meminta beliau untuk mengatakannya pada saya satu demi satu.  Ito Advent bilang, baru kali ini ada orang kita (orang Sipirok, maksudnya) yang bertanya pada dirinya tentang hal ini. Orang luar, orang asing yang justru lebih sering bertanya.  Semoga ini bukan tanda betapa tidak pedulinya generasi muda Sipirok terhadap tinggalan agung leluhurnya.

Saya lalu bilang, saya tidak sering mengikuti acara Mangulosi atau memberi ulos.  Tapi dari acara-acara yang saya lihat, saya ikuti, saya belum pernah meilihat, mendengar orang yang mangulosi itu menjelaskan makna yang tersimpan dalam ulos yang diberiannya.  Padahal bukankah makna adalah bagian terpenting dari sebuah pemberian..?

Ito Advent bilang, “Saya akan kasi tahu kamu.. Tapi kalau nanti tulisanmu sudah jadi.., sempatkan untuk memprintnya ya, dan kirimkan pada saya”.  Deal.  Insya Allah aku akan melakukannya.

By the way, diriku sempat bertanya, mengapa dirinya tidak pernah menulis tentang makna yang ada pada motif yang terdapat pada  ulos Angkola.  Dia bilang, dia pernah menuliskannya, lalu seseorang meminjam catatan tersebut, namun tak pernah mengembalikannya.. Hmmmmm… sad

Ito Advent menjelaskan pada saya mulai dari tepi ulos, yang wujudnya seperti bulu, sampai ke tengah ulos. Mari kita mulai.

Rambu 1

Rambu

RAMBU.  Rambu atau jumbai yang wujudnya seperti bulu, seperti putri melambai-lambai, melambangkan dalam berumahtangga, oarng harus luwes dalam mencari nafkah.

Manik-manik Si Mata Rambu 1

Manik-manik

MANIK-MANIK, SI MATA RAMBU, artinya dalam berumah tangga, sebagai orang tua nantinya, sepasang suami istri harus bisa menjaga anak laki-laki dan anak perempuannya dengan baik.  Bahasa Batak Angkolanya, Matahon anak dohot boru.

Sirat

Sirat

SIRAT, artinya suratan tangan, atau jodoh. Jadi orang yang menikah itu sudah jodoh, harus bisa mempertahankan rumah tangganya.

Jarak

Jarak

JARAK, tenunan polos berwarna hitam, berada di antara sirat dan pusuk robung.  Artinya dalam semua aspek kehidupan harus ada jarak, tidak boleh terlalu dekat.  Tidak boleh kita membuka semua yang ada pada kita kepada orang lain.

Pusuk Robung

Pusuk Robung

PUSUK ROBUNG alias pucuk rebung.  Artinya dalam kehidupan harus bisa bersikap seperti bambu, bermanfaat di sepanjang usia, makin tinngi makin merunduk, knea angin bergoyang tapi tidak patah.  Dan motif pucuk rebung ini juga ada lho dalam tenunan Melayu.  Apa ya maknanya? Ada kesamaan asal muasalkah? Hmmmm.

Luslus

Luslus

LUSLUS, artinya dalam hidup manusia itu harus bagai lebah, hidup bermasyarakat. Tak boleh hidup sendiri.

Tutup Mumbang

Tutup Mumbang

TUTUP MUMBANG. Artinya di dalam hati harus ada tempat untuk menyimpan yang panas dan yang dingin. Harus bisa mengendalikan diri, mampu menyimpan hal-hal yang buruk dan tidak mengumbar yang baik.

Iran-iran

Iran-iran

IRAN-IRAN, andege ni mocci.  Bahasa Indonesianya jejak tikus. Tiku kemanapun melangkah selalu terlihat jejak kakinya,  artinya dalam hidup manusia harus meninggalkan jejak, kebaikan. Tidak boleh berlalu tanpa meninggalkan bekas.

