Bou Berliana

Tadi pagi kak Ita ngasi tau kalo Bou Berliana (81 tahun), kakak Papa yang paling tua, satu2nya saudara perempuan Papa dan satu2nya saudara Papa yang masih ada, dirawat di RS. Tapi kata kak Ita masa krisisnya udah lewat..

Bou Berliana, orang yang lincah banget.. Waktu kecil, kalo pulang ke Sipirok, kita akan menemukan sosok Bou yang steady.., gak bisa diam dan gaya abizzzzz… Di masa mudanya Bou adalah guru SMEA di Sipirok. Namun sejak pensiun, Bou lebih banyak menetap di Jakarta di rumah anak laki2nya. Kebetulan menantunya, kak Ita, orangnya baik banget.., mau mengurus dan memanjakan mertua tanpa reserve.

Gimana gak baikk..? Sejak Bou pensiun, hampir setiap tahun kak Ita membawa mertuanya itu travelling ke Israel, ke Eropa, ke Jepang. Hmmmmm… Menantu yang langka..! Lalu sejak Bou sakit akibat becak yang ditumpanginya ditabrak angkot di perempatan bioskop di Sipirok, kak Ita lah yang merawat dan mengurus Bou, tanpa lelah.. Meski harus berbulan2 tidur di sofa rumah sakit. Bahkan Bou malah nagis kalo tidak menemukan kak Ita di sekitar dia.

Beberapa tahun terakhir ini Bou mulai kehilangan penglihatan.. Lalu menurut beliau badannya selalu terasa panas. Itu katanya karena ada saraf di tulang belakang yang terjepit akibat kecelakaan tersebut. Sedih melihat Bou yang dulunya lincah sekarang lebih banyak duduk di kursi roda.. Belum lagi kalau kita mendengar Bou menyenandungkan lagu2 rohani untuk menghibur dirinya..

Herannya meski akhir2 ini kita jarang ketemu, Bou tetap mengenali para ponakannya dari suara2 kita.. Kalo pun salah pasti gak jauh, paling Tati diduga Mami Uli..

Seperti saat ketemu di Sipirok di akhir tahun 2006 yang lalu. Waktu itu Bou minta pada kak Ita supaya diizinkan untuk Natalan & Tahun Baru-an di Sipirok. Karena Bou udah kehilangan penglihatan dan gak kuat lagi berdiri, kak Ita lalu mengantarkan Bou ke kampung lengkap dengan 2 orang mbak yang siap menjaga dan mengurus semua kepentingan Bou. Bou tinggal di Sipirok selama sebulan bersama anak bungsunya (Sarma, yang sebenarnya tinggal di Pasir Pangaraian). Kira2 sebulan kemudian beliau dijemput kak Ita dan dibawa kembali ke Jakarta.

Saat Tati menyapa Bou…

Tati (T) : Bou, apa kabar?
Bou (B) : Ise do’on? Boru ni ito-ku, kan? Ise do ho? Si Uli, do? (Siapa ini? Anak perempauan saudara laki2ku, kan? Siapa ya kamu? Si Uli, ya?)
T : Bukan, Bou. Ini Sondha.
Bou : Ho do i Sondha? Ile baya parmaen, inda bisa au mangaligi dope. Na bisa au manandai betakna si Uli atau si Sondha do ho. Tai inda asing suaro mi. (Kamu itu ya Sondha? Ya ampun ponakan, ndak bisa lagi saya melihat. Tidak bisa aku membedakan apakah kamu itu si Uli atau si Sondha. Tapi tidak asing suara kamu itu.)
Bou : Na hacitan do anggo nada bisa mangaligi…!! Golap sude..!! (Sakit kali kalo enggak bisa melihat. Gelap semua).

Sedih banget ngedengernya… Tati lalu mengajak Bou ngobrol.. Daya ingatnya masih jernih. Kadang Bou mengingatkan kita akan kenakalan2 kita waktu kecil saat liburan ke kampung. What d sweet memories…

Mudah2an semua yang terbaik lah yang terjadi pada Bou, pada kita semua.. Amin.