Djakarta Old City Tour (1) : Museum Fatahilah

Sebelum berangkat ke Samarinda tanggal 17 Oktober 2009, aku tuh ke Jakarta dulu, ngurus kerjaan selama 2 hari… Seperti biasanya selama setahun terakhir, kalo aku ke Jakarta, aku pasti main dengan teman2 lamaku, teman2 sejak zaman kuliah di Bogor : Ati, Venny dan Linda. Bahkan acap kali aku nginap di rumah Venny di kawasan Fatmawati.

Kali ini aku nginap di Formule 1 (F1) Hotel di Cikini. Nah selama 2 malam aku nginap temanku datang buat ngobrol. Hari pertama Ati datang. Ehhh kita bukannya ngobrol tapi karena sama2 kecapekan dgn kerjaan masing2, kita malah ketiduran.. Hahahaha… Kita akhirnya kebangun jam 11 malam, trus Ati pulang dehh… Besoknya Ati dan Linda yang datang. Venny gak bisa datang karena gak dapat taxi akibat macet cet cet cet. Maklum Jum’at sore… Kita ngobrol, bahkan sempat nyari makan ke Menteng segala… Saat ngobrol…. Linda dan Ati bilang supaya aku singgah lagi di Jakarta saat akan pulang ke Pekanbaru nantinya. Supaya bisa ngobrol dan saling menguatkan…

So, saat mau mesen tiket kembali ke Pekanbaru aku tanya teman2ku dulu apa mereka punya waktu buat ketemuan dengan aku pada hari kepulanganku. Karena mereka ok dengan jadwalku, jadilah aku berangkat dari Samarinda/Balikpapan hari Jum’at 29 Oktober sore dan melanjutkan ke Pekanbaru hari Minggu 31 Oktober sore.

Naahhhh, pada hari Sabtu 30 Oktober, aku dengan Ati dan Venny mengisi hari dengan jalan-jalan ke Kota Toea Djakarta … Apa itu….? Kota Toea Djakarta adalah daerah yang merupakan pusat kota Jakarta Tempo Doeloe, alias Batavia… Dimana itu…? Lokasinya di utara Stasiun Kota, dengan obyek yang akan dikunjungi Museum Fatahilah, Museum Keramik, Museum Wayang

Perjalanan dimulai sejak pagi.., karena Ati udah jemput aku dan Venny (aku nginap di rumah Venny) jam 08.00-an… Padahal aku dan Venny pengen nyobain naik busway sampai ke daerah Kota. Tapi Ati ngotot jemput supaya gak cari2an…

Saat kami sampai jam 09-an, Museum Keramik, yang berada di sisi timur alun-alun Kota Batavia Tempo Doeloe, belum dibuka… Jadi kami melanjutkan perjalanan ke Museum Fattahilah yang berada di sisi selatan alun-alun.

Ini kunjunganku yang kedua ke Museum Fatahillah. Kunjungan pertama kulakukan pada awal tahun 1997, saat berlibur bersama kakakku dan temannya. Jadi lebih kurang 32 tahun yang lalu.. Tapi setelah 32 tahun tidak ada yang tersisa dalam ingatanku apa yang telah aku lihat di Museum ini dulu.

Di pintu masuk, kami membeli karcis masuk dengan harga Rp.2.000- per orang. Di situ juga dijual Buku Petunjuk Museum seharga Rp.5.000,-. Begitu masuk kami melihat tangga yang besar dan kokoh berwarna merah di sisi kanan pintu masuk. Tangga itu sangat eye catching… Tapi kami memutuskan untuk bergerak ke Ruang Pra Sejarah yang ada di sisi kanan pintu masuk.

Di ruang pertama kami melihat berbagai temuan Pra Sejarah di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Ada berbagai macam kapak batu yang merupakan peninggalan teknologi Pra Sejarah.

Di ruang kedua kami melihat beberapa prasasti, antara lain Prasasti Telapak Kaki Raja Purnawarman dar Kerajaan Tarumanegara. Terus terang aku merasa surprise bisa meihat prasasti ini, karena wujudnya persis seperti yang aku lihat di buku pelajaran Sejarahku dulu..

Untuk teman2 ketahui, pada usia sekitar 10 – 12 tahun, aku sangat menyenangi pelajaran Sejarah, bahkan sempat bercita-cita menjadi Arkeolog dengan harapan dapat berkeliling dunia sampai ke Mesir untuk ikut mengali-gali peninggalan sejarah di sekitar Piramid… Hahahaha…

Keluar dari Ruang Pra Sejarah, kami masuk ke ruang yang menunjukkan pengaruh Portugis pada kebudayaan Betawi, antara lain pada musik dan alat2 musik Pada kosa kata dan sebagainya. Di ruang Portugis ini juga terdapat gambar meriam “Si Jagur”. Apa siyy istimewanya meriam ini…? Entahlah… Tapi uniknya dan entah apa maksudnya, kepala meriam ini bentuknya seperti tangan, dengan jari jempol berada diantara jari telunjuk dan jari tengah… Yuuupppp….. Simbol yang tidak sopan alias menyatakan f**k… Apa hubungannya antara senjata dengan lambang itu yaaa…?