Jojak Mata-mata

Jojak Mata-mata

JOJAK MATA-MATA.  Ini motif dengan bentuk melintang terdiri dari warna merah, putih dan hijau.  yang menunjukkan perubahan.  Karena dengan pernikahan seorang perempuan akan melangkah ke tempat mertua, tinggal dan menjadi bahagian dari keluarga mertua, artinya berubah lingkungan, seorang perempuan atau boru harus meninggalkan jejak baik bagi keluarganya.  Suami dan istri harus mampu memberi kesan baik tentang keluarganya ke keluarga mertua, dan sebaliknya juga memberi kesan baik tentang keluarga mertua kepada keluarganya.

Yok-yok Mata Pune

Yok-yok Mata Pune

YOK YOK MATA PUNE.  Pune dalam bahasa Indonesia artinya burung Beo, burung yang cerdas.  Jadi seorang boru, perempuan Batak harus pintar, harus cerdas, harus mau selalu belajar.

Ruang

Ruang

RUANG.  Bahagian tenunan yang paling besar dan kaya warna ini melambangkan ular naga.  Kuat dan panjang.  Artinya suami istri itu harus berjiwa tegar, kuat dan mampu merangkul semua pihak yang ada di sekitarnya.

Si Jobang

Si Jobang

SI JOBANG. Motif yang berbentuk deretan prajurit.  Jumlahnya harus ganjil, di sisi-sisi terluar harus yangmenggambarkan Mora (Raja), berwarna merah. Mora di pakkal, mora di ujung.  Artinya sebagai Mora, harus bertanggung jawab terhadap seluruh aspek kehidupan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Singap

Singap

SINGAP alias ujung atap.  Artinya sebagai orang Batak, harus mampu bersikap seperti atap, mampu menahan panas terik matahari dan hujan.  Sepahit apa pun yang terjadi dalam berumah tangga harus bisa dihadapi.

Horas Tondi Madingin Sayur Matua Bulung

Horas Tondi Madingin Sayur Matua Bulung

Doa HORAS TONDI MADINGIN SAYUR MATUA BULUNG.. Ini serangkai doa, harapan, yang berarti semoga orang yang diulosi ini selamat-selamat, jiwanya sejuk sampai dia seperti daun yang menua.

Bunga

Bunga

BUNGA.  Perempuan Batak harus mengeluarkan bau yang harum bagi sekelilingnya. Harus bisa jadi pribadi yang teladan, jadi contoh.

Suri-suri

Suri-suri

SURI-SURI.  suri dalam bahasa Batak berarti sisir.  Makna Suri-suri, adalah sebelum keluar rumah orang harus merapikan diri, berkaca.  Jadi sebelum kita mengurusi orang lain, kita harus periksa diri kita dahulu, perbaiki diri kita, rapikan, baru kita boleh mengurusi diri orang lain.

Dalihan Na Tolu

Dalihan Na Tolu

DALIHAN NA TOLU.  Di dalam masyarakat adat Batak ada 3 unsur, Anak Boru, Kahanggi, dan Mora.  Yang paling tinggi kedudukannya adalah Mora atau Raja.  Yang menjadi Mora dalam adat adalah orang tua perempuan, alias mertua dari seorang laki-laki Batak.  Jadi bisa tahu donk, walau orang Batak itu menganut patrilineal, garus penerus marga ada pada anak laki-laki, tapi anak perempuan juga sangat berharga.  Ada istilah di masyarakat Batak, orang dianggap kaya kalau maranak (punya anak laki-laki) sapuluh (10), marboru (punya anak perempuan) sabolas (sebelas).  Karena dia bisa jadi mora untuk 11 keluarga. Hehehehe...  Pada ulos, dalihan na tolu digambarkan dengan 3 kolom yang berada di tepi kiri dan kanan ulos.  Yang paling luar adalah anak boru, yang tuigasnya dalam masyarakat adat melayani Mora dan Kahanggi.  Yang tengah adalah Kahanggi (saudara dari anak boru).  yang bahagian paling dalam, yang dibatasi dengan tugu adalah Mora.

Tugu

Tugu

TUGU, yang berupa 3 garis hitam sejajar, artinya perkumpulan keluarga.  Orang Batak harus hidup dalam perkumpulan keluarga.

