Sepuluh hari yang lalu…, tepatnya tanggal 29 April 2013, sekitar jam 16.30…
Saat aku sedang mengangsur pekerjaan yang berderet-deret di meja, meski jam kerja sebenarnya sudah usai 30 menit sebelumnya… Tiba-tiba telpon ku berbunyi.., dari nomor yang tak kukenal… Tapi aku tetap menekan tombol “accept”…
Begitu aku dekatkan pesawat telpon ke telinga ku, terdengar suara panik “Tete, tete cepat ke rumah sakit.. Mami sakit..”
Aku yang bingung, dan gak mudeng bertanya, “Ini siapa…”
Suara panik itu menjawab “Emyr…”
Emyr adalah nama putra kedua sahabat ku Eko alias Randra Aprileni.. Dia dan abang nya Taffy memang memanggilku “Tete” yang diambil dari kata Tante..
Aku lalu lanjut bertanya, “Ada apa ‘Myr..?”
Emyr : “Mami di UGD RSUD, Tete cepat ke sini..”
Aku yang masih bingung : “Ada apa Myr, Mami kenapa? Ayah mana?”
Emyr dengan suara nyaris menangis : “Emyr gak tau Mami kenapa. Ayah ada di sini. Tete cepat datang.”
Aku : “Iya.. sebentar Tete datang.”
Aku bingung.. Gak ngerti ada apa.. Tubuh yang lelah karena sehari sebelumnya baru pulang dari luar kota selama seminggu turut membuat otak ku jadi lelet…
Tapi aku segera bergerak.. Aku memakai sepatu, yang biasanya aku lepas dan diganti dengan sandal jepit, kalau sudah duduk menghadapi meja kerja.. Lalu mengambil berkas surat2 yang rencananya sore itu mau aku bawa menghadap atasan untuk beliau tanda tangani bila berkenan.. Aku lalu menemui Fitri, ajudan atasan ku.. Minta dia untuk membawa berkas tersebut ke atasan ku, dan menjelasakan bahwa aku harus ke UGD RSUD dan tidak bisa membawa sendiri berkas tersebut ke atasan ku. Fitri lalu menerima berkas, dan mengatakan, “Hati-hati di jalan, bu…”
Di teras kantor aku bertemu Andre, teman kantor ku.. Aku sempat mengatakan kemana aku akan pergi, serta rasa bingung ku pada Andre.. Dan Andre bilang, “Cepat pergi, kak.. Hati-hati…”
Aku membawa si sparky meluncur keluar halaman kantor.. Menyusuri jalan yang ramai dengan pikiran tak tentu arah..
Ada pikiran kalau aku lagi dijailin sama Eko.. Bahwa dia sedang menunggu ku di gerbang pintu RSUD untuk mengajakku jalan sore di halaman masjid Annur yang persisi di seberang RSUD..
Tapi hati kecil ku bilang, tak mungkin Eko melibatkan Emyr untuk menjaili aku…
Rasanya ini memang sesuatu yang serius.. Karena sekitar 2 tahun yang lalu Eko masuk rumah sakit karena gejala stroke, Eko justru tak memberi tahu aku.. Aku justru tahu setelah dia keluar dari rumah sakit dan dirawat jalan..
Hati ku bilang, kali ini ada sesuatu yang serius.. Ada yang serius….
Saat aku masuk ke halaman RSUD, dan melihat ke arah UGD, ada banyak sekali orang berseragam Linmas, seragam yang dipakai PNS hari senin, seperti yang juga aku pakai hari itu.. Hati ku semakin tak tentu rasa.. Hati ku semakin bilang ini sesuatu yang serius… Tapi aku masih tetap tenang, dan memarkirkan sparky di tempat yang teduh..