Keluar dari Ruang Portugis, kami naik ke lantai 2 melalui tangga merah yang cantik dan kokoh . Di lantai 2 terdapat ruang2 yang berisikan benda2 peninggalan zaman Belanda. Ada ruang yang berisi rak file yang sangat besar, meja rapat juga pedang yang dulunya digunakan untuk menjatuhkan hukuman pancung bagi pemberontak. Ahhhhh…. Entah sudah berapa nyawa yang dicabut dengan menggunakan pedang tersebut.. Semoga arwah mereka beristirahat dengan tenang. Btw, lemari arsip di ruang tersebut kalo dilihat sekilas bentuknya seperti lemari Palembang yang indah..

Di ruang lain di lantai 2 ada tempat tidur dengan 4 tiang (foster bed) dari kuningan dengan ukiran yang sangat cantik, ada juga tepat tidur bayi yang bisa diayun. Sayangnya gak banyak info “story behind d object”.. Jadi kita gak tau itu tempat tidur siapa dan kapan, dimana lokasi awalnya sebelum dimasukkan ke Museum tersebut.

Setelah berkeliling di lantai 2, kami turun ke lantai 1 dan menuju bagian belakang Museum yang ternyata ada inner court alias taman di dalam rumah. Di bawah tangga yang menghantarkan kami dari bangunan utama ke inner court, terdapat patung Hermes yang indah..

Di seberang Hermes terdapat sebuah meriam, yang seteah kami amati bagian kepalanya, ternyata………….. Yuuppp, si Jagur. Sekali lagi muncul pertanyaan di benak, “Apa maksudnya kepala meriam berbentuk seperti itu? Apa hubungannya…?

Di sisi2 inner court terdapat beberapa bangunan yang sepertinya berfungsi sebagai kantor pengelola Museum.. Dari inner court, kita bergerak ke sisi barat Bangunan Utama Museum, disana ternyata ada ruang semi basement yang terkoneksi dengan basement. Ruang semi basement ini berisi koleksi gerabah tua, sebuah bath up jadul, dan bagian2 dari kandelir2 yang terlepas. Ruang semi basement ini terhubungkan langsung dengan sebuah ruang di lantai 2 melalui sebuah tangga yang sempit. Mungkin ini dulunya tangga buat service yaa..

Dari lantai 2 yang telah kami kunjungi sebelumnya, kami lalu turun ke lantai 1, langsung keluar dari gedung yang dulunya berfungsi seperti Gubernuran pada masa sekarang, dan melanjutkan perjalanan ke Museum Wayang…


Ini update-an postingan ini setelah mebaca buku Informasi Pariwisata Nusantara dan Indonesia Perjalanan Sejarah Budaya yang dirilis oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI. Buku yang menurut aku cukup informatif..

Gedung ini dibangun tahun 1627, dan diperluas pada tahun 1707 sd 1710, dengan fungsi sebagai Staadhuis (balai kota), sekaligus Gedung Pengadilan yang mempunyai penjara bawah tanah. Pada tahun 1830, Pangeran Diponegoro sepat dipenjara di sini sebelum diasingkan ke Makssar. Memang siyy di salah satu ruang di lantai 2 yang terkoneksi dengan penjara bawah tanah, kami menemukan reproduksi lukisan Raden Saleh yang berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro. Tapi repro itu pun sudah tua dan pudar….

Lalu soal bentuk kepala “Si Jagur” yang tidak senonoh.., ternyata menurut buku tersebut, kepalan tangan seperti itu di Eropa tidak berarti porno, malah berarti “jitu”.. Hmmm.. lain padang lain belalang yaaa….

Lalu… patung Hermes.. Ternyata patung ini direlokasi dari Persimpangan Harmoni, Jakarta Pusat. Bahkan sebelum ditempatkan di Museum Fatahilah, patung ini sempat hilang dan dirusak…

8 thoughts on “Djakarta Old City Tour (1) : Museum Fatahilah

  1. Kak,
    Aku terakhir ke museum fatahillah itu mungkin da lamaaaaaaaaaaaa banget. Pengen nanti kesana lagi bareng Vaya..

    • kayaknya alun2nya enak buat bawa anak2 main… lapang.. banyak anak2 yang main sepeda2an…

    • klo datangnya siang, gak spooky kok.. kecuali di bagian basement.. emang rada lembab dan menimbulkan rasa tidak nyaman…

  2. Hi Shonda,

    Apakah jadi ke Fine Art & Ceramic museum… ? bagaimana disitu ? bagus ‘kah ?

    Let me know….

    Thanks

    Putri

    • @ Putri : sayang kami gak sempat ke Ceramic Museum.. Karena takut kesiangan ke Museum Bahari…

Comments are closed.