Untuk diketahui, ulos Batak terdiri dari dua lembar yang disambung tepat di bagian tengah.  Seluruh susunan dan ukuran motif dari kedua lembar ulos itu sama, kecuali tulisan doa dan harapa Horas Tondi Madingin Sayur Matua Bulung.  Tulisan itu justru menjadi satu kesatuan setelah kedua lembar ulos disambung.  Kenapa harus terdiri dari dua lembar yang disambung? Karena rumah tangga itu terdiri dari 2 pribadi dengan latar belakang yang berbeda, yang disatukan, disambungkan.  Dalem maknanya.

Oh ya, seharusnya, diriku memperkaya penjelasan ito Advent ini dengan mendalami makna nama-nama corak tersebut, mengingat Papaku dan teman-temannya sudah menerbitkan 2 edisi kamus Angkola – Indonesia.  Tapi karena diriku takut lupa mengaitkan penjelasan-penjelasan yang diberikan dengan foto-foto yang diriku buat, jadi haris segera dikerjakan.  Lagi pula, aku ingin bisa mempublikasi paling tidak satu tulisan pada saat aku sedang berada di rumah peninggalan Ompungku.  Why ? Karena Ompung Godang kami mempunyai minat baca yang besar, dan mewariskannya pada anak-anak beliau, yang kemudian juga mewariskannya pada kami, cucu-cucu Ompung.  Buku adalah jendela dunia. Dan jendela itu tak ada gunanya kalau tidak dibaca.

Semoga tulisan ini bermanfaat.. Mungkin bisa menjadi referensi bagi yang akan mangulosi.. Atau mungkin juga bagi yang menerima ulos namun belum diberi penjelasan tentang makna yang ada di balik motif-motif yang ada di ulos tersebut.

Rumah Jl. Simangambat No. 97 Sipirok, 05 April 2015

Sondha Siregar

Rom Bor Sang

Apa itu Rom Bor Sang...?

Rom bor sang a1

Rom itu bahasa Thailand untuk payung..  Sedangkan Bor Sang adalah nama sebuah daerah di Chiang Mai..Jadi Rom Bor Sang artinya, daerah pengrajin payung, Bor Sang.  Daerah ini memang terkenal sebagai daerah pengrajin payung.. Bukan sembarang patung, tentunya.. Tapi payung-payung yang cantik.., berwarna warni.., berhias lukisan…

Jadi ceritanya pada pada tanggal 19 Juni 2013, setelah berkeliling Wat Phra That Hariphunchai, di Lamphun pagi hari…, saya dan kak Vivi dibawa oleh Worolak dan keluarganya ke Kampung Bor Sang, yang berada di wilayah Chiang Mai..

Di sana kami dibawa ke salah satu sentra pengrajin, yang sekaligus menjadi toko besar yang menjual hasil kerajinan payung.  Tapi buat memenuhi kebutuhan turis, toko itu juga menjual beberapa produk oleh-oleh khas Chiang Mai..

Rom bor sang 2a

Payung-payung cantik yang diproduksi dan dijual di sini, mengingatkan diriku akan payung hias yang diproduksi daerah sentra-sentra kerajinan di Indonesia, seperti Tasikmalaya,  juga Bali..  Ngeliat payung-payung cantik itu, diriku ngiler…, pengen bawa pulang…  Tapi klo mau dimasuk koper, gak muat..   Mau ditenteng…..? Come on….  😀

Terus apa yang bisa jadi kenang-kenangan dari Bor Sang..?

Saat melihat ke tempat produksi yang bisa dikunjungi para turis, aku melihat bagaimana para pekerja, yang sesungguhnya adalah artist seni rupa, menambahkan goresan-goresan mereka di sisi atas payung.  Mereka membuat lukisan tanpa pola..  Benar-benar dengan sense of art yang luar biasa kreatif..