Aku lalu melangkah dengan cepat meuju pintu UGD.. Lalu bertanya pada petugas SATPAM yang duduk di pos nya di antara 2 pintu UGD, “Pak, saya barusan ditelpon, dikasi tahu kalau sahabat saya Randra Aprileni dirawat di UGD. Dimana dia ya pak?”
Petugas SATPAM menunjuk pintu sebelah kirinya..
Aku lalu melangkah ke pintu itu, dan mulai melepas sepatu kanan ku saat melihat tulisan di pintu “Harap Alas Kaki Dilepas”.
Tapi belum selesai aku melepas sepatu kanan ku, seseorang laki-laki yang tak ku kenal dan berbaju Linmas menarik tangan ku dan mengakatakan, “Tak usah dilepas, bu. Ibu masuk saja”. Dia menggiring ku masuk ke UGD, ke sebuah ruang yang dibatasi tirai dengan kiri kanannya, serta ke arah lorong UGD..
Di situ aku meliha Eko terbaring, tak sadar.. Petugas para medis sedang berusaha memacu agar jantung Eko bergerak.. Aku lihat ada bang Wan, suami Eko berdiri di samping Eko berbisik di telinganya, tak tahu aku apa yang dibisikkannya.. Di sebelah bang Wan aku lihat Emyr berdiri menahan tangis…
Aku tanpa sadar berkata dengan lembut, seperti kalau kami sedang bicara dari hati ke hati… “Ko…., Eko… Eko kenapa, Ko…?” Air mata ku langsung mengalir, aku terisak melihat keadaan yang membingungkan dan tak ku mengerti..
Aku tak percaya bahwa tubuh yang sedang diupayakan agar jantung nya tetap berdetak itu adalah Eko…
Aku dengar bang Wan berkata pada ku. “Te…, berdoa, Te.. Berdoa…”
Aku tak tahu harus berkata apa, hanya bisa menjerit dalam hati agar semua ini segera berlalu, dan Eko segera sadar.. Aku lalu meraih telapak tangan kirinya… Menggenggamnya.., berharap dia bisa merasakan bahwa aku ada di sampingnya.., agar dia kuat menghadapi pertarungan kali ini dan tidak menyerah…
Tapi tak lama petugas medis yang berdiri di sebelah ku meminta aku untuk melepaskan tangan itu karena dia akan mengukur detak nadi Eko…
Lalu, tak lama aku melihat petugas yang berdiri di sisi kepala Eko menganggukkan kepalanya, dan aku mendengar seseorang mengucapkan Innalillahi wa innaillaihi roji’un…
Aku terpana, bingung, tak percaya akan apa yang terjadi..
Aku lalu melihat para petugas medis menutup seluruh tubuh Eko dengan selembar kain, dan membawanya ke ruang, di belakang ruang UGD..
Setelah rasa bingung ku berkurang, aku bergegas menyusul ke ruangan kemana mereka membawa tubuh Eko..
Di sana aku melihat anak-anak Eko menagis, lalu muncul Sari adik Eko yang baru saja sampai di RSUD..
Mereka harus menunggu beberapa saat, baru bisa membawa jenazah Eko pulang ke rumah..
Aku lalu pamit pada bang Wan dan Sari untuk duluan ke rumah mereka, bersama dengan ibu tetangga depan rumah Eko yang ikut bersama Sari ke rumah sakit..
Selama di perjalanan pikiran ku melayang-layang.. Rasanya aku semua yang terjadi tidak real..
Tapi saat aku sampai di rumah duka, ada begitu banyak orang datang, dan itu terus berlangsung sampai malam..
