Ini beberapa hasil jepretan Tati saat jalan-jalan ke Desa Pampang bersama Papi David, Mami Nana dan Abner. Bang Aldy dan Ajere kok gak ikut…? Bang Aldy lagi les… Secara Papi David dan Mami Nana selalu bersikap disiplin dengan jadwal anak-anak, ya Bang Aldy harus tetap pergi les. Lagian Pampang gak jauh kok, dan mereka udah beberapa kali ke sini. Ajere… ? Ajere ditinggal sama BS-nya di rumah, biar bisa bobok pulas tanpa digodain abang-abang yang lagi libur sekolah.. Hehehe.
Desa Pampang adalah pemukiman suku Dayak Kenyah yang berada di pinggiran kota Samarinda, hanya beberapa belas kilometer deh kayaknya. Secara administrasi masih masuk Kota Samarinda, kalo gak salah. Di desa ini setiap minggu siang ada pertunjukan kesenian masyarakat Dayak Kenyah. Naahhh pada waktu itu kita bisa melihat orang-orang tua suku Dayak dengan kuping yang panjang dan anting-anting besar. Mereka hadir di Rumah Panjang yang menjadi lokasi pertunjukan. Di situ juga dijual berbagai kerajinan hasil karya penduduk desa Pampang, berupa hiasan kepala, baju tradisional, gantungan kunci dll, yang semuanya berhiaskan manik-manik dan payet-payet berwarna warni. Bahkan waktu Tati ke sana pada bulan Agustus 2006 Tati juga ngeliat mereka menjual hasil-hasil kebun mereka pada para pengunjung.
Here d pictures…

Abner di depan Rumah Panjang, rumah tradisionil suku Dayak Kenyah yang menetap di Desa Pampang. Di rumah ini biasanya setiap hari minggu siang diadakan pertunjukan tari-tarian Dayak, juga dijual hasil kerajinan tangan masyarakat Dayak yang menetap di Pampang.

Tiang dengan patung burung Enggang di puncaknya. Burung Enggang merupakan symbol suku Dayak. Melihat tiang dengan burung Enggang ini mengingatkan Tati akan lirik lagu almarhum Chrisye yang berjudul Kalimantan
KALIMANTAN
Sungai Mahakam terbentang
Bagai membelah dunia
Berkayuh ku ke seberang
Mencari dambaan jiwa
Gunung biru menghijau
Berhutan bagai beludru
Juwita dimana engkau
Hatiku semakin sendu
Kemana, kan kucari
Kemana, oh kemana
Kemana, kan kucari
Kemana, oh kemana
Kudengar kicau burung
Dipohon bercanda riang
Menghilang rasa murung
Hatikupun merasa senang
Wahai kau burung enggang
Bolehkah daku bertanya
Dimana kucari sayang
Dambaanku tak kunjung datang
Dipadang belantara
Terdapat rumah panjang
Mungkinkah kasih disana
Jika ada kan kujelang
Ternyata kudapati
Hanyalah bekas bara
Kemana lagi kau kucari
Mungkin kita tak pernah jumpa
Kemana, oh kemana (3x)

Ini foto dari si Bapak Berkuping Panjang yang udah pernah Tati ceritain di postingan yang ini. Ternyata beliau adalah salah seorang tetua masyarakat Dayak Kenyah yang menetap di Desa Pampang, yang secara bergiliran bertugas menerima tamu di Rumah Panjang. Kelihatan gak daun kupingnya yang panjang dan digantungin assesories...? Beneran unik, kan?

Dalam perjalanan pulang, di tepi jalan di antara pemukiman masyarakat di Pampang Tati melihat sebuah pohon di pinggir jalan yang bentuknya unik.. Ternyata kata Papi David, yang dapat cerita dari teman-temannya yang orang Dayak, pohon itu memang dibentuk sedemikian rupa untuk tempat meletakkan jenazah sebelum dikebumikan..