Ransel 1

Lihat serah jarum jam.. Mulai dari kiri bawah…

Aku bertanya pada salah seorang pelukis payung, apakah mereka membuat lukisan di media yang berbeda dengan payung.  Si pelukis lalu berdiri, menunjukkan bahagian depan celananya yang model 7/8.. Di situ terdapat lukisan  yang cantik..  Aku lalu berpikir, kenapa tidak ranselku saja yang dilukis…?  😀

Aku lalu menyerahkan ranselku yang hejo dan masih kinclong kepada salah satu  pelukis yang ada di situ..,. untuk dilukis..  Si pelukis, dengan santun bertanya, gambar apa yang aku inginkan dia lukis di ranselku, apa warnanya…?  Aku minta dilukiskan seekor gajah dan anaknya..  Si induk berwarna ungu, si anak berwarna pink ala bona gajah kecil berbelalai panjang…  😀  Hasilnya….?  Silahkan dilihat…

Oh ya…, berapa upah melukis dua ekor gajah tersebut…?  Klo gak salah murah banget.., sekitar BTH 30, klo gak salah…  Ada teman-teman yang mau barang-barangnya dilukis juga…? Silahkan datang ke Bor Sang.. 😀  Atau…., mungkin ini bisa jadi ide bagi daerah2 kerajinan di Indonesia***

Berkunjung ke Lamphun

Tulisan kali ini merupakan catatan PERJALANANKU hari kedua di Chiang Mai.., lanjutan tulisan yang ini

Setelah sehari sebelumnya kami berjalan-jalan sampai malam hari ke Chiang Mai Safari Garden, dan pulang ke rumah Worolak dan keluarga di Lamphun, yang berjarak sekitar 25 km atau 3/4 jam dari Chiang Mai,  pagi hari kedua dimulai dengan santai di rumah Worolak yang sejuk, dengan halaman yang luas dan dipenuhi berbagai tanaman…

Lamphun a1

Setelah selesai mandi dan duduk-duduk sejenak, kami memulai hari kedua dengan menyusuri Kota Lamphun,  yang merupakan ibu kota dari provinsi yang bernama sama..  Menurut wikipedia, Kota Lamphun didirikan pada abad ke 9 oleh Ratu Chama Tevi, sebagai ibukota Kerajaan Haripunchai, Kerajaan yang terakhir jatuh ke tangan Thailand, dan merupakan bagian paling utara dari kerajaan yang diperintah oleh  Dinasti Mon.

Pada akhir abad ke-13 Lamphun diserang oleh Khmer, dan akhirnya ditaklukan oleh King Mengrai dari Kerajaan Lanna, dan menjadi bahagian dari Kerajaan Lanna sampai ekspansi Burma yang dilakukan pada abad ke-16.  Setelah itu, selama 2 abad Lamphun berada dalam kekuasaan Burma, sampai kebangkitan Thornburi dan Bangkok mengalahkan Burma pada abad ke-18.  Sejak itu Lamphun menjadi bahagian Kerajaan Thailand, dan kemudian menjadi salah satu provinsi di bagian utara Thailand.

Di Kota Lamphun  ini terdapat kuil terpenting di Thailand bagian  utara, Wat Phra That Hariphunchai. Ke tempat itu lah kami dibawa di pagi hari kedua di Chiang Mai…

Wat Phra That Hariphunchai terletak di pusat Kota Lamphun.. Pusat kota, atau bahagian kota lama Lamphun ini dikelilingi oleh parit besar dan  tembok tinggi ..  Dan untuk masuk ke pusat kota kita melalui gerbang.  Wat Phra That Hariphunchai ini berdampingan dengan sekolah biksu, yang terbesar di Thailand Utara.

Watt Haripunchai 5a

Wat Phra That Hariphunchai juga dikelilingi 2 lapis tembok putih dengan tinggi sekitar 2 meter.  Di halaman luar kuil selain terdapat bangunan tempat sembayang, juga ada beberapa toko-toko kecil yang menjual manisan mangga, minuman khas Lamphun, dan perlengakapan ibadah.  Kami diajak ayah Thumb menikmati minuman khas Lamphun, sejenis cincau, yang rasanya uenak..  😀  Aku juga sempat membeli dan mencicipi manisan mangga.  Sayang manisan yang fresh itu tidak bisa bertahan lama, hanya beberapa hari., jadi aku tidak bisa membawa pulang.