Menjelang jam 10 malam, aku memutuskan untuk pamit pulang pada keluarga Eko.. Tubuh ku yang memang kurang fit karena kelelahan, rasanya menjadi semakin lemah setelah mengalami apa yang terjadi sejak sore…
Dalam perjalanan pulang bersama sparky, aku rasanya melayang… Tak percaya dengan apa yang terjadi.. Rasanya bukan Eko yang telah berpulang ke Rahmatullah tadi sore… Air mata ku mengalir tak bisa ditahan…, ingatan ku melayang ke 16 tahun perjalanan pertemanan kami…, ke 11 tahun dimana kami selalu bersama-sama… Begitu banyak momen kebersamaan, yang rasanya tak seluruh detil mampu aku ingat kembali…
Ingatan ku melayang ke saat2 kami bicara di teras belakang rumahnya… Saat itu dia dalam proses penyembuhan setelah gejala stroke… , dan aku bilang ke dia.., “Jangan lah sakit… Kalau nanti Eko sakit, nanti aku gak punya teman yang menemani sampai aku tua.. Nanti kalau udah pensiun aku gak punya teman jalan-jalan pagi.” Obrolan orang-orang yang memandang dunia dengan polos.., lupa bahwa kematian bisa terjadi dalam satu jentikan jari…
Sampai di rumah aku mengamati isi rumah ku… Hampir semua barang yang ada di dalam rumah aku beli dengan ditemani Eko.. Kulkas, lemari buku, mesin cuci, kipas angin, AC, kompor, ketel, sederet panci, karpet, peralatan makan, hiasan di dinding rumah, container-container penyimpan barang, bahkan baju, kerudung sampai pakaian dalam… Air mata ku kembali mengalir dan terus mengalir… Kepala ku mulai berdenyut-denyut, sakit sekali… Aku akhirnya jatuh tertidur, namun bulak balik terjaga…
Saat bangun pagi, pikiran pertama yang hadir adalah “Eko sudah tidak ada lagi…”. Air mata ku kembali merebak.. Tak bisa ditahan.. BBM, SMS dan telpon dari orang-orang yang mengetahu kebersamaan kami justri membuat air mata ku semakin deras.. Tapi ingatan ku bahwa hari ini Eko akan dimakamkan, membuat aku bergegas mandi dan beres-beres.. Aku harus ke kantor untuk absen, baru pergi lagi ke rumah Eko..
Akhirnya, Eko dimakamkan hari Selasa, 30 April 2013 di pemakaman Rawamangun di Jalan Labuai Raya.. Namun berhari2 aku tetap tak bisa menghentikan air mata ku menetes kala mengenangnya…
Dia telah mengambil peran besar di kehidupan ku terutama 16 tahun terkahir.. Dia menolong ku, menemani ku, mengingat kan ku… Dia mengisi kehidupan ku yang dalam 11 tahun sering aku jalani dalam kesendirian, saat-saat jauh dari keluarga… Dia bersikap sebagai pengingat agar aku kuat dan tegar, saat badai kehidupan melanda.. Dia memberikan pelukan, menghapus air mata ku.. Dia memberikan kehangatan bagi jiwa ku yang kesepian…, melalui pelukan, dan ciuman di pipi kanan kiri tiap bertemu dan akan berpisah…
Tapi setahun yang lalu, saat aku mengaku padanya ada badai besar sedang menghampiri hidup ku, justru Eko yang lebih dulu menangis dari pada diri ku sendiri.. Rasa sakit yang luar biasa justru memunculkan semangat bertarung pada diri ku, membuat air mata ku tak menetes.. Justru setelah Eko menagis, dan mengatakatan bahwa aku tak pantas mengalami apa yang terjadi, air mata ku tak bisa di bendung… Kami menangis berdua di dalam sparky, yang diparkir di bawah pohon di sudut halaman kantor Eko..
Mana mungkin aku bisa melupakan butir-butir kebaikan yang ditaburkannya dalam perjalanan 16 tahun kami…
Rest in peace, dear.. Selamat beristirahat sahabat ku, saudara ku.. Semoga rumah baru Eko lapang, terang dan indah.. Segala-galanya lebih dari yang ada di dunia ini… Amiin.. ***
RIP. Be strong.
Pingback: She Created Her Own Supervisor… | Sondha's Notes...