Reclining Budha 1

Setelah jajan di halaman depan kuil, kami lalu memulai kunjungan di kuil Wat Phra That Hariphunchai, dengan  masuk ke bangunan yang ada di halaman luar kuil.  Ternyata itu ruang tempat sembahyang yang  di dalamnya terdapat Reclining Budha, atau Budha dalam posisi baring menyamping, tapi ukurannya lebih kecil dari yang terdapat di Watt Pho di Bangkok.

Di tempat itu, para penziarah bisa melakukan pembacaan nasibnya dengan menggunakan bilah-bilah kayu..  Thumb melakukannya, aku duduk menyaksikan… 😀  Setelah mencari tahu tentang kemungkinan masa depannya, peziarah  menyalakan hio yang tersedia di situ, lalu membungkukan badan, tanda hormat kepada Budha.

Watt Haripunchai 2a

Setelah keluar dari ruangan tempat sembahyang itu, kami melanjutkan perjalanan ke halaman dalam kuil… Untuk masuk ke halaman dalam, ada 3 pintu.. Pintu utama terdapat di antara 2 patung makhluk yang bentuknya tubuhnya seperti singa, tapi wajahnya kombinasi kuda bermahkota, sedangkan 2 pintu lainnya mengapit pintu utama..

Apa yang kita temukan setelah melewati pintu?

Dari depan pintu kita menemukan sebuah bangunan besar dengan ornamen atap khas arsitektur Thailand.  Di sisi kiri ada semacam replika bangunan besar yang ada di hadapan kita, yang diletakkan di atas dudukan berwarna merah.  Di sisi kanan, terdapat sebuah bangunan berwarna merah 2 lantai, dengan empat tiang tanpa dinding. Di dalamnya digantung sebuah gong besar. Gong ini akan dipukul untuk mengingatkan waktu atau jadwal aktivitas kepada para bhiksu dan murid-murid sekolah bhiksu yang beraktivitas di kuil.

Di balik tembok pagar, baik di sisi kiri maupun kanan pintu masuk, terdapat deretan patung dewa (?) dalam posisi duduk.. Aku lupa menghitung ada berapa banyak.. 😀  Kayaknya perlu balik lagi niyy buat menghitung.. 😀

Apa yang ada di dalam bangunan besar yang kita temui begitu kita melalui pintu gerbang…?

Watt Haripunchai 3a

Di dinding atas di teras bangunan kita bisa melihat mural yang cantik..  Begitu melewati pintu masuk kita akan menemui  karpet merah terhampar di ruangan yang besar seperti hall.  Di langit-langit juga warna merah mendominasi diselingi warna emas…  Di ujung ruangan terdapat patung Budha berwarna emas dengan posisi duduk, berukuran sangat besar.. Di salah satu pojok di sisi kaki kiri sang Budha, ada patung seorang biksu yang persis seperti sosok manusia hidup..  Dengar-dengar siyy itu patung salah satu pemuka biksu yang sudah tiada..  Jangan tanya sama diriku siapa beliau, yaa..  Gak ingat.., karena saat disebut namanya, aku aja bingung, pabalieut soalnya… 😀  Di dinding kiri kanan bagian atas ruang tersebut terdapat banyak sekali mural yang menggambarkan kisah-kisah yang biasa kita kenal berasal dari India..  Seperti yang aku potret, sepertinya itu menggambarkan salah satu bagian dari kisah Ramayana.

Puas melihat-melihat, dan sempat bertanya-tanya apakah yang bhiksu yang duduk itu manusia beneran atau patung (hehehe), kami pun keluar dari bangunan tersebut..  Kami lalu berjalan ke bagian belakang bangunan besar tadi..  ternyata tepat di belakangnya terdapat chedi (bangunan seperti pagoda, tapi tidak bisa dimasuki)  besar berwarna emas, yang di pojoknya luarnya terdapat payung cantik juga berwarna emas.. Bangunan chedi dengan tinggi 46 meter ini, di bagian bawah bentuk persegi, sedangkan  di bagian atas berbentuk seperti susunan lingkaran.  Ada banyak orang yang bersembahyang di situ, dengan didahului  membakar hio..

Golden Chedi 1

Di samping kiri chedi besar berwarna emas terdapat bangunan yang juga berarsitektur khas Thailand.  Di bagian belakang bangunan tersebut ada bangunan terbuka.. Ada apa di sana…? Menurut kepercayaan umat Budha, itu adalah batu bekas telapak kaki Sang Budha…  Ukurannya besar… sekian puluh kali besar telapak kaki ku.  Mungkin manusia di zaman itu besar-besar yaa..

Watt Haripunchai 9a

Setelah bangunan tempat telapak kaki Sang Budha itu, masih ada bangunan lagi di belakangnya, sebelum berakhir dengan tembok yang membatasi halaman kuil dengan sekolah bhiksu.  Sejajar dengan bangunan paling belakang itu, terdapat dua bangunan lagi yang juga tertutup, dan sebuah chedi dari batuan vulkan, seperti candi-candi di Pulau Jawa.  Katanya siyy itu  chedi gaya Dvaravati..

Saat kami ke sana cukup banyak pengunjung..   Sebagian besar adalah etnis China yang datang untuk bersembahyang.  Hanya ada beberapa orang tourist non Asia..  Mungkin karena Chiang Mai lebih populer dalam promosi pariwisata Thailand.

Menurut diriku…, bila teman-teman ingin berkunjung ke sana, sebaiknya teman-teman mencari literatur dulu tentang Lamphun dan sejarahnya.., agar lebih bisa memaknai apa yang dilihat.. Memang di negeri kita tak banyak literatur yang bisa kita peroleh tentang sejarah Thailand, terutama Thailand Utara.  Apa lagi huruf mereka yang ajaib seperti huruf Palawa, membuat kita semakin sulit untuk mengerti.. Gimana mau ngerti, bacanya aja kagag bisa, yaa…?*  Padahal sebagai negara serumpun, kita punya kedekatan budaya dengan mereka.  Pada tulisan2 berikutnya, saya akan bercerita tentang kunjungan ke situs-situs warisan budaya Thailand, yang bisa membuat kita melihat adanya kedekatan budaya.. Tunggu ya, teman-teman… ***

Berjuang Mewujudkan Mimpi

Mimpi…..

Kata mimpi sebenarnya “sesuatu” buat diriku yang sudah nyaris setengah abad…  Karena di usia yang sudah tidak muda lagi, kesadaran bahwa waktu untuk meraih impian tak sepanjang saat belia..  Impian tak lagi setinggi bintang di langit… Namun tetap ada dan ingin diwujudkan, dengan hasrat yang kuat…

Akhir-akhir ini, keinginan untuk hidup  lebih seimbang menderu deras dalam diriku.. Seimbang antara urusan dunia dan spiritual..  Aku ingin pekerjaan yang bisa lebih memberi rasa damai bagi diriku,  aktivitas yang sesuai dengan passionku..  Dan aku ingin punya waktu yang lebih untuk meningkatkan kehidupan spiritualku..  Bahkan menurut salah seorang sahabat,  seharusnya yang utama dalam  hidup itu adalah membangun spiritual, yang lain adalah pendukung untuk kehidupan spiritual tersebut…

JourneyYa, beberapa tahun terakhir ini, hidup, waktu, pikiran, perasaanku didominasi oleh pekerjaan.. Bahkan dalam satu tahun terakhir, ada kejadian dimana aku seharusnya berani menurunkan prioritas terhadap pekerjaan demi orang terkasih di akhir kehidupannya, tapi tidak aku lakukan, karena aku tak bisa menolak pekerjaan yang diperintahkan untuk aku laksanakan..  Tidak boleh ada sesal, karena sesal tak membawa semua yang sudah lalu, kembali.  Yang harus dilakukan adalah mengambil hikmah, agar tak terulang lagi.

Lalu…, apa impianku saat ini yang terkait dengan pikiranku itu?

Seperti yang pernah aku ceritakan di tulisan yang ini, pada tahun 2007 aku mulai menulis dengan membuat blog.  Dari situ aku menemukan passion untuk menulis.. Aku senang menulis, aku cinta menulis, aku ingin bisa menulis lebih banyak.. Menuangkan pikiran, menuangkan rasa, berbagi pengetahuan dan pengalaman.  Menulis memberikan rasa damai di hatiku…  Aku ingin jadi penulis…

Apa yang ingin ditulis…?

Sebagai manusia yang dinamis, aku bisa berpikir dan merasakan berbagai hal, juga bisa mengalami bermacam hal, yang bisa menjadi sumber inspirasi untuk menjadi tulisan.   Tapi sampai saat ini, salah satu bidang yang menjadi passion diriku adalah pariwisata.

Mengapa pariwisata…?

Setelah bekerja di instansi yang menangani perencanaan pembangunan daerah selama 12 tahun, aku dipindahkan ke instansi yang menangani pembangunan kebudayaan dan pariwisata daerah, masih di posisi mengurus perencanaan.   Aku menyukai pekerjaanku.  Pekerjaan yang mendorong aku untuk selalu berpikir komperhensif, menyeluruh.., tanpa mengabaikan detil.

Di instansi yang menangani pembangunan kebudayaan dan pariwisata ini, aku dengan latar belakang pendidikan bukan di bidang kebudayaan dan pariwisata, belajar nyaris dari nol tentang kebudayaan dan kepariwisataan.  Karena saat kuliah S1 di Sosek IPB, untuk yang terkait dengan ilmu sosial, aku hanya sempat belajar tentang Sosiologi Pedesaan dan Ekologi Manusia ( kalo gak salah ingat).   Ternyata bidang kebudayaan dan pariwisata ini menarik hatiku.   Kok bisa…?  Karena aku  melihat kebudayaan itu menyangkut hidup manusia, sejak lahir sampai meninggal.  Kebudayaan itu menyangkut rasa.. Kebudayaan suatu daerah dan tinggalannya merupakan keindahan, keunikan yang bisa menjadi daya tarik wisata.  Sementara pariwisata, bukan lagi hanya sekedar berlibur ke pantai atau ke gunung, tapi juga bisa menjadi cara untuk melihat, belajar tentang kebudayaan dan sejarah suatu daerah atau negara yang dikunjungi,  yang dapat membuat kita memahami betapa luar biasanya pemilik kebudayaan atau pelaku sejarah tersebut.  Dari pemahaman tersebut  bisa menjadi inspirasi untuk melakukan hal-hal yang lebih baik, dalam kehidupan.

Di sisi lain, bagi pemilik kebudayaan, pariwisata  bisa menjadi cara untuk meningkatkan ekonomi, yaitu dengan menjadikan kebudayaan dan tinggalan budaya yang mereka miliki sebagai daya tarik wisata.  Aku juga ingin bisa berkontribusi, dengan membuat tulisan-tulisan yang bisa menjadi bahagian promosi wisata daerah,

Apa yang telah aku lakukan untuk mewujudkan impianku itu?

Saat ini aku mencoba untuk intens menulis, termasuk menulis tentang perjalanan-perjalanan yang telah aku lakukan dalam beberapa tahun terakhir, namun belum sempat aku jadikan tulisan untuk blogku.  Aku juga mencoba lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman yang juga mencintai aktivitas menulis.  Aku akan berusaha untuk mendapat kesempatan mengisi ruang di salah satu harian yang terbit di kota tempat tinggalku. Aku berharap dengan semakin matangnya tulisan-tulisanku, aku bisa menulis buku, dan mendapat kesempatan untuk  menjadi penulis dalam rangka promosi pariwisata berbagai daerah atau negara.  Semoga…

Postingan ini diikutsertakan dalam #evrinaspGiveaway: Wujudkan Impian Mu”

label-ga1